Umar bin Khaththab rahdiyallahu ‘anhu pernah berpesan, “Hisablah dirimu sebelum diri kamu sendiri dihisab, dan timbanglah amal perbuatanmu sebelum perbuatanmu ditimbang.”
Berikut ini beberapa hal yang dapat membantu seseorang untuk introspeksi diri dan memperbaiki berbagai kekurangannya:
1. Mengakui kekurangan dirinya. Ibnu Hazm berkata, “Seandainya
orang yang kurang itu mengetahui kekurangan dirinya, niscaya ia menjadi
sempurna.” Beliau melanjutkan, “Manusia itu tidak luput dari
kekurangan, dan orang yang berbahagia adalah orang yang sedikit aibnya.” (Al Akhlaq wa As Siyar)
2.
Menyadari kekurangan yang ada pada dirinya sebagai kekurangan. Ada
beberapa orang yang mengetahui suatu kekurangan ada pada dirinya tapi
dia tidak menganggap hal itu sebagai sebuah kekurangan. Pengetahuan
terhadap kekurangan dirinya nyaris tidak mendatangkan manfaat apa-apa
untuk perbaikan. Hal ini bisa disebabkan karena dia memandang dirinya dengan kacamata dirinya sendiri dan tidak memperhatikan kacamata orang lain dalam menilai dirinya. Disinilah perlunya kita membuka diri sendiri terhadap pandangan dan penilaian dari orang lain, terutama orang yang alim.
3.
Kita harus mengetahui dan mencari kekurangan diri kita. Sebab
mengetahui penyakit itu dapat menolong seseorang untuk menentukan
obatnya. Ibnu Al Muqaffa’ mengatakan, “Salah satu aib manusia
terbesar ialah ia tidak mengetahui kekurangan dirinya. Karena orang yang
tidak mengetahui aib dirinya, maka ia pun tidak mengetahui kebaikan
orang selainnya. Barangsiapa yang tidak mengetahui aib dirinya dan
kebaikan orang lain, maka ia tidak bisa menghilangkan aib yang dia
sendiri tidak mengetahuinya dan tidak akan mendapatkan kebaikan-kebaikan
orang lain yang tidak pernah ia lihat selamanya.” (Al Adab Ash Shaghir wa Al Adab Al Kabir).
Mahmud Al Waraq mengatakan “Manusia
yang paling sempurna ialah yang paling tahu kekurangan dirinya dan yang
paling dapat mengalahkan syahwat dan keinginannya” (Aqwal Ma’tsurah wa Kalimat Jamilah, Dr Muhammad Ash Shabbagh)
4. Tidak memandang orang lain dengan pandangan yang remeh sehingga dia bisa melihat kebaikan yang ada pada orang lain dan mendapat manfaat darinya.
5. Tidak
memandang diri sendiri dengan penuh kekaguman dan merasa dirinya yang
paling baik. Rasa ujub ini seringkali disisipkan iblis ke dalam hati
kita tanpa kita sadari sehingga akhirnya kita larut dan terbawa. Selain
merupakan dosa, rasa ujub menghalangi seseorang untuk mencari kekurangan
yang ada pada dirinya sendiri sehingga dia terhalang dari perbaikan dan
terus berkubang pada kekurangan.
Ibnu Hazm mengatakan, “Ketahuilah
dengan penuh keyakinan bahwa manusia itu tidak bisa luput dari
kekurangan, kecuali para nabi. Barangsiapa yang tidak mengetahui
berbagai kekurangan dirinya, maka ia akan menjadi orang yang hina, lemah
akal, dan sedikit pemahamannya, yang mana ia merasa bukan sebagai orang
yang hina dan tidak merasa bahwa tempat berpijaknya adalah kehinaan.
Karena itu, ia tidak sudi mencari kekurangan dirinya dan tidak sudi
menyibukkan diri dengan hal itu bahkan dia merasa kagum dengan dirinya
sendiri dan sibuk dengan aib orang lain yang tidak membahayakan dirinya
baik di dunia maupun di akhirat.” (Al Akhlaq wa As Siyar)
6.
Senantiasa berusaha menghilangkan kekurangan-kekurangan itu. Tidak
cukup sekedar mengetahui kekurangan-kekurangan diri, tetapi harus pula
berusaha menghilangkannya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (yang
artinya),” Beruntunglah orang yang membersihkan diri.” (Qs. Al A’la: 14). “Sungguh beruntung orang yang membersihkan dirinya.” (Qs. Asy Syams:9).
Ibnu Hazm berkata, “Orang
yang berakal adalah orang yang dapat menentukan aib dirinya, lalu
mengalahkannya dan berusaha menundukkannya. Sedangkan orang yang dungu
adalah orang yang tidak mengetahui aib dirinya, baik karena kurang
pengetahuan dan akalnya serta lemah pikirannya maupun karena ia menilai
bahwa aibnya tersebut adalah perangainya. Dan ini adalah aib terbesar di
muka bumi ini.” (Al Akhlaq wa As Siyar)
7. Berjanji kepada diri sendiri untuk menjadi baik terhadap dirinya. Ibnu Muqaffa’ mengatakan, “Hendaklah
kamu berjanji terhadap dirimu sendiri untuk menjadi baik, sehingga
dengan hal itu ia akan menjadi ahli kebajikan. Sebab jika anda melakukan
demikian, maka kebajikan akan datang mencarimu sebagaimana air mengalir
mencari tempat yang curam.” (Al Adab Ash Shaghir wa Al Adab Al Kabir).
Ibnu Hazm berkata, “Mengabaikan sesaat dapat merusak setahun” (Al Akhlaq wa As Siyar).
8.
Kita tidak boleh menjadikan keburukan kemarin sebagai pembenaran untuk
mengerjakan keburukan hari ini dan tidak pula menjadikan keburukan
seseorang sebagai pembenaran untuk kita berbuat keburukan. Ibnu Hazm
mengatakan, “Saya tidak melihat iblis lebih bodoh, lebih buruk
dan lebih dungu daripada dua kalimat yang dilontarkan oleh
propagandisnya: Pertama, alasan orang yang berbuat keburukan bahwa si
fulan juga telah mengerjakan keburukan itu sebelumnya; kedua, seseorang
menganggap remeh keburukannya hari ini karena ia telah berbuat keburukan
itu kemarin, atau ia melakukan keburukan dalam suatu hal karena ia
telah berbuat keburukan dalam hal lainnya. Akhirnya kedua kalimat
tersebut menjadi alasan yang memudahkan untuk berbuat keburukan dan
mengkategorikan keburukan tersebut dalam batas yang diakui, dianggap
baik, dan tidak diingkari.” (Al Akhlaq wa As Siyar)
9.
Menelaah sesuatu yang bermanfaat yang dapat membantu perbaikan diri
terutama ilmu syar’i. Dengan ilmu syar’ilah seseorang dapat mengetahui
mana yang baik dan mana yang buruk. Dengan ilmu syar’i dia memiliki
parameter yang tepat untuk menimbang segala sesuatu. Ini adalah poin
yang sangat penting.
Maraji’:
* Ma’al Mu’allimin, Muhammad bin Ibrahim Al Hamd, terj. Bersama Para Pendidik Muslim.
* Al Ilmam fii Asbaabi Dha’fi Al Iltizaam, Husain Muhammad Syamir, terj. 31 Sebab Lemahnya Iman.
***
Penulis: Ummu Sa’id
Muroja’ah: Ustadz Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel muslimah.or.id
0 komentar:
Posting Komentar