Komisi Fatwa Kerajaan Saudi Arabia, Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ mendapat pertanyaan sebagai berikut,
“Kami sangat ingin Anda sekalian menjelaskan mana sajakah tabarruk (
ngalap berkah) yang terlarang (alias bid’ah), kapan tabarruk semacam itu digolongkan
syirik akbar dan kapan digolongkan
syirik ashgor? Mohon sertakan pula dengan contoh.”
Jawaban Al Lajnah Ad Daimah:
Tabarruk kepada makhluk ada dua macam:
Macam pertama: Termasuk Syirik Akbar
Tabarruk pada makhluk seperti pada kubur, pohon, batu, manusia yang
masih hidup atau telah mati, di mana orang yang bertabarruk ingin
mendapatkan barokah dari makhluk tersebut (bukan dari Allah), atau jika
bertabarruk dengan makhluk tersebut dapat mendekatkan dirinya pada Allah
Ta’ala, atau ingin mendapatkan syafa’at dari makhluk tersebut
sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang musyrik terdahulu, maka
seperti ini termasuk
syirik akbar. Karena
kelakukan semacam ini adalah sejenis dengan perbuatan orang musyrik pada
berhala atau sesembahan mereka. Mengenai hal ini terdapat dalam
hadits Abu Waqid Al Laitsi yang mengisahkan tentang orang-orang musyrik yang menggantungkan senjata-senjata mereka
[1] pada sebuah pohon. Perbuatan yang dilakukan oleh mereka ini dianggap oleh Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai syirik akbar. Lantas beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam
pun menyerupakan permintaan sebagian sahabat (yang baru saja masuk
Islam) yang meminta dijadikan pohon sebagaimana orang-orang musyrik
tadi, yaitu beliau serupakan dengan perkataan Bani Israel pada Musa,
اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آَلِهَةٌ
“
Buatlah untuk kami sesembahan sebagaimana mereka mempunyai beberapa sesembahan.” (QS. Al A’rof: 183)
Macam kedua: Termasuk Bid’ah
Tabarruk kepada makhluk dengan keyakinan bahwa tabarruk pada makhluk
tersebut akan berbuahkan pahala karena telah mendekatkan pada Allah,
namun keyakinannya bukanlah makhluk tersebut yang mendatangkan manfaat
atau bahaya. Hal ini seperti tabarruk yang dilakukan orang jahil dengan
mengusap-usap kain ka’bah, dengan menyentuh dinding ka’bah, dengan
menyentuh maqom Ibrahim dan
hujroh nabawiyah, atau dengan
menyentuh tiang masjidi harom dan masjid nabawi; ini semua dilakukan
dalam rangka meraih berkah dari Allah, tabarruk semacam ini adalah
tabarruk yang bid’ah (tidak ada tuntunannya dalam ajaran Islam) dan
termasuk
wasilah (perantara) pada syirik akbar kecuali jika ada
dalil khusus akan hal itu. Contoh khusus yang termasuk tabarruk yang
dibolehkan adalah tabarruk dengan air zam-zam, tabarruk dengan keringat
dan rambut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, begitu pula dengan
tabarruk dengan jasad dan bekas wudhu beliau
shalawaatullah wa salaamu ‘alaih. Contoh khusus yang disebutkan ini tidaklah terlarang karena ada dalil yang membolehkannya.
Wabillahit taufiq, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Fatwa Al Lajnah Ad Daimah ini ditandatangani oleh:
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz selaku ketua; Syaikh ‘Abdul
‘Aziz Alu Syaikh selaku wakil ketua; Syaikh ‘Abdullah bin Ghudayan,
Syaikh Sholeh Al Fauzan, Syaikh Bakr Abu Zaid masing-masing selaku
anggota.
Reference:
Fatawa Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’, 1/
352-353, pertanyaan kedua dari fatwa no. 18511, terbitan Ar Ri-asah Al
‘Ammah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’, cetakan pertama, 1428 H
***
Mengapa mengusap dinding atau kain Ka’bah, begitu pula tiang masjidil
Harom terlarang? Karena perlu dipahami bahwa berkah yang ada pada
Ka’bah dan Masjidil Harom adalah berkah yang sifatnya ma’nawi. Artinya
di antara berkahnya adalah dengan berlipatnya pahala ketika beribadah di
sana. Dan berkah yang sifatnya ma’nawi tidak bisa berpindah secara zat.
Berbeda halnya dengan berkah yang sifatnya dzatiyah, yang bisa
berpindah seperti berkah dari keringat atau rambut Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Berkah yang bersifat dzat ini hanya dikhususkan pada para nabi saja.
Sedangkan orang-orang selain itu tidak ada dalil yang menunjukkannya
sehingga tidak tepat ada yang ngalap berkah dengan keringatnya “Pak
Kyai”. Karena para sahabat saja sendiri tidak pernah ngalap berkah
dengan dzat Abu Bakr, ‘Umar, ‘Utsman dan ‘Ali. Padahal mereka adalah
semulia-mulianya sahabat. Ngalap berkah dengan ulama atau kyai bukanlah
dengan dzat, namun dengan ilmu dan dengan mempelajari akhlaq mereka.
Jadi harus benar-benar dipahami beda antara
tabarruk ma’nawiyah dan
tabarruk dzatiyah.
[2]
Rumaysho.com sebelumnya pernah membahas
Cara Mudah Meraih Berkah dan
Ngalap Berkah dari Sang Kyai.
Riyadh-KSA, 2 Safar 1432 H (06/01/2011)
www.rumaysho.com
Muhammad Abduh Tuasikal
[1] Syaikh Hammad Al Hammad
hafizhohullah menjelaskan bahwa orang-orang musyrik menggantukan senjata mereka tersebut dalam rangka mearih berkah yaitu datangnya kekuatan.
[2] Ini faedah dari Durus “Kitab Tauhid”, Syaikh Hammad Al Hammad, KSU, Riyadh, KSA.
0 komentar:
Posting Komentar