Begitu Rendah Hatinya Mereka..
Apabila Bakar bin Abdullah al-Muzani melihat orang yang lebih tua, ia berkata, “Ia lebih baik daripada aku, Ia telah beribadah kepada Allah sebelum aku.” Dan apabila ia melihat orang yang lebih muda, ia berkata, “Ia lebih baik daripada aku. Aku telah berbuat dosa lebih banyak daripada dia. [2/226]Yazid bin Abdul Malik bin Marwan pernah mendatangi Makhul yang tengah bersama sahabat-sahabatnya. Ketika kami melihatnya, kami bermaksud memberinya tempat, tetapi Makhul berkata, “Tetaplah kalian di tempat! Biarkan ia duduk di mana ia menemukan tempat duduk, supaya ia bisa belajar rendah hati.” [5/184]
Yahya bin Ma’in berkata, “Aku tidak pernah melihat orang seperti Ahmad bin Hambal. Kami berteman dengan selama 50 tahun dan ia sama sekali tidak pernah membanggakan sesuatu pun pada kami dari keshalihan dan kebaikan yang ada pada dirinya.” [9/181]
Jubair bin Nufair meriwayatkan bahwa ada sejumlah orang yang berkata kepada Umar bin Khaththab, “Demi Allah, kami tidak pernah melihat orang yang paling adil dalam memutuskan perkata, lebih lantang dalam menyuarakan kebenaran dan lebih tegas terhadap orang-orang munafiq daripada anda, wahai Amirul Mukminin. Jadi anda adalah manusia terbaik setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Lalu Auf bin Malik berkata, “Kalian bohong. Demi Allah, kami pernah melihat orang yang lebih baik dari dia setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” “Siapa dia, hai Auf?” tanya Umar. Auf menjawab, “Abu Bakar.” Umar berkata, “Auf benar dan kalian bohong. Demi Allah, Abu Bakar itu lebih harum daripada aroma misk. Sedangkan aku lebih sesat daripada unta milik keluargaku.” [5/134]
Al-A’masy berkata, “Mundzir bercerita bahwa ar Rabi’ bin Khutsaim pernah menyapu kebunnya sendiri. Kemudian ada orang yang berkata kepadanya, “Sesungguhnya anda tidak perlu melakukan ini.” Ia menjawab, “Aku ingin mengambil jatah pekerjaanku.” [2/116]
Yunus berkata, “Aku pernah mendengar Muhammad bin Wasi’ berkata, “Andaikan dosa itu mempunyai bau, niscaya kalian tidak sanggup dekat denganku karena busuknya bauku.” [2/349]
Wuhaib berkata, “Aku pernah mendengar Ayyub berkata, ‘Jika orang-orang shalih disebut, maka aku tidak termasuk di antara mereka.” [ 5/3]
Khalaf bin Tamim berkata, “Aku pernah melihat Sufyan di Makkah sedang dikerumuni oleh para ahli Hadits. ia berkata, “Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un. Aku khawatir Allah akan menyia-nyiakan umat ini karena orang sepertiku masih dibutuhkan.” [7/64]
Sa’id bin Amir berkata, “Aku mendengar informasi bahwa Yunus bin Ubaid berkata, “Sungguh, aku pernah menghitung seratus pekerti dari sekian banyak pekerti kebajikan, namun tidak ada satupun ada pada diriku.” [3/18]
Dikutip dari buku “1000 Hikmah Ulama Salaf – Syaikh Shalih bin Abdul Aziz al-Muhaimid” yang merupakan intisari dari Kitab Monumental Hilyatul Auliya’ [Hiasan Para Wali] Karya al Imam Abu Nu’aim al-Ashfahani [336H - 430H] – Pustaka Elba Hal.417-422
Riya’ (Pamer)
Cara Mengenali Riya’
Zaid bin Aslam pernah berbicara tentang riya’ dan berkata: “Apa yang berasal dari jiwa anda dan jiwa anda rela menerimanya untuk dirinya, maka itu benar-benar dari jiwa anda. Maka pertahankanlah! Dan apa-apa yang berasal dari jiwa anda, namun jiwa anda tidak menyukainya, maka itu sesungguhnya berasal dari setan. Maka mohonlah perlindungan kepada Allah.” [Hilyatul Auliya 3/221]
Abdullah bin Mubarok berkata, “Jika ada dua orang yang berteman di perjalanan, lalu salah satunya ingin mengerjakan shalat dua rakaat namun ia mengurungkannya karena temannya, maka itu adalah riya’. Dan jika ia melaksanakan karena temannya, maka itu adalah syirik.” [Hilyatul Auliya 8/171]
Membuat Kesal Setan
Khaistamah meriwayatkan bahwa al harits bin Qais berkata, “Jika anda didatangi setan ketika anda sedang shalat lalu ia berkata, “Kamu riya’, maka makin perpanjanglah shalatmu.” [Hilyatul Auliya 4/132]
Samarnya Riya’
al Juanid mendengar as-Sirri berkata, “Selama 30 tahun aku memiliki penyakit yang tidak kuketahui. Kami adalah kelompok yang selalu berangkat pagi-pagi menuju shalat Jum’at. Kami memiliki beberapa tempat yang sudah identik dengan kami, karena kami nyaris tidak pernah meninggalkannya. Suatu ketika salah satu tetangga kami meninggal dunia pada hari Jum’at, lalu aku ingin melayat jenazahnya. Kemudian melayatnya dan aku pun terlambat dari waktuku untuk shalat Jum’at. Dan ketika mendekati masjid jiwaku berkata kepadaku, “Sekarang mereka melihatmu ketika engkau terlambat dari waktumu.” Hal itu membuatku tertekan, lalu aku berkata kepada jiwaku, “Menurutku engkau telah berbuat riya’ semenjak 30 tahun silam dan aku tidak tahu.” [Hilyatul Auliya 10/125]
Takut Riya’
Abduh bin Lubabah berkata, “Sesungguhnya orang yang paling dekat dengan riya’ adalah orang yang merasa aman terhadapnya.” [Hilyatul Auliya 6/113]
Pengaruh Riya’
ar Rabi’ bin Khutsaim berkata, “Semua yang tidak dimaksudkan untuk mencari ridha Allah ‘Azza wa Jalla pasti akan lenyap.” [Hilyatul Auliya 2/10]
Bahaya Menuduh Orang Lain Berbuat Riya’
Makhlul berkata, “Aku pernah melihat seseorang mengerjakan shalat. Setiap kali ruku’ dan sujud, ia selalu menangis. Lalu aku menuduhnya berbuat riya’ dengan tangisannya itu. Kemudian aku tidak bisa menangis selama setahun.” [Hilyatul Auliya 5/184]
Dikutip dari buku “1000 Hikmah Ulama Salaf – Syaikh Shalih bin Abdul Aziz al-Muhaimid” yang merupakan intisari dari Kitab Monumental Hilyatul Auliya’ [Hiasan Para Wali] Karya al Imam Abu Nu’aim al-Ashfahani [336H - 430H] – Pustaka Elba Hal.465-467
Bahaya Menuduh Orang Lain Berbuat Riya’, "Makhlul" berkata atau "Makhul" berkata..?
BalasHapushttp://shamela.ws/browse.php/book-10495#page-16440