Anggapan sial dan datangnya bencana karena hari tertentu, bulan
tertentu (baca: bulan suro), angka tertentu (angka 13) atau peristiwa
tertentu (semisal kejatuhan cecak sebelum pergi) dalam bahasa Arab
disebut thiyarah atau tathayyur. Istilah ini diambil dari kata thairun yang artinya burung.
Hal ini karena pada mulanya orang Arab punya anggapan sial dengan sebab
burung. Gerak tertentu yang dilakukan oleh seekor burung bisa
menyebabkan mereka mengurungkan diri untuk melakukan suatu hal. Islam
datang untuk menghapus keyakinan semisal ini. Islam menegaskan bahwa bahaya dan manfaat hanya ada di tangan Allah.
Thiyarah itu bertentangan dengan tauhid karena perbuatan Allah dinisbatkan kepada makhluk. Juga dikarenakan thiyarah itu
akan menjadi sebab adanya keyakinan bahwa makhluk yang lemah itu punya
pengaruh dalam takdir yang telah Allah tentukan. Oleh karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menetapkannya sebagai kesyirikan.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « الطِّيَرَةُ مِنَ الشِّرْكِ ». وَمَا
مِنَّا إِلاَّ وَلَكِنَّ اللَّهَ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ.
Dari Abdullah bin Mas’ud, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Thiyarah itu syirik. Semua kita pasti pernah terbesit di dalam hatinya
anggapan sial karena hal-hal tertentu namun Alloh menghilangkannya
dengan tawakal” (HR Tirmidzi no 1614, dinilai shahih oleh al Albani).
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ مِنْ حَاجَةٍ
فَقَدْ أَشْرَكَ ». قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا كَفَّارَةُ ذَلِكَ
قَالَ « أَنْ يَقُولَ أَحَدُهُمْ اللَّهُمَّ لاَ خَيْرَ إِلاَّ خَيْرُكَ
وَلاَ طَيْرَ إِلاَّ طَيْرُكَ وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ ».
Dari Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang mengurungkan niatnya karena thiyarah maka dia telah melakukan kesyirikan”. Para shahabat bertanya, “Wahai rasulullah, apa penebus untuk dosa tersebut?”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ucapan ‘allahumma la khaira illa khairuka, wa la thaira illa thairuka wa la ilaha ghairuka’, Ya
Allah tidak ada kebaikan kecuali kebaikanMu. Tidak ada kesialan kecuali
kesialan yang Kau tetapkan. Tidak ada sesembahan yang berhak disembah
melainkan Engkau” (HR Ahmad no 7045, dinilai hasan oleh Syeikh Syuaib al Arnauth).
Para ulama ahli sunnah dengan mengingatkan dengan keras bahaya thiyarah. Karena thiyarah adalah penyimpangan dari keyakinan yang benar bahwa tidak ada yang bisa mendatangkan manfaat dan kebaikan melainkan Allah.
Dalam thiyarah, perbuatan Allah dinisbatkan kepada makhluk
yaitu keyakinan orang yang punya anggapan sial bahwa apa yang terjadi
itu disebabkan sumber thiyarah baik hari, bulan ataupun hewan. Ini merupakan syirik dalam rububiyyah.
Oleh karena itu, Allah membantah anggapan kaum Nabi Shalih bahwa
kekeringan dan paceklik itu disebabkan Nabi Shalih. Allah tegaskan bahwa
apa yang terjadi itu dari sisi Allah disebabkan dosa dan maksiat
mereka.
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا إِلَى ثَمُودَ أَخَاهُمْ صَالِحًا أَنِ اعْبُدُوا
اللَّهَ فَإِذَا هُمْ فَرِيقَانِ يَخْتَصِمُونَ (45) قَالَ يَا قَوْمِ لِمَ
تَسْتَعْجِلُونَ بِالسَّيِّئَةِ قَبْلَ الْحَسَنَةِ لَوْلَا
تَسْتَغْفِرُونَ اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (46) قَالُوا
اطَّيَّرْنَا بِكَ وَبِمَنْ مَعَكَ قَالَ طَائِرُكُمْ عِنْدَ اللَّهِ بَلْ
أَنْتُمْ قَوْمٌ تُفْتَنُونَ (47)
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus kepada (kaum) Tsamud saudara
mereka Shaleh (yang berseru): “Sembahlah Allah”. Tetapi tiba-tiba mereka
(jadi) dua golongan yang bermusuhan. Dia berkata: “Hai kaumku mengapa
kamu minta disegerakan keburukan sebelum (kamu minta) kebaikan?
Hendaklah kamu meminta ampun kepada Allah, agar kamu mendapat rahmat”.
Mereka menjawab: “Kami mendapat nasib yang malang, disebabkan kamu dan
orang-orang yang besertamu”. Shaleh berkata: “Nasibmu ada pada sisi
Allah, (bukan kami yang menjadi sebab), tetapi kamu kaum yang diuji” (QS
an Naml:45-47).
Jadi thiyarah adalah keyakinan yang tidak benar dan tidak punya pengaruh apapun. Allahlah satu-satunya yang mengatur alam semesta.
عَنْ أُمِّ كُرْزٍ قَالَتْ سَمِعْتُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « أَقِرُّوا الطَّيْرَ عَلَى مَكِنَاتِهَا ».
Dari Ummu Kurzin, aku mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Biarkanlah burung, jangan dibentak dari tempatnya” (HR Abu Daud no 2835, dinilai shahih oleh al Albani).
Maksudnya biarkan burung berada di tempat yang kalian lihat dan
jangan punya anggapan sial dengannya karena burung tersebut tidak akan
membahayakan kalian.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « لاَ عَدْوَى وَلاَ طِيَرَةَ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada
penyakit menular dengan sendirinya dan tidak ada anggapan sial karena
suatu hal” (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – قَالَ قَالَ النَّبِىُّ – صلى
الله عليه وسلم – « لاَ طِيَرَةَ ، وَخَيْرُهَا الْفَأْلُ » . قَالَ وَمَا
الْفَأْلُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « الْكَلِمَةُ الصَّالِحَةُ
يَسْمَعُهَا أَحَدُكُمْ »
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak ada anggapan sial karena suatu hal. Thiyarah yang terbaik adalah
fa’i (kata-kata yang membuat optimis)”. Ada yang bertanya, “Apa itu
fa’i wahai rasulullah?”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kata-kata baik yang kalian dengar” (HR Bukhari dan Muslim).
Tentang ciri orang yang masuk surga tanpa hisab, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
هُمُ الَّذِينَ لاَ يَسْتَرْقُونَ ، وَلاَ يَتَطَيَّرُونَ ، وَلاَ يَكْتَوُونَ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
“Mereka adalah orang-orang yang tidak minta diruqyah, tidak punya anggapan-anggapan sial,
tidak minta di-kay (pengobatan dengan besi panas) dan hanya bertawakal
kepada Rabbnya” (HR Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas).
_______
Sumber: http://ustadzaris.com/beranggapan-sial-dengan-angka-13
Beranggapan Sial dengan Angka 13
Faisal Choir Blog :
Blog ini merupakan kumpulan Artikel dan Ebook Islami dari berbagai sumber. Silahkan jika ingin menyalin atau menyebarkan isi dari Blog ini dengan mencantumkan sumbernya, semoga bermanfaat. “Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk, maka baginya ada pahala yang sama dengan pahala orang yang mengikutinya dan tidak dikurangi sedikitpun juga dari pahala-pahala mereka.” (HR. Muslim). Twitter | Facebook | Google Plus
0 komentar:
Posting Komentar