Penulis: Al-Ustadz Abu Ahmad Kediri hafizhahullah
Dari
sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak akan masuk Jannah orang yang
tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya.” (HR. Muslim no. 73)
Derajat Hadits
Hadits ini shahih, diriwayatkan oleh al-Imam Muslim dalam kitab
Shahih-nya pada Kitabul Iman bab Penjelasan tentang dilarangnya
mengganggu tetangga
Kedudukan Tetangga
Para pembaca yang semoga dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala, sesungguhnya jeleknya hubungan bertetangga
merupakan salah satu tanda dekatnya hari kiamat sebagaimana sabda
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, “Tidak akan tegak hari kiamat
hingga tampak perzinaan, perbuatan-perbuatan keji, pemutusan
silaturahmi, dan jeleknya hubungan bertetangga.”(HR. Ahmad, al-Hakim, dari sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu).
Siapakah yang dimaksud dengan tetangga? Tetangga
adalah orang yang terdekat dalam kehidupan, tidaklah seseorang keluar
dari rumah melainkan dia melewati rumah tetangganya. Di saat dirinya
membutuhkan bantuan baik moril maupun materiil, tetangga lah orang
pertama yang dia ketuk pintunya. Bahkan di saat dia meninggal bukan
kerabat jauh yang diharapkan mengurus dirinya, tetapi tetangga lah yang
dengan tulus bersegera menyelenggarakan pengurusan jenazahnya.
Sehingga dengan begitu mulia dan besar kedudukan tetangga, Allah
subhanahu wa ta’ala memasukkannya di dalam 10 hak yang harus dipenuhi
oleh seorang hamba sebagaimana firman-Nya subhanahu wa ta’ala (artinya):
“Beribadahlah hanya kepada Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya
dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak,
karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat,
tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahayamu.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
membangga-banggakan diri.” (An-Nisa`: 36)
Demikian pula hadits-hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
yang menghasung kita untuk senantiasa memperhatikan hak-hak tetangga,
di antaranya sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
“Jibril senantiasa mewasiatkan kepadaku untuk berbuat
baik kepada tetangga sampai aku beranggapan bahwa tetangga akan
mewarisi.”(HR. al-Bukhari no. 6014, dari Ummul Mukminin ‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha)
Bahkan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengaitkan
kesempurnaan keimanan seseorang kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan
hari akhir dengan sikap memuliakan tetangga, Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir
maka hendaknya dia memuliakan tetangganya.” (HR. al-Bukhari no. 6019,
dari sahabat Abu Syuraih radhiyallahu ‘anhu)
Batasan Tetangga
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan,
“Yang benar dalam permasalahan ini adalah bahwa tetangga itu semua yang
teranggap sebagai tetangga secara adat kebiasaan di suatu tempat atau kondisi terkini, tidak dibatasi dengan jumlah atau batasan tertentu dalam syariat” (Fathu Dzil Jalali Wal Ikram syarh Bulughil Maram)
Makna Hadits
Para pembaca yang semoga dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala, hadits
di atas berisi ancaman tidak akan masuk Jannah bagi seorang yang
tetangganya tidak merasa aman dari gangguan-gangguannya. Mungkin ada
yang bertanya, apa maksud dari “Tidak akan masuk Jannah…” pada hadits di
atas? Al-Imam an-Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa maknanya ada
dua:
- Yang pertama, bila meyakini halalnya perbuatan mengganggu tetangga dalam kondisi dia mengetahui larangannya, maka pelakunya tidak akan masuk Jannah selama-lamanya.
- Yang kedua, tidak akan masuk pada awal kali dibukanya pintu Jannah, bahkan diakhirkan, kemudian dibalas setimpal dengan perbuatannya atau bisa jadi Allah memberikan ampunan baginya sehingga termasuk yang memasuki Jannah secara langsung tanpa disiksa terlebih dahulu. (Syarh Shahih Muslim 2/17)
Sehingga dipahami dari hadits ini bahwa perbuatan mengganggu
tetangga masuk dalam kategori dosa besar yang pelakunya berada di bawah
kehendak Allah subhanahu wa ta’ala. Kalau Allah subhanahu wa ta’ala
berkehendak maka akan diadzab terlebih dahulu atau jika Allah subhanahu
wa ta’ala berkehendak pula dia bisa diampuni, akan tetapi tidak
mengeluarkan dia dari keislaman.
Para pembaca yang semoga dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala. Islam
sangat memperhatikan adab dan aturan hidup bertetangga. Tidak ada adab
atau aturan hidup bertetangga yang lebih sempurna dari apa yang terdapat
dalam agama Islam. Dengan mengikuti adab atau aturan bertetangga ala
Islam pasti akan terwujud lingkungan yang tenang, tidak ada gangguan,
sejahtera, dan penuh kebahagiaan.
Di antara bentuk pengaturan Islam dalam kehidupan bertetangga adalah
hak masing-masing tetangga sesuai dengan kedudukannya, sebagaimana
berikut:
- Tetangga muslim dan sekaligus saudara kerabatnya, maka dia mendapatkan tiga hak, yaitu hak seorang muslim, hak saudara, dan hak tetangga.
- Tetangga muslim dan tidak mempunyai ikatan kekerabatan, maka dia mempunyai dua hak, yaitu hak muslim dan hak tetangga.
- Tetangga non muslim, maka dia hanya mendapatkan satu hak, yaitu hak tetangga.
Mengenali Hak-hak Tetangga
Di antara hak tetangga yang harus diperhatikan adalah:
1. Tidak mengganggunya dengan lisan dan anggota badan.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah
dia mengganggu tetangganya.”(HR. al-Bukhari dan Muslim, dari sahabat Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Suatu hari disampaikan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam seorang wanita yang dia sering berpuasa, bersedekah, banyak
beribadah, shalat malam dan berbagai kebaikan yang lain, akan tetapi
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Dia di neraka,”
karena tetangganya tidak selamat dari gangguan lisannya. (HR. Ahmad
dalam al-Musnad 2/440, al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad no. 119)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin rahimahullah berkata, “Di
dalam hadits ini terdapat dalil akan haramnya berbuat zalim kepada
tetangga, baik dalam bentuk perkataan atau perbuatan. Di antara
kezaliman dalam bentuk perkataan adalah memperdengarkan kepada tetangga
suara yang mengganggu, seperti radio, televisi, atau suara lain yang
mengganggu. Hal semacam ini sungguh tidak halal, meskipun yang
diperdengarkan adalah bacaan Al-Qur`an, (selama itu) mengganggu tetangga
berarti dia telah berbuat zalim. Maka tidak halal baginya untuk
melakukannya. Adapun (kezaliman dalam bentuk) perbuatan, seperti
membuang sampah di sekitar pintu tetangga, mempersempit pintu masuknya,
atau perbuatan semisalnya yang merugikan tetangga. Termasuk dalam hal
ini, jika seseorang memiliki pohon kurma atau pohon lain di sekitar
tembok tetangga ketika dia menyirami, (airnya berlebih hingga) melampaui
tetangganya. Ini pun sesungguhnya termasuk kezaliman yang tidak halal
baginya.” (Syarh Riyadhis Shalihin, 2/178)
2. Mudah dalam memberikan bantuan, menziarahinya,
menjenguknya di kala sakit, dan berbagai bentuk kebaikan walaupun hanya
sekedar menampakkan wajah yang berseri-seri kepadanya
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Janganlah engkau meremehkan sedikit pun dari kebaikan, walaupun
sekedar menampakkan wajah yang berseri-seri ketika bertemu
saudaramu.”(HR. Muslim no. 2626, dari sahabat Abu Dzar radhiyallahu
‘anhu)
3. Memberikan hadiah, karena hal ini dapat menumbuhkan kecintaan.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Saling menghadiahilah kalian niscaya kalian akan saling mencintai.”
(HR. al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad no. 594, dihasankan oleh al-Imam
al-Albani rahimahullah dalam Irwa`ul Ghalil no. 1601, dari sahabat Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Dalam riwayat yang lain Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Wahai wanita-wanita muslimah, jangan sekali-kali seorang tetangga
menganggap remeh untuk memberikan hadiah kepada tetangganya walaupun
hanya sepotong kaki kambing.” (HR. al-Bukhari no. 2566 dan Muslim no.
2376, dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani rahimahullah menyatakan bahwa
hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu di atas memberikan isyarat
ditekankannya memberikan hadiah walaupun dengan sesuatu yang
sedikit/kecil, dan ditekankannya menerima pemberian/hadiah walaupun
sedikit/tidak berarti. (Fathul Bari 5/244, 245)
Hadiah dapat memberikan pengaruh secara maknawi, bukan materi semata.
Sungguh yang namanya hadiah walaupun kecil/sedikit akan dapat
menumbuhkan cinta dan menghilangkan kedengkian.
Penutup
Para pembaca yang semoga dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala,
menjalani kehidupan bertetangga dengan baik dan saling menunaikan hak
masing-masing merupakan suatu kebahagiaan dan tanda kebaikan sebuah
masyarakat.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada
empat perkara yang termasuk dari kebahagiaan: istri yang shalihah,
tempat tinggal yang luas, tetangga yang shalih dan tunggangan
(kendaraan) yang nyaman. Dan ada empat perkara yang termasuk dari
kesengsaraan; tetangga yang jelek, istri yang jahat (tidak shalihah),
tunggangan yang jelek, dan tempat tinggal yang sempit.” (HR. Ibnu
Hibban, hadits ini dishahihkan asy-Syaikh Muqbil rahimahullah dalam
kitab beliau ash-Shahihul Musnad Mimma Laysa fish- Shahihain 1/277)
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
“Sebaik-baik sahabat di sisi Allah adalah mereka yang terbaik kepada
sahabatnya, dan sebaik-baik tetangga di sisi Allah adalah yang terbaik
kepada tetangganya.”(HR. at-Tirmidzi, Ahmad dan ad-Darimi, dari sahabat
‘Abdullah bin ‘Amr bin al-’Ash radhiyallahu ‘anhuma)
Demikianlah kajian tentang adab bertetangga, semoga bermanfaat bagi kita semua.
Amin ya Rabbal ‘alamin.
0 komentar:
Posting Komentar