Menundukkan Pandangan
Ibnu ‘Athiyyah rahimahullah berkata :
“Pandangan adalah pintu yang paling besar menuju hati, paling banyaknya jalan indra adalah dari pandangan. Dan senang memandang adalah sebab sering terjatuh dari kedudukannya, sehingga wajib meninggalkannya.” (al Muhararul wajis fi Tafsiril Kitabil ‘Aziz karya Ibnu ‘Athiyyah (11/294).
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata :
“Sesungguhnya pandangan itu melahirkan kecintaan, maka dimulai dari keterkaitan hati dengan yang dipandang. Kemudian menjadi kuat sehingga akhirnya menjadi cinta, yang menyebabkan hati senantiasa mengingatnya dan tidak mau melepaskan. Kemudian menjadi kuat sehingga sangat cinta, cinta yang berlebih-lebihan kemudian menguat dan menjadi mabuk cinta, yaitu cinta dari lubuk hati yang paling dalam. Kemudian bertambah kuat dan akhirnya menjadi budak, yaitu hamba sahaya sehingga hati menjadi budaknya orang yang tidak pantas menjadi tuannya dan ini semua adalah kejahatan pandangan. Dan ketika itu hati menjadi tawanan setelah sebelumnya sebagai raja, dan menjadi terpenjara setelah sebelumnya bebas dari pandangan, dan dia mengeluhkan pandangannya, sedangkan pandangan mengatakan, “Saya adalah penuntunmu dan utusanmu, engkau telah mengutusku.” Maka diuji dengan kebutaan, sehingga tidaklah melihat kebenaran sebagai kebenaran, tidak pula bisa melihat kebathilan sebagai kebathilan, dan ini adalah perkara yang dirasakan oleh jiwa masing-masing orang. Karena hati seperti cermin dan nafsu seperti kotoran. Cermin akan menggambarkan hakikat gambar sebagaimana mestinya, tetapi apabila cermin itu kotor maka tidak akan menggambarkan sebagaimana mestinya.” (Ighatsatul Lahafan (1/47-48)
Baiknya Celaan dan Buruknya Pujian
Imam Ibnu Hazm Rahimahullah berkata:
“Sebuah cara yang paling manjur untuk mendapatkan ketenangan adalah mengabaikan omongan orang dan memperhatikan ucapan Sang Pencipta Alam. Barangsiapa yang menyangka bahwa dirinya bisa selamat dari celaan manusia, maka dia telah gila.
Seorang yang mencermati secara seksama -sekalipun ini pahit rasanya- niscaya akan mengetahui bahwa celaan manusia kepadanya justru lebih baik daripada pujian mereka, sebab pujian kalau memang benar (sesuai kenyataan) maka bisa menyeretnya kepada lupa daratan dan dapat menimbulkan penyakit ‘ujub (bangga diri) yang akan merusak keutamaannya. Namun apabila pujian itu tidak benar dan dia bergembira dengannya, maka artinya dia gembira dengan kedustaan. Sungguh ini kekurangan yang sangat.
Adapun celaan manusia, kalau memang benar (sesuai kenyataan) maka hal itu dapat mengeremnya dari perbutan yang tercela, dan ini sangat bagus sekali, semua pasti menginginkannya kecuali orang yang kurang akalnya. Namun apabila celaan itu tidak benar dan dia bersabar, berarti dia akan mendapatkan keutamaan sabar dan akan mengambil pahala kebajikan dari orang yang mencelanya, sehingga dia akan menuai pahala kelak di hari kiamat hanya dengan perbuatan yang tidak memberatkan (yaitu bersabar). Sungguh ini adalah kesempatan berharga, semua pasti menginginkannya kecuali orang yang gila."
(Mudawah Nufus, hal. 80-81, dari abiubaidah.com)
Di antara tanda kebodohan adalah senang dengan pujian dan menjadikan pujian untuk kepuasan diri,di antara tanda kecerdasan adalah ikhlas menerima celaan dan menjadikan celaan sebagai bahan renungan untuk perbaikan diri.
Sholat Sebagai Tolak Ukurnya
Dari Ibnu Anas, dari Abul 'Aliyah Ar-Riyahi rahimahullah, ia berkata:
"Aku bepergian mencari seorang guru selama berhari-hari. Urusan yang pertama kali aku perhatikan darinya adalah masalah sholat. Jika kudapati dia menegakkan dan menyempurnakan sholatnya, aku singgah dan mendengarkan ilmu darinya. Namun jika kudapati ia menyianyiakan sholatnya, aku akan kembali pulang dan tidak mendengarkan ilmu darinya. Dan kukatakan, 'Untuk selain sholat, dia pasti lebih melalaikannya'" (Shiffatus Shofwah, III/212).
Ilmu Untuk di Amalkan
Abu Abdillah ar-Rudzabari rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang berangkat menimba ilmu sementara yang dia inginkan semata-mata ilmu, maka ilmunya tidak akan bermanfaat baginya. Dan barangsiapa yang berangkat menimba ilmu dalam rangka mengamalkan ilmu, niscaya ilmu yang sedikit pun akan bermanfaat baginya.” (Al-Muntakhab min Kitab az-Zuhd wa ar-Raqaa’iq, hal. 71)
Doa dan istighfar dari para Malaikat
Ibnu Baththol berkata, "Barangsiapa yang ingin dosanya diampuni tanpa capek hendaknya mempergunakan kesempatan berada di tempat duduk sholatnya selesai sholat untuk mendapatkan banyak doa dan istighfar dari para Malaikat. Dalam kondisi seperti sangat besar peluang doa mereka dikabulkan."(Tuhfatul Ahwadzi (2/245))
وَالْمَلَائِكَةُ يُصَلُّونَ عَلَى أَحَدِكُمْ مَا دَامَ فِي مَجْلِسِهِ الَّذِي صَلَّى فِيهِ يَقُولُونَ
اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ اللَّهُمَّ تُبْ عَلَيْهِ مَا لَمْ يُؤْذِ فِيهِ مَا لَمْ يُحْدِثْ فِيهِ
Dan para Malaikat bersholawat (mendoakan) seseorang yang masih berada di tempat sholatnya. Malaikat itu berdoa:
“Ya Allah rahmatilah ia, Ya Allah ampunilah ia, Ya Allah terimalah taubatnya”.
Selama seseorang itu tidak mengganggu orang lain dan selama belum berhadats." (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Jangan Pelit Memberi Nasihat
Betapa banyak kata-kata (nasehat) telah menghidupkan kembali harapan dan membuka kesadaran. Maka janganlah engkau pelit untuk melakukannya, karena kata-kata (nasehat) yang baik adalah sedekah.
@Dr_almosleh (Dr. Khalid Al Mushlih, dosen fiqh pada Universitas Al Qashim, Saudi Arabia)
Saat Engkau Bertawadhu'
“Tidaklah shadaqah itu mengurangi banyaknya harta. Tidaklah Allah itu menambahkan pada diri seseorang sifat pemaaf, melainkan ia akan bertambah pula kemuliaannya. Juga tidaklah seorang itu merendahkan diri karena Allah, melainkan ia akan diangkat pula derajatnya oleh Allah ‘azza wajalla.” (HR. Muslim)
Tawadhu’ adalah lawan dari sombong, mengangkat-angkat diri sendiri. Seorang disebut Tawadhu’ apabila dia tidak mengangkat dirinya di atas orang lain karena ilmu, nasab keturunan, harta, kedudukan, atau kepemimpinan yang dia miliki.
Tawadhu’, bersikap rendah hati adalah sifat yang diperintahkan di dalam Islam
Al Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah ketika ditanya tentang makna tawadhu’ beliau menjawab, “Merendahkan diri terhadap kebenaran, tunduk kepadanya, dan menerimanya dari orang yang menyampaikannya.”
“Tawadhu’ adalah engkau tidak melihat bahwa dirimu ini memiliki harga. Barangsiapa yang melihat bahwa dirinya memiliki harga maka dia tidaklah memiliki sifat tawadhu’.”
Al Junaid bin Muhammad rahimahullah berkata, “Tawadhu’ adalah merendahkan diri, bersikap lembut dan ramah.”
Abu Yazid Al Busthami rahimahullah mengatakan, “Tawadhu’ adalah seseorang tidak memandang bahwa dirinya memiliki kedudukan dan tidak melihat bahwa ada orang lain yang lebih jelek daripada dirinya.”
Ibnu Atha’ rahimahullah berkata, “Tawadhu’ adalah menerima kebenaran dari siapapun. Kemuliaan itu ada di dalam tawadhu’, barangsiapa yang mencari kemuliaan di dalam kesombongan maka seolah-olah dia mencari air di dalam api.”
Ibrahim bin Syaiban rahimahullah berkata, “Kemuliaan itu ada di dalam tawadhu’, kehormatan itu ada di dalam ketaqwaan, dan kebebasan itu ada di dalam qana’ah (sikap menerima).”
Setiap Anak Terlahir Dalam Keadaan Fithrah (bertauhid)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
كُلُّ مَوْ لُودٍ يُولَدُ عَلَى الفِطْرَة فَأبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
“Setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan diatas fithrah (bertauhid). Maka, kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi” (HR.Bukhori, no.1384 dan Muslim, no.2658, Hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Pengertian fithrah adalah tauhid, Seperti diungkapkan Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan hafizhahullah, bahwa penetapan kerububiyahan Allah adalah bersifat fithrah. Pendidikan yang salah akan menyebabkan perubahan arah pada anak. (Aqidah At-Tauhid, hal:28).
Keutamaan Menjenguk Saudara Muslim Yang Sakit
"Tidaklah seseorang menjenguk orang sakit pada sore (malam) hari kecuali 70 ribu Malaikat keluar beristighfar untuknya sampai pagi hari dan ia berada di taman surga.
Barangsiapa yang menjenguknya di waktu pagi 70 ribu Malaikat akan keluar beristighfar untuknya sampai sore (malam) hari dan ia berada di taman surga."
(HR. Abu Dawud, At Tirmidzi)
Agar Selamat Dari Pengaruh Orang Banyak
Dikisahkan bahwa Ahmad bin Hanbal rahimahullah mengunjungi Hatim al-Asham, lalu ia menyambutnya. Dia pun bertanya kepadanya, “Bagaimana caranya agar selamat dari pengaruh orang banyak?” Dia menjawab, “Berikan sebagian hartamu kepada mereka, tetapi jangan sekali-kali kamu mengambil harta mereka. Penuhilah hak mereka, tetapi jangan sekali-kali menuntut hakmu kepada seorangpun. Bersabarlah menahan gangguan mereka dan jangan sekali-kali membebankan kesusahanmu terhadap mereka. Mudah-mudahan kamu selamat!” [As-Siyar 11/487]
Belajar Ikhlas Dari Para Salaf
Dari Abu Ja’far al-Hadzdza diriwayatkan bahwa ia menceritakan, “Aku pernah mendengar Ibnu Uyainah berkata, ‘Apabila amalan hati bersesuaian dengan amalan zahir, itulah keadilan. Apabila amalan hati lebih baik dari amalan zahir, itulah keutamaan. Dan apabila perbuatan zahir lebih bagus dari amalan hati, itulah kepuasan.’” (Shiatsu Shafwan4/141,142)
Dari Abdullah bin Mubarak diriwayatkan bahwa ia menceritakan, Hamdan bin Ahmad pernah ditanya, “Mengapa ucapan ulama Salaf lebih berguna dari ucapan kita?” Beliau menjawab, “Karena mereka berbicara untuk kemuliaan Islam, keselamatan jiwa dan keridhaan ar-Rahman. Sedangkan kita berbicara untuk kemuliaan diri, mencari dunia dan keridhaan manusia.” (Shifatush Shafwah2/234)
Diriwayatkan bahwa tukang cerita yang tinggal dekat dengan Muhammad bin Wasit berkata, “Kenapa kulihat hati manusia itu tidak khusyu, tidak berlinang air matanya dan kulitnya tidak bisa merinding (mendengar ceritanya)?” Muhammad bin Wasi menjawab, “Wahai Fulan, karena kulihat orang-orang itu hanya mendapat cerita (kosong) darimu. Apabila kata-kata itu berhulu dari hati, niscaya ia akan sampai ke hati.” (Syiar A’lam an-Nubala‘ 6/122)
Aun bin Marah berkata, Aku pernah mendengar Hisyam ad-Dustuwai menyatakan, “Demi Allah, aku tak berani menyatakan sama sekali bahwa suatu hari aku pernah pergi mencari hadits karena Allah semata.”
Menurut hemat saya (adz-Dzahabi), demi Allah demikian juga halnya dengan saya. Dahulu generasi as-salaf menuntut ilmu karena Allah, maka mereka pun jadi terhormat dan menjadi para imam panutan. Kemudian datang kaum lain yang menuntut ilmu yang pada mulanya bukan karena Allah dan berhasil memperolehnya. Namun kembali ke jalan yang lurus dan mengintropeksi dirinya sendiri dan akhirnya ilmu itu sendiri yang mendorong dirinya menuju keikhlasan di tengah jalan.
Sebagaimana dikatakan oleh al-Mujahid dan lainnya, “Dahulu kami menuntut ilmu tanpa niat yang tinggi. Namun kemudian Allah menganugerahi niat sesudah itu.” Sebagian ulama menyatakan, “Kami hendak menuntut ilmu untuk selain Allah, namun ternyata ia (menuntut ilmu -ed) hanya bisa dilakukan karena Allah.“
Sumber: Belajar Etika dari Generasi Salaf, Abdul Aziz bin Nashir al-Jalil dan Bahauddin bin Fatih Uqail, Darul Haq, Cetakan 1 2005 Artikel muslimah.or.id
Indahnya Qana'ah
“Sifat qana’ah (merasa cukup) adalah kebahagiaan, tak bisa dirasakan oleh orang-orang yang serakah.
Allah berfirman, “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.”(an Nahl: 97).
Hasan al Bashri rahimahullah mengatakan bahwa kehidupan yang baik adalah sifat qana’ah.”
—
@s_almajed - Syaikh Sulaiman Al Majid, anggota Majelis Syura Saudi Arabia, pengasuh berbagai majelis ilmu di Kota Riyadh, website beliau www.salmajed.com
“Seseorang datang kepada Hasan al Bashri (Hasan al Bashri adalah seorang tabi’in, rahimahullah)
Orang tersebut bertanya kepada beliau, Apa rahasianya hingga anda sangat zuhud di dunia ini? Beliaupun menjawab, Karena 4 hal yaitu :
- Aku tahu bahwa rejeki-ku tidak akan diambil orang lain, maka hatiku tentram.
- Aku tahu bahwa amalku tidak akan dikerjakan oleh orang lain, maka aku selalu sibuk mengerjakannya sendiri.
- Aku tahu bahwasanya Allah selalu melihatku, maka aku malu jika Dia melihatku dalam kema’siatan &
- Aku tahu bahwa kematian menantiku, maka aku persiapkan bekal untuk bertemu dengan Rabb ku”
Antara Membicarakan manusia dan Mengingat Allah
Ibnu 'Aun Rahimahullah berkata, "Membicarakan manusia adalah penyakit, dan mengingat Allah adalah obat." (Hisyam bin Ismail Ash Shoyani,Manhaj Ahlus Sunnah Wal Jama'ah fi an naqd wal hukmi alal akhorin,hal,73)
Carilah Hatimu
Nasehat Ibnul Qayyim al-Jauziyyah:
Carilah Hatimu Di Tiga Tempat :
اُطْلُبْ قَلْبَكَ فِيْ ثَلاَثِ مَوَاطِنَ:
عِنْدَ سَمَاعِ اْلقُرْآنِ، وَفِيْ مَجَالِسِ الذِّكْرِ، وَفِيْ أَوْقَاتِ اْلخُلْوَةِ
فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فِيْ هَذِهِ اْلمَوَاطِنَ
فَسَلِ اللهَ أَنْ يَمُنَّ عَلَيْكَ بِقَلْبٍ، فَإِنَّهُ لاَ قَلْبَ لَكَ
1. Pada saat mendengarkan Al-Qur’an
2. Di majelis dzikir (ba’da shalat, menuntut ilmu syar’i dan lain-lain)
3. Ketika sedang menyendiri
Jika kamu tidak mendapatkannya di tiga tempat itu, maka memohonlah kepada Allah agar memberimu hati, karena sesungguhnya kamu tidak mempunyai hati.
via UstadzAris.com
Bagaimana Memandang Kritikan?
Orang yang berakal tidak akan merasa lemah dengan banyaknya kritikan yang ditujukan kepadanya. Dia menyadari bahwa kritikan akan datang sesuai dengan kedudukan dirinya, dia jadikan kritikan itu untuk meningkatkan kemampuannya dan menguatkan jiwanya sehingga bertambahlah ketinggian dan kemuliaannya
@ibrahim_aldwish - Dosen sunnah nabawiyyah di Universitas Qashim, Kepala Pusat Studi Kemasyarakatan. Twit Ulama
Salah Satu Cara Meraih Keikhlasan
Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu berkata: "Jika kalian berpuasa maka berminyaklah (minyakilah bibir-bibir kalian agar tidak terlihat berpuasa sehingga keikhlasan tetap terjaga). [Shifatush Shafwah I/46]
Harta Hanyalah Titipan Ilahi
Yang harus engkau ingat dalam benakmu ... Hartamu hanyalah titipan ilahi.
Allah Ta’ala berfirman,
آَمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَأَنْفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُسْتَخْلَفِينَ فِيهِ فَالَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَأَنْفَقُوا لَهُمْ أَجْرٌ كَبِيرٌ
“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.” (QS. Al Hadiid: 7)
Faedah dari ayat di atas:
Pertama: Perintah untuk beriman pada Allah dan Rasul-Nya.
Kedua: Dorongan untuk berinfak.
Ketiga: Pahala yang besar di balik, iman dan infak.
Keempat: Al Qurthubi rahimahullah menjelaskan, “Ayat ini merupakan dalil bahwa pada hakekatnya harta tersebut milik Allah. Hamba tidaklah memiliki apa-apa melainkan apa yang Allah ridhoi. Siapa saja yang menginfakkan hartanya pada jalan Allah sebagaimana halnya seseorang yang mengeluarkan harta orang lain dengan seizinnya, maka ia akan mendapatkan pahala yang melimpah dan amat banyak.”
Al Qurtubhi sekali lagi mengatakan, “Hal ini menunjukkan bahwa harta kalian bukanlah miliki kalian pada hakikatnya. Kalian hanyalah bertindak sebagai wakil atau pengganti dari pemilik harta tersebut yang sebenarnya. Oleh karena itu, manfaatkanlah kesempatan yang ada dengan sebaik-baiknya untuk memanfaatkan harta tersebut di jalan yang benar sebelum harta tersebut hilang dan berpindah pada orang-orang setelah kalian. ”
Lantas Al Qurtubhi menutup penjelasan ayat tersebut, “Adapun orang-orang yang beriman dan beramal sholih di antara kalian, lalu mereka menginfakkan harta mereka di jalan Allah, bagi mereka balasan yang besar yaitu SURGA.” (Tafsir Al Qurthubi, 17/238)
Intinya maksud Al Qurthubi, harta hanyalah titipan ilahi. Semua harta Allah izinkan untuk kita manfaatkan di jalan-Nya dalam hal kebaikan dan bukan dalam kejelekan. Jika harta ini pun Allah ambil, maka itu memang milik-Nya. Tidak boleh ada yang protes, tidak boleh ada yang mengeluh, tidak boleh ada yang merasa tidak suka karena manusia memang orang yang fakir yang tidak memiliki harta apa-apa pada hakikatnya. Renungkanlah hal ini ... !
(http://rumaysho.com/belajar-islam/manajemen-qolbu/3034-harta-hanyalah-titipan-ilahi.html)
Tentang Hati
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Hati adalah ibarat raja bagi anggota tubuh. Anggota tubuh akan melaksanakan apa yang diperintahkan oleh hati dan akan menerima semua arahan-arahan hati. Anggota tubuh tidaklah akan melaksanakan sesuatu kecuali yang berasal dari tujuan dan keinginan hati. Jadi, hati tersebut merupakan penanggung jawab mutlak terhadap anggota tubuh karena seorang pemimpin akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Jika demikian adanya, maka upaya memberi perhatian yang besar terhadap hal-hal yang menyehatkan hati dan meluruskannya merupakan upaya yang terpenting, dan memperhatikan penyakit-penyakit hati serta berusaha untuk mengobatinya merupakan ibadah yang paling besar.” (Ighatsah al-Lahfan halaman 5).
Lihatlah Siapa Temanmu
"Bergaul dengan orang saleh merupakan keutamaan, sedangkan mengikuti jejak langkah mereka adalah suatu kewajiban." (Khalifah Ustman bin Affan radhiallahu 'anhu).
Seseorang bertanya: “Kepada siapa kami harus bergaul, wahai Syaikh?”
Sufyan Ats Tsauri rahimahullah menjawab: “Dengan orang-orang yang senantiasa mengingatkanmu untuk berdzikir kepada Allah, dengan orang-orang yang membuatmu gemar beramal untuk akhirat.
Dan, dengan orang-orang yang akan menambah ilmumu ketika kamu berbicara kepadanya.”
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “Dan ketahuilah bahwasanya Allah apabila menghendaki kebaikan pada seseorang, maka dia akan dibuat mengetahui aibnya. Barangsiapa yang mempunyai mata hati yang tajam, maka tidak akan tersembunyi baginya aib-aib dirinya, dan apabila dia telah mengenali aib-aibnya, maka memungkinkan baginya untuk mengobatinya penyakit-penyakit tersebut. Sayangnya, kebanyakan manusia tidak mengenal aib-aib dirinya sendiri. Mereka bisa melihat kotoran yang ada di mata saudaranya, tetapi tidak bisa melihat anak sapi yang ada di matanya sendiri.”
Semoga Allah memberi kelembutan pada hati kita, sehingga kita senantiasa di beri hati yang mudah untuk memperbaiki dari menuju hati yang bersih...Aamiin.
Tiga doa yang tidak tertolak.
Doanya orang yang berpuasa ketika berbuka, doanya pemimpin yang adil dan doanya orang yang terzhalimi” (HR. Tirmidzi)
Minta Maaf, Bagian Dari Taubat
Semata taubat dapat hindarkan diri dari hak Allah dalam siksa-Nya, namun tak dapat hindari hak mereka yang terzhalimi. (Harus dengan meminta maaf atau dengan memenuhi hak orang yang terzhalimi -pent)
Ibnu Taimiyyah via @almonajjid -Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid, pengasuh web IslamQA (via Twit Ulama)
Meluruskan Niat Hanya untuk Allah Ta'aala
“Dahulu para salaf senantiasa memulai tulisan mereka dengan hadits “Innamal a’malu binniyaat” (Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya), untuk mengingatkan dirinya agar senantiasa memelihara keikhlasan dan untuk mengingatkan murid-muridnya agar senantiasa memperbaiki niatnya. Oleh karenanya Allah memberikan berkah pada tulisan-tulisan mereka.”
—
@Ahmad_Alkous - Dr. Ahmad Al Kous, Khatib di Masjid Al ‘Ajeery, Cordoba. Konsultan Bidang Kerumahtanggaan di Kantor Urusan Agama Kuwait, kolumnis di Harian Al Wathan Kuwait.
Subhaanallaah... Begitu Rendah Hatinya Mereka.
Yunus berkata, “Aku pernah mendengar Muhammad bin Wasi’ berkata, “Andaikan dosa itu mempunyai bau, niscaya kalian tidak sanggup dekat denganku karena busuknya bauku.”
[Hilyatul 'Aulia 2/349]
Apabila Bakar bin Abdullah al-Muzani melihat orang yang lebih tua, ia berkata, “Ia lebih baik daripada aku, Ia telah beribadah kepada Allah sebelum aku.” Dan apabila ia melihat orang yang lebih muda, ia berkata, “Ia lebih baik daripada aku. Aku telah berbuat dosa lebih banyak daripada dia. [Hilyatul 'Aulia 2/226]
Khalaf bin Tamim berkata, “Aku pernah melihat Sufyan di Makkah sedang dikerumuni oleh para ahli Hadits. ia berkata, “Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un. Aku khawatir Allah akan menyia-nyiakan umat ini karena orang sepertiku masih dibutuhkan.” [Hilyatul 'Aulia 7/64]
Sa’id bin Amir berkata, “Aku mendengar informasi bahwa Yunus bin Ubaid berkata, “Sungguh, aku pernah menghitung seratus pekerti dari sekian banyak pekerti kebajikan, namun tidak ada satupun ada pada diriku.” [Hilyatul 'Aulia 3/18]
Yahya bin Ma’in berkata, “Aku tidak pernah melihat orang seperti Ahmad bin Hambal. Kami berteman dengan selama 50 tahun dan ia sama sekali tidak pernah membanggakan sesuatu pun pada kami dari keshalihan dan kebaikan yang ada pada dirinya.” [Hilyatul 'Aulia 9/181]
Di ambil dari page Kisah Teladan & Sejarah Islam
Yang Sebenarnya Menjadi Tahanan dan Tawanan
Tahanan adalah orang yang hatinya tertahan dari mengabdi kepada Rabb-Nya, sedangkan tawanan adalah orang yang ditawan oleh hawa nafsunya.. (Muqaddimah kitab Haqiqat ASh-Shiyam , [Ibnu Taimiyyah] — diucapkan beliau dari balik penjara.)
Indahnya Musibah
Ibnu Qoyyim rahimahullah berkata, “Seandainya manusia mengetahui bahwa nikmat Allah yang ada dalam musibah itu tidak lain seperti halnya nikmat Allah yang ada dalam kesenangan, niscaya hati dan lisannya akan selalu sibuk untuk mensyukurinya.” (Syifaa`ul ‘Aliil: 525)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ”Tidaklah keletihan, kepayahan, kesedihan, gundah gulana, dan bahaya yang menimpa seorang mukmin hinggga duri yang menusuknya, kecuali Allah akan mengampuni kesalahan-kesalahannya dengan semua itu.” (HR. Bukhori: 5318)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh menakjubkan perkara kaum mukmin, sesungguhnya semua perkaranya adalah kebaikan, dan itu tidak akan terjadi kecuali bagi orang beriman. Jika ia dianugrahi nikmat ia bersyukur dan itu baik baginya , jika ia tertimpa musibah ia bersabar maka itu baik baginya.” (HR. Muslim: 2999)
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Alloh mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. al-Baqarah: 216)
Sibukkan Dengan Melihat Dirimu
Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata, “Hendaknya kamu disibukkan dengan memperbaiki dirimu, janganlah kamu sibuk membicarakan orang lain. Barangsiapa yang senantiasa disibukkan dengan membicarakan orang lain maka sungguh dia telah terpedaya.” (Ar-Risalah al-Mughniyah fi as-Sukut wa Luzum al-Buyut, hal. 38)
Diantara faedah memperbanyak membaca Istighfar :
- Menghapuskan dosa dan kesalahan serta mengangkat derajat
- Mendatangkan rezeki yang banyak
- Menambah kekuatan
- Membuat hati menjadi bersih
- Membuat Allah cinta kepada kita
Ingin Masuk Surga? Mengaku Beriman? Bersiaplah dengan Cobaan
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. (QS. Al Baqarah: 214)
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (QS. Al Ankabut: 2-3)
Permudahlah...
“Jadilah orang yang mudah dan cepat dalam bermuamalah dengan tetangga dan kawan-kawanmu, dan bersegeralah berbuat baik untuk mereka, dan maafkan kesalahan-kesalahan kecil mereka, niscaya engkau ‘kan menguasai hati mereka dan hatimu pun akan penuh dengan kebahagiaan dan keridhaan.”
—
@aboomar1970 - Syaikh ‘Awwad Furaijan, Imam dan khatib di Kuwait, penceramah masalah pendidikan Islam
Perkataan salaf bagaikan cahaya yang menerangi
Imam Syafi’I pernah berkata,
“Pangkal ilmu adalah tatsabbut (meminta penjelasan) dan buahnya adalah keselamatan, pangkal sikap wara’ adalah qana’ah dan buahnya adalah ketenangan.”
—
@aboomar1970 - Syaikh ‘Awwad Furaijan, Imam dan khatib di Kuwait, penceramah masalah pendidikan Islam
Menyuburkan hati
Ibnu al-Qayyim rahimahullah mengatakan: “Kemarau yang melanda hati adalah kelalaian. Kelalaian itulah hakikat kekeringan dan kemarau yang menimpanya. Selama seorang hamba tetap mengingat Allah dan mengabdikan diri kepadaNya, niscaya hujan rahmat akan turun kepadanya sebagaimana layaknya air hujan yang terus menerus turun. Namun, apabila ia lalai maka ia akan mengalami masa kering yang berbanding lurus dengan sedikit banyaknya kelalaian yang terjadi padanya. Dan apabila ternyata kelalaian telah berhasil menjajah dan menguasai dirinya maka jadilah ‘buminya’ itu hancur dan binasa…”
Ibnu Qoyyim juga berkata, “Inti penyakit hati itu adalah syubhat dan nafsu syahwat. Sedangkan al-Qur’an adalah penawar bagi kedua penyakit itu, karena di dalamnya terdapat penjelasan-penjelasan dan argumentasi-argumentasi yang akurat, yang membedakan antara yang haq dengan yang batil, sehingga penyakit syubhat hilang. Penyembuhan al-Qur’an terhadap penyakit nafsu syahwat, karena di dalam al-Qur’an terdapat hikmah, nasihat yang baik, mengajak zuhud di dunia dan lebih mengutamakan kehidupan akhirat.”
Orang yang ingin memperbaiki hatinya hendaknya mengetahui bahwa berobat dengan al-Qur’an itu tidak cukup hanya dengan membaca al-Qur’an saja, tetapi harus memahami, mengambil pelajaran dan mematuhi hukum-hukum yang terkandung di dalamnya.
Ya Allah, jadikanlah al-Qur’an itu sebagai pelipur lara, penawar hati dan penghilang kegundahan dan kegelisahan kami. Aamiin.
(Diambil dari “Shalahul Qulub”, Syaikh Dr. Khalid bin Abdullah al-Mushlih –semoga Allah menjaganya-)
Bahaya Hasad
Jauhilah sifat hasad, karena hasad itu memakan (pahala) kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar (HR Abu Dawud)
Introspeksi Diri
Abu Darda radhiyallahu ‘anhu berkata: “Tidaklah seseorang dikatakan faqih sehingga dia membenci manusia karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, kemudian dia menilai dirinya sendiri sehingga dia akan sangat benci terhadap dirinya.” [Az-Zuhd (no.134), Ighatsatul Lahfan (1/168)]
Muhasabatun-nafs atau introspeksi diri, merupakan perkara yang sangat penting. Jiwa manusia tidak akan baik kecuali jika ia mau mengintrospeksi dirinya sendiri. Barangsiapa yang mengintrospeksi dirinya pada hari ini, Insyaa Allah akan selamat pada hari esoknya.
Muhasabatun-nafs dilakukan dengan cara bertanya kepada diri sendiri, merenungi, berkaca terhadap aib dan kekurangan. Di antara kunci keberhasilan muhasabatun-nafs adalah kejujuran dan mau mengakui kesalahan/kekurangan yang ada pada diri sendiri. Yang diharapkan dari muhasabatun-nafs adalah perubahan yang nyata, itulah tujuannya. Dari jelek menuju baik, maksiat menuju taat, lalai menjadi ingat, ujub dan sombong menuju tawadhu.
Bagaimana memulai introspeksi diri?
Al-Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah rahimahullah berkata: “Hendaknya mulai dari perkara-perkara yang wajib, apabila menjumpai kekurangan maka berusahalah untuk menutupnya. Kemudian perkara-perkara yang dilarang, jika sadar bahwa dirinya pernah mengerjakan yang haram maka tambahlah dengan taubat, istighfar dan perbuatan baik yang bisa menghapus dosa. Kemudian introspeksi diri terhadap perkara yang melalaikan dari tujuan hidup ini. Jika selama ini banyak lalai, maka hilangkanlah kelalaian tersebut dengan banyak berdzikir menghadap Allah Azza wa Jalla. Kemudian introspeksi diri terhadap anggota badan, ucapan yang keluar dari lisan, langkah kaki yang diayunkan, pandangan mata yang dilihat, telinga dalam hal yang didengarkan. Tanyakanlah dalam diri, apa yang saya inginkan dengan ini, untuk siapa saya kerjakan dan bagaimana saya mengerjakannya.” [Ighatsatul Lahfan (1/165)]
TIGA JALAN MASUK BAGI SETAN
فائدة كل ذي لب يعلم أنه لا طريق للشيطان عليه إلا من ثلاث
جهات أحدها التزيد والإسراف فيزيد على قدر الحاجة فتصير فضلة وهي حظ الشيطان ومدخله إلى القلب وطريق الاحتراز من إعطاء النفس تمام مطلوبها من غذاء أو نوم أو لذة أو راحة فمتى أغلقت هذا الباب حصل الأمان من دخول العدو منه الثانية الغفلة فإن الذاكر في حصن الذكر فمتى غفل فتح باب الحصن فولجه العدو فيعسر عليه أو يصعب إخراجه الثالثة تكلف مالا يعنيه من جميع الأشياء
Setiap orang yang berakal pasti mengetahui bahwa hanya ada tiga jalan masuk bagi setan:
- Pertama: Menambah-nambahi dan berlebih-lebihan. Dengan ini, seseorang menambah-nambahi sesuatu di luar batas kebutuhannya, sehingga ada sisa kelebihan, dan itulah jatah setan dan jalan masuk setan menuju hatinya, serta celah untuk menghindarkan jiwa dari puncak keinginannya [sehingga selalu menjadi tidak puas], baik dalam makanan, tidur, berbagai kelezatan, atau waktu istirahat. Ketika anda mengunci seluruh pintu ini, terwujudlah keamanan dari masuknya musuh.
- Kedua: Bersikap lalai. Sesungguhnya orang yang senantiasa berzikir, selalu berada dalam benteng zikir. Ketika dia lalai, pintu benteng itu pun terbuka, kemudian musuh menembus masuk dan merusak benteng itu. Akhirnya dia kerepotan dan kesulitan untuk mengeluarkannya.
- Ketiga: Memberat-beratkan diri dengan segala jenis perkara yang tidak bermanfaat baginya.
Dampak dari lingkungan
“Kalau sudah dalam waktu yang lama, dirimu belum juga berubah menjadi lebih baik. Maka ubahlah lingkunganmu dengan mencari lingkungan yang lebih baik, boleh jadi lingkungan yang buruk itu telah membuatmu menjadi buruk juga.”
—
@musaiteer - Syaikh Khalid al Musaithir, Imam dan Khotib di Masjid Walidah Khalid al Bulthan, Riyadh. Pengajar di bidang Teknik, Pimpinan Umum Rumah Tahfizh Quran Muslimah di Riyadh.
EMPAT TIANG KEKUFURAN
فصل أركان الكفر أربعة الكبر والحسد والغضب والشهوة فالكبر يمنعه
الانقياد والحسد يمنعه قبول النصيحة وبذلها والغضب يمنعه العدل والشهوة تمنعه التفرغ للعبادة فإذا انهدم ركن الكبر سهل عليه الانقياد وإذا انهدم ركن الحسد سهل عليه قبول النصح وبذله وإذا انهدم ركن الغضب سهل عليه العدل والتواضع وإذا انهدم ركن الشهوة سهل عليه الصبر والعفاف والعبادة وزوال الجبال عن أماكنها أيسر من زوال هذه الأربعة عمن بلى بها
Tiang kekufuran ada empat: sombong, dengki, amarah, dan syahwat.
Sombong akan menghalangi seseorang dari ketundukan. Dengki akan menghalangi seseorang dari kesediaan untuk menerima nasihat dan memberikan nasihat. Amarah menghalangi diri untuk bersikap adil. Sementara syahwat akan menghalangi jiwa untuk mencurahkan waktu dalam rangka ibadah.
Jika tiang kesombongan itu runtuh, dia akan mudah untuk melakukan ketundukan (kepada Allah, pent.). Jika tiang kedengkian itu tumbang, dia akan mudah untuk menerima nasihat dan memberikan nasehat. Jika tiang amarah itu roboh, dia akan mudah untuk bersikap adil dan tawadhu. Jika tiang syahwat itu jatuh, dia akan mudah untuk bersikap sabar, menjaga kehormatan diri, dan ber ibadah.
Memindahkan gunung dari tempatnya menetap lebih mudah dibandingkan melenyapkan keempat hal ini dari diri orang yang telah terjangkiti empat penyakit itu.
(Al-Fawaid, karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, hlm. 158–159, Maktabah Asy-Syamilah).
MANUSIA YANG PALING MEMBERI MANFAAT UNTUKMU
فصل أنفع الناس لك رجل مكنك من نفسه حتى تزرع فيه خيرا أو
تصنع إليه معروفا فأنه نعم العون لك على منفعتك وكمالك فانتفاعك به في الحقيقة مثل انتفاعه بك أو أكثر وأضر الناس عليك من مكن نفسه منك حتى تعصي الله فيه فإنه عون لك على مضرتك ونقصك
Manusia yang paling memberi manfaat untukmu adalah seseorang yang membiarkan dirimu bergaul dengannya, sehingga engkau bisa menanamkan kebajikan atau memberi kebaikan padanya. Karena dia merupakan sebaik-baik penolong bagimu agar engkau bisa memberikan manfaat dan menuju kesempurnaanmu. Pada hakekatnya, ketika engkau memanfaatkan temanmu itu sama saja dia sedang memanfaatkan dirimu, atau bahkan lebih banyak lagi.
Sementara manusia yang paling berbahaya bagimu adalah orang yang bisa mempengaruhimu, sehingga engkau bermaksiat pada Allah dalam pertemanan itu. Karena dia sesungguhnya telah menjadi penolongmu untuk membahayakan dirimu dan menuju kekuranganmu.
(Al-Fawaid, karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, hlm. 192, Maktabah Asy-Syamilah).
Hikmah Ujian Dan Musibah
Hikmah terbesar dari ujian adalah, melembutkan hati yang keras, mengingatkan jiwa yang lalai, mendekatkan hubungan hamba dengan Rabb-nya dan menambah rasa harap seorang hamba dengan Rabb-nya.
@yalshubaily Dr Yusuf Al Syubailiy, Riyadh, pengajar fiqh di Ma’had ‘Ali (perguruan tinggi) Hukum, anggota Asosiasi Ahli Fiqh Syari’ah Amerika (via Twit Ulama)
Kemuliaan orang beriman adalah dengan sholat malam
Jibril datang pada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, “Hai Muhammad, kemuliaan orang beriman adalah dengan sholat malam. Dan kegagahan orang beriman adalah sikap mandiri dari bantuan orang lain.” (HR. Al Hakim, dihasankan oleh Al Albani)
Yang Lalu Biarlah Berlalu
Tidak sedikit orang yang tersiksa oleh kenangan buruk yang pernah menimpanya.Semakin sering hal tersebut kita ingat-ingat, semakin kita berada dalam kondisi yang tidak sehat dan dan tidak menguntungkan sama sekali. Jiwa kita akan tertekan manakala hal tersebut kembali kita ingat, sementara apa yang sudah terjadi tidak akan pernah kembali walau sesaat. Lalu untuk apa kita ratapi?
Di sisi lain, hal itu merupakan salah satu bentuk ketidakpercayaan kita terhadap takdir Allah. Padahal apapun yang sudah merupakan ketentuan Allah, tidak ada satupun yang menolaknya. Bukankah setelah shalat kita disunnahkan membaca:
اللَّهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلاَ يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ
Ya Allah, tidak ada yang mencegah apa yang Engkau berikan dan tidak ada yang memberi apa yang Engkau cegah. Tidak berguna kekayaan dan kemuliaan itu bagi pemiliknya (selain iman dan amal shalihnya yang menyelamatkan dari siksaan). Hanya dari-Mu kekayaan dan kemuliaan.”
(HR. Bukhari 1/255, no. 844 dan Muslim 1/414, no. 593)
Betapa indahnya ajaran Islam, setiap kali mengalami kejadian yang tidak diinginkan namun terjadi, atau sangat diinginkan namun tidak terjadi, kita dianjurkan untuk mengucapkan:
قَدَرَ اللَّهُ ، مَا شَاءَ فَعَلَ
“Sudah takdir Allah, Dia berbuat apa yang Dia kehendaki” (Riwayat Muslim)
Jadi….. Yang lalu biarlah berlalu, ambil pelajaran dari apa yang sudah terjadi, lalu yang terpenting, hadapi hidup yang akan datang dengan rencana dan persiapan yang matang, Insyaa Allah hidup kita akan semakin mantap.
Sumber:
“Kepada yth. Saudaraku… Nasihat dari Hati ke Hati” (terjemahan), Abdullah Haidir. Kaji Ulang: Fir’adi Nashruddin, Lc. Judul Asli: رسائل أخويّة : نصحة من القلب إلى القلب
Kantor Kerjasama Da’wah, Bimbingan dan Penyuluhan bagi Pendatang, As-Sulay. Riyadh 1426 H
Mengajarkan Kebaikan
Hasan bin Sholih rahimahullah berkata: “Mengerjakan kebaikan adalah kekuatan di badan, cahaya di hati, dan sinar di mata.” (Hilyatul Auliya’ VII/330)
Ingin Do'anya Terkabul?
"Siapa ingin doanya terkabul / dibebaskan dari kesulitan, hendaknya ia membantu / mengatasi kesulitan orang lain." (HR Ahmad)
Diantara Bahaya Dunia
“Hati orang yang sudah tua dapat menjadi lupa akan usianya bila ia terlalu mencintai hidup dan harta bendanya”. (HR. Muslim)
Hanya Allah Penentram Jiwaku
Tidak ada yang dapat menentramkan dan mendamaikan serta menjadikan seseorang merasakan kenikmatan hakiki yang ia lakukan kecuali ibadah kepada Allah Ta'aala semata.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Tidak ada kebahagiaan, kelezatan, kenikmatan dan kebaikan hati melainkan bila ia meyakini Allah sebagai Rabb, Pencipta Yang Maha Esa dan ia beribadah hanya kepada Allah saja, sebagai puncak tujuannya dan yang paling dicintainya daripada yang lain. (Mawaaridul Amaan al-Muntaqa min Ighatsatul Lahafan (hal. 67), oleh Syaikh ‘Ali Hasan ‘Ali ‘Abdul Hamid)
Cinta yang Halal / Haram?
Jika hatimu lebih tertarik kepada yang haram ketimbang sesuatu yang halal. Maka ketahuilah bahwa hatimu sakit... (via Islam itu Indah)
Jangan Sia-Siakan Waktu Belajar
Penting...!
Setiap insan harus memanfaatkan waktu luang untuk menuntut ilmu agama, sebelum datang fitnah sehingga dia tidak lagi memiliki waktu untuk menuntut ilmu agama.
@almonajjid -Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid, pengasuh web IslamQA (via Twit Ulama)
Dibenci Manusia, Padahal Baik Buat Mereka
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dua hal yang dibenci oleh anak cucu Adam. Dia benci kematian, padahal kematian lebih baik bagi seorang mukmin daripada tercebur ke dalam fitnah. Dia pun benci terhadap harta yang sedikit, padahal harta yang sedikit lebih ringan ketika dihisab kelak"
@salamduhim Syaikh Salam Azh Zhafiri, pengajar di Sekolah Menengah Islam Cordoba, Spanyol
Saling Memberi Hadiah
“Hendaknya kalian saling memberi hadiah, karena hadiah dapat menghilangkan kebencian yang ada dalam dada. Janganlah seorang wanita meremehkan arti suatu hadiah yang ia berikan kepada tetangganya, walau hanya berupa kikil (kaki) kambing.” (HR. At-Tirmidzi)
Membagi-bagikan Pahala
“Bagaimana pendapatmu terhadap orang yang telah mengumpulkan kebaikan berupa sholat dan amalan sholih lainnya, kemudian dia membagi-bagi pahalanya kepada manusia karena dia telah menodai kehormatan orang lain? Orang model seperti ini, demi Allah adalah orang yang benar-benar bangkrut.
Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits, “Seorang yang bangkrut, datang dengan pahala shalatnya, puasanya, zakatnya kemudian dia mencela orang, melukai orang lain, maka orang itu akan diberikan pahala kebaikannya. Apabila pahalanya habis, maka dosa orang-orang tadi akan diambil dan dilemparkan kepadanya.”
—
@saad_alkhathlan - Prof. Dr. Sa’ad Al Khathlan, dosen di King Saud University (KSU) Riyadh, Saudi Arabia.
Bagaimana Orang-orang Shaleh Terdahulu Mempersiapkan Ramadhan
“Waktu setahun itu laksana sebuah pohon. Bulan Rajab adalah waktu menumbuhkan daun, Syaban adalah waktu untuk menumbuhkan dahan, dan Ramadhan adalah bulan memanen, pemanennya adalah kaum mukminin. (Oleh karena itu), mereka yang “menghitamkan” catatan amal mereka hendaklah bergegas “memutihkannya” dengan taubat di bulan-bulan ini, sedang mereka yang telah menyia-nyiakan umurnya dalam kelalaian, hendaklah memanfaatkan sisa umur sebaik-baiknya (dengan mengerjakan ketaatan) di waktu tesebut.” (Lathaaiful Ma’arif, Hal. 130.)
Gelar istri sholehah itu lebih utama daripada gelar sarjana
“Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulan Ramadhan), serta betul-betul menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini: “Masuklah dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka.” (HR. Ahmad 1: 191 dan Ibnu Hibban 9: 471. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Manhaj
“Jalan para Nabi, sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik berada di atas jalan yang lurus dalam ilmu dan amalan mereka. Orang-orang yang mengikuti jalan mereka dengan ilmu dan keadilan telah mengenalnya. Mereka telah merealisasikan keimanan pada Allah dan Hari Akhir, mereka telah mengakui kebenaran hal tersebut dan mereka senantiasa ikhlas dan mengikuti syariat dalam amalan mereka. Mereka tidak berbuat kesyirikan, kebid’ahan, penyimpangan atau mendustakan ajaran agama. (Syaikh Ibnu Utsaimin, Fathu Rabbi al Baariya hal 48)”
—
@saltaweel - Syaikh Salim Al Thawil, salah seorang murid Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsamin
Waspada dengan Setan
Ibnu Qoyyim Rahimahullah berkata: “Apabila seseorang melakukan ketaatan kepada Allah, maka setan akan berusaha melemahkan semangatnya, merintangi, memalingkan, dan membuat dia menunda-nunda melaksanakan ketaatan tersebut. Apabila seorang melakukan kemaksiatan, maka setan akan membantu dan memanjangkan angan dan keinginannya.”
Diantara Kebaikan Amal
“Imam Muhammad bin Wasi’ Rahimahullah pernah berucap: Jika seorang hamba menghadapkan hatinya kepada Allah (sehingga sang hamba hanya beribadah kepada Allah, taat kepada Allah dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, serta menjauhi maksiat). Maka diantara balasan yang akan Allah berikan adalah kecintaan kaum mukminin kepadanya”
Shalat adalah simbol ketenangan
Shalat menunjukkan ketenangan jiwa dan kesucian hati para pelakunya. Ketika menegakkan shalat dengan sebenarnya, maka diraihlah puncak kebahagiaan hati dan sumber segala ketenangan jiwa. Dahulu, orang-orang shalih mendapatkan ketenangan dan pelepas segala permasalahan ketika mereka tenggelam dalam kekhusyu’kan shalat.
Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud rahimahullâh dlm Sunan-nya:
Suatu hari ‘Abdullah bin Muhammad al- Hanafiyah rahimahullâh pergi bersama bapaknya menjenguk saudara mereka dari kalangan Anshar. Kemudian datanglah waktu shalat. Dia pun memanggil pelayannya, ”Wahai pelayan, ambillah air wudhu! Semoga dengan shalat aku bisa beristirahat,” Kami pun mengingkari perkataannya. Dia berkata: “Aku mendengar Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, ’Berdirilah ya Bilal, istirahatkanlah kami dengan shalat!’.”
Marilah kita mengintrospeksi diri, sudahkah ketenangan seperti ini kita dapatkan dalam shalat-shalat kita? Sudah sangat banyak shalat yang kita tunaikan, tetapi pernahkah kita berfikir manfaat shalat ini? Atau rutinitas shalat yang kita tegakkan sehari-hari?
Di nukil dari Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia
Yang Paling Bermanfaat Untuk Jenazah
Tanya: Assalamualaikum, kami di Mesir memiliki sebuah hari yang disebut Kamis Besar dan Kamis Kecil serta perayaan 40 hari orang yang sudah meninggal. Pada hari itu para kerabat berkumpul untuk membaca al Quran, bagaimana hukumnya? Semoga engkau dibalas dengan kebaikan.
Jawab: Wa’alaikumussalam Warahmatullah Wabarakaatuh, semua amalan tersebut tidak ada dasarnya dalam syariat Islam. Sebesar-besar hal yang paling bermanfaat untuk sang mayit adalah doa permintaan ampun dan rahmat untuknya.
@almonajjid - Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid, pengasuh web IslamQA (page Twit Ulama)
Obat Lupa
Lupa adalah penyakit, dan di antara obat-obatnya adalah :
1. Berdoa
2. Mengamalkan Ilmu
3. Muroja’ah (mengulang-ulang pelajaran)
4. Memuliakan ahli ilmu (atau guru yang mengajar)
5. Mengajari orang lain
6. Meninggalkan maksiat
7. Semangat dalam bertanya
@Dr_Alsadhan Syaikh Abdul ‘Aziz bin Muhammad As Sadhan, salah seorang murid Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Doktor dalam ilmu Ushuluddin Universitas Al Imam.
Manfaat Sholat
Syaikh Muhammad bin Soleh Al Utsaimin Rahimahullah berkata:
Sholat adalah cahaya bagi seorang hamba. Cahaya dihati, cahaya di wajah, cahaya dikubur dan cahaya yang menyinarinya saat diakhirat kelak. Oleh karena itu dijumpai orang yang paling cerah wajahnya adalah insan yang paling banyak sholat dan paling khusyuk kepada Allah ta'ala
diambil dari tweet @Fatawa_al3olama
Kemana Tahajjud kita...???
Seorang laki-laki bertanya kepada Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah, “Wahai Abu Sa’id (nama kunyah Al-Hasan Al-Bashri-ed) semalaman aku dalam keadaan sehat, lalu aku ingin melakukan shalat malam dan aku telah menyiapkan kebutuhan untuk bersuci, tetapi mengapa aku tidak dapat bangun?” Al-Hasan rahimahullah menjawab, “Dosa-dosamu mengikatmu.”
Sufyan At-Tsauri rahimahullah berkata, “Selama lima bulan aku merugi tidak melakukan shalat tahajjud karena dosa yang aku perbuat.” Ia ditanya, “Apakah dosa yang engkau lakukan?” Ia menjawab, “Aku melihat seseorang menangis, lalu aku aku berkata dalam diriku, “Orang ini berbuat riya’.”
Sebagian orang shalih berkata, “Betapa banyak makanan yang bisa menghalangi orang melakukan shalat tahajjud dan betapa banyak pandangan yang membuat orang rugi tidak membaca sebuah surat. Sesungguhnya seorang hamba kadang memakan suatu makanan atau melakukan suatu perbuatan lalu ia diharamkan karenanya dari melakukan shalat tahajjud selama setahun.”
Fudhail bin Iyyadh rahimahullah berkata, “Bila kamu tidak mampu melakukan shalat tahajjud di malam hari dan puasa di siang hari, kamu adalah orang yang merugi.”
Sumber: Panduan Lengkap Shalat Tahajjud, Syaikh Muhammad bin Su’ud Al’Arifi, dengan sedikit pengeditan. (www.alashree.wordpress.com)
Wanita Sholehah
Syaikh Abdul Aziz bin Baz Rahimahullah menyebutkan 3 karakteristik muslimah solehah:
1) Memakai Jilbab dan Menjaga Hijabnya
2) Senantiasa menjaga kesucian (salah satu bentuknya adalah tidak bersedia dipacari dan tidak memberikan kecantikan, cinta dan kasihnya kecuali pada yang berhak semisal suami, pen)
3) Selalu beramal soleh (baik yang hukumnya wajib ataupun sunnah, pen)
diambil dari tweet @fatawaalolama
Tanda-Tanda Khusnul Khotimah
1) wafat umroh atau haji
2) meninggal saat mengerjakan amal soleh
3) meninggal karena melahirkan
4) meninggal karena tenggelam
5) meninggal karena sakit yang menyerang perut
6) wafat karena sebuah wabah penyakit
7) meninggal sebagai syahid di jalan Allah
8) meninggal di hari jum'at baik siang maupun malamnya
9) mengucapkan kalimat syahadat saat wafat
(Diambil dari 9 tweet @azizfrhaan milik Doktor Aziz bin Farhan Hafidzhahullahu)
Keterbatasan Akal
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah :
ما أمر الله بشيئ, إلا فيه من المصالح ما لا يحيط به الوصف
“Tidaklah Allah memerintahkan sesuatu kecuali padanya terdapat berbagai mashlahat yang tidak bisa diketahui secara menyeluruh” [Risaalah fiil Qowaaidil fiqhiyah hal. 41, Maktabah Adwa’us salaf]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullahu berkata: Diantara keburukan terbesar yang diharamkan oleh semua syariat para Nabi adalah perkataan seseorang dengan akalnya terhadap Allah ta'ala. padahal Allah adalah Dzat yang tidak bisa dia rasakan dengan indra pun tidak mampu dipahaminya dengan akal.
Diambil dari tweet @fowadeslam
berbicara tentang Allah tidak boleh pakai akal. Kalau dalil Al Qur'an dan As Sunnah menyebutkan bahwa Allah ada diatas langit ke tujuh bersemayam di atas singgasananya yaitu Arsy. Maka tidak boleh kita menyangkalnya dengan akal.
(Yaitu) Rabb Yang Maha Pemurah yang bersemayam di atas 'Arsy.” (QS. Thoha [20] : 4-5)
Selalu berprasangka baik kepada Allah
Imam Al Hasan Al Basri -rahimahullah- berkata, "Seorang mukmin selalu berprasangka baik kepada Allah, sehingga perbuatan-perbuatan merekapun menjadi baik, sementara seorang munafik selalu berprasangka buruk kepada Allah, sehingga perbuatan-perbuatan mereka menjadi buruk". (Abu Nu'aim, Hilyatul Awliya' 2/39)
Manhaj Salaf
SALAF bukan kelompok atau golongan seperti yang dipahami oleh sebagian orang. tetapi merupakan Manhaj (sistem hidup dalam beraqidah, beribadah, berhukum, berakhlak dan yang lainnya) yang wajib diikuti oleh setiap muslim.
Salaf dinisbatkan kepada orang yang menjaga keselamatan Aqidah dan manhaj menurut apa yang dilaksanakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassalam dan para sahabat Radhiyallahu 'anhum sebelum terjadinya perselisihan dan perpecahan (lihat Mauqif Ahlis Sunnah wal Jama'ah min Ahlil Ahwaa' wal Bida' 1/63-64 karya Syaikh Dr.Ibrahim bin 'Amir ar-ruhaili_ Bashaa-iru Dzawi syaraf bi syarah Marwiyyati Manhajis Salaf (hal 21) karya Syaikh salim bin 'ied al hilaly_ Mujmal Ushuul Ahlis Sunnah wal jama'ah fil 'aqiidah ).
Malu
أتدري ما أجمل ثوب ترتديه وأستره؟ لاتتفاجأ إنه الحيـــاء
Apakah engkau tahu, pakaian apakah yang paling indah jika engkau kenakan dan dapat melindungi dirimu (dari kejelekan. -pent)? (jika engkau mempunyainya) janganlah engkau lepaskan, sesungguhnya pakaian itu adalah "rasa Malu". @Dr_almosleh
5 Jurus Jitu Dalam Mendidik Anak:
1. Mendidik anak perlu ilmu
2. Mendidik anak perlu kesholehan orang tua
3. Mendidik anak perlu kesabaran
4. Mendidik anak perlu keikhlasan
5. Mendidik anak perlu iringan doa
(Ust Abdullah Zain)
Maka nikmat Tuhan-mu yang manakah yang kamu dustakan?
Pernahkah kita menanyakan harga oksigen di apotek ? Jika belum tahu, harga oksigen -/+25rb / liter Tahukah kita bahwa dalam sehari manusia menghirup 2880 liter Oksigen Jika harus dihargai dengan rupiah, maka Oksigen yang kita hirup akan mencapai Rp. 72 juta/hari/manusia, maka jika sebulan Rp. 2,16 M, mampukah gaji kita sebulan membayar itu? ketika Allah menggratiskannya kenapa kita masih banyak lalai dan enggan beribadah, Maka Allah bertanya kepada kita sebanyak 31 kali di Qs Ar-Rahman... " Fabiayyialaa-i rabbikuma tukadzdziban" ?
10 Hal Terbaik
Ali Bin Abi Thalib Radhiyallahu'anhu berkata 10 hal terbaik :
1. Ilmu = Sebaik baik harta warisan
2. Sopan santun = Sebaik baik perolehan
3. Takwa = Sebaik baik bekal akhirat
4. Ibadah = Sebaik baik harta perniagaan
5. Amal shalih = Sebaik baik penuntun ke surga
6. Akhlaq yang baik = Sebaik baik teman
7. Sifat santun = Sebaik baik pembantu
8. Qanaah = Sebaik baik kekayaan
9. Taufiq = Sebaik baik pertolongan
10. Kematian = Sebaik baik pendidikan
(Syarh al Munab Bihat ' alal isti' aad. Karya Ibnu Hajar al Asqalani).
Iyyaka Na'budu wa Iyyaka Nasta'in...
Rahasia penciptaan, perintah, kitab-kitab, syari'at, pahala dan siksa, terpusat pada dua penggal kalimat ini, yang sekaligus merupakan inti ubudiyah dan tauhid.
Makna-maknanya terhimpun dalam Taurat, Injil dan Al-Qur'an. Makna-makna tiga kitab ini terhimpun dalam Al-Qur'an.
Makna-makna Al-Qur'an terhimpun dalam surat-surat yang pendek. Makna-makna dalam surat-surat yang pendek terhimpun dalam surat Al-Fatihah.
Makna-makna Al-Fatihah terhimpun dalam (ayat) iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in.
Dua kalimat ini dibagi antara milik Allah dan milik hamba-Nya. Separuh bagi Allah, yaitu iyyaka na'budu, dan separuh lagi bagi hamba-Nya, yaitu iyyaka nasta'in.
(Madarijus Salikin, Ibnu Qayyim, al-Jauziyah rahimahullah)
Mendahulukan Hal Yang Lebih Utama
Ibnu Al-Jauzi rahimahullah berkata: "Aku sering melihat orang yang sangat berhati-hati dengan najis, tetapi dengan ghibah sama sekali tidak takut; memperbanyak sedekah, tetapi tidak peduli dengan transaksi riba yang ia praktikkan; mengerjakan shalat tahajud setiap malam, tetapi shalat wajib di tinggalkan. Dalam banyak hal mereka menjaga hal-hal yang kurang penting, tetapi hal-hal yang sifatnya pokok justru di tinggalkan. Termasuk sebuah kelalaian adalah menuruti hawa nafsu. Barangsiapa mengumbar binatang ternaknya, niscaya akan merusak tanaman yang lain." [Shaid Al -Khathir oleh Ibnul jauzi (hal 156)]
Memilih Jalan Nabi Adam atau Iblis?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: "Sesungguhnya, ketika Nabi Adam ‘alaihissalam melakukan dosa, maka ia bertaubat, lalu Rabb-nya memilihnya dan memberi petunjuk kepadanya. Sedangkan Iblis, ia tetap meneruskan dosa dan menghujat, maka Allah melaknat dan mengusirnya. Barangsiapa yang bertaubat, maka ia sesuai dengan sifat Nabi Adam ‘alaihissalam, dan barangsiapa yang meneruskan dosanya serta berdalih dengan takdir, maka ia sesuai dengan sifat Iblis. Maka orang-orang yang berbahagia akan mengikuti bapak mereka dan orang-orang yang celaka akan mengikuti musuh mereka, Iblis." (Majmu’ul Fatawa,, VIII/64)
Buruk pemahamannya
"Orang yang buruk pemahamannya dan buruk maksudnya akan jatuh ke dalam macam-macam ta’wil sesuai dengan keburukan pemahaman dan maksudnya, terkadang keduanya berkumpul dan terkadang menyendiri dan apabila keduanya berkumpul akan menimbulkan kebodohan terhadap kebenaran, memusuhi pemilik kebenaran dan menganggap halal apa yang Alloh haromkan." (Ash Showa’iq Al Mursalah, 2/510).
Kewajiban amar ma'ruf dan nahi mungkar
Imam Nawawi mengatakan, "Para ulama menjelaskan orang yang melakukan amar makruf dan nahi mungkar tidaklah disyaratkan haruslah orang yang sempurna, melaksanakan semua yang dia perintahkan dan menjauhi semua yang dia larang. Bahkan kewajiban amar makruf itu tetap ada meski orang tersebut tidak melaksanakan apa yang dia perintahkan. Demikian pula kewajiban nahi mungkar itu tetap ada meski orangnya masih mengerjakan apa yang dia larang. Hal ini dikarenakan orang tersebut memiliki dua kewajiban, pertama memerintah dan melarang diri sendiri, kedua memerintah dan melarang orang lain. Jika salah satu sudah ditinggalkan bagaimanakah mungkin hal itu menjadi alasan untuk meninggalkan yang kedua." (Al-Minhaj, 1/300)
Ibnu Hajar menukil perkataan sebagian ulama, "Amar makruf itu wajib bagi orang yang mampu melakukannya dan tidak khawatir adanya bahaya menimpa dirinya meskipun orang yang melakukan amar makruf tersebut dalam kondisi bermaksiat. Secara umum orang tersebut tetap mendapatkan pahala karena melaksanakan amar makruf terlebih jika kata-kata orang tersebut sangat ditaati.
Sedangkan dosa yang dia miliki maka boleh jadi Allah ampuni dan boleh jadi Allah menyiksa karenanya. Adapun orang yang beranggapan tidak boleh beramar makruf kecuali orang yang tidak memiliki cacat maka jika yang dia maksudkan bahwa itulah yang ideal maka satu hal yang baik. Jika tidak maka anggapan tersebut berkonsekuensi menutup pintu amar makruf jika tidak ada orang yang memenuhi kriteria." (Fathul Baari, 14/554)
Lebih Berat Ketaatan atau Kemaksiatan?
Imam Baihaqi mengatakan, "Sesungguhnya yang tidak tercela itu berlaku untuk orang yang ketaatannya lebih dominan sedangkan kemaksiatannya jarang-jarang. Di samping itu, maksiat tersebut pun sudah ditutup dengan taubat. Sedangkan orang yang dicela adalah orang yang maksiatnya lebih dominan dan ketaatannya jarang-jarang." (Al-Jami' Li Syuabil Iman, 13/256)
Berpasangan
Ibnu Qutaibah rahimahullahu (wafat 236/850 M) berkata : “Hikmah dan Qudroh takkan sempurna melainkan dengan menciptakan segala sesuatunya dengan lawannya agar masing-masing diketahui dari pasangannya. Ingatlah sesungguhnya cahaya diketahui dengan adanya kegelapan, ilmu diketahui dengan adanya kebodohan, kebaikan diketahui dengan adanya keburukan, kemanfaatan diketahui dengan adanya kemudharatan dan manis diketahui dengan adanya pahit”
[Ta’wil Mukhtalafil Hadits hal. 14 sebagaimana di dalam Ilmu Ushulil Bida’ Dirosah Takmiliyah Muhimmah fi ‘Ilmi Ushulil Fiqhi, Syaikh Ali Hasan bin Abdul Hamid al-Halabi al-Atsari, cet. II, Dar ar-Royah, Riyadh, hal. 41]
Dahulukan sabda Nabi dari perkataan manusia lainnya
Imam Syafi'i mengajarkan: dahulukanlah sabda Rasul -shallallahu 'alaihi wa sallam- dari perkataan manusia lainnya
Ar Rabie’ (murid Imam Syafi’i) bercerita, Ada seseorang yang bertanya kepada Imam Syafi’i tentang sebuah hadits, kemudian (setelah dijawab) orang itu bertanya, “Lalu bagaimana pendapatmu?”, maka gemetar dan beranglah Imam Syafi’i. Beliau berkata kepadanya,
أَيُّ سَمَاءٍ تُظِلُّنِي وَأَيُّ أَرْضٍ تُقِلُّنِي إِذَا رَوَيْتُ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ وَقُلْتُ بِغَيْرِهِ
“Langit mana yang akan menaungiku, dan bumi mana yang akan kupijak kalau sampai kuriwayatkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian aku berpendapat lain…!?”
Imam Syafi'i juga berkata, “Jika kalian mendapati dalam kitabku sesuatu yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sampaikanlah sunnah tadi dan tinggalkanlah pendapatku –dan dalam riwayat lain Imam Syafi’i mengatakan– maka ikutilah sunnah tadi dan jangan pedulikan ucapan orang.”
Manfaatkan waktu luang dan nikmat sehat
"Terkadang manusia berada dalam kondisi sehat, namun ia tidak memiliki waktu luang karena sibuk dengan urusan dunianya. Dan terkadang pula seseorang memiliki waktu luang, namun ia dalam kondisi tidak sehat. Apabila terkumpul pada manusia waktu luang dan nikmat sehat, sungguh akan datang rasa malas dalam melakukan amalan ketaatan. Itulah manusia yang telah tertipu (terperdaya).” (Ibnul Jauzi)
Allah Maha Melihat
Ibnu 'Aun ketika berpisah dengan seseorang, maka ia pun berwasiat, "Takutlah kepada Allah, karena orang yang takut kepada-Nya tidak akan merasa sendiri" [al-Fawaid (Ibnul Qayyim), Bab : Takwa, hlm. 52].
9 SEBAB LAPANGNYA DADA
Al Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan beberapa perkara penting yang menyebabkan kelapangan dada. Perkara tersebut adalah:
1. AT TAUHID - Semakin sempurna dan semakin kuat seseorang dalam mengesakan Allah subhanahu wata'ala maka akan semakin lapanglah dadanya.
2. NURUL IMAN - (cahaya keimanan dalam hati) - Jika cahaya keimanan ini mengecil atau bahkan mati maka hati seorang hamba akan semakin sempit.
3. AL ILMU - Orang yang berilmu akan senantiasa lapang dadanya tidak seperti orang yang jaahil, bodoh terhadap agama Allah ta'ala. Dada orang yang jaahil akan terus menerus terasa sempit.
4. AL INAABAH ILALLAH - Selalu kembali kepada Allah, mencintai-Nya dengan sepenuh hati dan menjadikan ibadah sebagai nikmat bukan sebagai beban.
5. DAWAAMU DZIKRILLAH – Senantiasa berdzikir, mengingat Allah ta'ala. Orang yang lalai dari dzikirillah, hatinya akan merasa tidak plong, selalu terbebani.
6. AS SAJAA'AH (keberanian) – Orang yang berani, tidak takut kecuali hanya kepada Allah, maka hatinya pun akan terasa luas. Berbeda dengan seorang pengecut yang senantiasa merasa sempit dadanya di mana pun dia berada.
7. AL IHSAAN – Berbuat baik kepada sesama. Mencurahkan harta, benda, jiwa, kemuliaan agar dapat memberikan manfaat semaksimal mungkin kepada mereka.
8. IKHRAAJ DAGHALIL QALB – Mengeluarkan segala sesuatu yang mengotori hati berupa sifat-sifat yang tercela lalu menggantinya dengan sifat-sifat kemuliaan. Ini adalah salah satu sebab terbesar bagi lapangnya dada seorang hamba.
9. TARKUL FUDHUL – Meninggalkan sikap berlebihan-lebihan dalam segala perkara: Memandang, berbicara, makan, minum, makan, bergaul dan yang semisalnya. Karena berlebih-lebihan dalam perkara ini justru akan menyebabkan kegalauan dan kegelisahan dalam hati.
(Diringkas dari Pasal Sebab Lapangnya Dada dari Kitab Zaadul Ma'ad karya Al Imam Ibnul Qayyim rahimahullah, halaman 22-2)
Suul Khotimah Lebih Mudah Didapati pada Orang yang Melakukan Maksiat Terus Menerus
‘Abdul Haqq Al Isybili berkata, “Sesungguhnya suul khotimah (akhir hidup yang jelek) tidak mungkin menimpa orang yang secara lahir dan batin baik dalam agamanya. Tidak pernah didengar dan diketahui orang seperti itu punya akhir hidup yang jelek. Walhamdulillah. Akhir hidup yang jelek itu ada bagi orang yang rusak dalam akidahnya, terus menerus melakukan dosa besar atau menganggap remeh dosa. Begitu pula suul khotimah bisa terjadi pada orang yang asalnya berada di atas sunnah (ajaran Rasul –shallallahu ‘alaihi wa sallam-) lantas keadaannya melenceng jauh dari jalan tersebut. Inilah amalan yang menyebabkan akhir hidup seseorang itu jelek. Kita berlindung kepada Allah dari yang demikian.” (Dinukil dari Al I'tishom, Imam Asy Syathibi)
Menuntut Ilmu dan Mengajarkannya
Ustadz Armen Halim Naro rahimahullaah berkata: "Berbahagialah bagi seorang muslim dimana ia berjalan ke Majelis ilmu karena pada hakikatnya ia berjalan menuju surga. Apakah antum kira Allah mudah menyebut nama seseorang di arsy di langit ke tujuh? Rosulullah Shollallahu'alaihi wa sallam bersabda: "betapa banyak orang yang berpakaian kusut masai, rambutnya tidak bersisir, memiliki hanya dua helai pakaian. Ketika antri ia harus ditolak karena ia tidak dikenal tapi ketika ia bersumpah atas nama Allah, maka Allah kabulkan do'anya " Apa peduli seorang muslim namanya tidak dikenal oleh penduduk dunia tapi namanya menggelegar di hadapan Allah. Sesungguhnya penuntut ilmu dan yang mengajari ilmu dikenal oleh seluruh alam. Rosulullah Shollallahu'alaihi wa sallam bersabda: "sesungguhnya Allah dan malaikatnya mendo'akan kebaikan untuk orang-orang yang mengajarkan kebaikan. sampai hiu yang ada di laut dan semut yang ada disarangnya mendo'akan kebaikan untuk orang yang mengajarkan dan mempelajari kebaikan" # masyaAllah
Pesan istri para Salaf ketika suaminya hendak mencari nafkah
"Wahai suamiku, bertakwalah kepada Allah dalam menjaga kami, jangan beri kami makan dari yang haram, kami bisa bersabar karena lapar di dunia, tapi kami tidak bisa bersabar dari panasnya api neraka di hari kiamat." (Mafatih Sa’adah Zaujiyah)
Kematian Menimpa Stiap Insan
Terkadang kita berpikir bahwa kematian itu hanya milik orang lain, terkadang kita berharap kematian itu hanya akan datang pada orang lain, padahal kematian itu pasti datangnya pada kita, tidak ada jaminan bahwa kematian itu akan datang terlebih dahulu kepada yang tua dan juga tidak ada jaminan bahwa kematian akan datang belakangan kepada yang muda, yang paling pasti persiapan apa yang kita lakukan untuk menyambut kedatangannya, dengan mengingat akan kematian lah hendaknya kita semangat untuk berbuat yang terbaik, berbuat dan ber'amal untuk Allah yang terbaik, mempersembahkan yang terbaik agar setiap waktu kita menjadi lebih berarti, agar kita berusaha untuk mendapatkan apapun dengan cara yang halal dan terbaik...
Terburu-buru dari syaitan Kecuali 5 Hal
Haatim al-Assam berkata: Terburu-buru itu dari syaithan, melainkan lima hal:
1. Memberi makan tamu ketika dia datang
2. Mengurus jenazah ketika (seseorang) meninggal
3. Menikahkan anak gadis ketika telah mencukupi umurnya
4. Membayar utang ketika tiba waktunya
5. Bertaubat dari dosa ketika berbuat dosa.
(Hilyah al-Aulia Abu Nu’aim al-Ashbahani (8/78))
Waspada Hukuman Tanpa Sadar..
Berapa banyak kita melakukan kemaksiatan tapi kita merasa bahwa Allah tidak menghukum kita.
Padahal Allah telah menghukum kita tanpa kita menyadarinya, yaitu kita tidak lagi merasakan kelezatan beribadah dan bermunajat denganNya. (Ustadz Abdullah Hadrami)
Syaikh muhammad bin abdul wahhab
Syaikh muhammad bin abdul wahhab rahimahullah berkata : "madzhab kami dalam ushuluddin adalah madzhab ahlus sunnah wal jama'ah, dan jalan beragama kami adalah jalan salaf" (ad-durorus saniyyah, 1/126)
Ittiba' Kepada Sunnah
al-Imam Al-Hasan Al-Bashri rahimahullahu berkata, “Demi Dzat Yang tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Dia, menegakkan Sunnah itu berada di antara dua kelompok. Kelompok yang ghuluw dan kelompok yang bersikap meremehkan. Maka bersabarlah kalian di dalam mengamalkan Sunnah, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa merahmati kalian. Sesungguhnya pada waktu yang lalu Ahlus Sunnah adalah golongan yang paling sedikit jumlahnya. Maka demikian pula pada waktu yang akan datang, mereka adalah golongan yang paling sedikit jumlahnya. Ahlus Sunnah adalah orang-orang yang tidak mengikuti kemewahan manusia. Tidak pula mengikuti kebid’ahan manusia. Mereka senantiasa bersabar di dalam mengamalkan Sunnah sampai bertemu dengan Rabb mereka. Maka hendaknya kalian pun demikian.” (Syarah Ath-Thahawiyyah, 2/326)
10 KEUTAMAAN ILMU DIBANDINGKAN HARTA
1. Ilmu adalah pusaka para nabi sedangkan harta adalah pusaka Qarun, Sada, Fir’aun
2. Ilmu menjaga dirimu, sedangkan harta malah engkau yang menjaganya
3. Pemilik harta musuhnya banyak, sedangkan pemilik ilmu temannya banyak
4. Harta bila dibelanjakan akan berkurang, sedangkan pemilik ilmu justru malah bertambah jika di sebarkan
5. Pemilik harta dipanggil dengan sifat bakhil dan cercaan, sedangkan pemilik ilmu dipanggil dengan nama keagungan dan kemuliaan
6. Harta perlu dijaga dari pencuri, sedangkan ilmu tidak perlu kemuliaan
7. Pemilik harta kelak diakhirat akan dihisab, sedangkan ilmu akan diberi syafa’at
8. Harta akan berkarat karena lama disimpan, sedangkan ilmu tidak akan berkarat dan akan terus menerus berbuah pahala jika di amalkan
9. Harta bisa mengeraskan hati, tetapi ilmu bisa menerangi hati
10. Pemilik harta bisa mengaku-ngaku sebagai tuhan lantaran hartanya, sedangkan pemilik ilmu tau akan dirinya adalah seorang hamba
Hasad
Rasulullah Shallallohu ‘alihi Wasallam bersabda; “Tidak ada hasad atau iri –yang disukai– kecuali pada dua perkara; (yaitu) seorang yang diberikan pemahaman Al-Qur`an lalu mengamalkannya di waktu-waktu malam dan siang; dan seorang yang Allah beri harta lalu menginfakkannya di waktu-waktu malam dan siang.” (HR. Muslim )
Memahami Apa itu Hasad & Dengki
An-Nawawi rahimahulloh berkata: “Hasad adalah menginginkan hilangnya nikmat dari yang memperolehnya, baik itu nikmat dalam agama ataupun dalam perkara dunia.” (Riyadhush Shalihin, Bab Tahrimil Hasad, no. 270)
Larangan Hasad & Dengki
Rasulillah Shallallohu ‘alihi Wasallam bersabda; “Janganlah kalian saling benci, jangan saling hasad, jangan saling membelakangi (membuang muka saat bertemu) dan jangan saling memutus hubungan, jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara, dan tidak halal bagi seorang muslim mendiamkan (tidak bertegur sapa dengan) saudaranya lebih dari tiga hari.” (HR. Al-Bukhari & Muslim)
Al-Hasan Al-Bashri rahimahulloh pernah ditanya: “Apakah seorang mukmin itu (memiliki sifat) hasad?” Beliau rahimahulloh menjawab: “Begitu cepatnya engkau lupa (tentang kisah hasad) saudara-saudara Nabi Yusuf 'Alaihissalam. Namun sembunyikanlah hasad itu di dalam dadamu. Hal itu tidak akan membahayakanmu selagi tidak ditampakkan dengan tangan dan lisan.” (Majmu’ Fatawa, Ibnu Taimiyyah, 10/125)
Akibat Banyak Tertawa
قال عمر رضي الله عنه: من كثر ضحكه قلت هيبته ومن كثر مزاحه استخف به ومن أكثر من شيء عرف به ومن كثر كلامه كثر سقطه ومن كثر سقطه قل حياؤه ومن قل حياؤه قل روعه ومن قل روعه مات قلبه
Berkata 'Umar bin Khoththoob رضي الله عنه:
"Barangsiapa yang banyak tertawa, maka akan sedikit wibawanya.
Barangsiapa yang banyak guraunya, maka dengannya dia akan rendah.
Barangsiapa yang memperbanyak sesuatu, maka dengannya dia dikenal.
Barangsiapa yang banyak berbicara, maka akan banyak salahnya.
Barangsiapa yang banyak salahnya, maka akan berkurang malunya.
Barangsiapa yang berkurang malunya, maka akan berkurang pula waro' (kehati-hatian dalam hidup)-nya.
Barangsiapa yang bekurang waro'-nya, maka akan mati hatinya."
(Diriwayatkan oleh Al Imaam Al Baihaqy dalam Kitab "Syu'abul 'Iimaan" no: 5019)
1 Kebaikan Minimal Dibalas dengan 10 Kebaikan
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Ta’ala berfirman: Jika hamba-Ku bertekad melakukan kejelekan, janganlah dicatat hingga ia melakukannya. Jika ia melakukan kejelekan tersebut, maka catatlah satu kejelekan yang semisal. Jika ia meninggalkan kejelekan tersebut karena-Ku, maka catatlah satu kebaikan untuknya. Jika ia bertekad melakukan satu kebaikan, maka catatlah untuknya satu kebaikan. Jika ia melakukan kebaikan tersebut, maka catatlah baginya sepuluh kebaikan yang semisal hingga 700 kali lipat.” (HR. Bukhari no. 7062 dan Muslim no. 129).
__________________
Sumber: Sebagian banyak dikumpulkan dari Fans Page http://muslimah.or.id dan dari berbagai sumber lainnya
Dari Abdullah bin Mubarak diriwayatkan bahwa ia menceritakan, Hamdan bin Ahmad pernah ditanya, “Mengapa ucapan ulama Salaf lebih berguna dari ucapan kita?” Beliau menjawab, “Karena mereka berbicara untuk kemuliaan Islam, keselamatan jiwa dan kerjaan ar-Rahman. Sedangkan kita berbicara untuk kemuliaan diri, mencari dunia dan keridhaan manusia.” (Shifatush Shafwah2/234), "...dan kerjaan ar rahman..." tiu terjemahan yg salah,apakah maksudnya adalah ke ridhoan ar rahman
BalasHapus