Di antara pembatal keislaman adalah menjadikan selain Allah sebagai perantara pada Allah dalam berdo’a, meminta syafa’at hingga bertawakkal padanya. Bagaimanakah bentuk menjadikan selain Allah sebagai perantara yang terjatuh dalam perbuatan syirik? Dan kapan mengambil perantara tidak dianggap syirik?
Perlu diketahui bahwa menjadikan antara hamba dan Allah perantara, ada dua hal yang dimaksud:
1- Perantara untuk tersampainya risalah atau ajaran Islam
antara Allah dan umat-Nya, maka itu benar adanya. Bahkan jika perantara
seperti ini diingkari, maka seseorang bisa kafir. Harus ada penyampai
risalah antara hamba dan Allah melalui utusan dari malaikat dan melalui
utusan dari manusia. Siapa saja yang mengingkarinya, maka ia kafir. Oleh
karena itu, jika ada yang mengatakan bahwa kita tidak butuh perantara
dalam risalah dan bisa mendapatkannya dari Allah secara langsung tanpa
melalui perantara tersebut sebagaimana kata Sufiyah, mereka mengatakan
bahwa mereka mengambil ilmu dari Allah secara langsung tanpa melalui
perantaraan Rasul, maka seperti ini kafir berdasarkan ijma’ (kata sepakat) ulama.
2- Perantara antara hamba dan Allah yang membuat seseorang meminta
do’a padanya, meminta syafa’at padanya, dan bertawakkal padanya.
Perantara semacam ini jika ada yang menetapkannya, ia kafir secara ijma’
(kata sepakat) ulama. Karena perlu dipahami bahwasanya tidak ada
perantara antara diri kita dan Allah dalam hal ibadah. Bahkan kita harus
beribadah dan berdo’a pada Allah secara langsung
tanpa melalui perantara. Syafa’at itu diminta pada Allah tanpa melalui
perantara. Kemudian kita pun bertawakkal pada Allah tanpa melalui
perantara. Karena Allah Ta’ala berfirman,
ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
“Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu” (QS. Ghafir: 60).
Siapa yang menetapkan butuhnya perantara dalam do’a, maka ia kafir.
Karena pada saat itu, ia telah menjadikan antara dirinya dan Allah
perantara sehingga dipalingkanlah ibadah pada selain Allah untuk tujuan
taqorrub (mendekatkan diri) padanya. Hal ini serupa dengan perkataan
orang musyrik,
وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ
“Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat
mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan,
dan mereka berkata: “Mereka itu adalah pemberi syafa’at kepada kami di
sisi Allah”.” (QS. Yunus: 18). Di sini menjadikan selain Allah perantara dalam meminta syafa’at dinamakan ibadah.
قُلْ أَتُنَبِّئُونَ اللَّهَ بِمَا لَا يَعْلَمُ فِي السَّمَاوَاتِ وَلَا فِي الْأَرْضِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ
“Katakanlah: “Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak
diketahui-Nya baik di langit dan tidak (pula) dibumi?” Maha Suci Allah
dan Maha Tinggi dan apa yang mereka mempersekutukan (itu).” (QS.
Yunus: 18). Seperti ini disebut syirik dan Allah berlepas diri darinya.
Inilah kondisi nyata yang terdapat pada pengagung kubur saat ini. Mereka
menjadikan para wali dan orang sholih sebagai perantara menuju Allah.
Ketika mereka melakukan sembelihan yang ditujukan untuk orang sholih di
sisi kubur mereka, melakukan nadzar yang ditujukan pada mereka dan
beristighotsah (meminta dihilangkan musibah) pada mereka, dan berdo’a
meminta pada mereka selain Allah. Jika kita membantah mereka bahwasanya
ini syirik, mereka malah menyangkal sembari menjawab, “Ini hanyalah perantara antara diri kami dengan Allah”. Mereka akan menjawab, “Kami
tidak meyakini mereka adalah pencipta, pemberi rizki dan pengatur alam
semesta selain Allah. Kami cuma menjadikan mereka sebagai perantara
antara diri kami dengan Allah. Nanti merekalah yang menyampaikan
hajat-hajat kami pada Allah.” Lalu mereka melakukan penyembelihan,
mengagung-agungkan, melakukan nadzar pada mereka orang sholih dengan
alasan bahwa mereka orang sholih adalah perantara antara diri mereka
dengan Allah. Inilah sebenarnya syirik yang terjadi di masa silam
sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ
اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا
لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ
فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ
كَاذِبٌ كَفَّارٌ
“Dan orang-orang yang mengambil wali (pelindung) selain Allah
(berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka
mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”. Sesungguhnya
Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka
berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang
pendusta dan sangat kufur.” (QS. Az Zumar: 3). Perbuatan yang mereka lakukan dengan menjadikan selain Allah sebagai perantara disebut dusta dan kufur.
Menjadikan selain Allah sebagai perantara dan hanya sebagai sebab …
Jika yang terjadi adalah menjadikan selain Allah sebagai perantara hanya sebagai sebab saja,
namun mereka tidak berdo’a padanya, tidak menyembelih untuknya, tidak
pula bernadzar padanya. Mereka pun meyakini bahwa ibadah hanya untuk
Allah, kita tidak boleh beribadah kecuali pada Allah. Namun perantara
tersebut hanya dijadikan sebab untuk mendekatkan diri pada Allah menurut
sangkaan mereka. Lantas mereka meminta pada Allah melalui kedudukan
selain Allah tadi dan meminta melalui haknya, amalan semacam ini dinilai
bid’ah dan wasilah (perantara) menuju syirik.
Karena Allah tidaklah memerintahkan kita untuk menjadikan perantara
dalam do’a dan dalam meminta syafa’at. Dan seperti ini bukanlah sebab
terkabulnya do’a. Karena menjadikan antara dirinya dan Allah perantara
melalui orang sholih atau seorang nabi, maka itu adalah perkataan tanpa
dalil. Kita diperintahkan untuk berdo’a pada Allah, namun kita tidak
diperintahkan untuk mencari perantara.
Harap diperhatikan perbedaan antara dua hal:
- Siapa yang mengambil perantara dan beribadah padanya yaitu dengan melakukan penyembelihan, nadzar dan bertaqorrub padanya. Yang pertama ini jelas syirik.
- Siapa yang mengambil perantara namun tidak beribadah padanya, hanya menjadikannya sebagai perantara agar tersampainya hajat-hajatnya dan ia meminta melalui kedudukan dan kebaikannya di sisi Allah. Yang kedua ini termasuk bid’ah. Karena melakukan perkara baru semacam ini tidak diizinkan oleh Allah. Dan bentuk kedua ini termasuk wasilah (perantara) menuju syirik.
Namun orang musyrik saat ini bukanlah hanya
menjadikan selain Allah sebagai perantara pada Allah dan itu dinilai
sebagai sebab. Umumnya mereka beribadah padanya dengan melakukan nadzar
dan melakukan sembelihan untuknya. Inilah yang dilakukan para pengagum
kubur saat ini. Sampai-sampai pada waktu tertentu, mereka melakukan
ziarah sebagaimana haji ke kubur tersebut. Mereka beri’tikaf di sisinya
dan ada pula yang melakukan penyembelihan di sisi kubur. Mereka
melakukan peribadahan ini semua untuk mendekatkan diri mereka pada
Allah.
Ya Allah, selamatkanlah kami dari kesyirikan dan jadikanlah kami sebagai hamba-hamba-Mu yang bertauhid. Aamiin.
(*) Dikembangkan dari tulisan Syaikhuna -guru kami- Dr. Sholih bin Fauzan bin ‘Abdillah Al Fauzan –hafizhohullah– dalam kitab “Durus fii Syarh Nawaqidhil Islam”, terbitan Maktabah Ar Rusyd, tahun 1425 H, hal. 59-61.
Oleh : Ustadz Muhammad Abduh TuasikalTema : Menjadikan Selain Allah Sebagai Perantara dalam Do’a
0 komentar:
Posting Komentar