Seorang
mukmin selalu berusaha meniatkan seluruh amalan dan dan aktivitasnya
untuk meraih ridho Allah, balasan-Nya, dan Surga-Nya, juga agar selamat
dari Neraka. Inilah yang disebut ikhlas. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Katakanlah:
“Sesungguhnya shalatku, ibadahku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan
semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang
diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).” (Al-An’am: 162-163)
Allah mensyaratkan perbuatan kebaikan dengan niat ikhlas untuk mendapatkan balasan-Nya,
“Dan barangsiapa
yang berbuat demikian (yaitu: berbisik memerintahkan bersedekah, berbuat
ma’ruf, atau mengadakan perbaikan di antara manusia) karena mencari
keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.” (An-Nisaa’: 114)
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga memberikan niat orang-orang abrar (berbakti) di dalam bershadaqah dengan firman-Nya,
“Al-Abrar berkata:
“Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk wajah Allah,
kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima
kasih.” (Al-Insaan: 9)
Itu semua karena ikhlas merupakan salah satu syarat diterimanya amal di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, selain iman dan mutaba’ah (mengikuti tuntunan Nabi). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنّ الله لا يقبل من العمل إلاّ ما كان له خلصا ابتغي به وجهه
“Sesungguhnya, Allah tidak akan menerima dari semua jenis amalan kecuali yang murni untuk-Nya dan untuk mencari wajah-Nya.” (HR. An-Nasai, no. 3140; Lihat Silsilah Ash-Shahihah, no. 52; Ahkamul Janaiz, hal. 63)
Dalam hadits lain beliau bersabda,
قال الله تبارك و تعالى أنا أغنى الشركاء عن الشرك من عمل عملا أشرك فيه عمي غيري تركته وشركه
“Allah Tabaaraka
wa Ta’ala berfirman: Aku paling tidak membutuhkan sekutu. Barangsiapa
beramal dengan suatu amalan, dia menyekutukan selain Aku bersama-Ku pada
amalan itu, Aku tinggalkan dia dan sekutunya.” (HR. Muslim, no. 2985)
Waspadai Syirik Niat
Termasuk
jenis syirik yang tidak diketahui oleh banyak orang adalah syirik niat.
Yaitu seseorang meniatkan semua pekerjaan dan amalannya untuk dunia,
untuk selain Allah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Barangsiapa yang
menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan
kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan
mereka di dunia itu tidak akan merugi. Itulah orang-orang yang di
akhirat tidak memperoleh kecuali Neraka, dan lenyaplah di akhirat itu
apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah
mereka kerjakan.” (Huud: 15-16)
Imam Abu Ja’far Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah
berkata, “Allah Yang Maha Tinggi sebutan-Nya berkata: “Barangsiapa yang
menghendaki kehidupan dunia dengan amalannya, dan dia hanya mencari
dunia dan perhiasannya dengan amalannya itu, niscaya Kami berikan kepada
mereka balasan-balasan dan pahala amalan mereka di dunia dengan
sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan merugi, yaitu tidak akan
dikurangi balasannya, bahkan akan diberikan secara sempurna kepada
mereka di dunia.”
Dari Abdullah bin Abbas radliallahu ‘anhuma,
dia berkata, “Barangsiapa beramal shalih untuk mencari dunia, dia
melakukan puasa, shalat dan tahajjud pada waktu malam, dia tidak akan
melakukannya kecuali untuk mencari dunia, Allah Ta’ala akan
berkata: “Aku akan memberikan dengan sempurna pahala yang dia cari di
dunia.” Namun, amalannya yang dilakukan untuk mencari dunia itu gugur,
dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang merugi.”
Dari Qatadah rahimahullah,
dia berkata: “Barangsiapa yang keinginannya hanyalah dunia, dia hanya
mencari dunia, Allah akan memberikan harta kepadanya dan akan memberikan
kepadanya kehidupannya, dan itu merupakan qishash (balasan yang sepadan) baginya karena amalannya, dan dia di dunia tidak akan dizholimi.”
Dari Adh-Dhahak rahimahullah,
dia berkata: “Barangsiapa beramal shalih dengan tanpa taqwa –yaitu dari
orang musyrik- Allah memberi balasan di dunia atas amal tersebut.
Seperti berbuat baik kepada kerabat, memberi kepada peminta-minta,
menyayangi orang yang kesusahan, dan semacamnya dari amal-amal
kebajikan, Allah akan menyegerakan balasan amalannya baginya di dunia,
Allah akan meluaskan padanya di dalam penghidupan, rezeki, memberikan
kesenangan padanya di dalam apa yang telah Dia berikan, dan Dia menolak
darinya perkara-perkara yang tidak disukai di dunia semacam ini. Tetapi
di akhrirat dia tidak mendapatkan bagian.”
(Lihat Tafsir Ath-Thabari, juz 7, hal. 12, pada tafsir Surat Huud: 15-16)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata menjelaskan makna ayat di atas, “Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia”, yaitu kekal di dunia, “dan perhiasannya”, yaitu harta, anak-anak, wanita-wanita, sawah lading, binatang-binatang ternak, kuda pilihan, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Dijadikan
indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini,
yaitu; wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas,
perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah lading. Itulah
kesenangan hidup di dunia.” (Ali Imran: 14)
Dan
maknanya, bahwa mereka akan diberi apa yang mereka kehendaki di dunia.
Di antaranya adalah orang-orang kafir, mereka tidak berusaha kecuali
untuk dunia dan perhiasannya, oleh karena itulah disegerakan untuk
mereka kebaikan mereka di dalam kehidupan dunia mereka, sebagaimana
firman Allah Ta’ala,
“Dan (ingatlah)
hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka (kepada mereka
dikatakan): ‘Kamu telah menghabiskan rezekimu yang baik dalam kehidupan
duniawimu (saja) dan kamu telah bersenang-senang dengannya.” (Al-Ahqaaf: 20)
Oleh karena inilah, tatkala Umar radliallahu ‘anhu menangis ketika melihat bekas tikar pada lambung Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu Nabi bertanya: “Apa
yang menyebabkanmu menangis?” Dia menjawab: “Wahai Rasulullah, Kisra
dan Qaishar, keduanya keduanya hidup di dalam kenikmatan, sedangkan
engkau di dalam keadaan ini!”. Maka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: “Mereka adalah orang-orang yang kebaikan-kebaikan
mereka telah disegerakan untuk mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Pada
hakikatnya, itu merupakan bahaya pada mereka, karena sesungguhnya jika
mereka telah meninggalkan negeri kesenangan (dunia ini) menuju negeri
yang panas membakar (Neraka), itu menjadi lebih berat dan dahsyat di
dalam kehilangan kesenangan yang mereka dapati di dunia. Firman Allah Ta'ala, “Dan mereka di dunia tidak akan dirugikan”,
yaitu mereka tidak akan dikurangi dari balasan mereka, karena Allah
Maha Adil, tidak mendzolomi, sehingga mereka diberi apa yang mereka
kehendaki. Firman Allah, “itulah orang-orang”, yaitu orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, firman-Nya, “di Akhirat tidak memperoleh kecuali Neraka”,
ini pembatasan, ini berarti bahwa mereka tidak akan masuk Surga, karena
orang yang tidak mendapatkan kecuali Neraka, dia dicegah dari Surga.
Kita memohon perlindungan kepada Allah.”
(Diringkas dari Al-Qaulul Mufid Syarh Kitab At-Tauhid juz , hal. 245-246)
Akan tetapi, ayat di atas, yaitu surat Huud ayat 15-16, dikhususkan oleh Allah di dalam surat Al-Isra’,
“Barangsiapa
menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di
dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki, dan
Kami tentukan baginya Neraka Jahannam; ia akan akan memasukinya dalam
keadaan tercela dan terusir. Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan
akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah
mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalas dengan
baik.” (Al-Isra’: 18-19)
Hal ini dapat kita lihat dengan dua perkara:
- Bahwa kaidah agama di dalam
nash-nash, bahwa yang lebih khusus itu di dahulukan dari yang lebih
umum. Ayat dalam surat Huud umum, karena setiap orang yang menghendaki
kehidupan dunia dan perhiasannya, Allah memberikan kepadanya balasan
amalannya dan Dia memberikan apa yang dia kehendaki untuk diberi.
Adapun ayat dalam surat Al-Isra’ itu khusus, yaitu Kami segerakan
baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami
kehendaki.
- Bahwa kenyataan menunjukkan
apa yang ditunjukkan oleh ayat dalam surat Al-Isra’. Karena dikalangan
orang-orang miskin dari orang-orang kafir ada yang lebih miskin dari
orang-orang miskin pada kaum muslimn. Sehingga keumuman ayat dalam
surat Huud dikhususkan dengan ayat dalam surat Al-Isra’. Maka, perkara
itu diserahkan kepada kehendak Allah, dan pada orang yang Dia
kehendaki.” (Diringkas dari Al-Qaulul Mufid Syarh kitab At-Tauhid, juz 2, hal. 247-248)
Apa
yang dijelaskan oleh para ulama di atas, bahwa amal kebaikan
orang-orang kafir dibalas di dunia telah ditunjukkan oleh hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesunguhnya Allah
tidak akan menzhalimi kepada orang mukmin satu kebaikanpun, dia akan
diberi (rezeki di dunia) dengan sebab kebaikan itu, dan akan dibalas di
akhirat. Adapun orang kafir, maka dia diberi makan dengan
kebaikan-kebaikannya yang telah dia lakukan karena Allah di dunia,
sehingga jika dia telah sampai di akhirat, tidak ada baginya satu
kebaikanpun yang akan dibalas.” (HR. Muslim, no. 2808 dari Abu Hurairah, lihat Ash-Shahihah, no. 53)
Setelah
kita mengetahui hal itu, maka janganlah kita terperdaya dengan
kenikmatan dan kemegahan yang ada pada orang-orang kafir, karena
sesungguhnya itu adalah kebaikan-kebaikan mereka yang balasannya
disegerakan di dunia ini. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Janganlah
sekali-kali kamu terperdaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di
dalam negeri. Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat
tinggal mereka ialah Jahannam; dan Jahannam itu adalah tempat yang
sebutuk-buruknya.” (Ali Imran: 196-197)
Al-Hamdulillahir Rabbil ‘aalamin.
[Disadur dari Buletin Dakwah Pekanan Nurussunnah,
edisi 49 tahun III dengan sedikit perubahan. Diterbitkan setiap Jum’at
di bawah Yayasan Ibnu Abbas, Beku, Kliwonan, Masaran, Sragen. Tim
redaksi, Staf Ahli: Ust. Muslim Atsari, Ketua: Abu Ibrahim, Sekretaris:
Abu Ubaidillah, Bendahara: Abdul Hamid, Distribusi: Sutarno.] Sumber:
http://salafiyunpad.wordpress.com/
0 komentar:
Posting Komentar