Saat-Saat Kematian Datang..
Ibnul Jauzy berkata;
“Satu hal yang paling menarik dan menakjubkan adalah tatkala seseorang
yang mati sadar di dalam kuburnya. Ia sangat terkejut dengan kondisi
yang tidak bisa dilukiskan dan merasa sedih dengan kesedihan yang sangat
sulit dibayangkan. Ia membayangkan masa-masanya yang telah lewat. Ia
ingin agar bisa melakukan sesuatu yang belum sempat dikerjakannya dan
benar-benar bertaubat. Ia hampir saja bunuh diri tatkala menjelang
kematiannya. Andaikata ia mendapatkan suatu pelajaran yang sangat
berharga dari semua itu saat masih sehat, pasti ia akan melakukan
amal-amalnya dengan penuh ketaqwaan.
Sesungguhnya orang yang cerdas akan selalu membayangkan saat-saat
kematian tiba dan bekerja dengan tujuan-tujuan yang harus dicapainya.
Andaikata ia tidak sanggup membayangkan dalam benaknya keadaan yang
demikian, maka ia wajib mengekang hawa nafsunya dan berbuat
sebaik-baiknya untuk kepentingan hidupnya.
Akan tetapi, jika kesadaran itu baru datang manakala ia sudah berada di
gerbang maut, saat itu pintu kesempatan telah tertutup. Diriwayatkan
dari Habib Al-Ajami, jika dia bangun pagi maka dia pasti mengatakan pada
isterinya, “Jika aku mati hari ini, maka fulanlah yang harus
memandikanku dan fulanlah yang harus memikul keranda mayatku.”
Ma’ruf Al-Karkhi, seorang wali terbesar, berkata kepada seorang
laki-laki, “Sholat zhuhurlah bersama kami.” Orang itu berkata, “Jika
sholat bersamamu saat ini, maka aku tak akan sholat asr bersamamu.”
Al-Karkhi menjawab, “Kamu berangan-angan bisa hidup sampai waktu asar
nanti? Berlindunglah kepada Alloh dari panjangnya angan-angan.”
Suatu saat ada laki-laki yang membicarakan orang lain dalam ghibahnya.
Berkata Ma’ruf kepadanya, “Ingatlah tatkala kapas telah diletakkan di
atas kedua matamu sebelum engkau dikubur nanti.”
[Sumber: Terjemah “Shoidul Khotir” karya Ibnul Jauzy, via facebook Pustaka Ukhuwah Malang ]
Ayo Berlomba Kawan….!
Al-Imam Ibnul Jauzy berkata,
“Setiap manusia tidak boleh meninggalkan suatu keutamaan yang mungkin
bisa dicapai, bahkan ia harus berusaha untuk mencapainya dengan sekuat
tenaga, sebagaimana ungkapan seorang penyair.
“Jadilah lelaki dengan kaki berpijak di bumi…
Namun cita-cita tergantung di langit nan tinggi…”
Jika anda memiliki kesempatan untuk melebihi para ulama dan ahli zuhud
dalam hal amal, ilmu dan pandangan, lakukanlah. Toh mereka juga adalah
manusia dan anda pun manusia. Tak ada orang yang duduk-duduk saja
kecuali ia adalah orang yang sangat lemah kemauannya dan rendah jiwanya.
Ketahuilah bahwa anda saat ini berada dalam medan perlombaan yang harus
dimenangkan. Anda harus berjuang keras karena waktu-waktu demikian
kencang berjalan. Janganlah menjadi pemalas abadi, sebab lewatnya
kesempatan semuanya berasal dari sikap malas. Tak seorang pun yang
sukses kecuali yang memiliki keinginan yang sangat kuat dan
sungguh-sungguh.
Semangat tinggi akan menggelora dan membakar dada laksana mendidihnya air di dalam bejana, sebagaimana ungkapan seorang penyair,
“Memang aku tak punya harta kecuali gubukku..
Dari ketiadaan aku bangun hidupku…
Aku puas dengan apa yang Alloh beri…
Namun cita-citaku melangit dan terus meninggi…””
[Sumber: Terjemah “Shoidul Khotir” karya Ibnul Jauzy, via facebook Pustaka Ukhuwah Malang]
Pengalaman Hidup Ibnul Jauzi Rahimahullah
Syaikh Ibnul Jauzi rahimahullah.
”Aku pernah merasa tertekan dengan masalah yang telah menjadikanku
selalu dalam kegelisahan. Aku berusaha sekuat tenaga agar terlepas dari
jeratan kegelisahan itu. Tapi usaha yang kulakukan itu sia-sia. Lalu aku
membaca firman Allah ini : ”Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah,
maka ia akan diberikan jalan keluar dan diberi rizki dari arah yang
tidak diduga-duga.” (Ath Thalaq)
”Aku mengerti bahwa ketaqwaan merupakan jalan keluar dari seluruh
kegelisahan. Maka selama aku ada di jalan menuju taqwa, pasti kudapati
jalan keluar dalam menghadap masalah apapun. Seorang makhluk tidak boleh
menyandarkan diri kecuali pada Allah. Allah lah yang akan mencukupinya.
Seseorang bisa melakukan usaha apapun, akan tetapi hatinya tidak boleh
bergantung pada usaha itu. Hati-hatilah melanggar batasan Allah sehingga
engkau menjadi hina dihadapan Allah dan kecil dihadapan makhlukNya”
Aku menemukan orang yang usianya disumbangkan untuk ilmu hingga ia tua.
Tapi ia melanggar larangan Allah, maka jadilah ia dihinakan oleh Allah
dan dikecilkan oleh makhluk Allah. Mereka tidak menoleh padanya meskipun
ia orang yang luas ilmunya, kuat argumentasi dalam berdebat. Aku juga
melihat ada orang yang berhati-hati dan merasa diawasi oleh Allah dalam
hidupnya. Ia juga mengutamakan tuntunan Allah meski ia tdak sebanding
ilmunya dengan orang alim tadi. Tapi Allah meninggikan kehormatannya
dalam hati makhluk-Nya sehingga ia dicintai banyak orang yang karena
kebaikannya.
”Aku pernah mengalami kesulitan dan kepayahan. Kemudian aku perbanyak
do’a untuk memohon keselamatan dan ketenangan, tapi tampaknya do’aku tak
kunjung dikabulkan sebagaimana harapanku. Jiwaku gelisah, lalu
kukatakan padaNya dengan keras : ”Celakalah engkau, periksalah
keadaanmu. Apakah engkau ini budak atau raja ? Tidakkah engkau tahu
bahwa dunia adalah tempat ujian ? Jika engkau ingin mendapat apa yang
kau inginkan kemudian tidak bersabar tatkala engkau belum mencapainya,
dimanakah ujian hidup itu jadinya ? Engkau telah menginginkan sesuatu
yang engkau tidak tahu akibatnya. Padahal bisa saja sesuatu itu justru
membahayakanmu. Allah berfirman : ”Bisa saja engkau membenci sesuatu
padahal itu baik bagimu dan bisa saja engkau mencintai sesuatu padahal
itu buruk bagimu. Dan Allah yang Maha Mengetahui sedangkan engkau tidak
mengetahui.” (Al Baqarah : 216)
”Aku mengambil manfaat dari pengalaman hidup, bahwa seseorang hendaknya
tidak menampakkan permusuhan pada orang lain, sebisa mungkin. Karena
seseorang mungkin tidak menyangka bila ia memerlukan orang itu untuk
memberi manfaat bagi kita, setidaknya ia bisa menghindarkan bahaya.”
Saudaraku, demikianlah petikan pengalaman hidup seorang yang shalih.
Betapa banyak dan dalam makna yang diungkapkan dalam perkataan Imam
Ibnul Jauzi rahimahullah. Sungguh inilah wasita dan peninggalan yang tak
ternilai. Inilah sebagian cahaya yang seharusnya kita pegang dalam
meniti hidup.
Al Imam Ibnul Jauzi Abu Al Faraj, yang nasabnya terhubung dengan sahabat
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yakni Abu Bakar Ash Shiddiq
radhiallahu anhu, wafat pada malam Jum’at tanggal 12 Ramadhan 597 H /
1201 M pada usianya hampir mencapai 90 tahun. Ia dimakamkan di Babul
Harb dekat dengan makam Imam Besar Ahmad bin Hanbal.
Semoga Allah memberikan balasan padanya karena berbagai ilmu yang ia
tinggalkan. Semoga kita diberi kekuatan tekad dan mampu mengikuti jejak
para salafussholeh. [Shaidul Khatir]
Jangan Kabarkan Kepada Mereka..
Untaian perkataan Ibnul Jauzi rahimahullah yang menggetarkan hati para dai, beliau berkata :
((Sungguh suatu hari aku di majelisku maka aku melihat di sekitarku
lebih dari 10 ribu hadirin, tidak seorangpun dari mereka kecuali
trenyuh/luluh hatinya atau meneteskan air mata (karena nasehat dan
ceramahku).
Akupun berkata pada jiwaku : Bagaimana nasibmu jika mereka seluruhnya selamat (di akhirat) sedangkan engku celaka??.
Maka akupun berucap dengan lisan perasaanku : Wahai Tuhanku…, wahai
Tuhanku… jika kelak Engkau menetapkan untuk mengadzabku maka janganlah
Engkau mengabarkan kepada mereka tentang tersiksanya aku… demi untuk
menjaga kemuliaanMu bukan demi aku, agar mereka tidak berkata : Allah
yang telah ditunjukan/diserukan oleh Ibnul Jauzi telah mengadzab Ibnul
Jauzi))
[Shoidul Khootir hal 78]
Sumber: http://alqiyamah.wordpress.com
Diantara Nasehat Imam Ibnul Jauzy rahimahullah
Faisal Choir Blog :
Blog ini merupakan kumpulan Artikel dan Ebook Islami dari berbagai sumber. Silahkan jika ingin menyalin atau menyebarkan isi dari Blog ini dengan mencantumkan sumbernya, semoga bermanfaat. “Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk, maka baginya ada pahala yang sama dengan pahala orang yang mengikutinya dan tidak dikurangi sedikitpun juga dari pahala-pahala mereka.” (HR. Muslim). Twitter | Facebook | Google Plus
0 komentar:
Posting Komentar