Di antaranya adalah:
Habib al-Jalab rahimahullah berkata: “Aku bertanya kepada Ibnul Mubarak: ‘Apakah sebaik-baik perkara yang diberikan kepada seseorang?’ Dia menjawab: ‘Akal yang cerdas.’ Aku berkata: ‘Kalau tidak bisa?’ Dia menjawab: ‘Adab yang baik.’ Aku berkata: ‘Kalau tidak bisa?’ Dia menjawab: ‘Saudara penyayang yang selalu bermusyawarah dengannya.’ Aku berkata: ‘Kalau tidak bisa?’ Dia menjawab: ‘Diam yang panjang.’ Aku berkata: ‘Kalau tidak bisa?’ Dia menjawab: ‘Kematian yang segera.’” (Siyar A’laamin Nubalaa’, VII/397)
Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata: “Barangsiapa yang ingin Allah membukakan hatinya atau meneranginya, hendaklah ia ber-khalwat (menyendiri), sedikit makan, meninggalkan pergaulan dengan orang-orang bodoh, dan membenci ahli ilmu yang tidak memiliki inshaf (sikap obyektif) dan adab.” (Muqaddimah al-Majmuu’ Syarah Muhadzdzab, I/31)
Ibnu Sirin rahimahullah berkata: “Para salaf mempelajari adab sebagaimana mereka mempelajari ilmu.” (Tadzkiratus Saami’ wal Mutakallim, hlm. 2)
Al-Hasan rahimahullah berkata: “Sesungguhnya seorang laki-laki keluar untuk menuntut ilmu adab baginya selama dua tahun, kemudian dua tahun.” (Ibid)
Habib bin Asy-Syahid rahimahullah berkata kepada anaknya: “Wahai, anakku, pergaulilah para fuqaha’ dan ulama; belajarlah dan ambillah adab dari mereka. Sesungguhnya hal itu lebih aku sukai daripada banyak hadits.” (Ibid)
Seorang salaf berkata kepada anaknya: “Wahai, anakku, engkau mempelajari satu bab tentang adab lebih aku sukai daripada engkau mempelajari tujuh puluh bab dari ilmu.” (Ibid, hlm. 3)
Mukhallad bin al-Husain rahimahullah berkata kepada Ibnul Mubarak rahimahullah: “Kami lebih membutuhkan banyak adab daripada banyak hadits.” (Ibid, hlm. 3)
Dikatakan kepada Imam Asy-Syafi’i rahimahullah: “Bagaimana hasratmu terhadap adab?” Dia menjawab: “Aku mendengar satu huruf dari adab yang belum pernah aku dengar, maka seluruh anggota badanku ingin memiliki pendengaran hingga dapat merasakan kenikmatan mendengarnya.” Dikatakan: “Bagaimana keinginanmu untuk mendapatkannya?” Dia menjawab: “Seperti keinginan seorang wanita yang kehilangan anaknya, sedang ia tidak memiliki anak selainnya.” (Ibid, hlm. 3)
Abu Bakar al-Mithwa’i rahimahullah berkata: “Aku bolak-balik kepada Abu ‘Abdillah (yakni Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah) selama sepuluh tahun. Beliau membacakan kitab al-Musnad kepada anak-anaknya. Aku tidak menulis satu pun hadits darinya. Aku hanya melihat kepada adab dan akhlak beliau.” (Siyar A’laamin Nubalaa’, XI/316).
Adz-Dzahabi rahimahullah menyebutkan: “Bahwasanya majelis Imam Ahmad bin Hanbal dihadiri oleh lima ribu orang. Lima ratus di antaranya mencatat, sedangkan selebihnya mengambil manfaat dari perilaku, akhlak, dan adab beliau.” (Ibid).
Ibnul Mubarak rahimahullah berkata: Aku telah mencoba diriku maka aku tidak mendapatkan baginya sesuatu yang lebih bermanfaat setelah takwa kepada Allah daripada adab dalam setiap kondisinya meski jiwaku tidak suka, selalu lebih baik daripada diamnya dari berbuat bohong atau meng-ghibahi manusia sesungguhnya ghibah telah diharamkan oleh Yang Mahamulia dalam kitab-kitab, aku katakan pada diriku: “Taatlah” dan aku memaksanya kesantunan dan ilmu adalah perhiasan bagi orang yang memiliki kemuliaan seandainya ucapanmu itu dari perak, wahai diri, maka diam adalah dari emas. (Al-Mashdaras-Sabiq, VIII/416)
Ibnul Mubarak rahimahullah juga berkata: “Aku mempelajari adab selama tiga puluh tahun dan aku mempelajari ilmu selama dua puluh tahun. Adalah para salaf mempelajari adab, kemudian mempelajari ilmu.”
Al-Qarafi rahimahullah berkata dalam kitabnya, al-Faruq, ketika menjelaskan kedudukan adab: “Ketahuilah bahwasanya sedikit adab lebih baik daripada banyak amal. Oleh karena itulah, Ruwaiyim -seorang alim yang shalih- berkata kepada anaknya: “Wahai anakku, jadikanlah amalmu ibarat garam dan adabmu ibarat tepung. Yakni, perbanyaklah adab hingga perbandingan banyaknya seperti perbandingan tepung dan garam – dalam suatu adonan. Banyak adab dengan sedikit amal shalih lebih baik daripada banyak amal dengan sedikit adab.”(Al-Faruq, IV/272)
Sejarah Penulisan Tentang Adab Syar'i
Para ulama telah memberikan perhatian yang sangat besar terhadap adab Islami sepanjang kurun waktu tertentu. Mereka telah banyak menulis karya-karya yang sangat bermanfaat. Di antaranya ada yang ditulis secara terpisah membahas tentang adab secara umum. sebagian lainnya berkaitan dengan adab-adab tertentu, seperti do’a, pengobatan, dan lain sebagainya.
Ibnu Muflih al-Hanbali berkata pada awal kitabnya, al-Aadaabusy Syar’iyyah:
“Banyak di antara sahabat-sahabat kami yang telah menulis tentang pembahasan ini, di antaranya: Abu Daud as-Sajistani penulis kitab Sunan, Abu Bakar al-Khalal, Abu Bakar ‘Abdul ‘Aziz, Abu Hafsh, Abu ‘Ali bin Musa, al-Qadhi Abu Ya’la, dan Ibnu ‘Uqail.
Di samping itu, ada juga menulis tentang sebagian perkara yang berkaitan dengannya, misalnya amar ma’ruf nahi munkar, do’a, pengobatan, dan pakaian. Mereka adalah ath-Thabrani, Abu Bakar a-Ajurri, Abu Muhammad al-Khalal, al-Qadhi Abu Ya’la, putra beliau Abul Hasan, Ibnul Jauzi, dan yang lainnya.” (Al-Adab asy-Syar’iyyah, I/1).
Di antara karya-karya yang membahas tentang adab syar’iyyah:
Ditulis: Al-Akh Abu Muhammad Herman
Dikutip dari kitab Ensiklopedi Adab Islam Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, hlm. 9-12, oleh Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada, terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi’i, cetakan pertama/Agustus 2007
Sumber: http://abuzuhriy.com/
Download Buku Ensiklopedi Adab Islam
Habib al-Jalab rahimahullah berkata: “Aku bertanya kepada Ibnul Mubarak: ‘Apakah sebaik-baik perkara yang diberikan kepada seseorang?’ Dia menjawab: ‘Akal yang cerdas.’ Aku berkata: ‘Kalau tidak bisa?’ Dia menjawab: ‘Adab yang baik.’ Aku berkata: ‘Kalau tidak bisa?’ Dia menjawab: ‘Saudara penyayang yang selalu bermusyawarah dengannya.’ Aku berkata: ‘Kalau tidak bisa?’ Dia menjawab: ‘Diam yang panjang.’ Aku berkata: ‘Kalau tidak bisa?’ Dia menjawab: ‘Kematian yang segera.’” (Siyar A’laamin Nubalaa’, VII/397)
Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata: “Barangsiapa yang ingin Allah membukakan hatinya atau meneranginya, hendaklah ia ber-khalwat (menyendiri), sedikit makan, meninggalkan pergaulan dengan orang-orang bodoh, dan membenci ahli ilmu yang tidak memiliki inshaf (sikap obyektif) dan adab.” (Muqaddimah al-Majmuu’ Syarah Muhadzdzab, I/31)
Ibnu Sirin rahimahullah berkata: “Para salaf mempelajari adab sebagaimana mereka mempelajari ilmu.” (Tadzkiratus Saami’ wal Mutakallim, hlm. 2)
Al-Hasan rahimahullah berkata: “Sesungguhnya seorang laki-laki keluar untuk menuntut ilmu adab baginya selama dua tahun, kemudian dua tahun.” (Ibid)
Habib bin Asy-Syahid rahimahullah berkata kepada anaknya: “Wahai, anakku, pergaulilah para fuqaha’ dan ulama; belajarlah dan ambillah adab dari mereka. Sesungguhnya hal itu lebih aku sukai daripada banyak hadits.” (Ibid)
Seorang salaf berkata kepada anaknya: “Wahai, anakku, engkau mempelajari satu bab tentang adab lebih aku sukai daripada engkau mempelajari tujuh puluh bab dari ilmu.” (Ibid, hlm. 3)
Mukhallad bin al-Husain rahimahullah berkata kepada Ibnul Mubarak rahimahullah: “Kami lebih membutuhkan banyak adab daripada banyak hadits.” (Ibid, hlm. 3)
Dikatakan kepada Imam Asy-Syafi’i rahimahullah: “Bagaimana hasratmu terhadap adab?” Dia menjawab: “Aku mendengar satu huruf dari adab yang belum pernah aku dengar, maka seluruh anggota badanku ingin memiliki pendengaran hingga dapat merasakan kenikmatan mendengarnya.” Dikatakan: “Bagaimana keinginanmu untuk mendapatkannya?” Dia menjawab: “Seperti keinginan seorang wanita yang kehilangan anaknya, sedang ia tidak memiliki anak selainnya.” (Ibid, hlm. 3)
Abu Bakar al-Mithwa’i rahimahullah berkata: “Aku bolak-balik kepada Abu ‘Abdillah (yakni Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah) selama sepuluh tahun. Beliau membacakan kitab al-Musnad kepada anak-anaknya. Aku tidak menulis satu pun hadits darinya. Aku hanya melihat kepada adab dan akhlak beliau.” (Siyar A’laamin Nubalaa’, XI/316).
Adz-Dzahabi rahimahullah menyebutkan: “Bahwasanya majelis Imam Ahmad bin Hanbal dihadiri oleh lima ribu orang. Lima ratus di antaranya mencatat, sedangkan selebihnya mengambil manfaat dari perilaku, akhlak, dan adab beliau.” (Ibid).
Ibnul Mubarak rahimahullah berkata: Aku telah mencoba diriku maka aku tidak mendapatkan baginya sesuatu yang lebih bermanfaat setelah takwa kepada Allah daripada adab dalam setiap kondisinya meski jiwaku tidak suka, selalu lebih baik daripada diamnya dari berbuat bohong atau meng-ghibahi manusia sesungguhnya ghibah telah diharamkan oleh Yang Mahamulia dalam kitab-kitab, aku katakan pada diriku: “Taatlah” dan aku memaksanya kesantunan dan ilmu adalah perhiasan bagi orang yang memiliki kemuliaan seandainya ucapanmu itu dari perak, wahai diri, maka diam adalah dari emas. (Al-Mashdaras-Sabiq, VIII/416)
Ibnul Mubarak rahimahullah juga berkata: “Aku mempelajari adab selama tiga puluh tahun dan aku mempelajari ilmu selama dua puluh tahun. Adalah para salaf mempelajari adab, kemudian mempelajari ilmu.”
Al-Qarafi rahimahullah berkata dalam kitabnya, al-Faruq, ketika menjelaskan kedudukan adab: “Ketahuilah bahwasanya sedikit adab lebih baik daripada banyak amal. Oleh karena itulah, Ruwaiyim -seorang alim yang shalih- berkata kepada anaknya: “Wahai anakku, jadikanlah amalmu ibarat garam dan adabmu ibarat tepung. Yakni, perbanyaklah adab hingga perbandingan banyaknya seperti perbandingan tepung dan garam – dalam suatu adonan. Banyak adab dengan sedikit amal shalih lebih baik daripada banyak amal dengan sedikit adab.”(Al-Faruq, IV/272)
Sejarah Penulisan Tentang Adab Syar'i
Para ulama telah memberikan perhatian yang sangat besar terhadap adab Islami sepanjang kurun waktu tertentu. Mereka telah banyak menulis karya-karya yang sangat bermanfaat. Di antaranya ada yang ditulis secara terpisah membahas tentang adab secara umum. sebagian lainnya berkaitan dengan adab-adab tertentu, seperti do’a, pengobatan, dan lain sebagainya.
Ibnu Muflih al-Hanbali berkata pada awal kitabnya, al-Aadaabusy Syar’iyyah:
“Banyak di antara sahabat-sahabat kami yang telah menulis tentang pembahasan ini, di antaranya: Abu Daud as-Sajistani penulis kitab Sunan, Abu Bakar al-Khalal, Abu Bakar ‘Abdul ‘Aziz, Abu Hafsh, Abu ‘Ali bin Musa, al-Qadhi Abu Ya’la, dan Ibnu ‘Uqail.
Di samping itu, ada juga menulis tentang sebagian perkara yang berkaitan dengannya, misalnya amar ma’ruf nahi munkar, do’a, pengobatan, dan pakaian. Mereka adalah ath-Thabrani, Abu Bakar a-Ajurri, Abu Muhammad al-Khalal, al-Qadhi Abu Ya’la, putra beliau Abul Hasan, Ibnul Jauzi, dan yang lainnya.” (Al-Adab asy-Syar’iyyah, I/1).
Di antara karya-karya yang membahas tentang adab syar’iyyah:
- Kitab Adabul Mufrad, karya Imam al-Bukhari rahimahullah.
- Kitab “al-Adab”, dalam Shahih al-Bukhari rahimahullah.
- Kitab “al-Adab”, dalam Shahih Muslim rahimaullah.
- Kitab “al-Adab’, dalam Sunan Abi Dawud rahimahullah.
- Kitab “al-Adab”, dalam Sunan at-Tirmidzi rahimahullah.
- Kitab “al-Adab”, dalam Sunan Ibni Majah rahimahullah.
- Kitab “al-Adab”, karya al-Baihaqi rahimahullah.
- Kitab al-Jaami’ li Akhlaqir Raawi wa Adabis Sami’, karya al-Khathib al-Baghdadi rahimahullah.
- Kitab Jaami Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlihi, karya Ibnu ‘Abdil Bar rahimahullah.
- Kitab Tadzkiratus Saami’ wal Mutakallim fi Adabil ‘Aalim wal Muta’allim, karya Ibnu Jama’ah rahimahullah.
- Kitab al-Aadaabusy Syar’iyyah, karya Ibnu Muflih al-Hanbali rahimahullah.
- Kitab Adabul akli, karya Ibnu ‘Imad al-Aqfahasi asy-Syafi’i rahimahullah.
- Kitab Min Aadaabil Islam, karya ‘Abdul Fattah Abu Ghuddah rahimahullah.
- Kitab al-Adab, karya Fuad as-Syalhub rahimahullah, dan lain-lain.
Ditulis: Al-Akh Abu Muhammad Herman
Dikutip dari kitab Ensiklopedi Adab Islam Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, hlm. 9-12, oleh Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada, terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi’i, cetakan pertama/Agustus 2007
Sumber: http://abuzuhriy.com/
Download Buku Ensiklopedi Adab Islam
- Jilid 1 : http://www.mediafire.com/?dyy9mqmk7br5n1k
- Jilid 2 : http://www.mediafire.com/?dov33o5ih8nkast
0 komentar:
Posting Komentar