Jangan merasa diri bisa selamat dari dosa sehingga meremehkan orang lain yang berbuat dosa. Dan meremehkannya pun dalam rangka sombong, “Kamu kok bisa terjerumus dalam zina seperti itu? Aku jelas tak mungkin.”
Dari Mu’adz bin Jabal, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ عَيَّرَ أَخَاهُ بِذَنْبٍ لَمْ يَمُتْ حَتَّى يَعْمَلَهُ
“Siapa yang menjelek-jelekkan saudaranya karena suatu dosa, maka ia tidak akan mati kecuali mengamalkan dosa tersebut.” (HR. Tirmidzi no. 2505. Syaikh Al-Albani berkata bahwa hadits ini maudhu’).
Imam Ahmad menjelaskan bahwa
yang dimaksud adalah dosa yang telah ditaubati.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
وَكُلُّ مَعْصِيَةٍ عُيِّرَتْ بِهَا أَخَاكَ فَهِيَ إِلَيْكَ يَحْتَمِلُ أَنْ يُرِيْدَ بِهِ أَنَّهَا صَائِرَةٌ إِلَيْكَ وَلاَ بُدَّ أَنْ تَعْمَلَهَا
“Setiap maksiat yang dijelek-jelekkan pada
saudaramu, maka itu akan kembali padamu. Maksudnya, engkau bisa dipastikan
melakukan dosa tersebut.” (Madarijus
Salikin, 1: 176)
Hadits di atas bukan maknanya adalah dilarang
mengingkari kemungkaran. Ta’yir (menjelek-jelekkan) yang disebutkan dalam hadits
berbeda dengan mengingkari kemungkaran. Karena menjelek-jelekkan mengandung
kesombongan (meremehkan orang lain) dan merasa diri telah bersih dari dosa.
Sedangkan mengingkari kemungkaran dilakukan lillahi
Ta’ala, ikhlas karena Allah, bukan karena kesombongan.
Lihat Al-‘Urf Asy-Syadzi Syarh Sunan At-Tirmidzi
oleh Muhammad Anwar Syah Ibnu Mu’azhom Syah
Al-Kasymiri.
Bedakan antara menasihati dengan
menjelek-jelekkan. Menasihat berarti ingin orang lain jadi baik. Kalau
menjelek-jelekkan ada unsur kesombongan dan merasa diri lebih baik dari orang
lain.
Jangan sombong, sampai merasa bersih dari dosa
atau tidak akan terjerumus pada dosa yang dilakukan saudaranya.
Semoga Allah memberikan hidayah demi
hidayah.
—
Disusun di Pesantren Darush Sholihin Panggang
Gunungkidul, 6 Ramadhan 1436 H
Penulis: Ustadz Muhammad
Abduh Tuasikal
Sumber : eBook Offline Rumaysho.Com
0 komentar:
Posting Komentar