Hukum Mencabut Uban
Alhamdulillah wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Sangat wajar jika seseorang menginjak usia senja, muncul pada kepala, wajah atau jenggotnya rambut putih, alias uban. Itulah fase kehidupan yang akan dilewati oleh setiap insan sebagaimana firman Allah Ta’ala,
اللَّهُ
الَّذِي خَلَقَكُم مِّن ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِن بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً
ثُمَّ جَعَلَ مِن بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفاً وَشَيْبَةً يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ
وَهُوَ الْعَلِيمُ الْقَدِيرُ
“Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (QS. Ar Ruum: 54)
Kadangkala memang kita ingin menghilangkannya, mencabutnya, atau mengganti warnanya dengan warna lain. Namun alangkah bagusnya jika setiap tindak-tanduk kita didasari dengan ilmu agar kita tidak sampai terjerumus dalam kesalahan dan dosa. Sebuah petuah bagus dari Mu’adz bin Jabal yang harus senantiasa kita ingat:
Kadangkala memang kita ingin menghilangkannya, mencabutnya, atau mengganti warnanya dengan warna lain. Namun alangkah bagusnya jika setiap tindak-tanduk kita didasari dengan ilmu agar kita tidak sampai terjerumus dalam kesalahan dan dosa. Sebuah petuah bagus dari Mu’adz bin Jabal yang harus senantiasa kita ingat:
العِلْمُ إِمَامُ العَمَلِ وَالعَمَلُ تَابِعُهُ
“Ilmu adalah pemimpin amal dan amalan berada di belakang ilmu.” (Al Amru bil Ma’ruf wan Nahyu ‘anil Mungkar, Ahmad bin ‘Abdul Halim Al Haroni, hal. 15)
Jadi dalam masalah uban ini, marilah kita ikuti petunjuk syari’at Islam yang suci nan sempurna. Dengan mengikuti petunjuk inilah seseorang akan menuai kebahagiaan. Sebaliknya, jika enggan mengikutinya, hanya mau memperturutkan hawa nafsu semata dan menuruti perkataan manusia yang mencocoki hawa nafsu tanpa ada dasar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, niscaya orang seperti ini akan binasa.
Allah Ta’ala berfirman,
Jadi dalam masalah uban ini, marilah kita ikuti petunjuk syari’at Islam yang suci nan sempurna. Dengan mengikuti petunjuk inilah seseorang akan menuai kebahagiaan. Sebaliknya, jika enggan mengikutinya, hanya mau memperturutkan hawa nafsu semata dan menuruti perkataan manusia yang mencocoki hawa nafsu tanpa ada dasar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, niscaya orang seperti ini akan binasa.
Allah Ta’ala berfirman,
وَإِنْ تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا وَمَا عَلَى الرَّسُولِ إِلَّا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ
“Dan jika kamu ta’at kepadanya,
niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban rasul itu
melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.” (QS. An Nur: 54)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
“Berpegangteguhlah dengan ajaranku
dan sunnah khulafa’ur rosyidin yang mendapatkan petunjuk (dalam ilmu dan
amal). Pegang teguhlah ajaran tersebut dengan gigi geraham kalian.” (HR. Abu Daud, At Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban. At Tirmidizi mengatakan hadits ini hasan shohih. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shohih. Lihat Shohih At Targhib wa At Tarhib no. 37)
Salah seorang khulafa’ur rosyidin dan manusia terbaik setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu mengatakan,
Salah seorang khulafa’ur rosyidin dan manusia terbaik setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu mengatakan,
لَسْتُ
تَارِكًا شَيْئًا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ
يَعْمَلُ بِهِ إِلَّا عَمِلْتُ بِهِ إِنِّي أَخْشَى إِنْ تَرَكْتُ شَيْئًا
مِنْ أَمْرِهِ أَنْ أَزِيْغَ
”Aku tidaklah biarkan satupun yang
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam amalkan kecuali aku
mengamalkannya karena aku takut jika meninggalkannya sedikit saja, aku
akan menyimpang.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ulama yang sudah tersohor namanya di tengah-tengah kita, yakni Imam Syafi’i mengatakan,
Ulama yang sudah tersohor namanya di tengah-tengah kita, yakni Imam Syafi’i mengatakan,
أجمع المسلمون على أن من استبان له سنة عن رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم لم يحل له أن يدعها لقول أحد
“Kaum muslimin sepakat bahwa siapa
saja yang telah jelas baginya ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya karena perkataan
yang lainnya.” (Madarijus Salikin, 2/335, Darul Kutub Al ‘Arobi. Lihat juga Al Haditsu Hujjatun bi Nafsihi fil ‘Aqoid wal Ahkam, Muhammad Nashiruddin Al Albani, hal. 79, Asy Syamilah)
Uban adalah Cahaya Bagi Seorang Mukmin
Al Baihaqi membawakan sebuah pasal dengan judul “larangan mencabut uban”. Lalu di dalamnya beliau membawakan hadits dari ‘Abdullah bin ‘Umar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Uban adalah Cahaya Bagi Seorang Mukmin
Al Baihaqi membawakan sebuah pasal dengan judul “larangan mencabut uban”. Lalu di dalamnya beliau membawakan hadits dari ‘Abdullah bin ‘Umar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الشيب نور المؤمن لا يشيب رجل شيبة في الإسلام إلا كانت له بكل شيبة حسنة و رفع بها درجة
“Uban adalah cahaya bagi seorang mukmin. Tidaklah seseorang beruban –walaupun sehelai- dalam Islam melainkan setiap ubannya akan dihitung sebagai suatu kebaikan dan akan meninggikan derajatnya.” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Syaikh Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shogir mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Muhammad bin Hibban At Tamimi rahimahullah -yang lebih dikenal dengan Ibnu Hibban- dalam kitab Shahihnya menyebutkan pembahasan “Hadits yang menceritakan bahwa Allah akan mencatat kebaikan dan menghapuskan kesalahan serta akan meninggikan derajat seorang muslim karena uban yang dia jaga di dunia.” Lalu Ibnu Hibban membawakan hadits berikut.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا تنتفوا الشيب فإنه نور يوم القيامة ومن شاب شيبة في الإسلام كتب له بها حسنة وحط عنه بها خطيئة ورفع له بها درجة
“Janganlah mencabut uban karena uban adalah cahaya pada hari kiamat nanti. Siapa saja yang beruban dalam Islam walaupun sehelai, maka dengan uban itu akan dicatat baginya satu kebaikan, dengan uban itu akan dihapuskan satu kesalahan, juga dengannya akan ditinggikan satu derajat.” (HR. Ibnu Hibban dalam Shahihnya. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)
Uban Tidak Boleh Dicabut
Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا تَنْتِفُوا الشَّيْبَ مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَشِيبُ شَيْبَةً فِي الْإِسْلَامِ إِلَّا كَانَتْ لَهُ نُورًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Janganlah mencabut uban. Tidaklah
seorang muslim yang beruban dalam Islam walaupun sehelai, melainkan uban
tersebut akan menjadi cahaya baginya pada hari kiamat nanti.” (HR. Abu Daud dan An Nasa’i. Syaikh Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shagir mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Hukuman bagi orang yang mencabut ubannya adalah kehilangan cahaya pada hari kiamat nanti. Dari Fudholah bin ‘Ubaid, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Hukuman bagi orang yang mencabut ubannya adalah kehilangan cahaya pada hari kiamat nanti. Dari Fudholah bin ‘Ubaid, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ شَابَ
شَيْبَةً فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَانَتْ نُورًا لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
فَقَالَ رَجُلٌ عِنْدَ ذَلِكَ فَإِنَّ رِجَالًا يَنْتِفُونَ الشَّيْبَ
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ شَاءَ
فَلْيَنْتِفْ نُورَهُ
“Barangsiapa memiliki uban di jalan
Allah walaupun hanya sehelai, maka uban tersebut akan menjadi cahaya
baginya pada hari kiamat.” Kemudian ada seseorang yang berkata ketika disebutkan hal ini: “Orang-orang pada mencabut ubannya.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Siapa saja yang ingin, silakan dia memotong cahaya (baginya di hari kiamat).” (HR. Al Bazzar, At Thabrani dalam Al Kabir dan Al Awsath dari riwayat Ibnu Luhai’ah, namun perowi lainnya tsiqoh –terpercaya-. Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targib wa At Tarhib mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Siapa saja yang ingin, maka silakan dia memotong cahaya (baginya di hari kiamat)”; tidak menunjukkan bolehnya mencabut uban, namun bermakna ancaman.
Perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Siapa saja yang ingin, maka silakan dia memotong cahaya (baginya di hari kiamat)”; tidak menunjukkan bolehnya mencabut uban, namun bermakna ancaman.
Rambut uban mana yang dilarang dicabut?
Larangan mencabut uban mencakup uban yang berada di kumis, jenggot, alis, dan kepala. (Al Jami’ Li Ahkami Ash Shalat, Muhammad ‘Abdul Lathif ‘Uwaidah, 1/218, Asy Syamilah)
Apa hukum mencabut uban apakah haram ataukah makruh?
Para ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah berpendapat bahwa mencabut uban adalah makruh.
Abu Dzakaria Yahya bin Syarf An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Mencabut ubat dimakruhkan berdasarkan hadits dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya. … Para ulama Syafi’iyah mengatakan bahwa mencabut uban adalah makruh dan hal ini ditegaskan oleh Al Ghozali sebagaimana penjelasan yang telah lewat. Al Baghowi dan selainnya mengatakan bahwa seandainya mau dikatakan haram karena adanya larangan tegas mengenai hal ini, maka ini juga benar dan tidak mustahil. Dan tidak ada bedanya antara mencabut uban yang ada di jenggot dan kepala (yaitu sama-sama terlarang). (Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 1/292-293, Mawqi’ Ya’sub)
Namun jika uban tersebut terdapat di jenggot atau pada rambut yang tumbuh di wajah, maka hukumnya jelas haram karena perbuatan tersebut termasuk an namsh yang dilaknat.
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Abu Dzakaria Yahya bin Syarf An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Mencabut ubat dimakruhkan berdasarkan hadits dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya. … Para ulama Syafi’iyah mengatakan bahwa mencabut uban adalah makruh dan hal ini ditegaskan oleh Al Ghozali sebagaimana penjelasan yang telah lewat. Al Baghowi dan selainnya mengatakan bahwa seandainya mau dikatakan haram karena adanya larangan tegas mengenai hal ini, maka ini juga benar dan tidak mustahil. Dan tidak ada bedanya antara mencabut uban yang ada di jenggot dan kepala (yaitu sama-sama terlarang). (Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 1/292-293, Mawqi’ Ya’sub)
Namun jika uban tersebut terdapat di jenggot atau pada rambut yang tumbuh di wajah, maka hukumnya jelas haram karena perbuatan tersebut termasuk an namsh yang dilaknat.
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لعن الله الربا و آكله و موكله و كاتبه و شاهده و هم يعلمون و الواصلة و المستوصلة و الواشمة و المستوشمة و النامصة و المتنمصة
“Allah melaknat riba, pemakan riba
(rentenir), orang yang menyerahkannya (nasabah), orang yang mencatatnya
(sekretaris) dan yang menjadi saksi dalam keadaan mereka mengetahui
(bahwa itu riba). Allah juga melaknat orang yang menyambung rambut dan
yang meminta disambungkan rambut, orang yang mentato dan yang meminta
ditato, begitu pula orang yang mencabut rambut pada wajah dan yang meminta dicabut.” (Diriwayatkan dalam Musnad Ar Robi’ bin Habib. Syaikh Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shagir mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Adapun mencabut uban dari jenggot atau uban dari rambut yang tumbuh di wajah, maka perbuatan seperti ini diharamkan karena termasuk an namsh. An namsh adalah mencabut rambut yang tumbuh di wajah dan jenggot. Padahal terdapat hadits yang menjelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat orang yang melakukan an namsh.” (Majmu’ Fatawa wa Rosa’il Ibnu ‘Utsaimin, 11/80, Asy Syamilah)
Kesimpulan
Hukum mencabut uban dapat dikatakan haram karena ada dalil tegas mengenai hal ini, sedangkan mayoritas ulama mengatakan hukumnya adalah makruh. Namun sebagai seorang muslim yang ingin selalu mengikuti petunjuk Nabinya shallallahu ‘alaihi wa sallam dan agar tidak kehilangan cahaya di hari kiamat kelak, maka seharusnya seorang muslim membiarkan ubannya (tidak perlu dicabut). Dengan inilah dia akan mendapat tiga keutamaan:
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Adapun mencabut uban dari jenggot atau uban dari rambut yang tumbuh di wajah, maka perbuatan seperti ini diharamkan karena termasuk an namsh. An namsh adalah mencabut rambut yang tumbuh di wajah dan jenggot. Padahal terdapat hadits yang menjelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat orang yang melakukan an namsh.” (Majmu’ Fatawa wa Rosa’il Ibnu ‘Utsaimin, 11/80, Asy Syamilah)
Kesimpulan
Hukum mencabut uban dapat dikatakan haram karena ada dalil tegas mengenai hal ini, sedangkan mayoritas ulama mengatakan hukumnya adalah makruh. Namun sebagai seorang muslim yang ingin selalu mengikuti petunjuk Nabinya shallallahu ‘alaihi wa sallam dan agar tidak kehilangan cahaya di hari kiamat kelak, maka seharusnya seorang muslim membiarkan ubannya (tidak perlu dicabut). Dengan inilah dia akan mendapat tiga keutamaan:
- Allah akan mencatatnya kebaikan,
- dan menghapuskan kesalahan serta
- akan meninggikan derajat seorang muslim karena uban yang dia jaga di dunia.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Sumber: Rumaysho.com
Kedahsyatan Uban
Pertama, uban mengingatkan seorang akan dekatnya ajal.
Dalam Al Quran disebutkan,
أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ مَا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَنْ تَذَكَّرَ وَجَاءَكُمُ النَّذِيرُ ۖ فَذُوقُوا فَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ نَصِير
Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk
berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada
kamu pemberi peringatan? maka rasakanlah (azab Kami) dan tidak ada bagi
orang-orang yang zalim seorang penolongpun. (QS. Fathir: 37)Tahukah Anda, apakah yang dimaksud Sang Pemberi peringatan dalam ayat di atas?
Ibnu Katsir rahimahullah, menerangkan dalam kitab tafsir beliau, bahwa para ulama tafsir seperti Ibnu Abbas, Ikrimah, Qatadan, Ibnu ‘Uyainah dan yang lainnya, menjelaskan bahwa maksud Sang Pemberi peringatan dalam ayat di atas adalah uban. (Tafsir Ibnu Katsir 6/542)
Karena lumrahnya uban muncul di usia senja. Jadilah uban itu sebagai pengingat manusia bahwa ia berada dipenghujung kehidupan dunia, menanti tamu yang pasti datang dan tak disangka-sangka. Nabi Muhammad shallallahu’alaihiwasallam bersabda:
أعمار أمتي ما بين الستين إلى لسبعين، وأقلهم من يجوز ذلك
Umur umatku di antara 60 ke 70 tahun, dan tidak banyak yang melebihi daripada itu. (HR. Imam Tirmizi) Kedua, uban menjadikan seorang tak lagi rakus terhadap dunia.
Munculnya uban membuat seorang sadar, bahwa keberadaannya dunia ini tidaklah selamanya. Hanya sebentar bila dibandingkan kehidupan selanjutnya; yaitu alam akhirat. Yang satu hari di sana sama dengan lima puluh ribu tahun di dunia. Angan-angan kosongnya pun pupus. Ketamakannya terhadap kemilau harta mulai berkurang. Ia lebih disibukkan oleh hal-hal yang pasti. Hari-harinya menjadi lebih produktif untuk mempersiapkan bekal akhirat.
Sufyan Ats-Tsauri berkata,
الزهد في الدنيا قصر الأمل، ليس بأكل الغليظ ولا لبس العباء
“Zuhud terhadap dunia akan menupuskan Angan-angan kosong. Ia tak lagi berlebihan dalam hal makanan dan pakaian.” Ketiga, uban akan menjadi cahaya di hari kiamat.
Dari Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Dalam riwayat lain disebutkan,
Ka’b bin Murroh radhiallahu’anhu berkata,”Saya pernah mendengar Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
Oleh karena itu, orang yang mencabut ubannya, ia akan kehilangan cahaya di hari kiamat.
Keempat, munculnya uban akan mendorong seorang untuk lebih giat beramal.
Uban menyadarkan orang-orang yang berakal untuk lebih semangat dalam kebajikan. Membuatnya semakin peka terhadap hak-hak Rabnya dan hak-hak sesama makhluk. Waktunya ia habiskan untuk kebaikan. ibadahnya menjadi lebih baik dan sempurna.
Ibnu Abid Dun-ya meriwayatkan dengan sanadnya. Bakr bin Abdillah Al-Muzani berkata,
Kelima, uban akan memancarkap sikap tabah dan wibawa.
Rupanya uban membuat seorang lebih tampak tabah dan berwibawa. Sikapnya tenang ketika berbicara, berbuat serta bermuamalah dengan orang lain. Oleh karena itu, islam memerintahkan kepada kita untuk menghormari orang-orang yang sudah tua.
Dari Abu Musa Al-‘Asy’ari radhiyallahu’anhu, dia berkata,”Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
Yaitu dengan memuliakannya bila ia berkumpul dengan kita dalam satu majelis, bersikap sopan dan santun kepadanya dan berusaha menjadi pendengar yang baik ketika dia berbicara, serta mengambil faidah dari lika-liku kehidupan yang telah ia lalui. (Lihat: ‘Aunul Ma’buud 13/192)
Dalam riwayat lain dijelaskan, dari Sa’id bin Musayyib, beliau berkata:
Berangkat dari kedahsyatan-kedahsyatan di ataslah, kemudian jumhur ulama (mayoritas ulama) menyimpulkan, bahwa hukum mencabut uban adalah makruh. Pendapat ini dirajihkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah. Bahkan ada pula ulama yang menghukumi haram. Seperti Al-Baghowi rahimahullah, beliau menyatakan,”Seandainya mau dikatakan haram karena adanya larangan yang tegas mengenai hal ini, maka ini tidak mustahil. Tidak ada bedanya antara mencabut uban pada rambut kepala maupun jenggot.” (red. Imam Nawawi rahimahullah menukil pernyataan ini dalam Al-Majmu’)
Ibnu Muflih juga menyatakan, “Ada kemungkinan yang menunjukkan bahwa mencabut uban itu hukumnya haram.” (Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab: 1/292, Al-Furu’: 1/131) Namun dalam masalah ini pendapat yang lebih rajih -insyaAllah- adalah pendapat yang menyatakan makruh.
Wallahu a’lam bis showab.
—
Kota Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, 7 Safar 1436
Penulis: Ahmad Anshori
Artikel Muslim.Or.Id
لَا تَنْتِفُوا الشَّيْبَ مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَشِيبُ شَيْبَةً فِي الْإِسْلَامِ إِلَّا كَانَتْ لَهُ نُورًا يَوْمَ الْقِيَامَة
“Janganlah mencabut uban. Tidaklah seorang muslim yang memiliki
sehelai uban, melainkan uban tersebut akan menjadi cahaya baginya pada
hari kiamat nanti.” (HR. Abu Daud 4204. Hadis ini dishahihkan al-Albani
dalam Shahih Targhib wa Tarhib, 2091)Dalam riwayat lain disebutkan,
أنه نور المؤمن
“Sesungguhnya uban itu cahaya bagi orang-orang mukmin.”Ka’b bin Murroh radhiallahu’anhu berkata,”Saya pernah mendengar Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ شَابَ شَيْبَةً فِي الإِسْلامِ كَانَتْ لَهُ نُورًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa yang telah beruban dalam Islam, maka dia akan
mendapatkan cahaya di hari kiamat.” (HR. Tirmidzi no. 1634. Dishahihkan
oleh AL-Albany dalam shohih Tirmizi)Oleh karena itu, orang yang mencabut ubannya, ia akan kehilangan cahaya di hari kiamat.
Keempat, munculnya uban akan mendorong seorang untuk lebih giat beramal.
Uban menyadarkan orang-orang yang berakal untuk lebih semangat dalam kebajikan. Membuatnya semakin peka terhadap hak-hak Rabnya dan hak-hak sesama makhluk. Waktunya ia habiskan untuk kebaikan. ibadahnya menjadi lebih baik dan sempurna.
Ibnu Abid Dun-ya meriwayatkan dengan sanadnya. Bakr bin Abdillah Al-Muzani berkata,
إذا أردت أن تنفعك صلاتك فقل: لعلي لا أصلي بعدها
“Bila Anda ingin mendapat manfaat dari shalat Anda, maka katakanlah
pada diri Anda,” Barangkali setelah ini aku tidak akan shalat lagi.” Kelima, uban akan memancarkap sikap tabah dan wibawa.
Rupanya uban membuat seorang lebih tampak tabah dan berwibawa. Sikapnya tenang ketika berbicara, berbuat serta bermuamalah dengan orang lain. Oleh karena itu, islam memerintahkan kepada kita untuk menghormari orang-orang yang sudah tua.
Dari Abu Musa Al-‘Asy’ari radhiyallahu’anhu, dia berkata,”Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ مِنْ إِجْلَالِ اللهِ إِكْرَامَ ذِي الشَّيْبَةِ الْمُسْلِمِ
“Sesunguhnya termasuk dari pengagungan kepada Alloh ialah menghormati
orang muslim yang sudah beruban (orang tua). (HR. Abu Dawud dari hadits
Abu Musa ra; hadits hasan)Yaitu dengan memuliakannya bila ia berkumpul dengan kita dalam satu majelis, bersikap sopan dan santun kepadanya dan berusaha menjadi pendengar yang baik ketika dia berbicara, serta mengambil faidah dari lika-liku kehidupan yang telah ia lalui. (Lihat: ‘Aunul Ma’buud 13/192)
Dalam riwayat lain dijelaskan, dari Sa’id bin Musayyib, beliau berkata:
كام
ابراهيم أول من ضيف الضيف وأول الناس كَانَ إِبْرَاهِيمُ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوَّلَ النَّاسِ ضَيَّفَ الضَّيْفَ وَأَوَّلَ النَّاسِ
اخْتَتَنَ وَأَوَّلَ النَّاسِ قَصَّ الشَّارِبَ وَأَوَّلَ النَّاسِ رَأَى
الشَّيْبَ فَقَالَ يَا رَبِّ مَا هَذَا فَقَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ
وَتَعَالَى وَقَارٌ يَا إِبْرَاهِيمُ فَقَالَ يَا رَبِّ زِدْنِي وَقَارًا
“Ibrahim adalah orang pertama yang menjamu tamu, orang pertama yang
berkhitan, orang pertama yang memotong kumis, dan orang pertama yang
melihat uban lalu berkata: Apakah ini wahai Tuhanku? Maka Allah
berfirman: kewibawaan wahai Ibrahim. Ibrahim berkata: Wahai Tuhanku,
tambahkan aku kewibawaan itu.” (HR. Bukhori dalam Al-Adabul Mufrod 120,
Imam Malik dalam Al-Muwatto’ 9/58)Berangkat dari kedahsyatan-kedahsyatan di ataslah, kemudian jumhur ulama (mayoritas ulama) menyimpulkan, bahwa hukum mencabut uban adalah makruh. Pendapat ini dirajihkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah. Bahkan ada pula ulama yang menghukumi haram. Seperti Al-Baghowi rahimahullah, beliau menyatakan,”Seandainya mau dikatakan haram karena adanya larangan yang tegas mengenai hal ini, maka ini tidak mustahil. Tidak ada bedanya antara mencabut uban pada rambut kepala maupun jenggot.” (red. Imam Nawawi rahimahullah menukil pernyataan ini dalam Al-Majmu’)
Ibnu Muflih juga menyatakan, “Ada kemungkinan yang menunjukkan bahwa mencabut uban itu hukumnya haram.” (Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab: 1/292, Al-Furu’: 1/131) Namun dalam masalah ini pendapat yang lebih rajih -insyaAllah- adalah pendapat yang menyatakan makruh.
Wallahu a’lam bis showab.
—
Kota Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, 7 Safar 1436
Penulis: Ahmad Anshori
Artikel Muslim.Or.Id
0 komentar:
Posting Komentar