Niat yang rusak berakibat fatal bagi seorang hamba, karena tempat niat adalah di hati dan hati adalah raja untuk anggota badan, bila ia baik maka seluruh anggota akan baik dan bila ia buruk maka seluruh anggota badan akan buruk sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, di antara akibat buruk niat yang rusak adalah :
1. Tidak Sah Ibadahnya.
Telah kita bahas di bab pertama bahwa niat adalah syarat sahnya amal, keabsahan sebuah amal amat tergantung kepada niat. Bila kita perhatikan ada tiga sebab batalnya amal ditinjau dari sisi niat, yaitu :
Pertama: Kehilangan salah satu dari syarat sah niat menjadikan amal tersebut tidak sah. Seperti orang yang berazam (berniat kuat) untuk memutuskan sebuah ibadah, maka ibadahnya batal dan tidak sah, atau orang yang tidak men-ta’yin (menentukan) niat dalam ibadah yang wajib ditentukan, atau orang yang mempersekutukan niat dalam ibadah yang tidak boleh dipersekutukan sebagaimana telah kita bahas di bab pertama, silahkan pembaca rujuk kembali.
Kedua: Adanya tujuan-tujuan yang dilarang oleh syariat seperti seseorang yang menikahi wanita yang telah ditalaq tiga dengan tujuan agar wanita tersebut menjadi halal kembali untuk suaminya yang pertama, maka pernikahannya tidak sah karena tujuan tersebut dilarang oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan wanita tersebut tetap tidak halal untuk suaminya yang pertama sebagaimana telah kita bahas.
Ketiga: Adanya tuduhan atau tanda yang menunjukkan bahwa tujuannya tidak dibenarkan. Seperti orang yang mentalaq istrinya ketika ia sakit menuju kematian, maka talaqnya tidak sah karena disitu ada tanda yang menunjukkan bahwa ia menceraikannya agar istrinya tidak mendapat bagian warisan darinya dan ini adalah perbuatan zalim yang tercela.
2. Menghapus Amal
Allah Ta’ala mengancam orang yang beribadah dengan niat bukan karena-Nya dengan ancaman yang berat yaitu dihapus amalnya dan mendapatkan api neraka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
مَن كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لاَيُبْخَسُونَ {15} أُوْلَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي اْلأَخِرَةِ إِلاَّ النَّارَ وَحَبِطَ مَاصَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَّاكَانُوا يَعْمَلُونَ {16}
“Barang siapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti Kami berikan balasan atas pekerjaan mereka di dunia, dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh sesuatu di akhirat kecuali neraka, dan sia-sialah di sana apa yang telah mereka usahakan dan terhapuslah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Hud: 15-16).
3. Rusaknya Hati
Niat yang rusak menimbulkan dosa yang memberikan noda-noda hitam di hati sehingga apabila noda hitam tersebut telah memenuhi ruangan hati maka hati pun akan menjadi hitam dan kelam sulit untuk menerima cahaya hidayah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِي قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ وَإِنْ عَادَ زِيدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ وَهُوَ الرَّانُ الَّذِي ذَكَرَ اللَّهُ { كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ }
“Seorang hamba apabila melakukan sebuah dosa, akan diberikan di hatinya noda hitam dan jika ia memohon ampun dan bertaubat, maka akan kembali bening hatinya. Jika ia kembali kepada dosa tersebut, maka akan ditambah noda hitamnya sampai memenuhi hatinya. Itulah ron yang disebutkan oleh Allah “Sekali-kali tidak, justru ron telah memenuhi hatinya disebabkan apa yang mereka lakukan.” (HR. At Tirmidzi).[1]
4. Rusak Pemahamannya
Niat yang rusak akan menimbulkan pemahaman yang rusak, karena apabila seorang hamba mempunyai keinginan untuk memperturutkan hawa nafsunya akan berpengaruh kepada pemahamannya. Ia akan memahami dalil sesuai dengan hawa nafsunya dan ro’yu-nya (logika) sehingga dalil itu tampaknya mendukung perbuatannya namun pada hakikatnya tidak demikian dan ini diketahui oleh orang yang diberikan oleh Allah pemahaman yang dalam dan ilmu yang kuat.
Ibnu Qayyim rahimahullah berkata, “Orang yang buruk pemahamannya dan buruk maksudnya akan jatuh ke dalam macam-macam ta’wil sesuai dengan keburukan pemahaman dan maksudnya, terkadang keduanya berkumpul dan terkadang menyendiri dan apabila keduanya berkumpul akan menimbulkan kebodohan terhadap kebenaran, memusuhi ahlul haq dan menganggap halal apa yang Allah haramkan.”[2]
Ditulis oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc.
Artikel www.cintasunnah.com
0 komentar:
Posting Komentar