Disampaikan oleh : Ust. Arifin Ridin, Lc hafizhahullah
Ditranskrip oleh : al-Akh al-Fadhil Nashrullah Fatahillah hafizhahullah
Sesungguhnya segala puji hanya bagi Allah. Kita memuji-Nya, kita memohon pertolongan dan ampunan kepadaNya. Dan kita bersaksi bahwasanya tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah kecuali Allah, dan Nabi Muhammad Shallalahu ‘alaihi wa sallam adalah hamba dan utusanNya. Semoga sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak lupa bahwa Allah telah berfiman dalam QS Ali Imran : 102, agar kita selalu bertakwa dan berada dalam keislaman. Dan kemudian hal serupa pada QS. An Nisa : 1 serta QS. Al Ahzab 70-71. Untuk mensyukuri segala ni’mat dan karunia dari Allah, maka mempelajari Agama Allah yang kita lakukan merupakan bentuk rasa syukur itu sendiri. Semoga Allah memudahkan kita di dalam menjalaninya.
Adapun, pembahasan kali ini merupakan pembahasan yang cukup penting bagi seorang muslim dan muslimah untuk dipelajari dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebelum mengawali faedah dan keutamaan akhlaq mulia, kata akhlaq sendiri berasal dari kata khalaqa-yakhluqu yang berarti mencipta, sedangkan khalqan adalah ciptaan. Secara sederhana bisa kita pahami bahwa akhlaq merupakan ‘ciptaan’ dari diri kita maupun dari Allah ta’ala. Karena akhlaq ada yang bersifat jibily atau thabi’i (pembawaan-alami) atau muktasab (bisa diusahakan). Sifat kita yang sering banyak berbicara kotor atau kasar kemudian berusaha untuk mengontrolnya merupakan sifat yang bisa diusahakan. Seperti yang dijelaskan dalam Hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari). Kaitannya dengan hadits tersebut adalah menandakan bahwa akhlaq seperti ini bisa diusahakan.
Pembahasan akhlaq disini di ta`kid dengan kata mulia, atau akhlaq mulia. Maka akhlaq mulia memegang peranan penting dalam agama kita. Karena akhlaq merupakan cerminan diri agama seseorang. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersada, “Yang paling sempurna diantara orang-orang mukmin yang beriman, adalah mereka yang paling baik akhlaqnya.” Sedangkan iman adalah membenarkan dengan hati, mengucapkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan anggota badan. Dan Iman lebih tinggi dari Islam seperti keterangan dalam hadits kedua pada kitab ‘Arbain Nawawiyah. Semakin baik akhlaqnya kepada Allah (dengan segala ketundukan terhadap perintahNya dan upaya meninggalkan larangannya) dan Rasul (dengan sunnahnya), kepada orangtua (sikap taat pada keduanya), diri sendiri, tetangga, dan seluruh makhluq Allah (berbuat baik terhadap tumbuhan, hewan, dll), adalah sebaik-baik iman seseorang. Inilah pentingnya akhlaq mulia, atau akhlaq yang baik. Karena itu adalah cerminan agama seseorang.
Yang kedua, risalah para Nabi dan Rasul dipilih (ditugaskan) untuk memperbaiki akhlaq. Seperti keterangan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya aku diutus agar untuk menyempurnakan (memperbaiki) akhlaq manusia”. Ini menunjukkan bahwa akhlaq merupakan risalah para Nabi dan Rasul. Disamping juga para Rasul diperintahkan untuk mengajarkan tauhid kepada Allah.
Yang ketiga, akhlaq mulia bisa mengangkat derajat seseorang di dunia dan di akhirat. Misalnya jika kita baik kepada tetangga kita, maka kita akan dihormati. Dan seseorang dengan kebaikan akhlaqnya bisa menyaingi derajatnya orang yang ahli puasa dan yang ahli sholat malam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya seseorang muslim dengan kebaikan akhlaqnya sungguh bisa menyaingi dengan derajatnya orang yang ahli puasa dan yang ahli bangun (sholat) malam.” Jika demikian, maka di surga kita pasti akan memperoleh kedudukan yang tinggi.
Kemudian, Dalam Surat Al Ahzab ayat 21 Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya pada diri rasul kalian terdapat suri tauladan yang baik bagi kalian.” Secara tidak langsung ayat ini memperintahkan kepada kita untuk mengikuti akhlaq Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka akhlaq Ahlussunnah wal jamaah adalah akhlaq yang mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena Ahlussunnah wal jamaah adalah orang-orang yang mengikuti sunnah.
Lalu bagaimana yang dimaksud akhlaq yang baik terhadap orang lain? Akhlaq yang baik menurut Imam Ibnu Al Mubarok meliputi 3 aspek.
Yang pertama adalah menampakkan wajah yang menyenangkan / menggembirakan (dan poin ini tidak harus tampan atau cantik). Diantara cirinya adalah dengan senyum ramah. Seperti penjelasan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Senyummu dihadapan saudaramu adalah shadaqah”. Dan poin pentingnya adalah kebaikan sekecil apapun tetap akan mendapatkan balasan. Meskipun terhadap anjing yang kehausan ataupun orang kafir. Meskipun, harus sesuai dengan ketentuan syar’i. Seperti sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits ‘Arbain Nawawiyah nomer 18, “Bertakwalah kepada Allah di manapun kamu berada, dan berbuatlah baik sebagai ganti jika sebelumnya berbuat tercela sehingga kebaikan itu menghapuskan kejelekan sebelumnya dan pergaulilah orang dengan akhlaq yang baik”. (HR Tirmidzi).
Kemudian yang kedua, berbuat baik maka itu adalah akhlaq yang baik. Berbuat baik tidak harus dengan materi. Akan tetapi bisa dengan tenaga atau pikiran kita, dan lain sebagainya. Misalnya, kita memberi tumpangan kepada saudara kita yang sedang jalan kaki, membantu mendorongkan mobil yang macet, atau sekedar menunjukkan jalan, membantu belajar saudara kita, maka semua itu adalah perbuatan yang baik.
Kemudian yang ketiga, adalah menyingkirkan sesuatu yang mengganggu, atau menahan sesuatu yang bisa membahayakan seseorang. Contohnya adalah menyingkirkan paku, atau pecahan kaca, yang ada di jalan. Atau secara maknawi bisa kita aplikasikan ; akhlaq terhadap seseorang yang tidak membuat seseorang itu merasa terganggu (dirugikan). Misalkan tidak mengeraskan suara radio / tv kita, tidak membuat keributan, atau bisa berupa menahan perkataan yang bisa membuat saudara kita tersakiti.
Wallahu ta’ala a’lam bishowab
Sumber: al-mubarok.com
0 komentar:
Posting Komentar