Terorisme seringkali ditudingkan kepada umat Islam, terutama golongan Wahabi/Salafi.
Sebagian orang mengira bahwa tudingan itu hanya sekedar propaganda
barat untuk menjatuhkan harga diri kaum muslimin di mata dunia
internasional. Sehingga mereka senantiasa menuduh barat (baca: Amerika)
sebagai dalang di balik munculnya fenomena radikal semacam itu. Sebagian
lagi sebaliknya, mengira bahwa terorisme -dengan melakukan pengeboman
di tempat-tempat umum- merupakan bagian dari jihad fi sabilillah
dan tergolong amal salih yang paling utama. Sehingga mereka beranggapan
bahwa pelaku bom bunuh diri adalah sosok mujahid dan mati syahid.
Terlepas dari apa yang mereka sangka, sebenarnya kita bisa melihat
dengan kaca mata yang adil dan objektif bahwa di samping adanya makar
musuh-musuh Islam dari luar, sebenarnya kita juga menghadapi musuh-musuh
dalam selimut yang berupaya meruntuhkan kekuatan umat dari dalam. Salah
satu di antara mereka adalah sekte Khawarij di masa silam dan para
penganut pemikiran sekte tersebut di masa kini yang gemar melakukan aksi
teror dengan mengatasnamakan jihad. Mereka menampakkan diri sebagai
kaum muslimin yang punya komitmen terhadap agama, berpenampilan seperti
layaknya orang-orang salih dan taat, dan bersikap seakan-akan membela
ajaran Islam, namun sebenarnya mereka sedang melakukan upaya
penghancuran Islam dari dalam, sadar ataupun tidak!
Sejarah Hitam Sekte Khawarij
Tidakkah kita ingat sejarah hitam kaum Khawarij yang diabadikan di
dalam kitab-kitab hadits? Sebuah sekte yang diperselisihkan status
keislamannya oleh para ulama (yang kuat mereka tidak dikafirkan, lihat al-Minhaj Syarh Muslim bin al-Hajjaj
[4/390 dan 393]). Mereka adalah sekelompok orang yang memiliki ciri
khas pandai membaca al-Qur’an dan menghafalkannya, suka mengusung slogan
keadilan dan pembelaan rakyat yang tertindas guna menghalalkan
pemberontakan kepada penguasa muslim. Berawal dari kedangkalan berpikir
mereka, akhirnya hal itu menyeret mereka ke jurang kebid’ahan yang
mengerikan. Mereka bunuhi umat Islam sementara para pegiat kemusyrikan
justru mereka biarkan.
Nah, berikut ini kami nukilkan sebagian hadits yang mengisahkan tentang kekejian manhaj kaum Khawarij dan sikap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersama para sahabat dalam menghadapi mereka. Agar jelas bagi siapa
saja bahwa sikap ulama Ahlus Sunnah as-Salafiyun -pengikut salafus
shalih- dalam memerangi Khawarij dan pemikiran mereka bukanlah karena
motif menjilat penguasa atau mencari muka di hadapan mereka, namun hal
itu mereka lakukan semata-mata demi ‘melanjutkan kehidupan Islam’
sebagaimana yang diinginkan oleh Allah dan Rasul-Nya, dan tentu saja
dengan cara meneladani metode perjuangan generasi terbaik dari umat ini.
Jabir bin Abdullah radhiyallahu’anhuma menceritakan,
أَتَى رَجُلٌ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- بِالْجِعْرَانَةِ مُنْصَرَفَهُ مِنْ حُنَيْنٍ وَفِى ثَوْبِ
بِلاَلٍ فِضَّةٌ وَرَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقْبِضُ مِنْهَا
يُعْطِى النَّاسَ فَقَالَ يَا مُحَمَّدُ اعْدِلْ. قَالَ « وَيْلَكَ وَمَنْ
يَعْدِلُ إِذَا لَمْ أَكُنْ أَعْدِلُ لَقَدْ خِبْتَ وَخَسِرْتَ إِنْ لَمْ
أَكُنْ أَعْدِلُ ». فَقَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رضى الله عنه دَعْنِى
يَا رَسُولَ اللَّهِ فَأَقْتُلَ هَذَا الْمُنَافِقَ. فَقَالَ « مَعَاذَ
اللَّهِ أَنْ يَتَحَدَّثَ النَّاسُ أَنِّى أَقْتُلُ أَصْحَابِى إِنَّ هَذَا
وَأَصْحَابَهُ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ
يَمْرُقُونَ مِنْهُ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ ».
“Ada seorang lelaki yang datang menemui Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam di Ji’ranah -nama tempat- sepulangnya beliau dari
-peperangan- Hunain, ketika itu di atas kain Bilal terdapat perak yang
diambil sedikit demi sedikit oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam untuk dibagikan kepada orang-orang. Kemudian lelaki itu
mengatakan, ‘Hai Muhammad, berbuat adillah!’. Maka Nabi menjawab,
‘Celaka kamu! Lalu siapa lagi yang mampu berbuat adil jika aku tidak
berbuat adil. Sungguh kamu pasti telah celaka dan merugi jika aku tidak
berbuat adil.’ Maka Umar bin al-Khatthab radhiyallahu’anhu berkata,
‘Biarkanlah saya wahai Rasulullah untuk menghabisi orang munafiq ini.’
Maka beliau bersabda, ‘Aku berlindung kepada Allah, jangan sampai
orang-orang nanti mengatakan bahwa aku telah membunuh para sahabatku
sendiri. Sesungguhnya orang ini dan para pengikutnya adalah suka membaca
al-Qur’an akan tetapi bacaan mereka tidak melampaui pangkal tenggorokan
mereka. Mereka keluar darinya sebagaimana keluarnya anak panah yang
menembus sasaran bidiknya.’.” (HR. Muslim)
an-Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa ungkapan ‘mereka suka membaca al-Qur’an akan tetapi bacaan mereka tidak melampaui pangkal tenggrorokan mereka’
memiliki dua penafsiran. Pertama, dimaknakan bahwa hati mereka tidak
memahami isinya dan tidak bisa memetik manfaat darinya selain membaca
saja. Kedua, dimaknakan amal dan bacaan mereka tidak bisa diterima oleh
Allah (lihat al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin al-Hajjaj [4/389] cet. 2003 penerbit Dar Ibn al-Haitsam)
Dalam riwayat lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan,
إِنَّ مِنْ ضِئْضِئِ هَذَا قَوْمًا
يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ يَقْتُلُونَ أَهْلَ
الإِسْلاَمِ وَيَدَعُونَ أَهْلَ الأَوْثَانِ يَمْرُقُونَ مِنَ الإِسْلاَمِ
كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ لَئِنْ أَدْرَكْتُهُمْ
لأَقْتُلَنَّهُمْ قَتْلَ عَادٍ
“Sesungguhnya di belakang orang ini akan muncul suatu kaum yang
rajin membaca al-Qur’an namun tidak melampaui pangkal tenggorokan
mereka. Mereka membunuhi umat Islam dan justru meninggalkan para pemuja
berhala. Mereka keluar dari Islam sebagaimana melesatnya anak panah dari
sasaran bidiknya. Apabila aku menemui mereka, niscaya aku akan membunuh
mereka dengan cara sebagaimana terbunuhnya kaum ‘Aad.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu’anhu, ini lafaz Muslim)
an-Nawawi rahimahullah menerangkan, “Di dalam hadits ini
terkandung dorongan untuk memerangi mereka -yaitu Khawarij- serta
menunjukkan keutamaan Ali radhiyallahu’anhu yang telah memerangi
mereka.” (al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin al-Hajjaj [4/391] cet. 2003 penerbit Dar Ibn al-Haitsam)
Mereka bukanlah orang yang malas beribadah, bahkan mereka adalah
sosok yang menakjubkan dalam ketekunan dan kesungguhan beribadah. Namun
di sisi yang lain, mereka telah menyimpang dari manhaj Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat sehingga membuat mereka layak menerima ancaman dan hukuman yang sangat-sangat berat, yaitu hukum bunuh!
Dalam teks riwayat yang lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan ciri mereka,
فَإِنَّ لَهُ أَصْحَابًا يَحْقِرُ أَحَدُكُمْ صَلاَتَهُ مَعَ صَلاَتِهِمْ وَصِيَامَهُ مَعَ صِيَامِهِمْ
“Sesungguhnya orang ini -Dzul Khuwaishirah, gembong
Khawarij,pent- akan memiliki pengikut-pengikut yang membuat salah
seorang di antara kalian meremehkan sholatnya apabila dibandingkan
dengan sholat mereka, dan meremehkan puasanya apabila dibandingkan
dengan puasa mereka…” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu’anhu, ini lafaz Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
سَيَخْرُجُ فِى آخِرِ الزَّمَانِ قَوْمٌ
أَحْدَاثُ الأَسْنَانِ سُفَهَاءُ الأَحْلاَمِ يَقُولُونَ مِنْ خَيْرِ
قَوْلِ الْبَرِيَّةِ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ
يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ
فَإِذَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاقْتُلُوهُمْ فَإِنَّ فِى قَتْلِهِمْ أَجْرًا
لِمَنْ قَتَلَهُمْ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Akan muncul di akhir masa ini nanti sekelompok orang yang
umurnya masih muda-muda dan lemah akalnya. Apa yang mereka ucapkan
adalah perkataan manusia yang terbaik. Mereka suka membaca al-Qur’an
akan tetapi bacaan mereka tidak sampai melewati pangkal tenggorokan
mereka. Mereka melesat dari agama seperti halnya anak panah yang melesat
dari sasaran bidiknya. Apabila kalian menjumpai mereka maka bunuhlah
mereka. Karena sesungguhnya dengan terbunuhnya mereka maka orang yang
membunuhnya itu akan mendapat pahala di sisi Allah pada hari kiamat
kelak.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu, ini lafaz Muslim)
an-Nawawi rahimahullah menerangkan, “Hadits ini
menegaskan wajibnya memerangi Khawarij dan pemberontak negara, dan hal
itu merupakan perkara yang telah disepakati oleh segenap ulama.” (al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin al-Hajjaj [4/397] cet. 2003 penerbit Dar Ibn al-Haitsam)
Ubaidullah bin Abi Rafi’ radhiyallahu’anhu -salah seorang bekas budak yang dimerdekakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam-
menceritakan bahwa ketika terjadi pemberontakan kaum Haruriyah
(Khawarij) sedangkan saat itu dia bersama pihak Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu, mereka -kaum Khawarij- mengatakan, “Tidak ada hukum kecuali milik Allah.” Maka Ali bin Abi Thalib pun menanggapi ucapan mereka dengan mengatakan, “Itu adalah ucapan yang benar namun dipakai dengan maksud yang batil…” (HR. Bukhari dan Muslim, ini lafaz Muslim)
Dalam riwayat lainnya, Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam menyatakan tentang betapa buruknya mereka,
هُمْ شَرُّ الْخَلْقِ وَالْخَلِيقَةِ
“Mereka itu adalah sejelek-jelek makhluk.” (HR. Muslim dari Abu Dzar radhiyallahu’anhu)
Mewaspadai al-Qa’adiyah Gaya Baru
al-Qa’adiyah merupakan salah saktu sekte Khawarij yang memiliki
ideologi Khawarij, hanya saja mereka tidak memilih sikap memberontak.
Meskipun demikian, mereka menganggap pemberontakan sebagai perkara yang
baik, tidak boleh diingkari, bahkan berpahala! Dengan kata lain -dalam
bahasa sekarang- mereka menilai bahwa pemberontakan yang dilakukan oleh
rekan-rekan mereka -dengan menimbulkan kekacauan dan mengancam penguasa;
bom bunuh diri dan semisalnya- bukan perkara yang salah, alias hasil
ijtihad yang harus dihargai dan layak untuk diberi pahala [?!].
Sampai-sampai salah seorang tokoh mereka di negeri ini berkata, “Menurut
saya mereka -teroris- adalah mujahid. Dan apa yang mereka lakukan itu
merupakan hasil ijtihad mereka. Walaupun saya tidak sependapat dengan
-hasil ijtihad- mereka.” Maha Suci Allah dari ucapan mereka!
Ketika menjelaskan biografi ringkas Imran bin Hitthan -salah seorang
perawi hadits yang terseret paham Khawarij- Ibnu Hajar berkata, “al-Qa’adiyah
adalah salah satu sekte dari kelompok Khawarij. Mereka berpendapat
sebagaimana pendapat Khawarij, namun mereka tidak ikut melakukan
pemberontakan. Akan tetapi mereka menghias-hiasi/menilai baik perbuatan
itu.” (Hadyu as-Sari, hal. 577).
Sebelumnya, Ibnu Hajar juga menukil ucapan Abul Abbas al-Mubarrid, “Imran
bin Hitthan adalah gembong kelompok al-Qa’adiyah dari aliran
Shafariyah. Dia adalah khathib/orator dan penya’ir di kalangan mereka.” (Hadyu as-Sari, hal. 577).
Imran bin Hitthan inilah yang meratapi kematian Abdurrahman bin Muljam -sang pembunuh Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu-
dengan untaian bait-bait sya’irnya yang heroik. Dikisahkan bahwa pada
akhir hidupnya dia kembali ke jalan yang benar dan meninggalkan paham
Khawarij, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Zakariya al-Mushili di
dalam Tarikh al-Mushil (lihat Hadyu as-Sari, hal. 577,578, lihat juga Tahdzib at-Tahdzib [8/128] as-Syamilah)
Ibnu Hajar mengatakan,
والقَعَدية الذين يُزَيِّنون الخروجَ على الأئمة ولا يباشِرون ذلك
“al-Qa’adiyah adalah orang-orang yang menghias-hiasi perbuatan
pemberontakan kepada para pemimpin -umat Islam- dan mereka tidak ikut
terjun langsung dalam tindakan tersebut.” (Hadyu as-Sari, hal. 614 cet Dar al-Hadits)
as-Syahrastani mengatakan,
كل من خرج على الإمام الحق الذي اتفقت
الجماعة عليه يُسمى خارجياً سواء كان الخروج في أيام الصحابة على الأئمة
الراشدين أو كان بعدهم على التابعين بإحسان والأئمة في كل زمان
“Setiap orang yang memberontak kepada pemimpin yang sah yang
disepakati oleh rakyat sebagai pemimpin mereka maka dia disebut sebagai
Khariji (kata tunggal dari Khawarij). Sama saja apakah dia melakukan
pemberontakan itu di masa sahabat masih hidup kepada para pemimpin yang
lurus atau setelah masa mereka yaitu kepada para tabi’in yang senantiasa
mengikuti pendahulu mereka dengan baik serta para pemimpin umat di
sepanjang masa.” (al-Milal wa an-Nihal [1/28] as-Syamilah)
Salah satu pemikiran Khawarij yang berkembang saat ini -terutama di
kalangan sebagian pemuda Islam yang bersemangat tapi tanpa ilmu- adalah
pendapat yang membolehkan -tidak harus- untuk memberontak kepada pemimpin muslim yang zalim (lihat mukadimah kitab al-Khawarij wal Fikru al-Mutajjaddid
karya Syaikh Abdul Muhsin bin Nashir al-Ubaikan, hal. 6). Sebagaimana
pula keterangan semacam ini pernah kami dengar dari perkataan Syaikh
Abdul Malik Ramadhani -hafizhahullah- dalam sebuah rekaman video ceramah beliau ketika memberikan pelajaran kitab asy-Syari’ah karya Imam al-Ajurri.
Bom Bunuh Diri Bukan Jihad
Di manakah letak ilmu pada diri orang yang melakukan bom bunuh diri dan menyuruh orang lain untuk bunuh diri? Padahal Allah ta’ala berfirman,
وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
“Janganlah kalian membunuh diri kalian sendiri, sesungguhnya Allah Maha menyayangi kalian.” (QS. an-Nisaa’: 29)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
وَمَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِشَيْءٍ عُذِّبَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barang siapa yang membunuh dirinya sendiri dengan suatu alat/senjata maka dia akan disiksa dengannya kelak pada hari kiamat.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Tsabit bin ad-Dhahhak radhiyallahu’anhu, ini lafaz Muslim)
Ketika mengomentari ulah sebagian orang yang nekad melakukan bom
bunuh diri dengan alasan untuk menghancurkan musuh, maka Syaikh Ibnu
Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Hanya saja kami katakan,
orang-orang itu yang kami dengar melakukan tindakan tersebut, kami
berharap mereka tidak disiksa seperti itu sebab mereka adalah
orang-orang yang jahil/bodoh dan melakukan penafsiran yang keliru. Akan
tetapi, tetap saja mereka tidak memperoleh pahala, dan mereka bukan orang-orang yang syahid dikarenakan
mereka telah melakukan sesuatu yang tidak diijinkan oleh Allah, akan
tetapi mereka telah melakukan apa yang dilarang oleh-Nya.” (Syarh Riyadh as-Shalihin, dinukil dari al-Kaba’ir ma’a Syarh Ibnu Utsaimin, hal. 109)
Di manakah letak ilmu pada diri orang yang membunuh nyawa orang kafir tanpa hak? Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرِحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيحَهَا تُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا
“Barang siapa yang membunuh seorang kafir yang terikat perjanjian
maka dia tidak akan mencium bau surga. Sesungguhnya baunya itu akan
tercium dari jarak perjalanan empat puluh tahun.” (HR. Bukhari dalam Kitab al-Jizyah dan Kitab ad-Diyat dari Abdullah bin Amr radhiyallahu’anhuma, lafaz ini ada di dalam Kitab al-Jizyah)
al-Munawi menjelaskan bahwa ancaman yang disebutkan di dalam hadits
ini merupakan dalil bagi para ulama semacam adz-Dzahabi dan yang lainnya
untuk menegaskan bahwa perbuatan itu -membunuh kafir mu’ahad- termasuk kategori dosa besar (Faidh al-Qadir [6/251] as-Syamilah).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حتَّى
يَشْهَدُوا أنْ لا إلَهَ إلاَّ الله، وأَنَّ مُحَمَّداً رسولُ اللهِ،
ويُقيموا الصَّلاةَ ، ويُؤْتُوا الزَّكاةَ ، فإذا فَعَلوا ذلكَ ، عَصَمُوا
مِنِّي دِمَاءهُم وأَموالَهُم، إلاَّ بِحَقِّ الإسلامِ ، وحِسَابُهُم على
اللهِ تَعالَى
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka mau
bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang hak melainkan Allah dan
Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, membayarkan zakat,
apabila mereka telah melakukannya maka terjagalah darah dan harta mereka
dariku kecuali dengan alasan haq menurut Islam, dan hisab mereka
terserah pada Allah ta’ala” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma)
Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alusy Syaikh -hafizhahullah- (beliau adalah menteri Urusan Keislaman Arab Saudi) menerangkan bahwa di dalam kata-kata “apabila mereka telah melakukannya maka terjagalah darah dan harta mereka dariku” terdapat dalil yang menunjukkan bahwa orang kafir itu hartanya boleh diambil dan darahnya boleh ditumpahkan. Dan orang yang dimaksud di dalam hadits ini adalah kafir harbi,
yaitu orang kafir yang sedang terlibat peperangan dengan pasukan kaum
muslimin. Oleh sebab itu misalnya jika anda mengambil harta seorang
kafir harbi maka tidak ada hukuman bagi anda. Adapun orang kafir
mu’ahad, kafir musta’man dan kafir dzimmi -ketiganya bukan kafir
harbi,pen- maka mereka semua tidak boleh diperangi (lihat Syarah Arba’in, hal. 63)
Siapakah Wahabi / Salafi?
Syaikh Dr. Muhammad bin Khalifah at-Tamimi hafizhahullah -beliau adalah guru besar Aqidah di Universitas Islam Madinah- menerangkan di dalam kitabnya ‘Mu’taqad Ahlis Sunnah wal Jama’ah fi Tauhid Asma’ wa Shifat’
[halaman 54] bahwa pendapat yang benar lagi populer ialah pendapat
jumhur ulama Ahlis Sunnah wal Jama’ah yaitu yang menyatakan bahwa
salafush shalih itu mencakup tiga generasi yang diutamakan dan telah
dipersaksikan kebaikannya oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya, “Sebaik-baik manusia adalah di jamanku, kemudian sesudah mereka, kemudian sesudahnya lagi.” (HR. Bukhari dan Muslim). Sehingga istilah salafush shalih itu mencakup sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in.
Syaikh at-Tamimi mengatakan, “Dan setiap orang yang meniti jalan mereka dan berjalan di atas metode/manhaj mereka maka dia disebut salafi, sebagai penisbatan kepada mereka.” (Mu’taqad, hal. 54).
Beliau juga memaparkan [halaman 54] bahwa salafiyah adalah manhaj yang ditempuh oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
beserta generasi yang diutamakan sesudah beliau. Nabi telah
memberitakan bahwa manhaj salaf ini akan tetap ada hingga datangnya hari
kiamat. Sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Akan
senantiasa ada segolongan manusia di antara umatku yang selalu menang
di atas kebenaran. Tidak akan membahayakan mereka orang-orang yang
menelantarkan mereka sampai datang ketetapan Allah sementara mereka
tetap dalam keadaan menang.” (HR. Muslim)
Kemudian, Syaikh at-Tamimi juga menegaskan [halaman 55] bahwa perkara
yang dibenarkan apabila seorang menyandarkan diri kepada manhaj salaf
ini selama dia konsisten menetapi syarat-syarat dan kaidah-kaidahnya.
Maka siapa pun yang menjaga keselamatan aqidah dan amalnya sehingga
sesuai dengan pemahaman tiga generasi yang utama tersebut, maka dia
adalah orang yang bermanhaj salaf.
Di tempat yang lain [halaman 63] beliau mengatakan, “Terkadang para ulama menggunakan istilah Ahlus Sunnah wal Jama’ah sebagai pengganti istilah salaf.”
Dari pemaparan ringkas di atas maka kita dapat mengambil kesimpulan
bahwa istilah salaf atau salafi sebenarnya adalah istilah yang sudah
sangat terkenal dalam pembicaraan para ulama. Mereka itu tidak lain
adalah para sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in serta orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik. Orang-orang yang mengikuti manhaj Salaf
inilah yang biasa dijuluki dengan gelar ‘Wahabi’. Yang amat disayangkan
adalah, sebagian pemuda
yang terseret dalam paham Khawarij -sebagaimana sudah diterangkan di
atas- juga merasa bahwa dirinya adalah penganut ajaran Wahabi. Sehingga
itulah salah satu faktor pemicu munculnya anggapan bahwa Wahabi itu ada
dua golongan yaitu Wahabi Salafi dan Wahabi Jihadi (yaitu yang menebar
teror berkedok jihad). Padahal, para ulama Salafi berlepas diri dari
tindakan-tindakan brutal yang mereka perbuat, sebagaimana sudah
dipaparkan oleh Syaikh Ibnu Utsaimin di atas.
Reaksi Yang Salah
Dengan mencermati beberapa keterangan di atas, maka kita bisa menarik
kesimpulan bahwa salah satu sebab utama munculnya aksi-aksi bom bunuh
diri dan perusakan tempat-tempat umum dengan mengatasnamakan jihad
adalah racun pemikiran Khawarij yang bercokol di dada sebagian pemuda
yang ‘cetek’ pemahaman agamanya. Mereka sama sekali tidak berjalan di
bawah bimbingan para ulama Rabbani. Semangat mereka membara, namun ilmu
yang mereka miliki tidak cukup untuk menopang cita-citanya. Niat mereka
mungkin baik, namun cara yang mereka tempuh jelas-jelas menyelisihi
al-Kitab dan as-Sunnah serta pemahaman salafus shalih.
Akibatnya, musuh-musuh dari luar Islam pun dengan mudah
menyamaratakan bahwa Islam mengajarkan kekerasan dan agama yang tidak
mengenal perikemanusiaan. Mereka ingin menanamkan kesan kepada publik
bahwa siapa saja yang ingin menegakkan kembali syari’at Islam dan tauhid
maka mereka pasti identik dengan terorisme dan gemar membuat kekacauan.
Oleh sebab itu mereka pun melekatkan gelaran Islam Fundametalis
kepada kelompok mana saja yang bercita-cita untuk mengembalikan
kejayaan Islam sebagaimana yang diraih oleh para pendahulu mereka, tidak
terkecuali kepada Ahlus Sunnah as-Salafiyun.
Sayangnya, sebagian kaum muslimin yang tidak mengerti juga
ikut-ikutan latah menuduh saudaranya yang mengikuti Sunnah Nabi dan
berupaya untuk menebarkan dakwah tauhid sebagai penganut aliran sesat
dan menyimpang gara-gara penampilan mereka yang mirip dengan tokoh-tokoh
teroris atau istri mereka yang dimunculkan fotonya di media-media
massa. Semata-mata karena celana cingkrang, jenggot dan cadar maka
julukan teroris pun dengan enteng dilekatkan kepada mereka. Padahal
memelihara jenggot dan memakai cadar termasuk tuntunan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Bagi anda yang ingin menyimak penjelasan lebih tentang hukum cadar,
jenggot, dan celana ‘cingkrang’ silahkan membaca tulisan saudara kami
yang mulia al-Akh Muhammad Abduh Tuasikal di link berikut ini -rumaysho.com-. Semoga Allah membalasnya dengan sebaik-baik balasan.
Akhir kata, kami memohon kepada Allah dengan nama-nama dan
sifat-sifat-Nya yang tinggi lagi mulia, semoga Allah membukakan pintu
hidayah bagi saudara-saudara kita yang melenceng dari jalan yang lurus
dan semoga Allah berkenan melimpahkan ampunan-Nya kepada kita. Dan
semoga kejadian semacam ini bisa menjadi pelajaran bagi para pemuda
Islam di mana saja mereka berada, bahwa perjuangan Islam adalah
perjuangan yang suci, yang harus ditegakkan di atas ilmu al-Kitab dan
as-Sunnah dengan pemahaman sahabat Nabi dan bimbingan para ulama
Rabbani.
Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.
Selesai disusun ulang di wisma MTI, Pogung Kidul
28 Rabi’ul Awwal 1431 H
Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or.id
0 komentar:
Posting Komentar