Ustadz, Saya sedang bimbang, karena orang tua tidak menyukai
lelaki pilihan saya, dengan alasan secara fisik tidak pantas bersanding
dengan saya. Saya diminta putus padahal sudah 7 tahun saya jalani. Perlu
diketahui, pasangan saya bertubuh sangat kurus dan berkulit hitam,
namun dia sudah bekerja dan beragama muslim. Apa yg harus saya lakukan
ustad?
Terima Kasih.
Ustadz Musyaffa Ad Darini, Lc. menjawab:
Pertama: Ukhti… Perlu kita ingat kembali bahwa hukum
wanita menjalin hubungan dengan laki-laki yang bukan mahrom (pacaran)
adalah haram, sebagaimana ditegaskan oleh para ulama. Allah Ta’ala berfirman:
وَلا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلا
“Dan janganlah kalian mendekati zina, karena ia merupakan suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk“. (QS. Al-Isra’: 32)
Ayat ini melarang dan mengharamkan kita untuk mendekati zina, apapun
bentuknya. Dan diantara bentuk perbuatan mendekati zina adalah pacaran.
Ingat pula sabda Nabi -Shallallahu’alaihi Wasallam-:
“Sesungguhnya Alloh mentakdirkan untuk anak adam, bagian zina
yang ia pasti akan melakukannya. Maka zinanya mata adalah melihat,
zinanya lisan adalah dengan bertutur kata, dan hatinya berangan-angan
dan menyenangi sesuatu. Sedang kemaluannya, bisa jadi ia menuruti semua
itu, dan bisa juga ia tidak menurutinya”. (HR. Bukhari no.6243, Muslim no.2657)
“Andai saja kepala salah seorang dari kalian ditusuk dengan
penusuk dari besi, itu lebih baik bagi dia, daripada memegang wanita
yang tidak halal baginya”. (HR. Thabarani, dan di-shahih-kan oleh Albani dalam Silsilah Shahihah, hadits no: 226)
Dan Islam tidak melarang sesuatu, kecuali karena adanya banyak mafsadah di dalamnya, atau mafsadah-nya lebih besar dari pada manfaatnya. Baik mafsadah itu kita rasakan langsung atau tidak.
Oleh karena itu, mohonlah ampun kepada Alloh dan bertaubatlah, karena Rasul -Shallallahu’alaihi Wasallam- juga bersabda:
“Setiap anak adam itu banyak salahnya, dan sebaik-baik orang yang banyak salahnya itu mereka yang banyak taubatnya”. (HR. Tirmidzi: 2499, dan di-hasan-kan oleh Al Albani)
Kedua: Jangan kita lupakan pula, bahwa kita terlahir
di dunia, -dari bayi yang tidak tahu apa-apa, hingga dewasa sehingga
kaya ilmu-, adalah atas jasa orang tua kita. Oleh karena itulah Islam
sangat menekankan masalah berbakti kepada orang tua, membahagiakan
mereka, dan tidak durhaka pada mereka. Bahkan Nabi -Shallallahu’Alaihi Wasallam- bersabda:
“Keridhaan Allah itu terletak pada keridhaan kedua orang tua, dan
(sebaliknya) kemurkaaan Allah (juga) terletak pada kemurkaan kedua
orang tua“.
Apalagi, kita juga nantinya akan menjadi orang tua bagi anak-anak
kita, bukankah ketika itu, kita juga ingin agar anak kita berbakti pada
kita, membahagiakan kita, dan tidak mendurhakai kita?! Jika kita
nantinya ingin seperti ini, maka hendaklah sekarang kita melakukannya
untuk orang tua kita, karena balasan sesuatu itu sesuai dengan amalan
yang kita lakukan. (fal jaza’u min jinsil amal)
Ketiga: Islam sangatlah menghormati wanita, dan
melindunginya dari segala sesuatu yang merugikan dan membahayakannya.
Oleh karena itulah, ia tidak boleh menikah kecuali dengan izin dari
walinya, sebagaimana sabda Nabi -Shallallahu’alaihi Wasallam-:
“Siapapun wanita yang menikah tanpa izin walinya, maka nikahnya batal (tidak sah)”
Dan jika bapak anti masih ada, beliaulah yang harus menjadi wali.
Maka bagaimana anti akan menikah dengan sah, jika bapak anti tidak
mengizinkannya?!
Keempat: Keputusan menikah adalah keputusan yang
sangat besar dalam perjalanan hidup anti, dan konsekuensinya akan anti
rasakan seumur hidup. Oleh karena itu, hendaklah ekstra hati-hati dalam
menghadapi masalah ini. Bertukar pendapatlah dengan orang yang paling
berhak dijadikan rujukan, yakni orang tua kita. Biasanya mereka lebih
jernih dalam melihat keadaan dari pada kita, karena mereka lebih
pengalaman dalam mengarungi kehidupan, dan lebih matang pikirannya.
Tentunya keputusan yang diambil dari kesepakatan antara kita dengan
mereka, itu lebih baik dan lebih matang dari pada keputusan dari satu
pihak saja.
Ditambah lagi, jika kita menjalani suatu keputusan atas restu dari
orang tua, tentunya mereka akan selalu mendoakan kebaikan bagi kita, dan
tidak diragukan lagi, doa mereka akan sangat mustajab dan menjadikan
hidup kita penuh berkah, tentram, dan bahagia dunia akhirat.
Kelima: Cobalah membayangkan jika anti berada di
posisi orang tua, mungkin anti juga akan mengambil langkah yang sama.
Karena seringkali orang tua lebih menghargai anaknya, dari pada kita
sendiri. Oleh karena itu, mungkin orang tua merasa tidak pantas anaknya
mendapatkan orang yang kurang memenuhi standar dalam pandangannya.
Disinilah pentingnya komunikasi, tukar pendapat, dan saling memberi
informasi.
Keenam: Ingat pula sabda Nabi -Shallallahu alaihi Wasallam-
tentang pentingnya agama calon kita, tentunya orang yang agamanya kuat,
lebih kita dahulukan dari pada orang yang agamanya lemah, karena orang
yang agamanya kuat, akan lebih mengetahui hak dan kewajibannya sebagai
kepala rumah tangga.
Ketujuh: mungkin solusi berikut bisa menjadi pertimbangan anti:
- Adakan komunikasi yang lebih baik dan lebih terbuka dengan orang tua.
- Jelaskan alasan yang mendasari langkah anti, dan kelebihan yang ada pada pilihan anti.
- Jelaskan kerugian yang timbul, jika anti meninggalkan pilihan anti.
- Jika satu kesempatan tidak cukup, teruslah komunikasi dalam kesempatan-kesempatan lainnya.
- Mungkin orang tua ada pandangan lain, cobalah untuk menjajakinya
- Jangan lupa untuk selalu berdoa kepada Alloh, terutama ketika sujud dalam sholat, dan ketika sepertiga malam terakhir, agar dimudahkan urusan anti, dan diberikan solusi terbaik.
- Jangan lupa juga untuk sholat istikhoroh, dan memohon petunjuk Alloh, apakah calon anti itu baik bagi masa depan anti di dunia dan akhirat, atau tidak?… Karena hanya Dia-lah yang maha mengetahui apa yang tersembunyi dari hambanya… Petunjuk dari sholat istikhoroh, tidak harus berupa mimpi, tapi bisa juga dengan perasaan hati, atau yang lainnya.
Pesan terakhir, ingatlah selalu dan jangan sampai lupa, bahwa langkah
untuk menikah adalah langkah besar dalam kehidupan kita. Oleh karena
itu, jangan sampai kita melangkah, kecuali semuanya sudah clear, serta
orang tua setuju dan merestui langkah besar ini…
Sekian… Mohon ma’af bila ada kata yang kurang berkenan… Semoga anti
bisa tabah dan sabar dalam menghadapi masalah ini… Dan diberikan taufiq
oleh Alloh untuk meraih yang terbaik bagi anti, di dunia ini hingga di
akhirat nanti… amin.
Dari hamba yang sangat membutuhkan maghfiroh dari-Nya, Musyaffa’ ad-Dariny
—
Penulis: Ustadz Musyaffa Ad Darini, Lc.
Artikel UstadzKholid.Com
Artikel UstadzKholid.Com
0 komentar:
Posting Komentar