Tsabit al-Bunani rahimahullah berkata, “Beruntunglah orang yang senantiasa mengingat waktu datangnya kematian. Tidaklah seorang hamba memperbanyak mengingat kematian kecuali akan tampak buahnya di dalam amal perbuatannya.”
Allah
ta'ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah; Sesungguhnya kematian
yang kalian senantiasa berusaha lari darinya, maka dia pasti menemui
kalian. Kemudian kalian akan dikembalikan kepada Dzat yang mengetahui
perkara gaib dan perkara yang tampak, lalu Allah akan memberitakan
kepada kalian apa-apa yang kalian kerjakan.” (QS. Al-Jumu'ah: 8)
Allah ta'ala berfirman (yang artinya), “Setiap jiwa pasti merasakan kematian.” (QS. Ali 'Imran: 185)
Allah
ta'ala berfirman (yang artinya), “[Allah] Yang menciptakan kematian dan
kehidupan untuk menguji kalian; siapakah diantara kalian yang terbaik
amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Mulk: 2)
Allah ta'ala berfirman (yang artinya), “Dan sembahlah Rabb-mu sampai datang kematian.” (QS' al-Hijr: 99)
Allah
ta'ala berfirman (yang artinya), “Dan janganlah sekali-kali kalian mati
kecuali dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali 'Imran: 102)
Allah
ta'ala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman
bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap jiwa memperhatikan apa
yang telah dipersiapkan olehnya untuk hari esok...” (QS. Al-Hasyr: 18)
Allah
ta'ala berfirman (yang artinya), “Berbekallah kalian, sesungguhnya
sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kalian kepada-Ku wahai
orang-orang yang berakal.” (QS. Al-Baqarah: 198)
Ibnu
Mas'ud radhiyallahu'anhu berkata, “Tidak ada waktu bagi seorang mukmin
untuk bersantai-santai kecuali ketika dia sudah berjumpa dengan Allah.”
Suatu
ketika ada yang berkata kepada Hasan al-Bashri rahimahullah, “Wahai Abu
Sa'id, apa yang harus kami perbuat? Kami berteman dengan orang-orang
yang senantiasa menakut-nakuti kami sampai-sampai hati kami hendak
melayang.” Maka beliau menjawab, “Demi Allah! Sesungguhnya jika kamu
berteman dengan orang-orang yang senantiasa menakut-nakuti dirimu hingga
mengantarkan dirimu kepada keamanan, maka itu lebih baik daripada kamu
bergaul dengan teman-teman yang senantiasa menanamkan rasa aman hingga
menyeretmu kepada situasi yang menakutkan.”
Seorang penyair mengatakan:
Wahai anak Adam, engkau terlahir dari ibumu seraya melempar tangisanSedangkan orang-orang di sekelilingmu tertawa gembiraMaka, beramallah untuk menyambut suatu hari tatkala mereka melempar tangisanYaitu hari kematianmu, ketika itu engkaulah yang tertawa gembira
Tsabit
al-Bunani rahimahullah berkata, “Beruntunglah orang yang senantiasa
mengingat waktu datangnya kematian. Tidaklah seorang hamba memperbanyak
mengingat kematian kecuali akan tampak buahnya di dalam amal
perbuatannya.”
Syaikh
Abdul Malik al-Qasim berkata, “Betapa seringnya, di sepanjang hari yang
kita lalui kita membawa [jenazah] orang-orang yang kita cintai dan
teman-teman menuju tempat tinggal tersebut [alam kubur]. Akan tetapi
seolah-olah kematian itu tidak mengetuk kecuali pintu mereka, dan tidak
menggoncangkan kecuali tempat tidur mereka. Adapun kita; seolah-olah
kita tak terjamah sedikit pun olehnya!!”
'Amar
bin Yasir radhiyallahu'anhu berkata, “Cukuplah kematian sebagai pemberi
nasehat dan pelajaran. Cukuplah keyakinan sebagai kekayaan. Dan
cukuplah ibadah sebagai kegiatan yang menyibukkan.”
al-Harits
bin Idris berkata: Aku pernah berkata kepada Dawud ath-Tha'i,
“Berikanlah nasehat untukku.” Maka dia menjawab, “Tentara kematian
senantiasa menunggu kedatanganmu.”
Abud
Darda' radhiyallahu'anhu berkata, “Barangsiapa yang banyak mengingat
kematian niscaya akan menjadi sedikit kegembiraannya dan sedikit
kedengkiannya.”
Abud
Darda' radhiyallahu'anhu berkata, “Aku senang dengan kemiskinan, karena
hal itu semakin membuatku merendah kepada Rabbku. Aku senang dengan
kematian, karena kerinduanku kepada Rabbku. Dan aku menyukai sakit,
karena hal itu akan menghapuskan dosa-dosaku.”
Hasan
al-Bashri rahimahullah berkata, “Tidaklah aku melihat sebuah perkara
yang meyakinkan yang lebih mirip dengan perkara yang meragukan daripada
keyakinan manusia terhadap kematian sementara mereka lalai darinya. Dan
tidaklah aku melihat sebuah kejujuran yang lebih mirip dengan kedustaan
daripada ucapan mereka, 'Kami mencari surga' padahal mereka tidak mampu
menggapainya dan tidak serius dalam mencarinya.”
Salah
seorang yang bijak menasehati saudaranya, “Wahai saudaraku, waspadalah
engkau dari kematian di negeri [dunia] ini sebelum engkau berpindah ke
suatu negeri yang engkau mengangan-angankan kematian akan tetapi engkau
tidak akan menemukannya.”
Ibnu
Abdi Rabbihi berkata kepada Mak-hul, “Apakah engkau mencintai surga?”
Mak-hul menjawab, “Siapa yang tidak cinta dengan surga.” Lalu Ibnu Abdi
Rabbihi pun berkata, “Kalau begitu, cintailah kematian; karena engkau
tidak akan bisa melihat surga kecuali setelah mengalami kematian.”
(Sumber: Aina Nahnu min Ha'ula'i, Jilid 1. Karya Abdul Malik al-Qasim)
Sumber e-book: http://terjemahkitabsalaf.wordpress.com/
ijin share n belajar gan, jazakumullah
BalasHapus