Bismillah ... Alhamdulillah, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Perlu dipahami bahwa tidaklah semua orang yang bersaksi laa ilaha illallah (tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah), wa anna Muhammadar Rosulullah
(bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasul-Nya) disebut sebagai seorang
muslim. Orang munafik pun mengaku demikian, namun itu tidak cukup. Allah
Ta’ala menyifati mereka,
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الْأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada
tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan
mendapat seorang penolongpun bagi mereka.” (QS. An Nisa’: 145).
Seseorang bisa disebut bukan muslim jika ia melakukan pembatal keislaman
semacam kesyirikan, kemunafikan dan mencaci maki diinul Islam. Nah, sekarang saatnya kita meninjau golongan Rafidhah yang ma’ruf dengan Syi’ah, apakah mereka termasuk muslim?
Mufti Kerajaan Saudi Arabia di masa silam, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin
‘Abdillah bin Baz ditanya, “Kami sangat butuh penjelasan mengenai
beberapa kelompok Syi’ah. Kami mohon bisa dijelaskan mengenai aqidah
mereka?”
Jawaban beliau rahimahullah,
Perlu diketahui bahwa Syi’ah terdiri dari berbagai macam kelompok,
tidak bisa kita menjabarkan satu per satu di waktu yang singkat ini.
Ringkasnya, di antara mereka ada yang kafir, yaitu yang menyembah
‘Ali (bin Abi Tholib) dan mereka menyembah ‘Ali. Ada juga di antara
mereka yang menyembah Fatimah, Husain dan selainnya. Di antara kelompok
Syi’ah ada yang berpendapat bahwa Jibril ‘alaihis salam telah
berkhianat. Kata mereka, seharusnya kenabian diserahkan kepada ‘Ali dan
bukan pada Muhammad. Ada juga kelompok yang disebut Imamiyyah atau dikenal dengan Rafidhah Itsna ‘Asyariyah, yaitu ‘ubad ‘Ali, di mana mereka berkata bahwa imam mereka lebih mulia dari para malaikat dan para nabi.
Syi’ah memiliki golongan yang banyak, ada yang kafir dan ada yang
tidak kafir. Golongan yang kesesatannya tidak separah lainnya yaitu yang
mengatakan bahwa ‘Ali lebih utama dari Abu Bakr, ‘Umar dan ‘Utsman.
Keyakinan seperti ini jelas keliru dan telah menyelisihi ijma’
(kesepakatan para sahabat). Akan tetapi, golongan ini tidaklah kafir.
Intinya, kesesatan kelompok Syi’ah bertingkat-tingkat. Siapa saja yang
ingin mengetahui secara jelas tentang mereka, silakan merujuk pada kalam
para ulama semisal dalam kitab Al Khuthuth Al ‘Aridhoh karya Muhyiddin Al Khotib dan Minhajus Sunnah karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Buku lainnya lagi seperti Syi’ah was Sunnah
karya Ihsan Ilahi Zhohir dan berbagai kita lainnya yang amat banyak
yang telah mengulas kesesatan dan kejelekan mereka. Semoga Allah
memberikan kita keselamatan.
Golongan yang paling sesat dari mereka di antaranya adalah Imamiyyah Itsna ‘Asyariyyah An Nashiriyyah, yang disebut Rafidhah. Mereka bisa disebut Rafidhah
(artinya: menolak) karena mereka menolak Zaid bin ‘Ali ketika Zaid
menolak berlepas diri dari Abu Bakr dan ‘Umar. Lantas Rafidhah
menyelisihi dan menolak Zaid.
Jika di antara orang Syi’ah ada yang mengklaim dirinya sebagai
muslim, maka mereka adalah muslim. Namun perlu dibuktikan klaim mereka.
Siapa saja yang beribadah pada Allah semata (tidak berbuat syirik, pen),
membenarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
beriman pada wahyu yang diturunkan pada beliau, ia adalah muslim. Jika
ia mengklaim dirinya muslim, namun ia menyembah Husain, menyembah
Fatimah, menyembah Badawi, menyembah ‘Aidarus dan selainnya, maka jelas
ia bukan muslim. Kita mohon pada Allah keselamatan.
Begitu pula jika di antara mereka ada yang mencela Islam atau
meninggalkan shalat, walau ia mengatakan bahwa ia muslim, hakekatnya ia
bukan muslim. Atau di antara mereka ada yang mengolok-olok Islam,
mengolok-olok ajaran shalat, zakat, puasa atau mengolok-olok Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mendustakan beliau,
atau mengatakan bahwa beliau itu bodoh, atau menyatakan bahwa risalah
Muhammad belumlah sempurna atau beliau tidak menyampaikan ajaran Islam
dengan jelas, maka itu semua menunjukkan kekufuran.
Nas-alullah al ‘aafiyah, kita mohon kepada Allah keselamatan.
[Diterjemahkan dari website resmi Syaikh Ibnu Baz: http://www.binbaz.org.sa/mat/4170]
Alhamdulillahilladzi bin ni’matihi
tatimmush sholihaat. Allahumma innaa nas-aluka ‘ilman naafi’a. Segala
puji bagi Allah yang dengan segala nikmat-Nya segala kebaikan menjadi
sempurna. Ya Allah, kami memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat.
@ Ummul Hamam, Riyadh, KSA
Yauma tasu’a, 9 Muharram 1433 H
Sujud Aneh Orang Syi'ah Pada Tanah dari Karbala
Ini salah satu kebiasaan orang Syi’ah di mana mereka melakukan perbuatan
yang sangat aneh. Mereka dapati tanah di tanah Karbala’, lalu mereka
kumpulkan dan ketika shalat tanah tersebut dijadikan sebagai tempat
sujud. Tanah tersebut disebut at turbah al husainiyyah
karena di Karbala mereka mengenang kematian Husain dengan melakukan
perbuatan mencabik-cabik dan memotong-motong kulit mereka sendiri. Hal
ini dilakukan pada hari Asyura (10 Muharram) saat ini.
Perbuatan yang jelas melampaui batas dalam rangka mengenang kematian
Husain dengan rasa penuh kesedihan. Mengenang seperti ini jelas termasuk
perbuatan yang diharamkan dan dinilai bid’ah. Lalu bagaimana hukum
sujud dengan tanah dari Karbala’?
Syaikh rahimahullah menjawab,
Sepertinya si penanya memaksudkan tanah yang biasa jadi kebiasaan
orang syi’ah yaitu yang diklaim berasal dari Karbala’, lalu mereka sujud
pada tanah tersebut. Perlu diketahui bahwa perbuatan semacam ini tidak ada tuntunannya dalam Islam (baca: bid’ah) dan
tidak boleh shalat pada tanah tersebut. Akan tetapi, shalat yang
dilakukan tidaklah batal. Jika ia meletakkan dahi dan hidungnya pada
tanah tersebut, shalatnya tidaklah batal. Perbuatan tersebut sekali lagi
adalah bid’ah, tidak boleh dilakukan. Inilah di antara
amalan yang mengada-ada dari orang Syi’ah dan mereka terlalu
berlebih-lebihan dalam hal itu. Semoga Allah memberi kita petunjuk dan
melindungi kita dari godaan setan yang akan menjerumuskan kita dalam
bid’ah semacam ini.
Perlu diketahui bahwa seorang mukmin tidak perlu capek-capek
memindahkan tanah dari satu tempat ke tempat lain. Hendaklah seorang
mukmin shalat sesuai kemudahan yang ia dapati. Jika didapati kulit, maka
ia shalat di atasnya. Jika didapati pasir, hendaklah ia shalat di atas
pasir. Jika di masjid terdapat karpet, hendaklah ia shalat di atas
karpet tersebut dan tidak perlu bersusah payah membawa batu, tanah,
potongan kayu atau selainnya. Bersusah payah sujud di atas benda-benda
tadi adalah bagian dari bid’ah yang tidak ada asal-usulnya.
[Diterjemahkan dari web resmi Syaikh Ibnu Baz: http://www.binbaz.org.sa/mat/14698]
@ Sabic Lab in the afternoon
Riyadh, KSA, 9 Muharram 1432 H
0 komentar:
Posting Komentar