"Kamu adalah sebaik-baik ummat yang dikeluarkan kepada manusia..." (Ali Imran: 110)
Berkata Umar bin Al-Khatthab radhiyallahu'anhu: Jika Allah berkehendak niscaya Dia telah mengatakan Antum, yang termasuk semua kita. Akan tetapi Allah ta'ala mau mengkhususkan Kuntum itu hanya buat para sahabat Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam semata dan siapa yang membuat seperti yang dibuat oleh mereka saja, yang bakal menjadi sebaik-baik ummat yang dikeluarkan bagi manusia.
Berkata Umar bin Al-Khatthab radhiyallahu'anhu: Jika Allah berkehendak niscaya Dia telah mengatakan Antum, yang termasuk semua kita. Akan tetapi Allah ta'ala mau mengkhususkan Kuntum itu hanya buat para sahabat Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam semata dan siapa yang membuat seperti yang dibuat oleh mereka saja, yang bakal menjadi sebaik-baik ummat yang dikeluarkan bagi manusia.
Tersebut pada Ibnu Jarir lagi yang meriwayatkannya dari Qatadah radhiyallahu'anhu katanya: Diberitakan kepada kami bahwa Umar bin Al-Khatthab radhiyallahu'anhu pernah membaca ayat Kuntum khaira ummatin... kemudian dia berkata kepada orang ramai: "Hai manusia! Siapa yang mau dikategorikan ke dalam golongan orang yang disebutkan ayat tadi, maka hendaklah dia memenuhi syarat-syarat Allah padanya!" (Kanzul Ummal 1:238)
Abu Nu'aim telah-mengeluarkan dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu'anhu katanya: "Sesungguhnya Allah telah memandang pada hati para hambaNya, lalu dipilihnya Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dan dibangkitkanNya dengan perutusanNya, dan dilantikNya dengan pengetahuanNya untuk dijadikan Rasul. Kemudian Allah ta'ala memandang lagi pada hati manusia sesudah itu, lalu dipilihNya beberapa orang sahabat Nabi dan dijadikanNya mereka sebagai pembantu-pembantu agamaNya, dan sebagai wazir-wazir NabiNya Shallallahu 'alaihi wa sallam. Tegasnya, apa yang dianggap orang-orang Mukminin itu baik, maka baiklah dia. Dan apa yang dianggap orang-orang Mukminin itu buruk, maka buruklah dia dalam pandangan Allah". (Hilyatul-Auliya' 1:375)
Abu Nu'aim juga telah mengeluarkan dari Abdullah bin Umar radhiyallahu'anhu katanya: "Barangsiapa yang mau meniru, hendaklah ia meniru perjalanan orang yang sudah mati, yaitu perjalanan para sahabat Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, karena mereka itu adalah sebaik-baik ummat ini, dan sebersih-bersihnya hati, sedalam-dalamnya ilmu pengetahuan, dan seringan-ringannya penanggungan. Mereka itu adalah suatu kaum yang telah dipilih Allah untuk menjadi para sahabat NabiNya Shallallahu 'alaihi wa sallam dan bekerja untuk menyebarkan agamanya. Karena itu, hendaklah kamu mencontohi kelakuan mereka dan ikut perjalanan mereka. Mereka itulah para sahabat Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam yang berdiri di atas jalan lurus, demi Allah yang memiliki Ka'bah!" (Hilyatul-Auliya' 1:305)
Abu Nu'aim mengeluarkan lagi dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu'anhu katanya: "Kamulah orang yang paling banyak puasanya, paling banyak shalatnya, dan terlalu banyak ijtihadnya dari golongan sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam namun begitu mereka itu, yakni para sahabat adalah lebih baik dari kamu! Mereka lalu berkata: "Hai bapak Abdul Rahman! Mengapa sampai begitu? Jawab Ibnu Mas'ud: "Sebab mereka itu lebih banyak berzuhud pada dunia, dan lebih kuat keinginannya pada akhirat!" (Hilyatul-Auliya' 1:136)
Abu Nu'aim mengeluarkan lagi dari Abu Wa'il, yang mengatakan bahwa Abdullah bin Mas'ud pernah mendengar seorang lelaki berkata: Di manakah orang-orang yang berzuhud pada dunia, dan yang sangat mencintai akhirat?! Lalu dijawab oleh Abdullah: Mereka itulah Ash-habul labiyah, yang mengikat janji antara satu dengan yang lain - dan mereka itu kesemuanya sebanyak 500 orang dari kaum Muslimin - agar mereka tidak akan kembali lagi sehingga mereka sekalian pupus sampai ke akhirnya. Merekalah mencukur kepala mereka dan terus bertempur dengan musuh, sehingga semua mereka mati, kecuali orang yang membawa berita ini! (Hiyatul-Auliya' 1: 135)
Abu Nu'aim mengeluarkan lagi dari Ibnu Umar radhiyallahu'anhu bahwa dia pernah mendengar seorang lelaki berkata: Di manakah orang-orang yang berzuhud pada dunia, dan yang sangat mencintai akhirat? Ibnu Umar radhiyallahu'anhu Ialu menunjukkan makam Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan makam Abu Bakar dan Umar, Ialu bertanya: Apakah engkau bertanya tentang mereka ini?
(Hilyatul-Auliya' 1:307)
Ibnu Abid-dunia pula mengeluarkan dari Abu Arakah, Sekali peristiwa aku bershalat dengan Ali radhiyallahu'anhu shalat Subuh, dan setelah selesai shalat, dia lalu duduk miring ke kanan, berdiam diri dan tampak pada wajahnya ada tanda susah, sehingga apabila matahari meninggi setinggi tombak dia lalu bangun bershalat dua rakaat, kemudian dia membalik-balikkan tangannya, seraya berkata: Demi Allah, aku telah melihat sendiri betapa baiknya para sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam itu. Tetapi sayang sekali, tiada seorang pun sekarang yang dapat menyerupai mereka. Mereka semua berwajah pucat berambut kusut masai, berpakaian compang-camping, laksana segerombolan kambing dalam gembalaannya. Mereka menghabiskan malam dengan bersujud kepada Allah, bangun beribadat karena membaca Kitab Allah. tanda-tanda itu dapat dilihat pada dahi-dahi mereka dan tumit-tumit mereka. Bila mereka bangun pagi dan berzikir kepada Allah, mereka seolah-olahnya seperti pepohonan yang bergerak karena ditiup angin menderu, air mata mereka mengalir terus membasahi pakaian mereka. Sayang sekali pada masa kini sudah tidak ada lagi orang yang menjejak perjalanan mereka itu, karena semua orang telah ditimpa kelalaian. Kemudian Ali radhiyallahu'anhu bangun dari tempatnya, dan kelihatan dia tidak pernah tertawa lagi selepas hari itu, sehinggalah dia dibunuh oleh Ibnu Muljam, musuh Allah yang jahat itu. (Al-Bidayah Wan-Nihayah 8:6) Berita yang sama juga diriwayatkan oleh Abu Nu'aim (Hilyatul Auliya' 1:76) dan Ad-Dinauri, Al-Askari dan Ibnu Asakir (Kanzul Ummal 8:219)
Abu Nu'aim telah mengeluarkan dari Abu Saleh, katanya: Pernah Dhirar bin Dhamrah Al-Kinani datang kepada Mu'awiyah, lalu Mu'awiyah berkata kepadanya: Sifatkanlah kepada aku tentang diri Ali itu? Maka berkata Dhirar: Apakah engkau akan memaafkanku nanti, hai Amirul Mukminin? Jawab Mu'awiyah: Baiklah, aku tidak marah kepadamu. Berkata Dhirar: Kalau sudah semestinya aku sifatkan, maka Ali itu, demi Allah, adalah jauh pandangannya, teguh cita-citanya, kata-katanya pemutus, hukumannya adil, ilmu terpancar dari sekitarannya, dan hikmat terus berbicara dari liku-likunya. Dia sentiasa membelakangi dunia dan kemewahannya, selalu menyambut kedatangan malam dan kegelapannya. Dia, demi Allah, adalah kaya dalam ibaratnya, jauh pemikirannya, mengangkat kedua tangan seraya berkata-kata kepada dirinya. Pakaian yang kasar itulah yang selalu dipakainya, dan makanan yang rendah itulah yang sentiasa dimakannya. Dia tidak berbeda dengan salah seorang kami. Dia akan mengajak duduk bersamanya bila kami datang, dan sering menyahut bila kami menadah tangan. Meskipun dia terlalu akrab dengan kami, dan selalu duduk bersama-sama kami, namun tidak pernah berkata-kata dengan kami melainkan dengan penuh kehebatan. jika dia tersenyum, maka senyumannya umpama mutiara yang berkilau-kilauan. Dia selalu menghormati ahli agama, suka mendampingkan diri kepada orang miskin. Orang yang kuat tidak berharap akan terlepas dari kesalahannya, dan orang yang lemah tidak putus asa dari keadilannya. Aku bersaksi bahwa aku telah melihatnya dalam keadaan yang sungguh mengharukan yakni ketika malam telah menabiri alam dengan kegelapannya, dan bintang-bintang menyiramkan sekitaran dengan cahayanya padahal dia masih tetap duduk di mihrab tempat sembahyangnya, tangannya terus menggenggam janggutnya, dia kelihatan sangat gelisah seperti gelisahnya orang yang menanggung perkara yang besar, dan dia menangis, seperti tangisannya seorang yang patah hati. Telingaku masih terngiang-ngiangkan suaranya sekarang yang mengatakan:
Tuhanku! ya Tuhanku! Dia terus bermunajat kepadanya dengan mengadukan hal yang berbagai macam. Setelah itu, dia berkata pula kepada Dunia: Apakah tiada selainku yang engkau hendak perdayakan? Kenapa kepadaku engkau datang? Jauh panggang dari api! Pergilah perdayalah selain aku! Aku telah menceraikanmu. karena umurmu sangat pendek, kedudukanmu sangat hina, dan bahayamu mudah berlaku. Ah ... ah! Sangat sedikit bekalan yang di tangan, padahal pelayaran masih amat jauh, dan penuh dengan keharuan dan kedahsyatan!
Mendengar ratapan itu, Mu'awiyah tidak tertahan dirinya, dia terus menangis, dan air matanya menetes jatuh ke atas janggutnya. Dia segera mengelapnya dengan ujung pakaiannya. Orang-orang yang di majelisnya turut terharu sambil menangis. Mu'awiyah lalu berkata: "Memang benarlah apa yang engkau katakan tentang si bapak Hasan itu, moga-moga Allah merahmatinya. Tetapi, bagaimana engkau dapati dirimu dengan kehilangannya, hai Dhirar?!". Jawab Dhirar: "Kesedihanku atas kehilangannya umpama kesedihan orang yang dibunuh anaknya di hadapan matanya sendiri, air matanya tidak akan mengering, dan pilu hatinya tidak akan terlenyap". Kemudian Dhirar pun bangun dari majelis itu dan pergi meninggalkan Mu'awiyah dengan kawan-kawannya. Cerita yang sama dikeluarkan juga oleh Ibnu Abdil Bar dari Al-Hirmazi, seorang lelaki dari suku Hamdan, yang menukil cerita itu dari Dhirar As-Shuda'i sendiri dengan ringkas.
(Al-Isti'ab 5:44)
Abu Nu'aim mengeluarkan dari Qatadah, katanya: Pernah Ibnu Umar radhiyallahu'anhu ditanya: "Apakah para sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah tertawa?". Jawabnya: "lya, akan tetapi iman yang bersarang di dalam hati mereka lebih memuncak dari tingginya gunung!" (Hilyatul-Auliya' 1:311)
Hannad pula telah mengeluarkan dari Said bin Umar Al-Qurasyi, bahwa Umar radhiyallahu'anhu pernah melihat satu rombongan yang datang dari negeri Yaman, yang tinggal di dalam sebuah kemah yang terbuat dari kulit, lalu dia berkata: Barangsiapa yang mau melihat contoh dari kehidupan para sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka lihatlah kepada orang-orang ini! (Kanzul Ummal 7:165)
Al-Hakim pula telah mengeluarkan dari Abu Said Al-Maqburi, katanya: Apabila Abu Ubaidah radhiyallahu'anhu ditikam orang, dia lalu menyuruh Mu'az, katanya: Hai Mu'az! Shalatlah engkau dengan orang ramai!". Mu'az pun mengimami mereka. tidak berapa lama Abu Ubaidah radhiyallahu'anhu pun meninggal dunia. Maka Mu'az radhiyallahu'anhu pun berdiri di hadapan orang ramai berpidato: "Wahai sekalian manusia! Bertaubatlah kepada Allah dari semua dosa-dosa kamu dengan taubat nashuha! karena setiap hamba Allah yang menemui Allah dalam keadaan bertaubat dari dosa-dosanya, melainkan dia akan diampunkan Allah!". Kemudian dia menyambung pidatonya lagi: "Wahai manusia! Sesungguhnya kamu sekalian telah kehilangan seorang tokoh, yang demi Allah, aku belum pernah melihat seorang hamba Allah sepertinya. Dia meskipun umurnya pendek, namun hatinya suci, tiada suka mengkhianati orang, sangat cinta kepada akhirat, sangat mengambil berat kepada urusan rakyat! Mohonkanlah doa sebanyaknya untuknya, dan keluarlah nanti ke tanah lapang untuk shalat ke atasnya! Demi Allah, kamu tidak bakal menemui seorang sepertinya lagi buat selama-lamanya! Kemudian ramai manusia telah berkumpul untuk mengiringi jenazah Abu Ubaidah radhiyallahu'anhu ke tanah lapang. Mu'az radhiyallahu'anhu shalat ke atasnya bersama-sama orang ramai, kemudian mengiringi jenazahnya ke kuburan. Mu'az bin Jabal, Amru bin Al-Ash dan Adh-Dhahhak bin Qais turut menurunkan jenazah itu ke dalam liang lahadnya, kemudian ditimbunkan tanah ke atas kubur itu. Ketika itu Mu'az bin Jabal berseru: "Hai Abu Ubaidah! Aku tetap akan memuji-mujimu, dan aku tidak berkata yang dusta, karena aku bimbang akan ditimpa kemurkaan Allah, jika aku berdusta. Hai Abu Ubaidah! Demi Allah, engkau sebenarnya tergolong orang yang banyak berzikir kepada Allah, tergolong orang yang berjalan di atas muka bumi ini dengan merendah diri, yang jika diajak bicara oleh orang-orang yang jahil (bodoh), dia akan mengatakan 'selamatlah untukmu!', dan engkau juga termasuk orang yang bila bersedekah, tidak pernah boros atau kikir, bahkan senantiasa sederhana antara kedua segi itu, dan engkau demi Allah, termasuk orang yang selalu beramah-tamah, merendahkan diri, suka membelas-kasihani anak yatim dan orang miskin, dan sangat membenci orang yang berkhianat dan mengangkat diri!
(Al-Mustadrak 3:264)
(Al-Isti'ab 5:44)
Abu Nu'aim mengeluarkan dari Qatadah, katanya: Pernah Ibnu Umar radhiyallahu'anhu ditanya: "Apakah para sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah tertawa?". Jawabnya: "lya, akan tetapi iman yang bersarang di dalam hati mereka lebih memuncak dari tingginya gunung!" (Hilyatul-Auliya' 1:311)
Hannad pula telah mengeluarkan dari Said bin Umar Al-Qurasyi, bahwa Umar radhiyallahu'anhu pernah melihat satu rombongan yang datang dari negeri Yaman, yang tinggal di dalam sebuah kemah yang terbuat dari kulit, lalu dia berkata: Barangsiapa yang mau melihat contoh dari kehidupan para sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka lihatlah kepada orang-orang ini! (Kanzul Ummal 7:165)
Al-Hakim pula telah mengeluarkan dari Abu Said Al-Maqburi, katanya: Apabila Abu Ubaidah radhiyallahu'anhu ditikam orang, dia lalu menyuruh Mu'az, katanya: Hai Mu'az! Shalatlah engkau dengan orang ramai!". Mu'az pun mengimami mereka. tidak berapa lama Abu Ubaidah radhiyallahu'anhu pun meninggal dunia. Maka Mu'az radhiyallahu'anhu pun berdiri di hadapan orang ramai berpidato: "Wahai sekalian manusia! Bertaubatlah kepada Allah dari semua dosa-dosa kamu dengan taubat nashuha! karena setiap hamba Allah yang menemui Allah dalam keadaan bertaubat dari dosa-dosanya, melainkan dia akan diampunkan Allah!". Kemudian dia menyambung pidatonya lagi: "Wahai manusia! Sesungguhnya kamu sekalian telah kehilangan seorang tokoh, yang demi Allah, aku belum pernah melihat seorang hamba Allah sepertinya. Dia meskipun umurnya pendek, namun hatinya suci, tiada suka mengkhianati orang, sangat cinta kepada akhirat, sangat mengambil berat kepada urusan rakyat! Mohonkanlah doa sebanyaknya untuknya, dan keluarlah nanti ke tanah lapang untuk shalat ke atasnya! Demi Allah, kamu tidak bakal menemui seorang sepertinya lagi buat selama-lamanya! Kemudian ramai manusia telah berkumpul untuk mengiringi jenazah Abu Ubaidah radhiyallahu'anhu ke tanah lapang. Mu'az radhiyallahu'anhu shalat ke atasnya bersama-sama orang ramai, kemudian mengiringi jenazahnya ke kuburan. Mu'az bin Jabal, Amru bin Al-Ash dan Adh-Dhahhak bin Qais turut menurunkan jenazah itu ke dalam liang lahadnya, kemudian ditimbunkan tanah ke atas kubur itu. Ketika itu Mu'az bin Jabal berseru: "Hai Abu Ubaidah! Aku tetap akan memuji-mujimu, dan aku tidak berkata yang dusta, karena aku bimbang akan ditimpa kemurkaan Allah, jika aku berdusta. Hai Abu Ubaidah! Demi Allah, engkau sebenarnya tergolong orang yang banyak berzikir kepada Allah, tergolong orang yang berjalan di atas muka bumi ini dengan merendah diri, yang jika diajak bicara oleh orang-orang yang jahil (bodoh), dia akan mengatakan 'selamatlah untukmu!', dan engkau juga termasuk orang yang bila bersedekah, tidak pernah boros atau kikir, bahkan senantiasa sederhana antara kedua segi itu, dan engkau demi Allah, termasuk orang yang selalu beramah-tamah, merendahkan diri, suka membelas-kasihani anak yatim dan orang miskin, dan sangat membenci orang yang berkhianat dan mengangkat diri!
(Al-Mustadrak 3:264)
0 komentar:
Posting Komentar