فَأَمَّا الْيَتِيمَ فَلا تَقْهَرْ
“Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang.” (QS. Adh-Dhuha: 9)
Allah Ta’ala berfirman:
وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا
“Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan orang yang ditawan.” (QS. Al-Insan: 8 )
Dari Sahl bin Sa’ad As-Sa’idi dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:
أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِي الْجَنَّةِ هَكَذَا وَقَالَ بِإِصْبَعَيْهِ السَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى
“Aku dan orang yang mengurus anak yatim berada di surga seperti
ini.” Beliau mengisyaratkan dengan kedua jarinya yaitu telunjuk dan jari
tengah.” (HR. Al-Bukhari no. 6005)
Dari Abu Hurariah radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam bersabda:
كَافِلُ الْيَتِيمِ لَهُ أَوْ لِغَيْرِهِ أَنَا وَهُوَ كَهَاتَيْنِ فِي الْجَنَّةِ وَأَشَارَ مَالِكٌ بِالسَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى
“Orang yang menanggung anak yatim miliknya atau milik orang lain,
aku dan dia seperti dua jari ini di surga.” Malik mengisyaratkan jari
telunjuk dan jari tengah.” (HR. Muslim no. 2983)
Penjelasan ringkas:
Anak yatim adalah anak lelaki atau wanita yang tidak mempunyai ayah -walaupun dia mempunyai ibu- sementara dia belum balig (Kitab Al-Yatim karya Dr. Abdul Hamid As-Suhaibani). Karenanya status ‘yatim’ dari seorang anak yang ditinggal mati ayahnya akan hilang dengan sendirinya ketika dia balig. Demikian pula anak yang ditinggal mati ibunya bukanlah yatim. Juga anak yang ditinggal mati ayahnya sementara dia sudah balig. Dan bukan pula termasuk yatim, anak yang belum balig yang ditinggal pergi oleh ayahnya (bukan ditinggal mati).
Anak yatim adalah anak lelaki atau wanita yang tidak mempunyai ayah -walaupun dia mempunyai ibu- sementara dia belum balig (Kitab Al-Yatim karya Dr. Abdul Hamid As-Suhaibani). Karenanya status ‘yatim’ dari seorang anak yang ditinggal mati ayahnya akan hilang dengan sendirinya ketika dia balig. Demikian pula anak yang ditinggal mati ibunya bukanlah yatim. Juga anak yang ditinggal mati ayahnya sementara dia sudah balig. Dan bukan pula termasuk yatim, anak yang belum balig yang ditinggal pergi oleh ayahnya (bukan ditinggal mati).
Jika kita melihat definisi yatim di atas, kita sudah bisa mengetahui
apa hikmah disyariatkannya mengasuh anak yatim, yaitu karena mereka
adalah anak-anak yang lemah serta kekurangan karena tidak adanya ayah
yang bisa menafkahi dan melindungi mereka. Jika Islam mensyariatkan
kepada setiap orang tua untuk berbuat baik kepada anak wanita mereka
karena alasan yang kami sebutkan pada artikel sebelumnya, maka tentunya
lebih disyariatkan lagi untuk berbuat baik kepada anak yatim, karena
keadaan mereka lebih butuh pengasuhan dan perlindungan daripada yang
dibutuhkan oleh anak wanita.
Karenanya, sebagaimana Nabi shallallahu alaihi wasallam menjanjikan
orang yang mengasuh anak wanitanya dengan baik bahwa dia akan bersama
beliau di surga, maka dalam hal ini beliau juga menjanjikan kepada
setiap pengasuh anak yatim bahwa dia akan dekat dan bersama dengan
beliau di dalam surga. Sebaliknya, Islam mengharamkan untuk berbuat
kasar dan membentak anak yatim tanpa ada alasan yang sangat kuat.
Kemudian, dalam hadits Abu Hurairah di atas terdapat tambahan faidah
yang tidak terdapat dalam hadits Sahl bin Sa’ad sebelumnya, yaitu bahwa
keutamaan ini mencakup setiap orang yang mengasuh anak yatim, baik itu
anak dia sendiri (dalam hal ini ibunya) maupun anak dari orang lain. Dan
juga berlaku umum baik anak yatim itu bukan kerabat apalagi jika dia
termasuk dari karib kerabat, maka tentunya pahalanya jauh lebih besar.
_____________
Sumber: http://al-atsariyyah.com/keutamaan-mencintai-karena-allah.html
0 komentar:
Posting Komentar