Sesungguhnya Alloh telah menciptakan manusia, dari tidak ada menjadi
ada. Alloh telah memberikan berbagai keperluan hidup manusia di dunia
ini. Dia juga memberikan akal dan naluri, yang dengannya -secara
global- manusia dapat membedakan apa-apa yang bermanfaat baginya dan
yang membahayakannya.
Alloh menjadikan manusia dapat mendengar,
melihat, berfikir, berbicara, dan berusaha. Sesungguhnya itu semua
sebagai ujian, apakah manusia akan bersyukur kepada Penciptanya,
beribadah kepadaNya semata, taat dan tunduk terhadap syari’atNya,
ataukah mengingkari kenikmatan dan menentang terhadap agamaNya. Alloh berfirman:
هَلْ أَتَى عَلَى الإِنسَانِ حِيٌن مِّنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُن شَيْئًا مَّذْكُورًا {1} إِنَّا خَلَقْنَا اْلإِنسَانَ مِن نُّطْفَةٍ أَمْشَاجٍ نَّبْتَلِيهِ فَجَعَلْنَاهُ سَمِيعًا بَصِيرًا {2} إِنَّا هَدَيْنَاهُ السَّبِيلَ إِمَّا شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُورًا
Bukankah telah datang pada manusia satu
waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang
dapat disebut. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes
mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan
larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat.
Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang
bersyukur dan ada pula yang kafir. (QS. Al-Insan (76):1-3)
Oleh karena itulah, manusia wajib mengetahui apakah kewajiban pertama kali yang harus dia lakukan kepada Penciptanya.
DUA SYAHADAT KEWAJIBAN PERTAMA HAMBA
Sesungguhnya banyak dalil dari Al-Kitab dan As-Sunnah yang menunjukkan bahwa kewajiban pertama manusia adalah dua syahadat, syahadat Laa ilaaha illa Alloh dan syahadat Muhammad Rosululloh. Inilah di antara dalil-dalil tersebut:
1- Firman Alloh:
DUA SYAHADAT KEWAJIBAN PERTAMA HAMBA
Sesungguhnya banyak dalil dari Al-Kitab dan As-Sunnah yang menunjukkan bahwa kewajiban pertama manusia adalah dua syahadat, syahadat Laa ilaaha illa Alloh dan syahadat Muhammad Rosululloh. Inilah di antara dalil-dalil tersebut:
1- Firman Alloh:
وَمَآ أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلاَّ نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لآ إِلَهَ إِلآ أَنَا فَاعْبُدُونِ
Dan Kami tidak mengutus seorang rosul
sebelum-mu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada
Ilaah (yang hak) melainkan Aku, maka kamu sekalian hendaklah beribadah
kepada (menyembah) Ku “. (QS. Al-Anbiya’ (21):25)
Syeikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata di dalam Tafsirnya pada ayat ini: “Seluruh para Rasul –sebelummu (Muhammad Rasulullah)- bersama kitab-kitab mereka, inti dan pokok risalah mereka adalah perintah: beribadah kepada Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya, dan penjelasan bahwa Allah adalah ilah yang haq, al-ma’bud (yang berhak diibadahi), dan bahwa peribadahan kepada selainNya adalah batil .” (Taisir Karimir Rahman Fi Tafsir Kalamil Mannan)
Syeikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata di dalam Tafsirnya pada ayat ini: “Seluruh para Rasul –sebelummu (Muhammad Rasulullah)- bersama kitab-kitab mereka, inti dan pokok risalah mereka adalah perintah: beribadah kepada Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya, dan penjelasan bahwa Allah adalah ilah yang haq, al-ma’bud (yang berhak diibadahi), dan bahwa peribadahan kepada selainNya adalah batil .” (Taisir Karimir Rahman Fi Tafsir Kalamil Mannan)
Kalimat Laa ilaaha illa Alloh merupakan
pokok risalah seluruh para Rosul, maka hal ini merupakan kewajiban
pertama kali sebelum lainnya.
2- Tauhid adalah perintah Allah yang pertama kali, sehingga merupakan kewajiban pertama kali yang harus ditunaikan dan jalan pertama kali yang harus ditempuh seorang hamba. Sebaliknya, lawan tauhid, yaitu syirik merupakan larangan pertama kali.
Kita dapatkan fi’il (kata kerja) pertama kali yang Alloh sebutkan dalam mush-haf Al-Qur’an adalah tauhid. Yaitu:
2- Tauhid adalah perintah Allah yang pertama kali, sehingga merupakan kewajiban pertama kali yang harus ditunaikan dan jalan pertama kali yang harus ditempuh seorang hamba. Sebaliknya, lawan tauhid, yaitu syirik merupakan larangan pertama kali.
Kita dapatkan fi’il (kata kerja) pertama kali yang Alloh sebutkan dalam mush-haf Al-Qur’an adalah tauhid. Yaitu:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ {5}
Hanya kepadaMu kami berbadah dan hanya kepadaMu kami mohon pertolongan. (QS. Al-Fatihah (1): 5)
Kita dapati fi’il amr (kata perintah) pertama kali di dalam Al-Qur’an adalah tauhid, yaitu:
Kita dapati fi’il amr (kata perintah) pertama kali di dalam Al-Qur’an adalah tauhid, yaitu:
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ {21}
Hai manusia, sembahlah Rabb-mu Yang
telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertaqwa.
(QS. Al-Baqoroh (2): 21)
Ketika Alloh menyebutkan 10 kewajiban manusia, kewajiban pertama yang Alloh sebutkan adalah kewajiban beribadah hanya kepadaNya dan larangan syirik, ini adalah makna kalimat Laa ilaaha illa Alloh. Yaitu firman Alloh:
Ketika Alloh menyebutkan 10 kewajiban manusia, kewajiban pertama yang Alloh sebutkan adalah kewajiban beribadah hanya kepadaNya dan larangan syirik, ini adalah makna kalimat Laa ilaaha illa Alloh. Yaitu firman Alloh:
وَاعْبُدُوا اللهَ وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ
شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى
وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ
وَالصَّاحِبِ بِالْجَنبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ
إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالاً فَخُورًا {36}
(1) Sembahlah Allah dan janganlah
kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. (2) Dan berbuat baiklah
kepada dua orang ibu-bapak, (3) karib-kerabat, (4) anak-anak yatim, (5)
orang-orang miskin, (6) tetangga yang dekat dan (7) tetangga yang
jauh, (8) teman sejawat, (9) ibnu sabil dan (10) hamba sahayamu.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
membangga-banggakan diri. (QS. An-Nisa’ (4):36)
Pada tempat yang lain, ketika Allah
menyebutkan 10 larangan, Dia memulai dengan larangan syirik, dan ini
merupakan kandungan kalimat Laa ilaaha illa Alloh. Dia berfirman:
قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ
رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلاَّ تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ
إِحْسَانًا وَلاَ تَقْتُلُوا أُوْلاَدَكُم مِّنْ إِمْلاَقٍ نَحْنُ
نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ وَلاَ تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ
مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَلاَ تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ
إِلاَّ باِلْحَقِّ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ {151}
وَلاَ تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلاَّ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
حَتَّى يَبْلُغَ أَشُدَّهُ وَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ
بِالْقِسْطِ لاَ نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا وَإِذَا قُلْتُمْ
فَاعْدِلُوا وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَى وَبِعَهْدِ اللهِ أَوْفُوا
ذَالِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ {152} وَأَنَّ هَذَا
صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُوا السُّبُلَ
فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَالِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ
تَتَّقُونَ {153}
Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Rabbmu, yaitu:
(1) Janganlah kamu mempersekutukan
sesuatu dengan Dia, (2) berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak,
(3) dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut
kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepadamu dan
kepada mereka; dan (4) janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan
yang keji, baik yang nampak diantaranya maupun yang tersembunyi, (5)
dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya)
melainkan dengan suatu (sebab) yang benar”. Demikian itu yang diperintahkan oleh Rabbmu kepadamu supaya kamu memahami(nya).
(6) Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfa’at, hingga sampai ia dewasa. (7) Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya. (8) Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat(mu), (9) dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat,
(6) Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfa’at, hingga sampai ia dewasa. (7) Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya. (8) Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat(mu), (9) dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat,
(10) dan bahwa (yang Kami
perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan
janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan
itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu
diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertaqwa. (QS. Al-An’am (6):151-153)
3- Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :
3- Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى
يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ
اللَّهِ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ فَإِذَا فَعَلُوا
ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّ
الْإِسْلَامِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ
“Aku diperintahkan untuk memerangi
manusia sampai mereka bersyahadat (bersaksi) Laa ilaaha illa Allah dan
Muhammad Rasulullah, menegakkan shalat, dan membayar zakat. Jika mereka
telah melakukannya, mereka telah menjaga darah dan harta mereka
dariku, kecuali dengan hak Islam, dan perhitungan mereka atas
tanggungan Allah.” (HSR. Bukhari, no: 25; dan lain-lain, dari Ibnu
Umar)
Hadits ini nyata menunjukkan bahwa kewajiban pertama hamba adalah syahadat. Imam Ibnu Abil ‘Izzi Al-Hanafi rahimahullah berkata: “Oleh karena inilah, yang benar bahwa kewajiban pertama kali atas seorang mukallaf adalah syahadat Laa ilaaha illah Allah, sehingga tauhid merupakan kewajiban pertama kali dan kewajiban terakhir kali, sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Hadits ini nyata menunjukkan bahwa kewajiban pertama hamba adalah syahadat. Imam Ibnu Abil ‘Izzi Al-Hanafi rahimahullah berkata: “Oleh karena inilah, yang benar bahwa kewajiban pertama kali atas seorang mukallaf adalah syahadat Laa ilaaha illah Allah, sehingga tauhid merupakan kewajiban pertama kali dan kewajiban terakhir kali, sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ كَانَ آخِرُ كَلَامِهِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Barangsiapa akhir perkataannya Laa
ilaaha illa Allah, niscaya dia masuk sorga.” *)*)[HSR. Ahmad, Abu
Dawud, dan Al-Hakim, dari Mu’adz bin Jabal. Lihat Shahih Al-Jami’ush
Shaghir, no:6479] (Minhatul Ilahiyah Fi Tahdzib Syarh Ath-Thahawiyah,
hal:45)
4- Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Muadz bin Jabal ketika mengutusnya ke Yaman:
4- Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Muadz bin Jabal ketika mengutusnya ke Yaman:
إِنَّكَ سَتَأْتِي قَوْمًا أَهْلَ كِتَابٍ
فَإِذَا جِئْتَهُمْ فَادْعُهُمْ إِلَى أَنْ يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ
إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا
لَكَ بِذَلِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ
خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لَكَ
بِذَلِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً
تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ فَإِنْ هُمْ
أَطَاعُوا لَكَ بِذَلِكَ فَإِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ وَاتَّقِ
دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللَّهِ
حِجَابٌ
“Sesungguhnya engkau akan mendatangi
kaum Ahli Kitab, maka jika engkau telah mendatangi mereka, ajaklah
mereka untuk bersyahadat Laa ilaaha illa Allah dan bahwa Muhammad
adalah utusan Alloh. Jika mereka telah mentaatimu tentang hal itu, maka
beritahukan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan lima kali
shalat sehari semalam kepada mereka. Jika mereka telah mentaatimu
tentang hal itu, maka beritahukan kepada mereka bahwa Allah telah
mewajibkan shodaqoh (zakat) kepada mereka. Zakat itu diambil dari
orang-orang kaya mereka dan diberikan kepada orang-orang miskin mereka.
Jika mereka telah mentaatimu tentang hal itu, maka janganlah (engkau
ambil) harta-harta mereka yang berharga (untuk zakat) dan jagalah
dirimu dari doa orang yang terzholimi, karena sesungguhnya tidak ada
penghalang antara dia dengan Alloh”. [HR.Bukhari no:1496, 4347; Muslim
no:(29)(30)]
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqolani rahimahullah berkata: “Permulaan terjadi dengan keduanya (dua syahadat), karena keduanya merupakan ash-luddin (dasar/pokok agama) yang semua selain keduanya tidak sah tanpa keduanya”. (Fathul Bari, penjelasan hadits no:1496)
5- Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqolani rahimahullah berkata: “Permulaan terjadi dengan keduanya (dua syahadat), karena keduanya merupakan ash-luddin (dasar/pokok agama) yang semua selain keduanya tidak sah tanpa keduanya”. (Fathul Bari, penjelasan hadits no:1496)
5- Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :
بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ
شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ
اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ
رَمَضَانَ
Islam dibangun di atas lima (tiang):
syahadat Laa ilaaha illa Alloh dan syahadat Muhammad Rosululloh;
menegakkan sholat; membayar zakat; haji; dan puasa Romadhon. (Hadits
Shohih Riwayat Bukhori, no: 8; Muslim, no: 16; dll)
Ini merupakan dalil yang nyata tentang bahwa syahadatain merupakan rukun Islam yang pertama, sehingga otomatis merupakan kewajiban yang pertama.
Imam Ibnul Mundzir berkata: “Setiap ulama yang aku menghafal ilmu darinya telah sepakat: bahwa jika seorang kafir mengatakan: Asy-hadu an laa ilaaha illa Alloh wa asy-hadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rosuuluhu (Aku bersaksi bahwa tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Alloh, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba Alloh dan utusanNya), dan bahwa yang dibawa oleh Nabi Muhammad adalah haq (benar), dan aku berlepas diri kepada Alloh dari seluruh agama yang menyelisihi agama Islam,-ketika mengatakannya itu dia sudah dewasa, sehat dan berakal- maka dia seorang muslim. Jika setelah itu dia kembali (kafir), yaitu menampakkan kekafiran, maka dia menjadi orang murtad”. (Al-Ijma’, hlm: 154; dinukil dari kitab Mauqif Ibni Taimiyah minal Asya’iroh, juz: 3, hlm: 940; karya: Dr. Abdurrohman bin Sholih bin Sholih Al-Mahmud)
Setelah kita mengetahui penjelasan di atas, maka kita akan mengetahui kesalahan pendapat-pendapat manusia tentang kewajiban pertama atas manusia.
Sebagian orang beranggapan bahwa kewajiban manusia pertama kali adalah “berfikir dengan benar, sehingga membawa kepada pengetahuan tentang barunya alam semesta”.
Sebagian orang beranggapan bahwa kewajiban manusia pertama kali adalah “niat berfikir dengan benar”.
Sebagian orang beranggapan bahwa kewajiban manusia pertama kali adalah “ragu-ragu”.
Sebagian orang beranggapan bahwa kewajiban manusia pertama kali adalah “mengenal adanya Alloh”.
Al-Juwaini di dalam kitab Al-Irsyad, hlm: 3, mengatakan: “Pertama kali kewajiban atas orang yang aqil baligh (berakal dan dewasa) –dengan sempurnanya umur kedewasaan atau mimpi menurut syari’at- adalah niat berfikir dengan benar yang membawa kepada pengetahuan dengan barunya alam”.
Demikian juga perkataan semacam ini dari Ar-Rozi di dalam Al-Muhashshol, hlm: 47 dan Al-Iijii di dalam Al-Mawaaqif, hlm: 32.
Semua pendapat di atas kesimpulannya adalah: bahwa kewajiban pertama manusia adalah: berfikir sehingga meyakini bahwa dunia ini ada yang menciptakan, yaitu Alloh Ta’ala.
Ini merupakan kesalahan besar! Karena sesungguhnya fithroh manusia telah mengenal adanya Alloh. Oleh karena itulah para Nabi dan Rosul mengatakan kepada umat mereka:
Ini merupakan dalil yang nyata tentang bahwa syahadatain merupakan rukun Islam yang pertama, sehingga otomatis merupakan kewajiban yang pertama.
Imam Ibnul Mundzir berkata: “Setiap ulama yang aku menghafal ilmu darinya telah sepakat: bahwa jika seorang kafir mengatakan: Asy-hadu an laa ilaaha illa Alloh wa asy-hadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rosuuluhu (Aku bersaksi bahwa tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Alloh, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba Alloh dan utusanNya), dan bahwa yang dibawa oleh Nabi Muhammad adalah haq (benar), dan aku berlepas diri kepada Alloh dari seluruh agama yang menyelisihi agama Islam,-ketika mengatakannya itu dia sudah dewasa, sehat dan berakal- maka dia seorang muslim. Jika setelah itu dia kembali (kafir), yaitu menampakkan kekafiran, maka dia menjadi orang murtad”. (Al-Ijma’, hlm: 154; dinukil dari kitab Mauqif Ibni Taimiyah minal Asya’iroh, juz: 3, hlm: 940; karya: Dr. Abdurrohman bin Sholih bin Sholih Al-Mahmud)
ANGGAPAN SALAH
Setelah kita mengetahui penjelasan di atas, maka kita akan mengetahui kesalahan pendapat-pendapat manusia tentang kewajiban pertama atas manusia.
Sebagian orang beranggapan bahwa kewajiban manusia pertama kali adalah “berfikir dengan benar, sehingga membawa kepada pengetahuan tentang barunya alam semesta”.
Sebagian orang beranggapan bahwa kewajiban manusia pertama kali adalah “niat berfikir dengan benar”.
Sebagian orang beranggapan bahwa kewajiban manusia pertama kali adalah “ragu-ragu”.
Sebagian orang beranggapan bahwa kewajiban manusia pertama kali adalah “mengenal adanya Alloh”.
Al-Juwaini di dalam kitab Al-Irsyad, hlm: 3, mengatakan: “Pertama kali kewajiban atas orang yang aqil baligh (berakal dan dewasa) –dengan sempurnanya umur kedewasaan atau mimpi menurut syari’at- adalah niat berfikir dengan benar yang membawa kepada pengetahuan dengan barunya alam”.
Demikian juga perkataan semacam ini dari Ar-Rozi di dalam Al-Muhashshol, hlm: 47 dan Al-Iijii di dalam Al-Mawaaqif, hlm: 32.
Semua pendapat di atas kesimpulannya adalah: bahwa kewajiban pertama manusia adalah: berfikir sehingga meyakini bahwa dunia ini ada yang menciptakan, yaitu Alloh Ta’ala.
Ini merupakan kesalahan besar! Karena sesungguhnya fithroh manusia telah mengenal adanya Alloh. Oleh karena itulah para Nabi dan Rosul mengatakan kepada umat mereka:
قَالَتْ رُسُلُهُمْ أَفِي اللهِ شَكٌّ فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ
Berkata rasul-rasul mereka:”Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, Pencipta langit dan bumi?” (QS. 14:10)
Demikian juga bahwa semata-mata mengakui adanya Alloh tidaklah menjadikan orang itu beriman atau Islam, karena orang-orang musyrik jahiliyah juga meyakini adanya Alloh. Hal itu disebutkan dalam beberapa ayat dalam Al-Qur’an.
Demikian juga bahwa semata-mata mengakui adanya Alloh tidaklah menjadikan orang itu beriman atau Islam, karena orang-orang musyrik jahiliyah juga meyakini adanya Alloh. Hal itu disebutkan dalam beberapa ayat dalam Al-Qur’an.
قُلْ مَن يَرْزُقُكُم مِّنَ السَّمَآءِ
وَاْلأَرْضِ أَمَّن يَمْلِكُ السَّمْعَ وَاْلأَبْصَارَ وَمَن يُخْرِجُ
الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَن
يُدَبِّرُ اْلأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللهُ فَقُلْ أَفَلاَ تَتَّقُونَ {31}
Katakanlah: “Siapakah yang memberi
rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa
(menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang
mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan yang mengeluarkan yang mati
dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan” Maka mereka
(orang-orang musyrik Jahiliyah) menjawab: “Alloh”. Maka katakanlah:
“Mengapa kamu tidak bertaqwa (kepada-Nya)?” (QS. Yunus:31)
Oleh karena itulah, seseorang yang meyakini adanya Alloh dan keesaan kekuasaanNya belum disebut orang Islam atau orang beriman, sehingga dia mengimani keesaan uluhiyah Alloh dan beribadah kepadaNya semata dengan mengikuti jalan RosulNya, juga mengimani nama-nama dan sifat-sifat Alloh serta semua yang dibawa oleh RosulNya dari Alloh Subhanahu wa Ta’ala.
Sebagai penutup tulisan ini, kami nukilkan perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah (wafat 728 H), seorang ‘alim yang dikenal kelurusannya di dalam aqidah dan manhaj. Beliau berkata: “Telah diketahui secara pasti di dalam agama dan telah disepakati oleh umat: bahwa fondasi Islam dan yang pertama kali diperintahkan kepada manusia adalah syahadat Laa ilaaha illa Allah dan bahwa Muhammad utusan Alloh. Dengan itulah orang kafir menjadi muslim, musuh menjadi kekasih, orang yang halal darahnya dan hartanya menjadi terjaga darah dan hartanya. Kemudian jika dia bersyahadat itu dari hatinya, maka dia telah masuk ke dalam iman. Jika dia mengucapkannya dengan lidahnya tanpa hatinya, maka dia berada pada Islam secara lahiriyah, namun tanpa iman pada batinnya.
Adapun jika dia tidak mengucapkan syahadat, padahal mampu, maka dia kafir secara lahir batin dengan kesepakatan umat Islam, menurut Salaf (orang-orang dahulu) umat ini, imam-imamnya, dan mayoritas ulama”. (Kitab Fathul Majid, hlm: 73, karya: Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh, penerbit: Dar Ibni Hazm)
Inilah mudah-mudahan bermanfaat. Semoga Alloh selalu membimbing kita di atas jalan yang lurus.
Penulis: Muslim Atsari
Oleh karena itulah, seseorang yang meyakini adanya Alloh dan keesaan kekuasaanNya belum disebut orang Islam atau orang beriman, sehingga dia mengimani keesaan uluhiyah Alloh dan beribadah kepadaNya semata dengan mengikuti jalan RosulNya, juga mengimani nama-nama dan sifat-sifat Alloh serta semua yang dibawa oleh RosulNya dari Alloh Subhanahu wa Ta’ala.
Sebagai penutup tulisan ini, kami nukilkan perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah (wafat 728 H), seorang ‘alim yang dikenal kelurusannya di dalam aqidah dan manhaj. Beliau berkata: “Telah diketahui secara pasti di dalam agama dan telah disepakati oleh umat: bahwa fondasi Islam dan yang pertama kali diperintahkan kepada manusia adalah syahadat Laa ilaaha illa Allah dan bahwa Muhammad utusan Alloh. Dengan itulah orang kafir menjadi muslim, musuh menjadi kekasih, orang yang halal darahnya dan hartanya menjadi terjaga darah dan hartanya. Kemudian jika dia bersyahadat itu dari hatinya, maka dia telah masuk ke dalam iman. Jika dia mengucapkannya dengan lidahnya tanpa hatinya, maka dia berada pada Islam secara lahiriyah, namun tanpa iman pada batinnya.
Adapun jika dia tidak mengucapkan syahadat, padahal mampu, maka dia kafir secara lahir batin dengan kesepakatan umat Islam, menurut Salaf (orang-orang dahulu) umat ini, imam-imamnya, dan mayoritas ulama”. (Kitab Fathul Majid, hlm: 73, karya: Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh, penerbit: Dar Ibni Hazm)
Inilah mudah-mudahan bermanfaat. Semoga Alloh selalu membimbing kita di atas jalan yang lurus.
Penulis: Muslim Atsari
Artikel: www.UstadzMuslim.com
0 komentar:
Posting Komentar