Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron
Pengantar Redaksi
Isak tangis orang dewasa tidaklah sama dengan tangisan anak kecil.
Menangis bukanlah aib, bukan pula pintu kesengsaraan. Terkadang tangisan
dapat menghidupkan hati, menghapus kesalahan dan mendatangkan ampunan ar-Rohman. Dan jangan dikira tertawa atau
menertawakan sesuatu adalah hal yang sepele. Apalagi yang menjadi bahan
lelucon adalah syari’at Islam yang mulia. Dalam Islam, tertawa dan
menangis ada rambu-rambu syar’inya, namun masih banyak saudara kita
belum mengetahuinya. Benarlah bahwa hal-hal yang dianggap remeh oleh
sebagian kalangan ternyata jika dikaji secara rinci merupakan hal yang
perlu diwaspadai.
“Maka apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini? Dan kamu
menertawakan dan tidak menangis. Sedangkan kamu melalaikannya? Maka
bersujud lah kepada Alloh dan sembahlah (Dia).” (QS. an-Najm 1531: 59-62)
Makna Ayat Secara Umum
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah, ketika menafsirkan ayat ini berkata :
“Ayat ini ditujukan kepada para pendusta Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wasallam. Pertanyaan
pada ayat ini menunjukkan ingkar dan heran, mengapa mereka mendustakan
Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wasallam, yang membawa ayat dan bukti yang benar. Bukankah
Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wasallam, pemberi peringatan
seperti para utusan sebelumnya. Mengapa mereka tidak khawatir disiksa
seperti disiksanya pendusta risalah para utusan sebelumnya. Oleh sebab
itu Alloh Ta’ala berkata : “Maka apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini wahai pendusta Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wasallam? Sehingga kamu menertawakan pemberitaan berupa al-Qur’an ini ?
Kamu menertawakan hukum-hukumnya, menertawakan Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wasallam, menertawakan ibadahnya dan menghinanya. Kalian merasa heran dan menertawakan dia Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Mengapa kamu tidak menangis ketika mendengar al-Qur’an karena rasa takut kepada Alloh Ta’ala dan tidak mau kembali kepada yang haq? Akan tetapi hatimu bertambah keras? – maka kami berlindung kepada. Alloh Ta’ala
dari hati yang keras ini- dan mengapa kamu menjadi orang yang melupakan
al-Qur’an dengan senda guraumu dan nyanyianmu? Sebagian kamu bila
mendengar ayat Alloh, kamu menyanyi, bukankah itu sifat orang kafir,
Alloh ‘Azza wa jalla berfirman : “Dan orang-orang yang
kafir berkata : “Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan
Al-Quran ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat
mengalahkan mereka.” (QS. Fushshilat 1411: 26) [1]
Mengapa Bayi Lahir Menangis
Dari Abu Huroiroh radhiyallahu ‘anhu Rosululloh Shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda :
“Tidak seorang bayi pun yang dilahirkan kecuali telah disentuh oleh setan sehingga ia menangis, kecuali Maryam dan putranya.” [2]
Oleh karena itu orang tua sebaiknya segera memohon perlindungan
kepada Alloh Ta’ala untuk anak dan keturunannya yang sedang lahir dari
godaan setan yang terlaknat. Silakan membaca surat Ali Imron ayat 31.
Bila Menangis Membawa Petaka
Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bersabda : “Sesungguhnya
Alloh Ta’ala tidak menyiksa karena air mata atau karena kesedihan
hati. Tetapi Dia menyiksa atau mengasihi sebab ini, -beliau menunjuk ke
lidah beliau-.” [3]. Maksudnya Alloh Ta’ala menyiksa karena ratapan yang diucapkan lidah ketika menolak takdir Alloh Ta’ala atas si mayit.
Meratapi orang mati adalah hal yang tercela karena menunjukkan pelakunya tidak beriman kepada takdir Alloh Ta’ala atau tidak ridho ketentuan Alloh Ta’ala.
Ummu Athiyyah radhiyallahu ‘anha berkata : “Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengambil bai’at (janji setia) pada kami agar tidak meratapi kematian.” [4].
Tatkala suami Ummu Salamah radhiyallahu anha meninggal dunia, Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha hendak menangis bersama wanita yang datang di rumahnya, lalu Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bersabda : “Apakah kamu akan memasukkan setan di rumah yang Alloh Ta’ala telah mengusirnya.” Beliau mengulangi dua kali. Lalu Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha diam dan tidak menangis lagi. [5]
Ibnul Mubarok rahimahullah, berkata : jeritan tangisan akan
berbahaya kepada si mayit apabila sebelum meninggal dunia si mayit
tidak melarang keluarganya dari meratap. Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :“Sesungguhnya mayat disiksa lantaran tangisan keluarganya.” [6]
Inilah salah satu contoh menangis yang berbahaya. Demikian juga
tangisan ketika dirinya atau keluarganya terkena musibah. Manusia memang
boleh bersedih tetapi tidak boleh menangis dengan mengeraskan suara.
Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Mua’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu: “Barangkali kami akan melewati masjidku dan kuburanku.” Lalu Mua’adz menangis karena sedih. Lantas Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata : “Jangan menangis wahai Mu’adz, sungguh menangis dengan keras adalah perbuatan setan.” [7]
Keutamaan Menangis Karena Takut Kepada Allah Ta'ala
Menangis pada umumnya karena sedih, sakit atau tertimpa musibah. Akan
tetapi terkadang karena rasa gembira dan haru, semuanya itu hukumnya
boleh asal tidak seperti tangisan jahiliyah.
Menangis terkadang mendapat pahala bila dikarenakan takut siksaan
Alloh, seperti orang yang berbuat maksiat lalu dia sadar dan istighfar,
atau menangis karena mengingat kebesaran kekuasaan-Nya atau berharap
rohmat dan surga-Nya. Menangislah karena takut kepada Alloh Ta’ala.
Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bersabda :
“Tidaklah masuk neraka orang yang menangis karena takut kepada Alloh.” [8]
Ibnu ‘Ajlan rahimahullah berkata : “Setiap tetesan air mata yang mengalir karena membaca al-Qur’an maka dia dirohmati oleh Alloh Ta’ala.” [9]
Adapun di antara contoh menangis karena takut kepada Alloh Ta’ala adalah :
1. Menangis ketika sedang sholat
Dari Muthorrif dari ayahnya, dia berkata : “Aku. melihat Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang sholat, dan di dadanya ada suara seperti suara air yang mendidih karena menangis.”[10]
2. Menangis tatkala membaca al-Qur’an atau membaca Sunnah Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
“Apabila dibacakan ayat-ayat Alloh Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.” (QS. Maryam [19]:58)
Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, ketika membaca Surat al-Hadid ayat 16 (yang artinya): “Belum datangkah waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Alloh.” beliau radhiyallahu ‘anhu menangis sehingga membasahi jenggotnya dan berkata : “Wahai Alloh.” [11]
3. Menangis pada saat berdzikir dan berdo’a kepada Alloh Ta’ala.
Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bersabda : “Ada tujuh orang yang akan mendapat naungan pada hari kiamat, tidak ada naungan kecuali naungan-Nya …
“…Dan orang yang berdzikir kepada Alloh dengan bersepi lalu menetes air kedua matanya… “ [12]
4. Menangis saat melintasi daerah yang bergelimang kemaksiatan.
Abdulloh bin Umar radhiyallahu ‘anhu, berkata : “Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
berkata kepada Ashabul Hijr : ‘janganlah kalian memasuki daerah suatu
kaum yang telah disiksa, kecuali dengan menangis. Kalau kamu tidak
menangis, janganlah memasuki daerah mereka agar kalian tidak tertimpa
apa yang menimpa mereka.” [13]
5. Menangis apabila keluarga dan masyarakat meninggalkan sholat atau berbuat maksiat.
Az-Zuhri rahimahullah, berkata : “Saya datang kepada Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu di
Damaskus dan ia sedang menangis. Lalu saya bertanya : ‘Mengapa engkau
menangis?’ Ia menjawab : ‘Saya tidak tahu lagi amal yang aku dapati di
masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang masih dipedulikan orang sekarang, selain sholat, itu pun sudah disia-siakan.” [14]
6. Menangis ketika mendengar khutbah atau ceramah.
Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, berkata : “pada suatu hari Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, berada di atas mimbar lalu bersabda : ‘Ada seorang hamba yang diberi pilihan Alloh Ta’ala
antara diberi kemewahan dunia atau diberi sesuatu yang ada di
sisi-Nya. Ternyata hamba itu memilih sesuatu yang ada di sisi-Nya.’
Setelah itu Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu, tampak menangis.” [15]
7. Menangis bila menjumpai ulama sunnah sakit mendekati ajalnya.
Said bin Jubair, berkata : “Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu;
pernah bertanya : ‘Apakah hari Kamis itu?’ lalu beliau menangis hingga
air matanya membasahi batu-batu kerikil. Aku bertanya : ‘Wahai Ibnu
Abbas, ada apa dengan hari Kamis?’ Beliau menjawab : ‘Pada hari itu
penyakit Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertambah parah kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Kemarilah, aku akan menyampaikan untukmu suatu wasiat sehingga kamu tidak akan tersesat setelahku…’.” [16]
8. Menangis karena mengingat dosa
Tholhah Ibnu Mushorif rahimahullah berkata : “Ada orang yang berbuat dosa, maka setiap dosa yang dia ingat dia menangis.” [17]
9. Menangis ketika mendengar adzan
Al-Qodhi Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah menangis di masjid ketika mendengar adzan hingga pasir di hadapannya basah olehnya. [18]
10. Menangis ketika berkhutbah
Abu Zaid rahimahullah berkata : “Saya melihat Umar bin Abdul Aziz rahimahullah, menangis di atas mimbar, tidak mampu bicara karena tangisannya sangat kuat.” [19]
Bahaya Sering Tertawa
Tertawa dapat mengeluarkan seseorang dari iman dan Islam. Tertawa
yang tidak terkendali bisa berdampak buruk bagi diri dan orang lain.
Sering kita jumpai awalnya orang senda gurau lalu berakhir dengan
kebencian dan pertengkaran.
Imam Ibnu Hibban rahimahullah berkata : “Banyak dalil yang
menjelaskan larangan tertawa yang berlebih-lebihan, karena sering
tertawa pasti berdampak tidak baik.” Kemudian beliau membacakan hadits
Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” [20]
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu mengatakan : “Tidak ada hari yang lebih menyedihkan bagi para sahabat dari pada hari itu.” Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata lagi : “Mereka menutupi kepala mereka sambil terdengar isak tangis mereka.” [21]
Bahkan orang yang sering tertawa akan menerima dampak yang buruk. Di antara dampak itu adalah :
1. Mendapat hukuman dari Alloh Ta’ala
“Maka hendaklah mereka sedikit tertawa dan banyak menangis, sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan.”
2. Hati sulit mengingat Alloh Ta’ala
Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Dan janganlah terlalu banyak tertawa. Sesungguhnya terlalu banyak tertawa dapat mematikan hati.” [22]
3. Tertawa membatalkan sholat.
Jabir bin Abdulloh radhiyallahu ‘anhu berkata : “Apabila seseorang tertawa di dalam sholat maka ia harus mengulangi sholatnya dan tidak mengulangi wudhunya.” [23]
4. Terkadang tertawa merupakan bentuk ejekan kepada orang, lantas bagaimana jika yang diejek adalah ahli ibadah?
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, berkata : “Ketika Rosululloh Shallallahu
‘alaihi wa sallam sholat di dekat Ka’bah ada Abu jahl beserta kawan-
kawannya sedang duduk-duduk di situ. Sehari sebelumnya ada unta korban
disembelih. Abu jahl berkata: ‘Siapakah di antara kalian yang mau
mengambil kotoran unta di Banifulan lalu meletakkannya di atas kedua
pundak Muhammad sewaktu ia sujud? Bangkitlah seorang yang paling jahat
di antara mereka dan segera mengambil kotoran itu. Di saat Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam sujud, ia letakkan kotoran itu di atas
kedua pundak beliau. Lalu mereka pun tertawa terpingkal-pingkal sambil
saling melirik, sedangkan aku berdiri menyaksikan kejadian itu.
Seandainya aku mempunyai kekuatan, niscaya akan aku buang kotoran itu
dari punggung Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rosululloh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap saja bersujud, tidak mengangkat
kepalanya hingga seseorang mengabarkan kepada Fathimah. Kemudian Fatimah
yang saat itu masih gadis kecil datang membuang kotoran dari tubuh
ayah-nya. “ [24]
5. Orang yang suka mengundang tawa biasanya berbohong untuk membuat orang lain tertawa.
Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bersabda : “Celakalah orang yang berbicara padahal ia berbohong, hanya
sekadar untuk membuat orang-orang lain tertawa. Celakalah dia, dan
celakalah dia.” [25]
Hadits ini merupakan peringatan bagi para pelawak dan da’i yang ceramahnya mengundang tawa hadirin.
6. Menertawakan Alloh Ta’ala, ayat-ayat-Nya dan Rosul-Nya akan menyebabkan jatuh kepada perbuatan kufur.
Bacalah surat at-Taubah ayat 65-66, dan bacalah firman-Nya : “Maka tatkala dia datang kepada mereka dengan membawa mukjizat-mukjizat Kami dengan serta merta mereka menertawakannya.” (QS. az-Zukhruf [43]: 47)
7. Menertawakan orang-orang yang mengamalkan Sunnah.
Mereka dihukum Alloh Ta’ala dengan dilupakan dari mengingat Alloh Ta’ala. “Lalu kamu menjadikan mereka buah ejekan, sehingga (kesibukan)
kamu mengejek mereka, menjadikan kamu lupa mengingat Aku, dan adalah
kamu selalu menertawakan mereka.” (QS. al-Mu’minun [231: :110)
8. Orang yang suka menertawakan urusan agama adalah pendusta wahyu dan utusan Alloh Ta’ala.
Baca surat az-Zukhruf [43]: 47, surat an-Nisa’[4]:140, al-An’am [6]:
5 dan 10, at-Taubah [9]: 64 dan 65, ar-Ro’du [13]: 32, al-Hijr [15]:
11, al-Kahfi [18]: 56 dan 106, al-Anbiya’ [21]: 36 dan 41, al-Furqon
[25]:41, ar-Rum [30]: 10, dan surat lainnya.
Waspadalah Dengan Tangisanmu
Suatu ketika orang-orang munafik merasa gembira karena tidak ikut berperang bersama Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan mereka mengacau orang yang hendak berperang, maka Alloh Ta’ala mengingatkan dengan ayat-Nya : “Maka hendaklah mereka sedikit tertawa dan banyak menangis, sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS. at-Taubah [9]: 82)
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu menerangkan ayat ini : “Dunia
ini hanya sebentar, silahkan tertawa wahai orang yang suka tertawa. Jika
anda meninggalkan dunia dan mengahadap Alloh Ta’ala, kalian akan menangis sepanjang masa.”
Imam al-Qurthubi rahimahullah berkata : “Ayat di atas
menunjukkan ancaman bagi orang yang sering tertawa atau menertawakan
orang. Dan bukan berarti kita disuruh menertawakan orang.”[26]
Penyanyi Adalah Penertawa Al-Qur'an
Janganlah kita membenarkan adanya dakwah yang diiringi dengan lagu, nasyid, rebana dan semisalnya.
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu ketika menafsirkan ayat pembahasan kita ini berkata : “Maksud ayat, “Sedang kamu melengahkannya” mereka itu adalah penyanyi ketika mendengar ayat al-Qur’an dan berlagak sombong.
Ibnul Qoyyim al-Jauzi rahimahullah berkata : “Jika ayat ini
dipahami nyanyian maka itu pemahaman yang benar, karena nyanyian
mengakibatkan orang benci mendengarkan al-Qur’an, dan orang yang
menyanyi suka Benda gurau, melupakan al-Qur’an, berpaling dan berlagak
sombong. Ini semua membuat orang lupa ibadah. [27].
Dalam kitabnya Adabul Qodho’, Imam Syafi’i rahimahullah berkata : “Orang yang sering mendengarkan nyanyian tidak boleh menjadi saksi dan kesaksiannya batal.” Lalu beliau rahimahullah membacakan surat an‑ Najm [53] ayat 59-61 dan surat Luqman [31] ayat 6
Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya “Sesungguhnya
Alloh melarang dua suaranya orang yang bodoh: berdendang riang pada
saat mendapat nikmat dan suara tangisan pada saat terkena musibah
(meratapi kematian).” [28]
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, berkata : “Nyanyian adalah awal mula zina.” Makhul berkata : “Nyanyian menumbuhkan kemunafikan dalam hati. [29]
Kapan Penertawa Akan Ditertawakan?
Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebelum menyeru umat agar beribadah kepada Alloh Ta’ala dan tidak menyekutukan dengan lainnya, beliau diberi gelar al-Amin (orang yang dapat dipercaya). Tetapi setelah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyeru manusia agar beribadah kepada Alloh Ta’ala saja, gelar beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam diganti dengan sya’ir majnun (penyair gila)[30] kahin (dukun dan para normal)[31].
Setiap utusan Alloh Ta’ala sebelum Rosululloh Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam digelari dengan sahirun/majnun (tukang sihir atau gila)[32].
Begitu pula pada zaman sekarang ketika dakwah salafus sholih
menyebar di masyarakat, para da’inya dicela, orang berjenggot dan
bercelana di atas mata kaki dicaci dan dihina, padahal mereka
mengamalkan Sunnah Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Alloh Ta’ala mengingatkan kaum muslimin, sebenarnya siapa pelaku pencela Sunnah Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam? “Sesungguhnya orang-orang yang berdosa, adalah mereka yang menertawakan orang-orang yang beriman.” (QS. al-Muthoffifin [83]: 29)
Mereka melirikkan mata ketika bertemu dengan orang yang beriman,
orang beriman dicap orang tersesat. Walaupun demikian kaum muslimin
hendaknya bersabar dan tetap istiqomah di atas yang benar sebagaimana
istiqomahnya para utusan Alloh Ta’ala dan para sahabatnya. Kelak pada hari kiamat orang mukmin akan menertawakan mereka.
Firman-Nya : “Maka pada hari ini, orang-orang yang beriman menertawakan orang-orang kafir.” (QS.al-Muthofifin [83]: 34)
Kapan Kita Boleh Tertawa ?
1. Saat hati gembira atau ada sebab lain yang dibenarkan syar’i.
Tertawa yang diperbolehkan adalah tertawa yang tidak mengeraskan
suara seperti kebiasaan orang jahiliyah, akan tetapi cukup senyum dan
boleh menampakkan gigi seri
“Sesungguhnya aku dilarang meratap. Dilarang dua suara yang
jahat: mengeraskan suara ketika tertawa pada saat mendapatkan nikmat,
bermain-main, senda gurau dan terompet setan, dan dari suara jeritan
menangis pada saat kena musibah, menggaruk wajah, menyobek saku dan
teriakan setan.” [33]
2. Saat memberi sesuatu kepada orang lain
Anas bin Malik berkata radhiyallahu ‘anhu: “Aku pernah
berjalan bersama Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau mengenakan selendang
dari Najran yang pinggirnya kasar. Tiba-tiba seorang badui berpapasan
dengan beliau, lalu menarik selendang beliau dengan kuat. Ketika aku
memandang ke leher Rosululloh, ternyata pinggiran selendang telah
membekas di lehernya karena kuatnya tarikan. Orang itu kemudian berkata :
“Hai Muhammad, berikan aku sebagian dari harta Alloh Ta’ala yang ada
padamu. Rosululloh, berpaling kepadanya, lalu tertawa dan memberikan
suatu pemberian kepadanya.” [34]
3. Saat bergembira ketika mendapatkan nikmat terutama nikmat iman dan Islam
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata : “Ketika Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersama kami, tiba-tiba beliau terlena sesaat, kemudian beliau
mengangkat kepala sambil tersenyum. Kami bertanya : ‘Wahai Rosululloh,
apa yang membuat Anda tertawa?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : ‘Baru saja satu surat diturunkan kepadaku, yaitu surat al-Kautsar.” (Shohih Muslim 607)
4. Senyum bila menjumpai saudara yang beriman.
Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu berkata : “Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jangan meremehkan kebaikan, walaupun hanya sedikit semisal berwajah ceria (senyum) ketika bertemu dengan teman.” [35]
Senyum seperti ini sungguh sangat baik, karena menunjukkan lapang
dada. Tetapi harus benar dalam penempatannya. Di antara senyuman yang
dianjurkan adalah senyumnya istri kepada suami, orang tua kepada anaknya
atau sebaliknya, tuan rumah kepada tamunya, dan kepada manusia secara
umum walaupun kepada orang yang hati kita kurang senang kepadanya.
Do'a Menghilangkan Dosa Tertawa
Terkadang manusia lalai atau lupa sehingga salah dalam berbicara
bahkan kadang tanpa disadari telah menyakitkan hati orang lain.
Sebaiknya orang yang suka tertawa atau bergurau segera istighfar dan
banyak berdo’a.
Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu berkata : “Saya mendengar Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a :
“Ya Alloh, ampunilah dosaku, kebodohanku, keborosanku dalam urusanku,
dan apa-apa yang Engkau lebih mengetahuinya daripada diriku. Ya Alloh
ampunilah diriku, kesalahanku, kesengajaanku, kebodohanku, senda
gurauku dan semuanya yang ada padaku. Ya Alloh, ampunilah diriku dari
dosa yang aku lakukan, apa yang aku sembunyikan, apa yang aku tampakkan.
Engkau yang memajukan, Engkau yang mengundurkan, dan Engkau berkuasa
atas segala sesuatu.” [36]
Akhirnya semoga semua amal kita senantiasa sesuai dengan Sunnah Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tangisan dan tawa yang diridhoi oleh Alloh Ta’ala.
Sumber: Majalah Al-Furqon, edisi: 12 thn ke 9 Rojab 1431.H, Juni/Juli 2010.M
Artikel: ibnuabbaskendari.wordpress.com
Catatan Kaki:
[3] Shohih Muslim 1532
[4] HR. Bukhori 2/106
[5] HR. Muslim 3/39
[6] HR. Bukhori 2/101
[7] HR. Ahmad. Dishohihkan Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Silsilah Shohihah 5/665
[8] HR. Tirmidzi dishohihkan oleh al-Albani rahimahullah dalam al-Misykah 3828
[9] ar-Riqqotu wal-Buka’ 1/83
[10] Dikeluarkan oleh Imam Lima Ibnu Majah dan dishohihkan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Shohih at-Targhib 3/162
[11] ar-Riqqotu wal-Buka’ 1/81
[12] HR. Bukhori 1/168
[13] Shohih Muslim 5292
[14] HR. Muslim 3089
[15] Shohih Muslim 4390
[16] Shohih Muslim No.3089
[17] ar-Riqqotu wal-Buka’ 1/183
[18] ar-Riqqotu wal-Buka’ 1/153
[19] Ar-Riqqotu wal-Buka’ 1/111
[20] Shohih Bukhori 8/217
[21] Shohih Muslim 4351
[22] HR. Tirmidzi 2/50. Dishohihkan Syaikh al-Albani, Silsilah Shohihah 3/4
[23] Diriwayatkan oleh Said bin Manshur dan ad-Daruquthni
[24] Shohih Muslim 3349
[25] Hadits hasan riwayat Abu Dawud 4/454, Baca Shohihul jami’ 7136
[26] Tafsir al-Qurthubi 8/217
[27] Badaai’ut Tafsir oleh Ibnul Qoyyim al-Jauzi rahimahullah 4/312
[28] HR. Tirmidzi 1005
[29] Rowaiut Tafsir oleh Ibnu Rajjab 2/320
[30] Baca surat al-Shofat [37] : 36,
[31] Baca surat ath-Thur [52] : 29
[32] Baca surat al-Dzariyat [51] : 52
[33] HR. Tirmidzi 4/226
[34] Shohih Muslim 1749
[35] HR. Muslim 8/37
[36] Shohih Bukhori 5/2350
0 komentar:
Posting Komentar