Tak
ada gading yang tak retak. Mungkin pribahasa ini sudah sering terlintas
di telinga kita. Kandungan pribahasa ini sering kita jumpai dalam
kehidupan kita. Apalagi dalam kehidupan berumah tangga yang penuh dengan
problema. Awalnya, semua terasa indah. Namun ketika badai menghadang,
petir-petir kemarahan menyambar, awan pekat menyelimuti, tangis pilu
mengiris hati; membuat semuanya berubah. Semuanya harus diterima sebagai
sunnatullah. Kadang kita menangis, dan terkadang kita tertawa. Semua
itu berada di bawah kehendak Allah -Subhanahu wa Ta’la-
.
Kehidupan berumah tangga akan indah, jika masing-masing anggotanya
mendapat ketentraman. Sedang ketentraman akan terwujud jika sesama
anggota keluarga saling menghargai, dan memahami tugas masing-masing.
Namun, tatkala hal tersebut tidak ada, maka alamat kehancuran ada di
depan mata. Diantara penyebab hancurnya keharmonisan itu adalah
durhakanya seorang istri kepada suaminya. Maka, pada edisi kali ini kita
akan membahas bahaya istri yang durhaka.
Pembaca yang budiman, sesungguhnya Allah -Subhanahu wa Ta’la-
menciptakan istri bagi kita, agar kita merasa tentram dan tenang
kepadanya. Sebagaimana firman Allah -Subhanahu wa Ta’la-
“Dan diantara tanda-tanda kekuasan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Ruum :21)
Al-Hafizh Ibnu Katsir Ad-Dimasyqiy-rahimahullah- berkata menafsirkan
ayat ini, “Kemudian diantara kesempurnaan rahmat-Nya kepada anak cucu
Adam, Allah menciptakan pasangan mereka dari jenis mereka, dan Allah
ciptakan diantara mereka mawaddah (yakni, cinta), dan rahmat (yakni,
kasih sayang). Sebab seorang suami akan mempertahankan istrinya karena
cinta kepadanya atau sayang kepadanya dengan jalan wanita mendapatkan
anak dari suami, atau ia butuh kepada suaminya dalam hal nafkah, atau
karena kerukunan antara keduanya, dan sebagainya”. [Lihat Tafsir
Al-Qur'an Al-Azhim (3/568)]
Jadi, maksud adanya pernikahan adalah untuk menciptakan kecenderungan
(ketenangan), kasih sayang, dan cinta. Sebab seorang istri akan menjadi
penyejuk mata, dan penenang di kala timbul problema. Namun, jika istri
itu durhaka lagi membangkang kepada suaminya, maka alamat kehancuran ada
didepan mata. Dia tidak lagi menjadi penyejuk hati, tapi menjadi
musibah dan neraka bagi suaminya.
Kedurhakaan seorang istri kepada suaminya amat banyak ragam dan
bentuknya, seperti mencaci-maki suami, mengangkat suara depan suami,
membuat suami jengkel, berwajah cemberut depan suami, menolak ajakan
suami untuk jimak, membenci keluarga suami, tidak mensyukuri
(mengingkari) kebaikan, dan pemberian suami, tidak mau mengurusi rumah
tangga suami, selingkuh, berpacaran di belakang suami, keluar rumah
tanpa izin suami, dan sebagainya.
Allah -Subhanahu wa Ta’la- telah mengancam istri yang durhaka kepada
suaminya melalui lisan Rasul-Nya ketika Beliau -Shollallahu ‘alaihi
wasallam- bersabda,
لاَ يَنْظُرُ اللهُ إِلَى امْرَأَةٍ لاَ تَشْكُرُ لِزَوْجِهَا وَهِيَ لاَ تَسْتَغْنِيْ عَنْهُ
“Allah tidak akan melihat seorang istri yang tidak mau berterima
kasih atas kebaikan suaminya padahal ia selalu butuh kepada suaminya”
.[HR. An-Nasa'iy dalam Al-Kubro (9135 & 9136), Al-Bazzar dalam
Al-Musnad (2349), Al-Hakim dalam Al-Mustadrok (2771), dan lainnya.
Hadits ini di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah
(289)]
Tipe wanita seperti ini banyak disekitar kita. Suami yang capek
banting tulang setiap hari untuk menghidupi anak-anaknya, dan memenuhi
kebutuhannya, namun masih saja tetap berkeluh kesah dan tidak puas
dengan penghasilan suaminya. Ia selalu membanding-bandingkan suaminya
dengan orang lain, sehingga hal itu menjadi beban yang berat bagi
suaminya. Maka tidak heran jika neraka dipenuhi dengan wanita-wanita
seperti ini, sebagaimana sabda Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam-,
أُرِيْتُ النَّارَ فَإِذَا أَكْثَرُ أَهْلِهَا النِّسَاءُ يَكْفُرْنَ .
قِيْلَ: أَيَكْفُرْنَ بِاللهِ ؟ , قال: يَكْفُرْنَ الْعَشِيْرَ
وَيَكْفُرْنَ اْلإِحْسَانَ , لَوْ أَحْسَنْتَ إَلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ
, ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا, قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْراً
قَطُّ
“Telah diperlihatkan neraka kepadaku, kulihat mayoritas penghuninya
adalah wanita, mereka telah kufur (ingkar)!” Ada yang bertanya, “apakah
mereka kufur (ingkar) kepada Allah?” Rasullah -Shollallahu ‘alaihi
wasallam- menjawab, “Tidak, mereka mengingkari (kebaikan) suami.
Sekiranya kalian senantiasa berbuat baik kepada salah seorang dari
mereka sepanjang hidupnya, lalu ia melihat sesuatu yang tidak berkenan,
ia (istri durhaka itu) pasti berkata, “Saya sama sekali tidak pernah
melihat kebaikan pada dirimu”. [HR. Bukhariy dalam Shohih-nya (29), dan
Muslim dalam Shohih-nya (907)]
Pembaca yang budiman, jika para wandu mengetahui betapa besar
kedudukan seorang suami di sisinya, maka mereka tidak akan berani
durhaka dan membangkang kepada suaminya. Cobalah tengok hadits Hushain
bin Mihshon ketika ia berkata, “Bibiku telah menceritakan kepadaku
seraya berkata,
أَتَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ بَعْضِ
الْحَاجَةِ, قَالَ: (أَيْ هَذِهِ أَذَاتُ بَعْلٍ أَنْتِ), قُلْتُ :
(نَعَمْ), قَالَ: (فَكَيْفَ أَنْتِ لَهُ), قَالَتْ: (مَا آلُوْهُ إِلاَّ
مَا عَجَزْتُ عَنْهُ), قال: (فَأَيْنَ أَنْتِ مِنْهُ, فَإِنَّمَا هُوَ
جَنَّتُكِ وَنَارُكِ)
“Saya mendatangi Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- untuk
suatu keperluan. Beliau bertanya:”siapakah ini? Apakah sudah
bersuami?.”sudah!”, jawabku. “Bagaimana hubungan engkau dengannya?”,
tanya Rasulullah. “Saya selalu mentaatinya sebatas kemampuanku”.
Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda, “Perhatikanlah
selalu bagaimana hubunganmu denganya, sebab suamimu adalah surgamu, dan
nerakamu”. [HR. An-Nasa'iy dalam Al-Kubro (8963), Ahmad dalam Al-Musnad
(4/341/no. 19025), dan lainnya. Hadits ini di-shohih-kan oleh Al-Albaniy
dalam Ash-Shohihah (2612), dan Adab Az-Zifaf (hal. 213)]
Dari hadits ini, kita telah mengetahui betapa besar dan agungnya
hak-hak suami yang wajib dipenuhi seorang istri sampai Rasulullah
-Shollallahu ‘alaihi wasallam- pernah bersabda,
لَوْ كُنْتُ آمُرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لأَحَدٍ لأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
“Sekiranya aku memerintahkan seseorang untuk sujud kepada lainnya,
niscaya akan kuperintahkan seorang istri sujud kepada suaminya” . [HR.
At-Tirmidziy dalam As-Sunan (1159), dan lainnya. Hadits ini
di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Al-Irwa' (1998)]
Jika seorang istri tidak memenuhi hak-hak tersebut atau durhaka
kepada suami, maka ia mendapatkan ancaman dari Allah -Ta’ala- lewat
lisan Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-,
اِثْنَانِ لاَ تُجَاوِزُ صَلاَتُهُمَا رُؤُوْسَهُمَا : عَبْدٌ أَبَقَ
مِنْ مَوَالِيْهِ حَتَّى يَرْجِعَ , وَامْرَأَةٌ عَصَتْ زَوْجَهَا حَتَّى
تَرْجِعَ
“Ada dua orang yang sholatnya tidak melampaui kepalanya: budak yang
lari dari majikannya sampai ia kembali, dan wanita yang durhaka kepada
suaminya sampai ia mau rujuk (taubat)”. [HR. Ath-Thobroniy dalam
Ash-Shoghir (478), dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrok (7330)]
Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
ثَلاَثَةٌ لاَ تُجَاوِزُ صَلاَتُهُمْ آذَانَهُمْ : الْعَبْدُ اْلآبِقُ
حَتَّى يَرْجِعَ , وَامْرَأَةٌ بَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَلَيْهَا سَاخِطٌ ,
وَإِمَامُ قَوْمٍ وَهُمْ لَهُ كَارِهُوْنَ
“Ada tiga orang yang sholatnya tidak melampaui telinganya: Hamba yang
lari sampai ia mau kembali, wanita yang bermalam, sedang suaminya marah
kepadanya, dan seorang pemimpin kaum, sedang mereka benci kepadanya”.
[HR. At-Tirmidziy (360). Hadits ini di-hasan-kan oleh Al-Albaniy dalam
Takhrij Al-Misykah (1122)]
Ini merupakan ancaman yang amat keras bagi para wandu (wanita
durhaka), karena kedurhakaannya menjadi sebab tertolaknya amal sholatnya
di sisi Allah. Dia sholat hanya sekedar melaksanakan kewajiban di
hadapan Allah. Adapun pahalanya, maka ia tak akan mendapatkannya, selain
lelah dan capek saja. Wal’iyadzu billahmin dzalik.
Al-Imam As-Suyuthiy-rahimahullah- berkata dalam Quuth Al-Mughtadziy
saat menjelaskan kandungan dua hadits di atas, “Maksudnya, sholatnya tak
terangkat ke langit sebagaimana dalam hadits Ibnu Abbas di sisi Ibnu
Majah, “Sholat mereka tak akan terangkat sejengkal di atas kepala
mereka”. Ini merupakan perumpamaan tentang tidak diterimanya amal
sholatnya sebagaimana dalam hadits Ibnu Abbas di sisi Ath-Thobroniy,
“Allah tak akan menerima sholat mereka” sampai ia rujuk (kembali)…”
[Lihat Tuhfah Al-Ahwadziy (2/291)]
Diantara bentuk kedurhakaan seorang istri kepada suaminya, enggannya
seorang istri untuk memenuhi hajat biologis suaminya. Keengganan seorang
istri dalam melayani suaminya, lalu suami murka dan jengkel merupakan
sebab para malaikat melaknat istri yang durhaka seperti ini. Nabi
-Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
إِذَا دَعَا الَّرُجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ فَبَاتَ
غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
“Jika seorang suami mengajak istrinya (berjimak) ke tempat tidur,
lalu sang istri enggan, dan suami bermalam dalam keadaan marah
kepadanya, maka para malaikat akan melaknat sang istri sampai pagi”.
[HR. Al-Bukhoriy Kitab Bad'il Kholq (3237), dan Muslim dalam Kitab
An-Nikah (1436)]
Seorang suami saat ia butuh pelayanan biologis (jimak) dari istrinya,
maka seorang istri tak boleh menolak hajat suaminya, bahkan ia harus
berusaha sebisa mungkin memenuhi hajatnya, walaupun ia capek atau sibuk
dengan suatu urusan. Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
وَالَّذِيْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لاَ تُؤَدِّي الْمَرْأَةُ حَقَّ
رَبِّهَا حَتَّى تُؤَدِّيَ حَقَّ زَوْجِهَا, وَلَوْ سَأَلَهَا نَفْسَهَا
وَهِيَ عَلَى قَتَبٍ لَمْ تَمْنَعْهُ
“Demi (Allah) Yang jiwa Muhammad ada di Tangan-Nya, seorang istri tak
akan memenuhi hak Robb-nya sampai ia mau memenuhi hak suaminya.
Walaupun suaminya meminta dirinya (untuk berjimak), sedang ia berada
dalam sekedup, maka ia (istri) tak boleh menghalanginya”. [HR. Ibnu
Majah dalam Kitab An-Nikah (1853). Hadits ini dikuatkan oleh Al-Albaniy
dalam Adab Az-Zifaf (hal. 211)]
Perhatikan hadits ini, Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-
memberikan bimbingan kepada para wanita yang bersuami agar memperhatikan
suaminya saat-saat ia dibutuhkan oleh suaminya. Sebab kebanyakan
problema rumah tangga timbul dan berawal dari masalah kurangnya
perhatian istri atau suami kepada kebutuhan biologis pasangannya,
sehingga “solusinya” (baca: akibatnya) munculllah kemarahan, dan
ketidakharmonisan rumah tangga.
Syaikh Al-Albaniy-rahimahullah- berkata dalam Adab Az-Zifaf (hal.
210), “Jika wajib bagi seorang istri untuk mentaati suaminya dalam hal
pemenuhan biologis (jimak), maka tentunya lebih wajib lagi baginya untuk
mentaati suami dalam perkara yang lebih penting dari itu, seperti
mendidik anak, memperbaiki (mengurusi) rumah tangga, dan sejenisnya
diantara hak dan kewajibannya”.
Seorang wanita yang durhaka kepada suaminya, akan selalu dibenci oleh
suaminya, bahkan ia akan dibenci oleh istri suaminya dari kalangan
bidadari di surga. Istri bidadari ini akan marah. Saking marahnya, ia
mendoakan kejelekan bagi wanita yang durhaka kepada suaminya..
Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
لاَ تُؤْذِي امْرَأَةٌ زَوْجَهَا فِي الدُّنْيَا إِلاَّ قَالَتْ
زَوْجَتُهُ مِنَ الْحُوْرِ الْعِيْنِ : لاَ تُؤْذِيْهِ , قَاتَلَكِ اللهُ ,
فَإِنَّمَا هُوَ عِنْدَكَ دَخِيْلٌ يُوْشِكُ أَنْ يُفَارِقَكِ إِلَيْنَا
“Tidaklah seorang istri menyakiti suaminya di dunia, melainkan
istrinya dari kalangan bidadari akan berkata, “Janganlah engkau
menyakitinya. Semoga Allah memusuhimu. Dia (sang suami) hanyalah tamu di
sisimu; hampir saja ia akan meninggalkanmu menuju kepada kami”. [HR.
At-Tirmidziy Kitab Ar-Rodho' (1174), dan Ibnu Majah dalam Kitab An-Nikah
(2014). Hadits ini di-shohih-kan oleh Al-Albaniy dalam Adab Az-Zifaf
(hal. 212)]
Cukuplah beberapa hadits yang kami bacakan dan nukilkan kepada Anda
tentang bahayanya seorang wanita melakukan kedurhakaan kepada suaminya,
yakni tak mau taat kepada suami dalam perkara-perkara yang ma’ruf
(boleh) menurut syari’at. Semoga wanita-wanita yang durhaka kepada
suaminya mau kembali berbakti, dan bertaubat sebelum ajal menjemput.
Pada hari itulah penyesalan tak lagi bermanfaat baginya.
Sumber : Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 84 Tahun II. Penerbit :
Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Pesantren Tanwirus Sunnah, Jl. Bonto Te’ne
No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel.
0 komentar:
Posting Komentar