Shalat lima waktu adalah rukun islam yang paling utama setelah dua kalimah syahadat. Dia wajib atas setiap orang muslim laki-laki dan wanita dalam kondisi apapun, baik dalam keadaan aman, takut, dalam keadaan sehat dan sakit, dalam keadaan bermukim dan musafir, dan setiap keadaan memiliki cara khusus baginya, sesuai dengan kondisi masing-masing.
Shalat adalah: suatu ibadah yang terdiri dari perkataan dan perbuatan tertentu, yang dimulai dengan takbir, dan diakhiri dengan salam.
Hikmah disyari'atkannya shalat
- Shalat adalah cahaya, sebagaimana cahaya bisa menyinari, maka demikian pula shalat dapat menunjukkan kepada kebenaran, mencegah dari maksiat, dan mencegah perbuatan keji dan mungkar.
- Shalat merupakan hubungan antara seorang hamba dengan Tuhannya, ia adalah tiang agama, seorang muslim bisa mendapatkan lezatnya bermunajat dengan Tuhannya ketika shalat, sebab jiwanya menjadi tenang, hatinya tentram, dadanya lapang, keperluannya terpenuhi, dan dengannya seseorang bisa tenang dari kebimbangan dan problematika duniawi.
- Secara lahiriyah Shalat berkaitan dengan perbuatan badan seperti berdiri, duduk, ruku', sujud, dan semua perkataan dan perbuatan. Dan secara bathiniyah berkaitan dengan hati, yaitu dengan mengagungkan Allah Subhanahu wa ta'ala, membesarkanNya, takut, cinta, taat, memuji, dan bersyukur kepadaNya, bersikap merendah dan patuh kepada Allah. Perbuatan dzahir bisa terwujud dengan melakukan apa yang diajarkan oleh Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam dalam shalat, sedangkan yang batin bisa dicapai dengan bertauhid dan beriman, ikhlas dan khusyu'.
- Shalat mempunyai jasad dan ruh. Adapun jasadnya adalah berdiri, ruku', suju, dan membaca bacaan. Adapun rohnya adalah: Mengagungkan Allah, takut memuji, memohon, meminta ampun kepadaNya, memujaNya, mengucapkan shalawat dan salam kepada rasulNya, keluarga beliau, dan hamba-hamba Allah yang shalih.
- Allah memerintahkan kepada hambaNya setelah mengucapkan dua syahadah untuk mengikat kehidupannya dengan empat perkara (shalat, zakat, puasa, dan haji) dan inilah rukun Islam, dan setiap ibadah tersebut membutuhkan latihan dalam mewujudkan perintah Allah pada jiwa manusia, harta, syahwat, dan tabi'atnya; agar dirinya menjalani hidupnya sesuai dengan perintah Allah dan RasulNya dan apa yang dicintai oleh Allah dan RasulNya, bukan menurut hawa nafsunya.
- Di dalam shalat, seorang muslim mewujudkan perintah Allah pada setiap anggota badannya, hal itu agar dirinya terbiasa taat kepada Allah dan melaksanakan perintahnya dalam segala aspek kehidupannya, pada prilaku, pergaulan, makanan, pakaiannya dan seterusnya sehingga ia terbentuk menjadi pribadi yang taat kepada Tuhannya di dalam shalat maupun di luar shalatnya.
- Shalat mencegah dari perbuatan mungkar dan merupakan sebab dihapuskannya kesalahan.
- Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu bahwasanya beliau mendengar Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda: "Bagaimana pendapatmu apabila seandainya di depan pintu salah seorang dari kalian terdapat sungai, dimana ia mandi pada sungai tersebut setiap hari sebanyak lima kali, adakah daki yang akan tersisa pada badannya? Mereka menjawab: "Daki mereka tidak akan tersisa sedikitpun". Rasulullah bersabda: "Demikianlah perumpamaan shalat lima waktu, Allah menghapuskan dosa-dosa dengannya." ([1])
Istiqamahnya hati
Apabila hati manusia istiqamah, maka anggota badannya juga akan menjadi istiqamah, dan hati bisa tetap istiqamah dengan dua hal:
1- Mendahulukan apa yang dicintai oleh Allah atas apa yang dicintai dirinya sendiri.
2- Mengagungkan perintah dan larangan, dan itulah syari'at. Hal ini muncul dari pengagungan terhadap Zat yang memerintah dan yang melarang, yaitu Allah Subhanahu wa ta'ala, sebab terkadang manusia melakukan perintah karena dia dilihat oleh orang lain, sementara dirinya berambisi mendapat pangkat dan kedudukan di sisi mereka, dan terkadang seseorang meninggalkan larangan karena takut tidak dihargai orang lain, atau takut mendapat hukuman di dunia yang dikenakan oleh Allah atas larangan agama, seperti hudud. Orang ini berarti melakukan atau meninggalkan (tuntunan syara') bukan didorong oleh pengagungan terhadap perintah dan larangan (syara'), dan tidak pula karena mengagungkan Zat yang memerintah dan yang melarang.
Tanda mengagungkan perintah Allah
Hendaklah seorang hamba memperhatikan waktu dan batasan-batasan perintah tersebut, melakukan rukun-rukunnya, perkara-perakara yang wajib dan sunnah-sunnahnya. Dia harus berusaha melakukannya dengan sempurna, dan segera menunaikannya dengan senang hati ketika waktunya telah tiba, dan merasa sedih apabila ketinggalan, seperti shalat berjamaah dan yang semisalnya. Hendaknya ia marah karena Allah pada saaat larangan Allah dilanggar, dan bersedih apabila bermaksiat kepada Nya, bergembira apabila taat kepadaNya, dan tidak (menggantungkan diri) dengan melakukan keringanan secara terus-menerus, tidak selalu mencari-cari illah hukum, apabila mengetahui hikmahnya, maka ia bertambah patuh dan mengamalkan.
Perintah-perintah Allah Subhanahu wa ta'ala ada dua macam:
1. Perintah yang disukai oleh diri kita seperti perintah makan yang baik-baik, menikahi wanita yang kita senangi sampai empat, berburu hewan darat maupun laut dan lain sebagainya.
2. Perintah yang dibenci oleh diri, dan terbagi dalam dua jenis:
- a. Perintah yang ringan, seperti bacaan-bacaan do'a, berzikir, perintah untuk beradab, shalat-shalat sunnah dan membaca Al-Qur'an dan lain-lain.
- b. Perintah yang terasa berat seperti berdakwah, mengajak kepada kebaikan dan melarang kemungkaran, serta berjihad di jalan Allah.
Allah menciptakan pada diri setiap manusia dua nafsu: nafsu yang selalu membawa amarah, dan nafsu yang tenang, keduanya selalu berlawanan, setiap sesuatu yang ringan bagi nafsu yang satu, akan terasa berat bagi nafsu yang lain, dan setiap sesuatu apapun yang disenangi oleh bagian nafsu yang satu, akan terasa sakit bagi nafsu yang lain, nafsu yang ini disertai oleh malaikat, dan nafsu yang lain disertai oleh setan, semua kebenaran bersama malaikat dan jiwa yang tenang, dan semua kebatilan bersama setan dan nafsu amarah, dan peperangan antara mereka berdua selalu berimbang.
Hukum shalat
Shalat lima waktu dalam sehari semalam wajib atas setiap muslim yang mukallaf, baik laki-laki maupun wanita, kecuali wanita haid dan nifas sehingga dia bersuci, dan merupakan rukun Islam yang paling utama setelah dua kalimah syahadat.
1- Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:
Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (QS. an Nisa': 103)
2- Allah berfirman:
"Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'. (QS. al Baqarah: 238)
3- Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu'anhu berkata: Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda: "Islam dibangun atas lima perkara: Bersaksi bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah dengan sebenarnya) selain Allah, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan rasulNya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, menunaikan haji ke baitullah, dan berpuasa di bulan ramadhan" Muttafaq alaih ([2]).
4- Dari Ibnu Abbas t: bahwasanya Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam mengutus Mu'dz ke Yaman dan berkata: "Ajaklah mereka bersaksi bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah dengan sebenarnya) selain Allah dan bahwa aku adalah utusan Allah, apabila mereka mentaatimu dalam hal tersebut, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka shalat lima kali dalam sehari semalam …" Muttafaq alaih ([3]).
Tanda-tanda baligh
- Muslim yang mukallaf adalah (yang baligh dan berakal), adapun tanda-tanda baligh: di antaranya ada yang berlaku bagi laki-laki dan wanita, yaitu: mencapai umur lima belas tahun, tumbuhnya bulu disekitar kemaluan, dan keluar mani.
- Ada tanda khusus bagi laki-laki yaitu: tumbuhnya jenggot dan kumis.
- Dan ada tanda khusus bagi wanita yaitu: hamil dan haid.
- Anak kecil diperintahkan melaksanakan shalat apabila sudah berumur tujuh tahun, dan boleh dipukul apabila tidak melaksanakan shalat saat sudah berumur sepuluh tahun.
Urgensi shalat
Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu bahwasanya Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda: ((Yang pertama kali akan dihisab dari seorang hamba pada hari kiamat adalah shalatnya, apabila shalatnya sempurna, maka ditulis sempurna, dan apabila terdapat kekurangan, Allah berkata: "Lihatlah apakah dia mempunyai shalat sunnah untuk melengkapi kekurangan shalat wajibnya dari shalat sunnah?", kemudian barulah dihisab amal-amal yang lain seperti yang demikian itu)). (HR. Nasa'I dan Ibnu Majah)([4]).
Jumlah shalat fardhu
Allah mewajikan shalat pada malam isra' atas Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam tanpa perantara siapapun, yaitu satu tahun sebelum hijrah, dan pada mulanya Allah mewajibkan lima pulu kali shalat dalam sehari semalam atas setiap muslim, dan ini menujukkan pentingnya shalat, dan kecintaan Allah kepadanya, kemudian diringankan sampai menjadikannya lima kali dalam pelaksanaannya namun bernilai lima puluh dalam pahala dengan karunia dan rahmatNya.
Shalat yang diwajibkan kepada setiap muslim laki-laki dan wanita dalam sehari semalam adalah lima shalat, yaitu: Dhunur, Asar, Maghrib, Isya' dan Subuh.
Hukum orang yang mengingkari wajibnya shalat atau meninggalkannya
Barangsiapa yang mengingkari wajibnya shalat maka ia telah kafir, begitu pula orang yang meninggalkannya karena meremehkan dan malas. Apabila ia tidak mengetahui hukumnya maka diajari, namun apabila dia mengetahui tentang wajibnya tetapi tetap meninggalkannya, maka ia disuruh bertaubat selama tiga hari, kalau menolak untuk taubat maka barulah dibunuh.
1- Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:
Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, Maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama" (QS. At Taubah: 11)
2- Dari Jabir radhiyallahu'anhu berkata: "Aku mendengar Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda: ((Sesungguhnya pembatas antara seseorang dengan syirik dan kufur adalah meninggalkan shalat)) (HR. Muslim) ([5]).
3- Dari Ibnu Abbas radhiyallahu'anhu bahwasanya Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda: ((Barangsiapa yang menukar agamanya maka bunuhlah dia)) (HR. Bukhari))([6]).
Hukum-hukum yang berkaitan dengan orang yang mengingkari wajibnya shalat atau meninggalkannya:
1- Waktu hidup di dunia: tidak boleh menikah dengan wanita muslimah, perwaliannya gugur, hak mengasuh anak gugur, tidak mewarisi, hewan sembelihannya haram, tidak boleh masuk mekah dan tanah haram; karena ia telah kafir.
2- Apabila meninggal: dia tidak dimandikan, tidak dikafani, tidak dishalati, dan tidak dikuburkan di pekuburan orang Islam; karena ia tidak termasuk orang muslim, tidak dido'akan untuk mendapat rahmat, tidak diwarisi, dan dirinya kekal di neraka; karena telah kafir.
Barangsiapa yang meninggalkan shalat secara keseluruhan dimana ia tidak melakukannya sama sekali maka dia telah kafir, dan keluar dari agama Islam. Dan barangsiapa yang kadang-kadang meninggalkannya maka ia tidak kafir akan tetapi fasik, melakukan dosa besar, dan bermaksiat kepada Allah dan rasulNya.
Keutamaan menunggu shalat
Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu berkata: Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda: ((Seorang hamba senantiasa dalam shalat selama ia berada di tempat shalatnya menunggu shalat, dan malaikat berkata: Ya Allah, ampunilah ia, Ya Allah, kasihilah ia, sehingga ia pergi atau berhadats)) (Muttafaq alaih)([7]).
Keutamaan menuju shalat berjamaah di masjid dalam keadaan suci
1- Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu berkata: Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda: ((Barangsiapa yang bersuci di rumahnya, kemudian berjalan ke salah satu rumah Allah, untuk melaksanakan salah satu kewajibannya kepada Allah, maka salah satu langkahnya menghapuskan kesalahan, dan yang lain mengangkat derajatnya)) (HR. Muslim)([8]).
2- Dari Abu Umamah radhiyallahu'anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda: ((Barangsiapa yang keluar dari rumahnya menuju shalat fardhu dalam keadaan telah bersuci maka pahalanya seperti pahala orang yang haji dalam keadaan berihram, dan barangsiapa yang keluar untuk shalat dhuha di mana dirinya tidak mempunyai tujuan lain kecuali shalat tersebut, maka pahalanya sama seperti pahala orang yang umrah, dan orang yang melaksankan shalat setelah shalat yang lain di mana tidak ada perkataan sia-sia antara keduanya maka dia ditulis dalam golongan illiyyin)) (HR. Abu Daud))([9]).
Khusyu' dalam shalat
Khusyu' dalam shalat bisa dicapai dengan beberapa hal, di antaranya:
- konsentrasi
- Memahami apa yang dibaca dan didengar.
- Ta'dzim (sikap mengagungkan), hal ini timbul dari dua hal: mengetahui keagungan dan kebesaran Allah, dan mengetahui kehinaan diri, sehingga melahirkan rasa rendah diri di sisi Allah dan khusyu' kepadaNya.
- Haibah (takut), ini lebih tinggi dari ta'dzim, dan sikap ini terlahir setelah seseorang mengetahui kekuasaan Allah dan keagunganNya, dan lalainya hamba terhadap hak Allah Subhanahu wa ta'ala.
- Raja' (harapan), yaitu ia mengarap ridha Allah dari shalatnya.
- Haya' (rasa malu), sikap ini terlahir dari mengetahui nikmat Allah, dan kelalaiannya terhadap hak Allah Subhanahu wa ta'ala.
Menangis yang disyari'atkan
Menangisnya Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam tidak dengan bersuara keras, akan tetapi matanya berlinang, dan di dadanya terdengar suara seperti suara panci yang sedang mendidih karena menangis.
Terkadang nabi Shallallahu'alaihi wa sallam menangis karena takut kepada Allah, dan terkadang karena khawatir dan kasihan kepada umatnya, terkadang karena kasihan terhadap mayit, terkadang pula ketika mendengar bacaan Al-Qur'an, yaitu pada saat mendengar ayat yang mengandung janji dan ancaman, menyebut nikmat Allah, berita-berita tentang para nabi dan lain sebagainya.
Memelihara keutamaan yang berkaitan dengan ibadah, seperti khusyu' dalam shalat misalnya, lebih penting daripada keutamaan yang berkaitan dengan tempatnya, maka janganlah shalat pada tempat yang mana rasa khusyu' hilang padanya seperti tempat yang ramai dan sebagainya.
Adzan dan Iqamah
Adzan: yaitu beribadah kepada Allah dengan memberitahu tentang masuknya waktu shalat dengan bacaan tertentu.
Adzan disyari'atkan pada tahun pertama hijrah.
Hikmah disyari'atkannya adzan:
- Adzan merupakan pemberitahuan tentang masuknya waktu shalat, tempatnya, dan mengajak kepada shalat berjamaah yang mengandung banyak kebaikan.
- Adzan merupakan peringatan bagi orang yang lalai, mengingatkan orang-orang yang lupa menunaikan shalat yang merupakan nikmat yang paling besar, dan mendekatkan seorang hamba kepada Tuhannya dan inilah keuntungan yang sebenarnya, adzan adalah panggilan bagi seorang muslim agar tidak terlewatkan baginya nikmat ini.
Iqamah: yaitu beribadah kepada Allah dengan memberi tahu akan didirikannya shalat dengan bacaan tertentu.
Hukum adzan dan iqamah: Fardhu kifayah bagi laki-laki bukan bagi wanita baik dalam perjalanan maupun di kampung halaman, adzan dan iqamah hanya di lakukan pada shalat lima waktu dan shalat jum'at.
Mu'adzzin Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam ada empat:
Bilal bin Rabah dan Amr bin Ummi Maktum di masjid nabawi di madinah, Saad al Qardh di masjid Quba', dan Abu Mahdzurah di masjidil haram di Mekah.
Kutamaan adzan
Muadzzin disunnahkan mengeraskan suaranya dalam mengumandangkan adzan, karena tidak seorangpun yang mendengar suara muadzzin baik jin, manusia, maupun apa saja kecuali dia akan menajdi saksi baginya pada hari kiamat kelak, dan mu'adzzin diampuni baginya sepanjang suaranya, dibenarkan oleh semua yang mendengar baik yang basah maupun yang kering, dan dia mendapat pahala orang yang shalat bersamanya.
1- Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda: ((Kalau seandainya manusia mengetahui pahala adzan dan shaf pertama, kemudian mereka tidak mendapatkannya kecuali dengan melakukan undian, niscaya mereka pasti melakukannya)) (Muttafaq alaih)([10]).
2- Dari Mu'awiyah bin Abi sufyan radhiyallahu'anhu berkata: aku mendengar Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda: ((Para mu'adzzin adalah orang yang paling panjang lehernya di hari kiamat)). (HR. Muslim)([11]).
Lafadz adzan yang diriwayatkan dalam hadits
1- Lafadz pertama: adzannya Bilal radhiyallahu'anhu yang dikumandangkannya pada masa nabi Shallallahu'alaihi wa sallam, yaitu lima belas kalimat:
1- َاللهُ أَكْبَرُ 9- حَيَّ عَلىَ الصَّلاَةِ
2- اللهُ أَكْبَرُ 10- حَيَّ عَلىَ الصَّلاَةِ
3- للهُ أَكْبَرُ 11- حَيَّ عَلىَ الْفَلاَحِ
4- اللهُ أَكْبَرُ 12- حَيَّ عَلىَ الْفَلاَحِ
5- أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ 13- اللهُ أَكْبَرُ
6- أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ 14 -اللهُ أَكْبَرُ
7- أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ 15- لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ (1)
8- أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
2- Lafadz kedua adalah lafaz adzan Abu Mahdzurah radhiyallahu'anhu yaitu sembilan belas kalimat, empat takbir di awalnya disertai bacaan pelan sebelumnya.
Dari Abu Mahdzurah radhiyallahu'anhu berkata: Rasulullah mengajarkan adzan kepadaku, beliau bersabda: "Ucapkanlah:
اللهُ أَكْبَرُ، َاللهُ أَكْبَرُ، َاللهُ أَكْبَرُ ، َاللهُ أَكْبَرُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ, أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ ، أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
(dua kali, dua kali) ia berkata: kemudian ulangi dan panjangkan suaramu:
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ ، أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ, حَيَّ عَلىَ الصَّلاَةِ ، حَيَّ عَلىَ الصَّلاَةِ ، حَيَّ عَلىَ الْفَلاَحِ، حَيَّ عَلىَ الْفَلاَحِ ، ، َاللهُ أَكْبَرُ ، ، َاللهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ.
(HR. Abu Daud dan Tirmidzi)([12]).
2- Lafadz ketiga: seperti lafadz azan Abu Mahdzurah radhiyallahu'anhu yang sebelumnya akan tetapi takbir di awalnya hanya dua kali, sehingga menjadi tujuh belas kalimat. (HR. Muslim)([13]).
3- Lafadz keempat: semua kalimat adzan dua kali-dua kali, dan kalimat laa ilaaha illallah di akhirnya hanya satu kali, sehingga menjadi tiga belas kalimat. Berdasarkan hadits Ibnu Umar radhiyallahu'anhu berkata: "Adzan di masa rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam dua kali-dua kali, dan iqamah satu kali-satu kali hanya sanya engkau mengucapkan pada saat iqomah anda mengucapkan:
قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ، قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ
(HR. Abu Daud dan Nasa'i)([14]).
Disunnahkan mengumandangkan adzan dengan semua lafadz ini, mnggunakan yang satu suatu kali, dan yang lain pada waktu yang lain, lafaz yang satu di satu tempat, dan lafaz yang lain di lain tempat; dalam rangka menjaga sunnah, dan menghidupkan disyari'atkannya dengan berbagai lafadz selama tidak mengundang fitnah.
Pada adzan Fajar mu'adzzin menambahkan setelah hayya alal falah
اَلصَّلاَةُ خَيْرٌ ِمنَ النَّوْمِ، اَلصَّلاَةُ خَيْرٌ ِمنَ النَّوْمِ
Lafaz ini dibaca pada semua lafadz adzan di atas.
Syarat sahnya adzan
- Hendaknya adzan dibaca secara berurutan dan bersambung, dilakukan setelah masuknya waktu, mu'adzzin adalah seorang muslim, laki-laki, amanat, berakal, adil, baligh atau tamyiz, dan hendaknya adzan diucapkan dengan bahasa arab sebagaimana diajarkan dalam hadits di atas, demikian pula dengan iqamah.
- Disunnahkan agar adzan diucapkan dengan tartil, dengan suara keras, menoleh ke kanan ketika mengucapkan (hayya alas shalaat) dan menoleh ke kiri ketika mengucapkan (hayya alal falah), atau membagi setiap jumlah ke dua arah.
- Mu'dzzin dianjurkan orang yang suaranya keras, mengetahui waktu, menghadap kiblat, bersuci, berdiri, meletakkan kedua jarinya di kedua telinganya ketika adzan, dan adzan di tempat yang tinggi.
- Adzan tidak sah sebelum masuk waktu shalat untuk shalat lima waktu, dan disunnahkan adzan sebelum masuk waktu fajar seukuran cukup bagi seseorang menyelesikan makan sahur; agar orang yang qiyamul lail kembali, orang yang tidur terbangun, dan orang shalat tahajjud mengakhiri shalatnya dengan shalat witir, apabila telah terbit fajar, maka barulah adzan untuk shalat subuh dikumandangkan.
Bacaan yang diucapkan oleh orang yang mendengar adzan
Disunnahkan bagi orang yang mendengarkan adzan baik laki-laki maupun wanita untuk:
1- Mengucapkan seperti yang diucapkan mu'adzzin agar mendapat pahala seperti dia kecuali dalam bacaan (hayya alas shalat, dan hayya alal falah) orang yang mendengarkannya mengucapkan (laa hawl walaa quwwata illa billah)
2- Setelah adzan selesai disunnahkan untuk bershalawat kepada nabi dengan pelan bagi yang adzan maupun yang mendengar.
3- Disunnahkan membaca apa yang diriwayatkan oleh Jabir dari Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bahwasanya Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa yang membaca ini ketika selesai mendengar adzan:
اَللّهُمَّ رَبَّ هذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ، وَالصَّلاَةِ
الْقَائِمَةِ، آتِ مُحَمَّدٍِا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ، وَابْعَثْهُ
مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِي وَعَدْتَهُ
(Ya Allah Tuhan yang memiliki seruan yang sempurna ini, dan
shalat wajib yang didirikan, berikanlah kepada Muhammad al-wasilah
(derajat di surga) dan fadhilah, serta bangkitkanlah dia dalam maqam
yang terpuji yang telah Engkau janjikan). Maka dia berhak mendapat
syafaatku di hari kiamat. (HR. Bukhari)([15]).4- Dari Sa'd bin Abi waqqash radhiyallahu'anhu dari Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bahwasanya beliau bersabda: barangsiapa yang membaca do'a ini ketika mendengar mu'adzzin:
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ
لَهُ، وَأَنَّ مُحَمََّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، رَضِيْتُ بِاللهِ رَبًّا
وَبِمُحَمَّدٍ رَسُوْلاً وَبِاْلإِسْلاَمِ دِيْنًا
(Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah dengan
sebenarnya kecuali Allah yang tiada sekutu bagiNya, dan sesungguhnya
Muhammad adalah hamba dan utusaNya, aku rela Allah sebagai Tuhan, dan
Muhammad sebagai Rasul dan Islam sebagai agamaku). Maka diampuni
dosanya. (HR. Muslim)([16]).Barangsiapa yang menjamak dua shalat, atau mengqadha' shalat yang tertinggal, maka cukup baginya adzan untuk shalat yang pertama kemudian iqamah untuk setiap shalat.
Apabila seseorang mengakhirkan shalat dhuhur karena terik matahari yang sangat panas, atau mengakhirkan shalat isya sampai waktu yang lebih afdhal, maka sunnahnya untuk mengumandangkan adzan ketika akan mendirikan shalat.
Apabila terdapat dua orang atau lebih yang mengumandangkan adzan, maka diutamakan orang yang lebih bagus suaranya, kemudian yang lebih baik agama dan akalnya, kemudian yang dipilih oleh para tetangga, kemudian diundi, dan boleh mengangkat dua mu'adzzin untuk satu masjid.
Keutamaan mengumandangkan adzan
Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda: ((Apabila dikumandangkan adzan maka setan berlarian sehingga mengeluarkan suara kentutnya sampai dia tidak mendengar suara adzan, dan apabila adzan telah selesai maka dia datang kembali sehingga saat dilaksanakan iqamah dia kembali pergi, dan apabila selesai dia datang kembali (untuk menggoda) sehingga terlintas dalam diri seseorang bahwa dia berkata: "Ingatlah ini dan itu, ingatlah ini dan itu, bagi apa yang tidak ia ingat sebelumnya, sehingga seseorang terlupa sudah berapa rakaatkah dia shalat)). (Muttafaq alaih)([17]).
Adzan pada hari jum'at dilakukan ketika imam telah duduk di atas mimbar untuk berkhutbah, kemudian tatkala masyarakat sudah bertambah banyak pada masa utsman radhiyallahu'anhu, maka beliau menambah sebelumnya adzan ketiga, dan para sahabat menyetujui beliau.
Imam tidak boleh mengambil gaji karena tugas menjadi imam yang diembannya, demikian juga dengan mu'adzzin (sebagai upah) atas shalat dan adzannya, namun boleh baginya menerima pemberian dari baitul mal untuk para imam dan mu'adzzin apabil pelaksanaaan tugasnya dilakukan karena Allah.
Barangsiapa yang memasuki sebuah masjid ketika mu'adzzin sedang adzan, disunnahkan baginya mengikuti mu'adzzin, kamudian berdo'a setelah adzan selesai, dan tidak duduk sebelum mendirikan shalat dua rakaat tahiyyatul masjid.
Apabila seorang mu'adzzin telah melantunkan adzan maka tidak boleh ada orang yang keluar dari masjid kecuali ada karena udzur seperti sakit, atau untuk memperbarui wudhu' dan lain sebagainya.
Lafadz Iqamah yang disebutkan dalam hadits
Iqamah disunnahkan berurutan dan bersambung seperti yang terdapat pda salah satu lafadz berikut ini:
1- Lafadz pertama: Sebelas kalimat, itulah iqamah yang dibaca oleh Bilal radhiyallahu'anhu di hadapan Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam, yaitu:
َاللهُ أَكْبَرُ ، 2- َاللهُ أَكْبَرُ ،
3- أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ ، 4- أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا
رَسُوْلُ اللهِ ، 5- حَيَّ عَلىَ الصَّلاَةِ ، 6- حَيَّ عَلىَ الْفَلاَحِ ،
7- قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ، 8- قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ ، 9- َاللهُ
أَكْبَرُ ، 10- َاللهُ أَكْبَرُ، 11-لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ )
(HR. Abu Daud)([18]) .2- Lafadz kedua: Tujubelas kalimat, yaitu iqamah Abu Mahdzurah radhiyallahu'anhu, yaitu: empat kali takbir, tasyahud empat kali, hayya alas shalat dan hayya alal falah empat kali, qad qaamatisshalat dua kali, takbir dua kali, dan laa ilaaha illallah satu kali. (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)([19]).
3- Lafadz ketiga: Sepuluh kalimat:
1-اللهُ أَكْبَرُ 2- َاللهُ أَكْبَرُ 3- أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ ، 4- أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ 5- حَيَّ عَلىَ الصَّلاَةِ 6- حَيَّ عَلىَ الْفَلاَحِ 7- قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ 8- قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ 9- َاللهُ أَكْبَرُ 10- َاللهُ أَكْبَرُ 11-لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ. )
(HR. Abu Daud dan Nasa'i)([20]).Disunnahkan melaksanakan iqamah dengan menggunakan lafadz ini pada suatu kali, dan dengan lafaz yang lain di lain kali, untuk menjaga sunnah dengan berbagai lafadznya dan menghidupkannya, apabila tidak khawatir menimbulkan fitnah.
Disunnahkan berdo'a dan mendirikan shalat di waktu antara adzan dan iqamah.
Boleh menggunakan pengeras suara untuk mengumandangkan adzan, iqamah, shalat, dan khutbah saat diperlukan, namun jika menimbulkan hal negatif atau mengganggu maka harus dihilangkan.
Disunnahkan adzan dan iqamah dilakukan oleh satu orang, seorang mu'adzzin lebih berhak dengan adzan, sedangkan imam lebih berhak terhadap iqamah, maka mu'adzzin tidak boleh iqamah kecuali setelah mendapat isyarat izin dari imam, baik dengan melihatnya, atau berdiri imam dan lain sebagainya.
Disunnahkan untuk setiap kalimat pada adzan dikumandangkan dengan satu nafas, demikian juga pendengar menjawabnya seperti itu. Adapun iqamah, tidak ada hadits shahih dari nabi Shallallahu'alaihi wa sallam yang menunjukkan adanya dzikir tertentu yang diucapkan oleh orang yang mendengarkannya.
Disunnnahkan bagi mu'adzzin dalam kondisi yang sangat dingin, atau pada malam yang hujan dan lain sebgainya. Mengucapkan setelah hayya alal falah, atau setelah adzan, apa yang disebutkan dalam hadits shahih:
(shalatlah di kendaraan) أَلاَ صَلُّوْا فِي الرِّحَالِ
Atau mengucapkan صَلُّوْا فِي بُيُوْتِكُمْ (shalatlah di rumah kalian)
Atau mengucapkan: وَمَنْ قَعَدَ فَلاَ حَرَجَ (barangsiapa yang duduk di rumahnya maka tidak mengapa).
Adzan dan iqamah dalam perjalanan
Dari Malik bin al Huwairits radhiyallahu'anhu berkata: Ada dua orang datang kepada Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam, keduanya ingin melakukan perjalanan, maka Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda: "Apabila kalian berdua pergi, maka kumandangkanlah adzan, kemudian iqamahlah, kemudian hendaklah orang yang lebih tua di antara kalian menjadi imam. (Muttafaq alaih)([21]).
Empat hal bagi shalat sehubungan dengan disyari'atkannya adzan dan iqamah:
- Shalat yang disyari'atkan karenanya adzan dan iqamah: yaitu shalat lima waktu dan shalat jum'at.
- Shalat yang disyari'atkan baginya iqamah saja dan tidak disyari'atkan adzan, yaitu: shalat yang dijamak dengan shalat sebelumnya, dan shalat yang diqadha.
- Shalat yang mempunyai seruan dengan lafadz tertentu, yaitu: shalat gerhana matahari dan gerhana bulan.
- Shalat yang tidak ada adzan dan iqamahnya, yaitu: shalat sunnah, shalat janazah, shalat dua hari raya, shalat istisqa' dan sebagainya.
Waktu-Waktu Shalat Wajib
Allah Subhanahu wa ta'ala mewajibkan kepada setiap muslim laki-laki dan wanita shalat lima kali dalam sehari semalam.
Waktu shalat wajib ada lima, yaitu:
1- Waktu dhuhur: mulai sejak tergelincirnya matahari hingga bayangan setiap benda sama seperti bendanya selain bayangan istiwa' (bayang benda pada saat matahari berada pada pertengahan langit), shalat dhuhur lebih baik dilakukan segera kecuali dalam kondisi yang sangat panas, sunnahnya diakhirkan sehingga panas menurun menjadi dingin, dikerjakan dengan empat rakaat.
2- Waktu asar: mulai sejak habisnya waktu dhuhur hingga matahari berwarna kekuning-kuningan. Dan waktu darurat (yaitu wajib dilakukan dengan segera) sampai terbenamnya matahari. Shalat ini disunnahkan agar segera dilaksanakan, dan jumlahnya empat rakaat.
3- Waktu maghrib: mulai sejak terbenamnya matahari sampai hilangnya mega-mega merah, dan shalat ini dianjurkan untuk disegerakan, dan jumlahnya tiga rakaat.
4- Waktu isya': mulai dari hilangnya mega merah sampai pertengahan malam, adapun waktu darurat, hingga terbitnya fajar kedua, jika memungkinkan dianjurkan untuk mengakhirkannya sampai sepertiga malam, jumlahnya empat rakaat.
5- Waktu subuh: mulai sejak terbit fajar yang kedua hingga terbitnya matahari, shalat ini lebih baik disegerakan, dan jumlahnya dua rakaat.
Dari Buraidah radhiyallahu'anhu dari Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam bahwasanya ada seseorang yang bertanya kepada beliau tentang waktu shalat, beliau berkata padanya: ((Shalatlah bersama kami dua hari ini)), tatkala matahari tergelincir beliau menyuruh Bilal untuk adzan, lalu memerintahkannya agar iqamah untuk shalat dhuhur, kemudian menyuruhnya agar iqamah untuk shalat asar ketika matahari masih tinggi, putih dan cerah, kemudian menyuruhnya iqamah untuk shalat magrib ketika matahari telah tenggelam, kemudian menyuruhnya iqamah untuk shalat isya ketika hilang mega merah, kemudian menyuruhnya iqamah utuk shalat subuh ketika terbit fajar. Pada hari kedua, beliau menyuruhnya shalat dhuhur ketika hari sudah agak sore, dan shalat asar ketika matahari masih tinggi, di mana beliau mengakhirkan pelaksanaan shalat lebih dari hari sebelumnya, dan shalat magrib dilaksanakan sebelum hilangnya mega merah, dan shalat isya' setelah sepertiga malam berlalu, dan shalat subuh setelah suasana agak terang.
Kemudian beliau bersabda: ((Di manakah orang yang (sebelumnya) bertanya tentang waktu shalat?)) lalu seseorang berkata: "Saya wahai rasulullah!, beliau bersabda: ((Waktu shalat kalian antara yang kalian lihat)). (HR. Muslim)([22]).
Apabila panas menyengat, maka sunnah mengakhirkan shalat dhuhur hingga dekat waktu asar, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam: ((Apabila panas menyengat, maka shalatlah ketika suasana menjadi dingin, karena teriknya panas adalah dari hembusan neraka Jahannam. (Muttafaq alaih)([23]).
Cara mengetahui waktu shalat ketika tanda-tandanya tidak jelas
Orang yang tinggal di sebuah negara di mana matahari tidak tenggelam sama sekali pada musim panas dan tidak terbit pada musim dingin, atau di negara yang siangnya terus-menerus selama enam bulan, dan malamnya terus-menerus selama enam bulan misalnya, maka mereka tetap wajib melaksanakan shalat lima kali dalam dua puluh empat jam, dan mengukur waktu pelakasanaannya dengan negera terdekat di mana waktu shalat fardhu bisa dibedakan antara satu waktu dengan yang lainnya.
Syarat-Syarat Shalat
Syarat-Syarat Shalat:
- Suci dari hadats kecil dan hadats besar.
- Badan, pakaian, dan tempat shalat suci dari najis.
- Masuknya waktu shalat.
- Memakai pakian bagus yang menutupi aurat.
- Menghadap kiblat.
- Niat. Berniat dalam hati untuk melaksanakan shalat sebelum takbiratul ihram, dan tidak melafadzakannya dengan lisan.
Disunnahkan bagi seorang muslim pada waktu shalat untuk memakai pakaian yang bagus dan bersih, karena seseorang lebih berhak berhias untuk Allah, dan batas pakaian yang dipakainya sampai setengah betis atau di atas mata kaki, tidak boleh menutupi mata kaki, dan haram memanjangkan pakaian (sampai menutupi mata kaki) baik dalam shalat maupun di luar shalat.
Aurat laki-laki antara pusar dan lutut. Adapun wanita, semua tubuhnya adalah aurat di dalam shalat kecuali wajah, kedua telapak tangan, dan kedua telapak kakinya, tetapi apabila dirinya berada di dekat jama'ah laki-laki maka dia mesti menutupi seluruh badannya.
Sunnah melaksanakan shalat subuh pada saat waktu masih gelap lalu pulang dari masjid pada waktu masih gelap pula, atau pulang setelah Susana agak terang.
Cara mengqadha' shalat bagi orang yang tertidur (sampai melewati waktu) saat dalam perjalanan:
Barangsiapa yang sedang dalam perjalanan kemudian tertidur, dan tidak bangun kecuali setelah terbit matahari misalnya, maka sunnah baginya untuk berpindah dari tempat semula, kemudian berwudhu', dan salah seorang mengumandangkan adzan, kemudian shalat sunnah dua rakaat sebelum fajar, barulah iqamah lalu shalat subuh.
Hukum merubah niat dalam shalat
1- Setiap amal harus disertai niat, dan tidak boleh merubah niat dari shalat tertentu kepada shalat tertentu yang lain, seperti merubah niat shalat ashar kepada shalat dhuhur, dan tidak boleh juga merubah niat dari shalat sunnah mutlak menjadi shalat tertentu, seperti orang yang shalat sunnah kemudian merubah niatnya menjadi shalat subuh, namun boleh merubah niat dari niat shalat tertentu menjadi sunnah mutlak, seperti orang yang shalat fardhu sendirian, kemudian merubah niatnya menjadi sunnah karena ada shalat jama'ah, misalnya.
2- Orang yang sedang shalat boleh merubah niatnya dari makmum atau sendirian menjadi imam, atau dari makmum menjadi sendirian, atau dari niat shalat fardhu menjadi shalat sunnah, namun tidak boleh sebaliknya.
- Orang yang sedang shalat (harus) menghadap ke ka'bah dengan badannya, sedangkan hatinya menghadap kepada Allah.
- Seorang muslim boleh memakai pakaian yang dia sukai, dan tidak ada pakaian yang haram baginya kecuali apa-apa yang telah diharamkan, seperti kain sutera bagi laki-laki, atau pakaian yang ada gambar sesuatu yang memiliki ruh, maka pakaian seperti ini diharamkan bagi laki-laki dan wanita, atau diharamkan karena sifatnya seperti orang laki-laki yang sedang shalat dengan memakai pakaian wanita, atau pakaian yang isbal (panjang sampai melebihi di bawah mata kaki), atau diharamkan karena cara mendapatkannya seperti pakaian hasil merampas, atau mencuri dan sebagainya.
- Sah hukumnya shalat di bagian bumi manapun, kecuali toilet, tanah hasil merampas, tempat-tempat najis, kandang unta, dan kuburan, kecuali shalat janazah, maka sah dilakukan di atas kuburan.
- Apabila seorang yang gila telah sembuh, atau orang kafir masuk Islam, atau wanita yang haid telah suci setelah masuknya waktu, maka mereka wajib shalat pada waktu itu.
- Apabila orang yang haid suci pada suatu waktu sementara dia tidak bisa mandi kecuali setelah keluar waktunya, maka dia harus mandi dan shalat (untuk waktu itu) walaupun waktu shalat tersebut sudah keluar, demikian pula orang yang junub apabila dia telah terbangun, jika dia mandi dan matahari terbit karenanya, maka ia harus mandi dan shalat setelah terbitnya matahari; karena waktu shalat bagi orang yang tidur adalah sejak dia terbangun.
- Orang muslim wajib shalat mengahdap kiblat, jika dia tidak mengetahui arah kiblat dan tidak ada orang yang bisa ditanya, maka ia berijtihad dan shalat menghadap ke arah yang diduga dengan kuat bahwa itu adalah arah kiblat, dan dia tidak wajib mengulangi shalatnya apabila ternyata dia mengetahui setelah itu bahwa dirinya shalat tidak dengan menghadap kiblat.
- Sunnahnya adalah seseorang shalat di atas tanah, dan boleh shalat di atas permadani, atau tikar.
- Barangsiapa yang hilang akalnya karena tidur atau mabuk, maka ia wajib mengqadha' shalat yang ditinggalkannya, demikian pula jika akalnya hilang karena perbuatan yang mubah, seperti tembakau dan meminum obat. Apabila hilang akalnya tanpa sekehendaknya seperti pingsan, maka dia tidak wajib mengqadha'.
Cara mengqadha' shalat
Ada shalat yang wajib diqadha' setelah terlewat waktunya sejak hilangnya udzur, seperti shalat lima waktu, dan ada yang tidak diqadha' apabila waktunya telah lewat, yaitu shalat jum'at, maka diganti dengan shalat dhuhur, dan ada yang tidak diqadha' kecuali pada waktunya, yaitu shalat ied.
- Shalat yang tertinggal wajib diqadha' langsung secara berurutan, dan tidak wajib berurutan apabila dia lupa, tidak tahu, atau khawatir jika waktu shalat keluar dari waktunya, atau khawatir tertinggal shalat jum'at dan jamaah.
- Barangsiapa yang telah memulai shalat fardhu, kamudian dia mengingat bahwa dirinya belum shalat sebelumnya, maka dia menyelesaikan shalat yang telah dimulainya kemudian mengqadha' yang tertinggal, barangsiapa yang ketinggalan shalat asar, misalnya, lalu dia mendapatkan orang telah iqamah untuk shalat maghrib, maka dia shalat maghrib bersama imam kemudian barulah melakukan shalat asar.
- Barangsiapa yang tertidur atau lupa dengan shalatnya, maka dia shalat ketika mengingatnya, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam:
مَنْ نَسِيَ صَلاَةً أَوْ نَامَ عَنْهَا فَكَفَّارَتُهَا أَنْ يُصَلِّيَهَا إِذَا ذَكَرَهَا
"Barangsiapa yang lupa shalat, atau ketiduran, maka kaffarahnya adalah ia harus melakuannya ketika ingat". (Muttafaq alaih)([24]).- Seorang muslim sunnah shalat dengan memakai sandal atau sepatu apabila keduanya suci, dan terkadang seseorang boleh shalat tanpa memakai alas kaki. Jika seseorang khawatir mengotori mesjid (dengan memakai alas kaki) atau khawatir dengan memakai alas kaki bisa menyakiti orang yang sedang shalat, maka hendaklah dia shalat dengan tanpa memakai alas kaki.
- Apabila seorang yang shalat hendak melepas sepatunya atau sandalnya maka hendaklah dia tidak meletakkannya di sebeleh kanan, akan tetapi meletakkannya di antara kedua kakinya atau sebelah kirinya apabila di sebelah kirinya tidak ada jama'ah yang lain, ketika memakai sandal disunnahkan mendahulukan kaki kanan, dan ketika melepas, mulai dari kaki kiri, dan tidak boleh berjalan memakai satu sandal.
- Orang-orang yang telanjang apabila tidak mempunyai pakaian, maka mereka shalat secara berdiri saat berada di tempat yang gelap dan tidak ada yang melihat, dan imam berada di depan. Apabila di sekitar mereka ada orang lain, atau ada cahaya, maka mereka shalat secara duduk dan imam berada di tengah-tengan mereka. Jika mereka terdiri dari laki-laki dan wanita, maka mereka shalat secara sendiri-sendiri.
- Sah hukumnya shalat di jalan saat darurat, seperti masjid yang sudah penuh apabila shafnya bersambung.
- Tidak dibenarkan meninggalkan perintah dengan alasan tidak tahu atau lupa, barangsiapa yang shalat tanpa wudhu' karena tidak tahu atau lupa maka ia tidak berdosa, akan tetapi dia wajib berwudhu' dan mengulangi shalatnya. Adapun melakukan larangan karena tidak tahu atau lupa, maka tidak mengapa. Barangsiapa yang shalat dan pada pakaiannya ada najis dan dia tidak megetahuinya, atau dia tahu tapi lupa, maka shalatnya sah.
- Disunnahkan shalat di masjid terdekat, dan tidak keliling mencari masjid lain.
Adab masuk masjid
Disunnahkan bagi seorang muslim untuk pergi menuju masjid dengan tenang, dan tidak boleh menggenggamkan antara jari-jarinya; karena dia sedang dalam keadaan shalat.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda: "Apabila adzan telah dikumandangkan, maka janganlah kalian pergi dengan cara berlari, akan tetapi datanglah dengan tenang, apa yang kamu dapatkan maka shalatlah, dan apa yang ketinggalan, sempurnakanlah, karena sesungguhnya kalian dalam keadaan shalat selama sedang berjalan menuju shalat". (Muttafaq alaih)([25]).
1- Disunnahkan bagi seorang muslim apabila memasuki sebuah masjid untuk mendahulukan kaki kanan sambil membaca:
اعوذ بالله العظيم، وبوجهه الكريم، وسلطانه القديم، من الشيطان الرجيم
"Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Agung dan dengan
WajahNya Yang Mulia, dan SulthanNya Yang Qodim dari godaan setan yang
terkutuk". (HR. Abu Daud)([26]).
باسم الله والصلاة والسلام على رسول الله اللهم افتح لي أبواب رحمتك
"Dengan menyebut nama Allah, shalawat dan salam kepada Rasulullah: Ya Allah bukakanlah bagiku pintu-pintu rahmatMu".2- Apabila keluar dari masjid, mendahulukan kaki kiri sambil membaca:
باسم الله والصلاة والسلام على رسول الله، اللهم إني أسألك من فضلك
"Dengan menyebut nama Allah, shalawat dan salam kepada
Rasulullah: Ya Allah, aku memohon kepadaMu agar Engkau mencurahkan
karuniaMu kepadaku".Ibnu Majah menambahkan:
اللهم اعصمني من الشيطان الرجيم
"Ya Allah, jagalah diriku dari godaan setan yang terkutuk" (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ibnu Sunni)([27]).Apabila memasuki masjid, maka hendaklah mengucapkan salam kepada orang-orang yang berada di masjid, kemudian shalat dua rakaan tahiyatul masjid, dan dianjurkan memperbanyak berdzikir kepada Allah, membaca Al-Qur'an, dan shalat sunnah, hingga iqamah dan berusaha berdiri di shaf terdepan, di sebelah kanan imam.
Boleh sekali waktu tidur di masjid bagi yang memerlukan, seperti serorang musafir dan orang fakir yang tidak mempunyai tempat tinggal. Adapun menjadikan masjid sebagai tempat tinggal dan tempat tidur maka hal itu dilarang kecuali bagi orang yang sedang I'tikaf.
Hukum mengucapkan salam kepada orang-orang yang sedang shalat
Disunnahkan bagi orang yang lewat di sisi orang yang sedang shalat untuk mengucapkan salam kepadanya, dan orang yang sedang shalat menjawabnya dengan isyarat menggunakan jari atau tangannya, atau kepalanya, dan tidak boleh menjawabnya dengan ucapan.
Dari Shuhaib radhiyallahu'anhu berkata: "Aku lewat di sisi Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam ketika beliau sedang shalat, lalu mengucapkan salam kepadanya, dan beliau menjawabnya dengan isyarat". (HR. Abu Daud, dan Tirmidzi)([28]).
Hukum memboking tempat di masjid
Disunnahkan untuk segera pergi menuju masjid, namun apabila (seseorang) mendahulukan sajadahnya dan yang semisalnya lalu datang terlambat, maka dia telah melanggar tuntunan sunnah dari dua sisi:
Pertama: Dia datang terlambat, padahal seseorang diperintahkan untuk segera (menuju mesjid).
Kedua: Dia telah menghalangi orang yang lebih dahulu ke masjid untuk shalat di tempat (yang telah dibokingnya), dan barangsiapa yang menggelar sajadahnya di masjid lalu datang terlambat, maka orang yang datang lebih dahulu boleh mengangakat sajadah tersebut lalu shalat di tempat itu dan dia tidak berdosa atas perbuatan tersebut.
========================================================================
([1]) muttafaq alaih, diriwayatkan oleh al Bukhari no (528) dan mulim no (667)
([2]) HR. Bukhari no: (8) dan Muslim no (16), ini lafadz Muslim([1]) muttafaq alaih, diriwayatkan oleh al Bukhari no (528) dan mulim no (667)
([3]) HR. Bukhari no (1395), dan Muslim no (19).
([4]) Hadits shaih diriwayatkan oleh Nasa'I no (564), shahih sunan Nasa'I no (452). Juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah no (1425), shahih sunan Ibnu Majah no (824).
([5]) Shahih Muslim no (82)
([6]) Shahih Bukhari no (3017).
([7]) HR. Bukhari no (167), dan Muslim no (649).
([8]) HR. Muslim no (666)
([9]) Hadits hasan riwayat Abu Daud no (558), Shahih sunan Abu Daud no (522). Lihat shahih at targhib dan tarhib no (315).
([10]) Shahih Bukhari no (615), Muslim no (469)
([11]) Shahih Muslim no (387).
([12]) Hadits shahih riwayat Abu Daud no (503), ini lafadz beliau, shahih sunan Abu Daud no (475). Dan diriwayatkan oleh Tirmidzi no (192), shahih sunan Tirmidzi no (162).
([13]) HR. Muslim no (379)
([14]) Hadits hasan riwayat Abu Daud no (510), shaih sunan Abu Daud no (482), Sunan Nasa'I no (628), ini lafadz beliau, shahih sunan Nasa'I no (610).
([15]) Shahih Bukhari no (614).
([16]) Shahih Muslim no (386)
([17]) Shahih Bukhari no (608), shahih Muslim no (389).
([18]) hadits hasan shahih riwayat Abu Daud no (499), shahih sunan abu Daud no (469).
([19]) Hadits hasan shahih riwayat Abu Daud ni (502), shahih sunan Abu Daud no (474), Tirmidzi no (192), beliau berkata: hadits hasan shahih, shaih sunan Tirmidzi no (162)
([20]) Hadits hasan riwayat Abu Daud no (510), Nasa'I no(628)
([21]) Shahih Bukhari no (630), Muslim no (674)
([22]) Shahih Muslim no 613).
([23]) Shahih Bukhari no (563), Muslim no (616).
([24]) HR. Bukhari no (597), Muslim no (684)
([25]) HR. Bukhari (908), Muslim no (602).
([26]) Hadits shahih riwayat Abu Daud no (466), shahih sunan Abu Daud no (441)
([27]) Hadits shahih riwayat Abu Daud no (465), shahih sunan Abu Daud no (440), Ibnu Majah no (773), shahih sunan Ibnu Majah no (627), Ibnu Sunni no (88).
([28]) Hadits shahih riwayat Abu Daud no (925), Tirmidzi no (367)
Download dalam ebook:
- Makna Shalat, Hukum Dan Keutamaannya PDF 142.3 KB
- Makna Shalat, Hukum Dan Keutamaannya DOC 1.2 MB
0 komentar:
Posting Komentar