728x90 AdSpace

Pos Terbaru

Memahami Kata "Sunnah"

Definisi Sunnah 

Syariat yang telah sempurna ini adalah sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam makna umum. Adapun sunnah itu sendiri, terbagi menjadi empat definisi:

Pertama
Sesungguhnya, segala sesuatu yang terdapat di dalam Al-Kitab (Al-Quran –pen) dan As-Sunnah (hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) adalah sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia merupakan sebuah jalan yang ditempuh oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antara contoh definisi ini adalah sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,

((مَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِيْ فَلَيْسَ مِنِّيْ))
“Barangsiapa yang menolak sunnahku maka dia bukanlah bagian dariku.” (H.R. Bukhari [5063] dan Muslim [1401])

Kedua
Sunnah yang bermakna “al-hadits”. Hal tersebut jika digandengkan dengan “Al-Kitab”. Di antara contohnya adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

((يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ تَرَكْتُ فِيْكُمْ مَا إِنِ اعْتَصَمْتُمْ بِهِ فَلَنْ تَضِلُّوْا أَبَدًا: كِتَابَ اللهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ))
“Wahai sekalian manusia, sungguh telah aku tinggalkan bagi kalian sesuatu yang jika kalian berpegang teguh dengannya maka kalian kalian tidak akan tersesat selamanya: (yaitu) Kitabullah dan sunnah Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Juga sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,

((إِنِّيْ قَدْ تَرَكْتُ فِيْكُمْ شَيْئَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا بَعْدَهُمَا: كِتَابَ اللهِ وَسُنَّتِيْ))
“Sesungguhnya telah aku tinggalkan dua hal bagi kalian sehingga kalian tidak akan tersesat selamanya setelah berpegang teguh dengan kedua hal tersebut: (yaitu) Kitabullah dan sunnahku.”

Kedua hadits tersebut diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam Mustadrak beliau (I/93).

Di antara bentuk kata “sunnah” yang bermakna “al-hadits” adalah perkataan sebagian ulama dalam menyebutkan beberapa permasalahan, “Dan ini adalah sebuah permasalahan yang berdasarkan dalil Al-Kitab, as-sunnah, dan ijma’ para ulama.”

Ketiga
Sunnah pun dapat didefinisikan sebagai lawan dari bid’ah. Di antara contoh penggunaannya adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits ‘Irbadh bin Sariyah,

((فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيْرًا، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّيْنَ الرَّاشِدِيْنَ، تَمَسَّكُوْا بِهَا وَعَضُّوْا عَلَيْهَا بِانَّوَاجِذِ، وَ إِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ؛ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٌ ضَلاَلَةٌ))
“Sesungguhnya barangsiapa di antara kalian yang tetap hidup (setelah kematianku –pen), niscaya akan menyaksikan banyak perselisihan. Maka, berpegang teguhlah kalian dengan sunnahku dan sunnah khulafa’ur rasyidin yang memperoleh petunjuk dan berilmu. Gigitlah sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian, serta berhati-hatilah terhadap perkara-perkara baru yang dibuat-buat. Sungguh, setiap perkara baru yang dibuat-buat adalah bid’ah, dan setiap bid’ah itu sesat!” (Hadits ini dikeluarkan oleh Abu Daud [4607] -–lafal hadits ini adalah milik beliau–, dikeluarkan pula oleh At-Tirmidzi [2676] dan Ibnu Majah [43—44]; At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan shahih”)

Di antara contoh penerapan istilah “sunnah” yang bermakna “lawan dari bid’ah” adalah sebagian ulama hadits zaman dahulu yang menyebut buku-buku karya mereka dalam bidang akidah dengan nama “As-Sunnah”, semisal As-Sunnah karya Muhammad bin Nashir Al-Marwazii, As-Sunnah karya Ibnu Abii ‘Aashim, As-Sunnah karya Al-Laalikaa`i, dan selainnya. Dalam kitab Sunan karya Abu Daud pun terdapat bab berjudul “As-Sunnah” yang memuat banyak hadits tentang akidah.

Keempat
Sunnah pun dapat bermakna “mandub” dan “mustahab”, yaitu segala sesuatu yang diperintahkan dalam bentuk anjuran, bukan dalam bentuk pewajiban. Definisi ini digunakan oleh para ahli fikih. Di antara contohnya adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

((لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ))
“Seandainya bukan karena takut memberatkan umatku, niscaya akan kuperintahkan mereka untuk melakukan siwak setiap hendak melaksanakan shalat.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari [887] dan Muslim [252])

Sesungguhnya perintah untuk bersiwak berada pada derajat anjuran, dan hal tersebut semata-mata karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam khawatir akan memberatkan umat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam jika menetapkannya sebagai sebuah kewajiban.

(terjemahan kutipan dari kitab “Al-Hatstsu ‘Alaa Ittibaa’is Sunnah wat Tahdziiru minal Bida’i wa Bayaanu Khatharihaa”, karya Syeikh ‘Abdul Muhsin bin Hamd Al-’Abbaad Al-Badr)

Oleh: Ummul Hasan Athirah
Muraja’ah: Ust. Aris Munandar


Memahami Kata “Sunnah” 

Saudariku… berapa banyak diantara kaum muslimin yang terjatuh pada kesalahan dalam ibadah karena pemahaman yang salah pada istilah syari’at yang digunakan. Semisal orang yang mencukupkan sholat dengan berdoa tanpa gerakan yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena mereka memahami kata sholat secara bahasa yang berarti doa. Salah satu istilah yang juga bisa berakibat fatal dalam pelaksanaan ibadah seorang muslim adalah pemahaman mereka dengan kata “sunnah”. Sebagai contoh, ketika seseorang mengingatkan saudaranya untuk tidak isbal (isbal: menjulurkan celana sampai di bawah mata kaki) ternyata jawabannya, “Itu bukannya sunnah ya?” Padahal tidak isbal adalah termasuk sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang wajib dilaksanakan oleh setiap laki-laki.

Ketahuilah saudariku, kaidah penting yang harus kita pahami bahwa setiap kata yang datang dari Allah dan Rasul-Nya harus kita maknai dengan makna syar’i dan bukan dengan makna bahasa.

Sunnah Secara Bahasa
Sunnah secara bahasa bermakna metode (thoriqoh), jalan (sabiil). Salah satu dalil yang menunjukkan makna ini adalah hadits dari Abu ‘Amr Jarir ibn ‘Abdillah radhiallahu ‘anhu bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Barangsiapa yang memulai sunnah yang baik dalam Islam, maka baginya pahala dan pahala orang-orang yang mengikuti amal itu setelahnya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa yang memulai sunnah kejelekan maka dia menanggung dosanya dan dosa orang-orang yang mengikuti setelahnya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun.” (HR. Muslim)

Sebab hadits ini turun terdapat dalam hadits yang panjang yang menceritakan tentang sekelompok orang dari suku Mudhar yang datang ke Madinah dalam keadaan hampir telanjang dengan hanya memakai kain shuf tebal dengan bergaris-garis yang dilubangi dari kepala. Hingga akhirnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan orang-orang untuk bersedekah. Hingga datanglah seorang dari Anshar yang memberikan sedekah dengan membawa pundi-pundi besar dan hampir tidak kuat untuk mengangkatnya. Akhirnya setelah orang ini, orang-orang pun mengikuti memberikan sedekah.

Maka perlu menjadi catatan di sini bahwa sunnah hasanah yang dimaksud dalam hadits ini tidak dapat dimaknai dengan bid’ah hasanah. Terdapat beberapa alasan, yaitu 
  • pertama, melihat dari sebab turunnya hadits ini yaitu tentang bersedekah, maka orang itu tidaklah berbuat bid’ah. 
  • Kedua, dalam hadits disebutkan tentang sunnah yang baik dalam Islam, sedangkan bid’ah bukan berasal dari Islam. 
  • Ketiga, dalam hadits disebutkan adanya sunnah hasanah dan sayi’ah. Padahal setiap bid’ah adalah sesat. 
  • Keempat, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan hasanah (baik) dan sayi’ah (buruk). Padahal dalam ibadah tidaklah kita bisa menilainya dari akal, maka bagaimana kita bisa menilai suatu ibadah itu hasanah atau syai’ah (terutama teruntuk orang-orang yang menjalankan bid’ah dan menganggap itu adalah bid’ah hasanah karena menganggap amalan mereka adalah baik).

Sunnah Secara Istilah (Terminologi)
Syaikh Abdul Muhsin ibn Hamd Al ‘Abbad dalam kitab Al Hatstsu menjelaskan bahwa kata sunnah memiliki empat penggunaan, yaitu:

1. Sunnah dengan makna setiap yang datang dalam Al-Qur’an dan Hadits maka ia adalah sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan itu adalah jalan yang dilalui oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya radhiallahu ‘anhum. Tentang hal ini, Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

فمَن رغب عن سنَّتي فليس منِّي
Artinya: “Barang siapa yang membenci sunnahku, maka ia bukanlah termasuk umatku.” (HR. Bukhari [5063] dan Muslim [1401])

2. Sunnah dengan makna hadits Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu segala hal yang disandarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam baik berupa perkataan, perbuatan, persetujuan atau sifat (baik fisik/moral), ketetapan dan perjalanan Nabi baik sebelum atau sesudah menjadi Nabi. Penggunaan ini dimaknai demikian ketika kata “sunnah” disebutkan bersamaan dengan kata “Al-Qur’an”. Dalilnya adalah sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam,

يا أيُّها الناس! إنِّي قد تركتُ فيكم ما إن اعتصمتم به فلَن تضلُّوا أبداً: كتاب الله وسنَّة نبيِّه صلى الله عليه وسلم
“Wahai manusia! Sesungguhnya aku meninggalkan kepada kalian sesuatu yang jika kalian berpegang teguh dengannya, maka tidak akan tersesat selamanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Dan sabdanya, “Sesungguhnya aku meninggalkan kepada kalian dua hal yang kalian tidak akan tersesat selamanya setelah berpegang dengan keduanya, Kitabullah dan Sunnahku.” (HR. Hakim dalam Mustadrok [1/93]). 

Dalil yang lain adalah perkataan para ulama ketika menyebutkan beberapa masalah dan perkara ini didasarkan pada Kitab (Al-Qur’an), Sunnah dan Ijma.

3. Sunnah digunakan sebagai lawan dari bid’ah. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits ‘Irbadh Ibn Sariyah,

فإنَّه من يعش منكم فسيرى اختلافاً كثيراً، فعليكم بسنَّتي وسنَّة الخلفاء المهديين الراشدين، تمسَّكوا بها وعضُّوا عليها بالنواجذ، وإيَّاكم ومحدثات الأمور؛ فإنَّ كلَّ محدثة بدعة، وكلَّ بدعة ضلالة
“Maka sesungguhnya barangsiapa dari kalian yang berumur panjang, akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib atas kalian untuk berpegang teguh pada sunnahku dan sunnah khalifah yang mendapatkan hidayah dan bimbingan. Peganglah kuat-kuat dan gigitlah dengan gigi geraham. Berhati-hatilah kalian terhadap perkara yang diada-adakan (bid’ah -pen). Karena segala perkara yang diada-adakan itu adalah bid’ah, dan setiap bid’ah itu adalah sesat.” (HR. Abu Dawud (4607) – dan ini adalah lafadznya – dan Tirmidzi (2676) dan Ibnu Majah (43 – 44) Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan shohih”)

4. Sunnah digunakan dengan makna mandub atau mustahab (yang dicintai), yaitu suatu perintah dalam bentuk anjuran dan tidak dengan bentuk pewajiban. Istilah ini digunakan oleh para ahli fiqih. Contohnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لولا أن أشقَّ على أمَّتي لأمرتهم بالسواك عند كلِّ صلاة
“Sekiranya tidaklah memberatkan umatku, maka aku akan memerintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali hendak sholat.” (HR. Bukhari [887] dan Muslim [252]).

Maka bersiwak setiap kali hendak sholat tidak diwajibkan akan tetapi hanya sampai batasan anjuran. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mewajibkan perintah bersiwak setiap kali akan sholat karena takut memberatkan umatnya.

Dalam penyebutan kata sunnah secara umum maka dimaknai dengan makna pertama yaitu syari’at yang sempurna ini. Setelah mengetahui makna sunnah baik secara bahasa dan secara istilah syar’i, maka hendaklah kini kita lebih berhati-hati dalam menjalankan amal ibadah kita. Semoga tidak ada yang terjebak dengan istilah sunnah hasanah dengan sunnah sayi’ah sehingga seseorang memaknai adanya bid’ah hasanah dan sayi’ah dan menganggap amalan yang dia kerjakan adalah ibadah dan termasuk bid’ah hasanah. Dan juga semoga tidak ada yang beralasan tidak menjalankan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi w asallam yang merupakan kewajiban baginya – misalnya memakai jilbab yang syar’i, makan dan minum dengan tangan kanan dan yang lainnya – dengan beralasan itu adalah sunnah (dengan makna mustahab). Wallahul musta’an.

Maraji’:
  1. Al Hatstsu ‘ala Ittiba’is Sunnati wa Tahdziru minal bida’i wa Bayanu Khotoriha. Syaikh Abdul Muhsin ibn Hamd al ‘Abbad.
  2. Terjemah Riyadush Shalihin, takhrij Syaikh M. Nashiruddin Al Albani jilid 1. Imam Nawawi. Cetakan Duta Ilmu. 2003.
  3. Penjelasan kitab Ushulus Sunnah karya Imam Ahmad bin Hambal oleh Ustadz Aris Munandar (catatan kajian ilmiyah).
***
Penulis: Ummu Ziyad
Muroja’ah: Ustadz Abu Mushlih Ari Wahyudi

Faisal Choir Blog :

Blog ini merupakan kumpulan Artikel dan Ebook Islami dari berbagai sumber. Silahkan jika ingin menyalin atau menyebarkan isi dari Blog ini dengan mencantumkan sumbernya, semoga bermanfaat. “Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk, maka baginya ada pahala yang sama dengan pahala orang yang mengikutinya dan tidak dikurangi sedikitpun juga dari pahala-pahala mereka.” (HR. Muslim). Twitter | Facebook | Google Plus

  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Item Reviewed: Memahami Kata "Sunnah" Description: Rating: 5 Reviewed By: samudera ilmu
Scroll to Top