SAYA TAK MAU BERPISAH DENGAN HARTA SAYA
Haji Usman, sebutlah begitu nama beliau. Mungkin orangtuanya dulu berdo'a agar sang putra mewarisi kemuliaan Sayyidina Utsman ibn Affan Radhiyallahu ‘Anhu.
Pemilik salah satu usaha batik terkemuka di Yogyakarta ini memang
dikenal atas kedermawanannya, seakan harta telah begitu tak berharga
baginya. Seakan dunia telah begitu hina di matanya.
Ringan baginya membuka kotak persediaan, gampang baginya menyeluk kantong simpanan dan seakan tanpa beban dia mengulur bantuan.
Inilah mungkin sosok nyata orang yang dunia di tangannya dan akhirat di hatinya.
Maka beberapa orang pengusaha muda yang bersemangat mendatangi beliau.
“Ajarkan pada kami, Ji,” kata mereka, “bagaimana caranya agar kami seperti haji Usman. Bisa tidak cinta pada harta dan tidak sayang pada kekayaan...hingga seperti haji Usman, bershadaqah terasa ringan.”
“Wah,” sahut Haji Usman tertawa, “salah alamat!”
“Lho?”...
“Lha iya. Kalian datang pada orang yang salah. Lha saya ini SANGAT MENCINTAI HARTA SAYA je. Saya ini sangat mencintai kekayaan saya je.”
“Lho?”..
“Kok lho. Lha sebab saking cinta dan sayangnya saya pada harta, SAMPAI-SAMPAI SAYA TIDAK RELA MENINGGALKAN HARTA SAYA DI DUNIA INI. Saya itu TIDAK MAU BERPISAH dengan kekayaan saya. Makanya sementara ini saya titip-titipkan dulu. TITIP pada Masjid, TITIP pada anak yatim, TITIP pada madrasah, TITIP pada pesantren, TITIP pada pejuang fii sabilillah. Alhamdulillah ada yang berkenan dititipi, saya senang sekali. Alhamdulillah ada yang sudi diamanati, saya bahagia sekali. Pokoknya DI AKHIRAT NANTI MAU SAYA AMBIL LAGI. Saya ingin kekayaan saya itu dapat saya nikmati berlipat-lipat di akhirat.”
(Dikutip dari buku Lapis-lapis Keberkahan, Salim A Fillah Hal. 227-228)
"SUDAHKAN KITA SIAPKAN HARTA KITA UNTUK KEBAHAGIAAN HIDUP DI AKHIRAT?".
[Ustadz Ayub. Sumber : Postingan FB]
Ada perkataan bijak:
Ringan baginya membuka kotak persediaan, gampang baginya menyeluk kantong simpanan dan seakan tanpa beban dia mengulur bantuan.
Inilah mungkin sosok nyata orang yang dunia di tangannya dan akhirat di hatinya.
Maka beberapa orang pengusaha muda yang bersemangat mendatangi beliau.
“Ajarkan pada kami, Ji,” kata mereka, “bagaimana caranya agar kami seperti haji Usman. Bisa tidak cinta pada harta dan tidak sayang pada kekayaan...hingga seperti haji Usman, bershadaqah terasa ringan.”
“Wah,” sahut Haji Usman tertawa, “salah alamat!”
“Lho?”...
“Lha iya. Kalian datang pada orang yang salah. Lha saya ini SANGAT MENCINTAI HARTA SAYA je. Saya ini sangat mencintai kekayaan saya je.”
“Lho?”..
“Kok lho. Lha sebab saking cinta dan sayangnya saya pada harta, SAMPAI-SAMPAI SAYA TIDAK RELA MENINGGALKAN HARTA SAYA DI DUNIA INI. Saya itu TIDAK MAU BERPISAH dengan kekayaan saya. Makanya sementara ini saya titip-titipkan dulu. TITIP pada Masjid, TITIP pada anak yatim, TITIP pada madrasah, TITIP pada pesantren, TITIP pada pejuang fii sabilillah. Alhamdulillah ada yang berkenan dititipi, saya senang sekali. Alhamdulillah ada yang sudi diamanati, saya bahagia sekali. Pokoknya DI AKHIRAT NANTI MAU SAYA AMBIL LAGI. Saya ingin kekayaan saya itu dapat saya nikmati berlipat-lipat di akhirat.”
(Dikutip dari buku Lapis-lapis Keberkahan, Salim A Fillah Hal. 227-228)
"SUDAHKAN KITA SIAPKAN HARTA KITA UNTUK KEBAHAGIAAN HIDUP DI AKHIRAT?".
[Ustadz Ayub. Sumber : Postingan FB]
Ada perkataan bijak:
"Hartamu sebenarnya bukanlah milikmu, kecuali engkau mensedekahkannya..."
terima kasih.. memacu semangat utk bersodaqoh..saya pernah 2 kali membaca bahwa ahli sodaqoh, setelah meninggal jasadnya masih utuh meskipun telah meninggal beberapa tahun. semasa hidupnya beliau sebagai penjual makanan, sering mempersilahkan orang yg lewat (mungkin yg kurang mampu) utk mampir diwarungnya dan memberikan makanan gratis... uuuufh ingin rasanya kita seperti itu ya.. didunia saja mendapat penghormatan seperti itu, jasad tidak hancur, apalagi di akherat... mari saudara2 muslimin.. minimal kita bisa membantu sesama, mensejahterakan sesama, kebahagiaan akan kita rasakan saat kita bisa memberikan sesuatu kepada orang lain. mari kita rasakan kebahagiaan itu. awal saat kita belum, atau akan memulai untuk memberikan sesuatu akan terasa berat. tetapi sesaat kita lepas, rasakan kebahagiaan itu akan menyelimuti hati kita.. terima kasih.
BalasHapus