SIKAP-SIKAP YANG DISUKAI MANUSIA
Diantara bentuk perhatian kepada orang lain, ialah mengucapkan salam,
menanyakan kabarnya, menengoknya ketika sakit, memberi hadiah dan sebagainya.
Manusia itu membutuhkan perhatian orang lain. Maka, selama tidak melewati
batas-batas syar’i, hendaknya kita menampakkan perhatian kepada orang lain.
seorang anak kecil bisa berprilaku nakal, karena mau mendapat perhatian orang
dewasa. orang tua kadang lupa bahwa anak itu tidak cukup hanya diberi materi
saja. Merekapun membutuhkan untuk diperhatikan, ditanya dan mendapat kasih
sayang dari orang tuanya. Apabila kasih sayang tidak didapatkan dari orang
tuanya, maka anak akan mencarinya dari orang lain.
[b]. Manusia Suka Kepada Orang Yang Mau Mendengar Ucapan Mereka.
Kita jangan ingin hanya ucapan kita saja yang didengar tanpa bersedia mendengar
ucapan orang lain. kita harus memberi waktu kepada orang lain untuk berbicara.
Seorang suami –misalnya- ketika pulang ke rumah dan bertemu istrinya, walaupun
masih terasa lelah, harus mencoba menyediakan waktu untuk mendengar istrinya
bercerita. Istrinya yang ditinggal sendiri di rumah tentu tak bisa berbicara
dengan orang lain. Sehingga ketika sang suami pulang, ia merasa senang karena
ada teman untuk berbincang-bincang. Oleh karena itu, suami harus mendengarkan
dahulu perkataan istri. Jika belum siap untuk mendengarkannya, jelaskanlah
dengan baik kepadanya, bahwa dia perlu istirahat dulu dan nanti ceritanya
dilanjutkan lagi.
Contoh lain, yaitu ketika teman kita berbicara dan salah dalam bicaranya itu,
maka seharusnya kita tidak memotong langsung, apalagi membantahnya dengan
kasar. kita dengarkan dulu pembicaraannya hingga selesai, kemudian kita
jelaskan kesalahannya dengan baik.
[c]. Manusia Suka Kepada Orang Yang Menjauhi Debat Kusir.
Allah berfirman. “Artinya: “Serulah kepada jalan Rabbmu dengan hikmah, dan
nasehat yang baik, dan debatlah mereka dengan cara yang baik,” Syaikh Muhammad
Nashiruddin Al-Albani rahimahullah dalam kasetnya, menerangkan tentang ayat :
“Serulah kepada jalan Rabbmu dengan hikmah”. Beliau berkata, “manusia tidak
suka kepada orang yang berdiskusi dengan hararah (dengan panas). Karena umumnya
orang hidup dengan latar belakang…….. dan pemahaman yang berbeda dengan kita dan
itu sudah mendarah daging…….. sehingga para penuntut ilmu, jika akan berdiskusi
dengan orang yang fanatik terhadap madzhabnya, (maka) sebelum berdiskusi dia
harus mengadakan pendahuluan untuk menciptakan suasana kondusif antara dia
dengan dirinya. target pertama yang kita inginkan ialah agar orang itu
mengikuti apa yang kita yakini kebenarannya, tetapi hal itu tidaklah mudah.
Umumnya disebabkan fanatik madzhab, mereka tidak siap mengikuti kebenaran.
target kedua, minimalnya dia tidak menjadi musuh bagi kita. Karena sebelumnya
tercipta suasana yang kondusif antara kita dengan dirinya. Sehingga ketika kita
menyampaikan yang haq, dia tidak akan memusuhi kita disebabkan ucapan yang haq
tersebut. Sedangkan apabila ada orang lain yang ada yang berdiskusi dalam
permasalahan yang sama, namun belum tercipta suasana kondusif antara dia dengan
dirinya, tentu akan berbeda tanggapannya.
[d]. Manusia Suka Kepada Orang Yang Memberikan Penghargaan Dan Penghormatan
Kepada Orang Lain.
Nabi mengatakan, bahwa orang yang lebih muda harus menghormati orang yang lebih
tua, dan yang lebih tua harus menyayangi yang lebih muda. Permasalahan ini
kelihatannya sepele. Ketika kita shalat di masjid…… namun menjadikan seseorang
tersinggung karena dibelakangi. Hal ini kadang tidak sengaja kita lakukan. Oleh
karena itu, dari pengalaman kita dan orang lain, kita harus belajar dan
mengambil faidah. Sehingga bisa memperbaiki diri dalam hal menghormati orang
lain. Hal-hal yang membuat diri kita tersinggung, jangan kita lakukan kepada
orang lain. Bentuk-bentuk sikap tidak hormat dan pelecehan, harus kita kenali
dan hindarkan.
Misalnya, ketika berjabat tangan tanpa melihat wajah yang diajaknya. Hal
seperti itu jarang kita lakukan kepada orang lain. Apabila kita diperlakukan
kurang hormat, maka kita sebisa mungkin memakluminya. Karena -mungkin- orang lain
belum mengerti atau tidak menyadarinya. Ketika kita memberi salam kepada orang
lain, namun orang tersebut tidak menjawab, maka kita jangan langsung menuduh
orang itu menganggap kita ahli bid’ah atau kafir. Bisa jadi, ketika itu dia
sedang menghadapi banyak persoalan sehingga tidak sadar ada yang memberi salam
kepadanya, dan ada kemungkinan-kemungkinan lainnya. Kalau perlu didatangi
dengan baik dan ditanyakan, agar persoalannya jelas. Dalam hal ini kita dianjurkan
untuk banyak memaafkan orang lain.
Allah berfirman.
“Artinya: “Terimalah apa yang mudah dari akhlaq mereka dan perintahkanlah orang
lain mengerjakan yang ma’ruf serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.”
[Al-A’raaf : 199]
[e]. Manusia Suka Kepada Orang Yang Memberi Kesempatan Kepada Orang Lain Untuk
Maju.
Sebagai seorang muslim, seharusnya senang jika saudara kita maju, berhasil atau
mendapatkan kenikmatan, walaupun secara naluri manusia itu tidak suka, jika ada
orang lain yang melebihi dirinya. Naluri seperti ini harus kita kekang dan
dikikis sedikit demi sedikit. Misalnya, bagi mahasiswa. Jika di kampus ada
teman muslim yang lebih pandai daripada kita. Maka kita harus senang. Jika kita
ingin seperti dia, maka harus berikhtiar dengan rajin belajar dan tidak
bermalas-malasan. Berbeda dengan orang yang dengki, tidak suka jika temannya
lebih pandai dari dirinya. Malahan karena dengkinya itu dia bisa-bisa memboikot
temannya dengan mencuri catatan pelajarannya dan sebagainya.
[f]. Manusia Suka Kepada Orang Yang Tahu Berterima Kasih Atau Suka Membalas
Kebaikan.
Hal ini bukan berarti dibolehkan mengharapkan ucapan terima kasih atau balasan
dari manusia jika kita berbuat kebaikan terhadap mereka. Akan tetapi hendaklah
tidak segan-segan untuk mengucapkan terima kasih dan membalas kebaikan yang
diberikan orang lain kepada kita.
[g]. Manusia Suka Kepada Orang Yang Memperbaiki Kesalahan Orang Lain Tanpa
Melukai Perasaannya.
Kita perlu melatih diri untuk menyampaikan ungkapan kata-kata yamg tidak
menyakiti perasaan orang lain.
Dalam sebuah buku diceritakan, ada seorang suami yang memberikan ceramah dalam
suatu majelis dengan bahasa yang cukup tinggi, sehingga tidak bisa dipahami
oleh yang mengikuti majelis tersebut. Ketika pulang, dia menanyakan pendapat
istrinya tentang ceramahnya. Istrinya menjawab dengan mengatakan, bahwa jika
ceramah tersebut disampaikan di hadapan para dosen, maka tentunya akan tepat
sekali.
Ucapan itu merupakan sindiran halus, bahwa ceramah itu tidak tepat disampaikan
di hadapan hadirin saat itu, dengan tanpa mengucapkan perkataan demikian. Hal
ini bukan berarti kita harus banyak berbasa-basi atau bahkan membohongi orang
lain. Namun hal ini agar tidak melukai perasaan orang, tanpa kehilangan maksud
untuk memperbaikinya.
SIKAP-SIKAP YANG TIDAK DISUKAI MANUSIA
Kita mempelajari sikap-sikap yang tidak disukai manusia agar terhindar dari
sikap seperti itu. Maksud dari sikap yang tidak disukai manusia, ialah sikap
yang menyelisihi syariat. berkaitan dengan sikap-sikap yang tidak disukai
manusia, tetapi Allah ridho, maka harus kita utamakan. Dan sebaliknya, terhadap
sikap-sikap yang dibenci oleh Allah, maka harus kita jauhi.
Adapun perbuatan-perbuatan yang tidak disukai manusia ialah sebagai berikut.
[1]. Memberi Nasehat Kepadanya Di Hadapan Orang Lain.
Al Imam Asy Syafii berkata dalam syairnya yang berbunyi
Sengajalah engkau memberi nasehat kepadaku ketika aku sendirian
Jauhkanlah memberi nasehat kepadaku dihadapan orang banyak
Karena sesungguhnya nasehat yang dilakukan dihadapan manusia
Adalah salah satu bentuk menjelek – jelekkan
Aku tidak ridho mendengarnya
Apabila engkau menyelisihiku dan tidak mengikuti ucapanku
Maka janganlah jengkel apabila nasehatmu tidak ditaati
Kata nasehat itu sendiri berasal dari kata nashala, yang memiliki arti khalasa,
yaitu murni. Maksudnya, hendaklah jika ingin memberikan nasehat itu memurnikan
niatnya semata-mata karena Allah. Selain itu, kata nasehat juga bermakna
khaththa, yang artinya menjahit. Maksudnya, ingin memperbaiki kekurangan orang
lain. maka secara istilah, nasehat itu artinya keinginan seseorang yang memberi
nasehat agar orang yang diberi nasehat itu menjadi baik.
[2]. Manusia Tidak Suka Diberi Nasehat Secara Langsung.
Hal ini dijelaskan Al Imam Ibn Hazm dalam kitab Al Akhlaq Was Siyar Fi
Mudawatin Nufus, hendaklah nasehat yang kita berikan itu disampaikan secara
tidak langsung. Tetapi, jika orang yang diberi nasehat itu tidak mengerti juga,
maka dapatlah diberikan secara langsung.
Ada suatu
metoda dalam pendidikan, yang dinamakan metoda bimbingan secara tidak langsung.
Misalnya sebuah buku yang ditulis oleh Syaikh Shalih bin Humaid, imam masjidil
Haram, berjudul At Taujihu Ghairul Mubasyir (bimbingan secara tidak langsung).
Metoda ini perlu dipraktekkan, walaupun tidak mutlak. Misalnya, ketika melihat
banyak kebid’ahan yang dilakukan oleh seorang ustadz di suatu pengajian, maka
kita tanyakan pendapatnya dengan menyodorkan buku yang menerangkan
kebid’ahan-kebid’ahan yang dilakukannya.
[3]. Manusia Tidak Suka Kepada Orang Yang Selalu Memojokkannya Dengan Kesalahan-Kesalahannya.
Yang dimaksud dengan kesalahan-kesalahan disini, yaitu kesalahan yang tidak
fatal; bukan kesalahan yang besar semisal penyimpangan dalam aqidah. Karena
manusia adalah makhluk yang banyak memiliki kekurangan-kekurangan pada dirinya.
Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alus Syaikh menjelaskan dalam ceramahnya, bahwa
ada empat fenomena yang mengotori dakwah Ahlu Sunnah Wal Jamaah.
- Memandang sesuatu hanya dari satu sisi, yaitu hanya dalam masalah-masalah ijtihadiyah.
- Isti’jal atau terburu-buru.
- Ta’ashub atau fanatik.
- Thalabul kamal atau menuntut kesempurnaan.
Syaikh Shalih menjelaskan, selama seseorang berada di atas aqidah yang benar,
maka kita seharusnya saling nasehat-menasehati, saling mengingati antara satu
dengan yang lain. bukan saling memusuhi. Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda yang artinya,
“janganlah seorang mukmin membenci istrinya, karena jika dia tidak suka dengan
satu akhlaknya yang buruk, dia akan suka dengan akhlaqnya yang baik."
Imam Ibn Qudamah menjelaskan dalam kitab Mukhtasar Minhajul Qashidin, bahwa ada
empat kriteria yang patut menjadi pedoman dalam memilih teman.
- Aqidahnya benar.
- Akhlaqnya baik.
- Bukan dengan orang yang tolol atau bodoh dalam hal berprilaku. Karena dapat menimbulkan mudharat.
- Bukan dengan orang yang ambisius terhadap dunia atau bukan orang yang materialistis.
[4]. Manusia Tidak Suka Kepada Orang Yang Tidak Pernah Melupakan Kesalahan Orang
Lain.
Sebagai seorang muslim, kita harus bisa memafkan dan melupakan kesalahan orang
lain atas diri kita. tidak secara terus-menerus mengungkit-ungkit, apalagi
menyebut-nyebutnya di depan orang lain. terkadang pada kondisi tertentu,
membalas kejahatan itu bisa menjadi suatu keharusan atau lebih utama. Syaikh
Utsaimin dalam kitab Syarh Riyadush Shalihin menjelaskan, bahwa memaafkan
dilakukan bila terjadi perbaikan atau ishlah dengan pemberian maaf itu. Jika
tidak demikian, maka tidak memberi maaf lalu membalas kejahatannya.
[5]. Manusia Tidak Suka Kepada Orang Yang Sombong.
Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak akan masuk surga, barang
siapa yang di dalam hatinya ada sifat sombong, walau sedikit saja…….. ” sombong
itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain. ada beberapa faktor
yang bisa menyebabkan manusia menjadi sombong.
- Harta atau uang.
- Ilmu.
- Nasab atau keturunan.
[6]. Manusia Tidak Suka Kepada Orang Yang Terburu-Buru Memvonis Orang Lain.
Dr. Abdullah Al Khatir rahimahullah menjelaskan, bahwa di masyarakat ada
fenomena yang tidak baik. Yaitu sebagian manusia menyangka, jika menemukan
orang yang melakukan kesalahan, mereka menganggap, bahwa cara yang benar untuk
memperbaikinya, ialah dengan mencela atau menegur dengan keras. Padahal para
ulama memilik kaedah, bahwa hukum seseorang atas sesuatu, merupakan cabang
persepsinya atas sesuatu tersebut.
[7]. Manusia Tidak Suka Kepada Orang Yang Mempertahankan Kesalahannya, Atau Orang
Yang Berat Untuk Rujuk Kepada Kebenaran Setelah Dia Meyakini Kebenaran
Tersebut.
Syaikh Abdurrahman bin Yahya Al Mu’allimi rahimahullah berkata, “pintu hawa
nafsu itu tidak terhitung banyaknya”. oleh karena itu, kita harus berusaha
menahan hawa nafsu dan menundukkannya kepada kebenaran. Sehingga lebih
mencintai kebenaran daripada hawa nafsu kita sendiri.
[8]. Manusia Tidak Suka Kepada Orang Yang Menisbatkan Kebaikan Kepada Dirinya Dan
Menisbatkan Kejelekan Kepada Orang Lain.
Syaikh Utsaimin rahimahullah dalam kasetnya yang menjelaskan syarh Hilyatul
‘ilm, tentang adab ilmu. Beliau menjelaskan, bahwa jika kita mendapati atsar
dari salaf yang menisbatkan kebaikan kepada dirinya, maka kita harus husnudzan.
Bahwa hal itu diungkapkan bukan karena kesombongan, tetapi untuk memberikan
nasehat kepada kita.
Dalam kitab Ighasatul Lahfan, Al Imam Ibn Qayyim menjelaskan, bahwa manusia
diberi naluri untuk mencintai dirinya sendiri. Sehingga apabila terjadi
perselisihan dengan orang lain, maka akan menganggap dirinya yang berada di
pihak yang benar, tidak punya kesalahan sama sekali. sedangkan lawannya, berada
di pihak yang salah. Dia merasa dirinya yang didhalimi dan lawannyalah yang
berbuat dhalim kepadanya. Tetapi, jika dia memperhatikan secara mendalam,
kenyataannya tidaklah demikian.
*….Oleh karena itu, kita harus terus introspeksi diri dan hati-hati dalam
berbuat. Agar bisa menilai apakah langkah kita sudah benar. Wallahu a’lam….*
[Sumber : Majalah As-Sunnah edisi 03 – 04/ V11/ 1424/ 2003 M. Diterbitkan oleh
Yayasan Lajnah Istiqomah, Jl Solo Purwodadi Km 8 Selokaton Gondangrejo Solo
57183]
Sumber: Artikel facebook PendudukBumi Azzi Al-Qolam
0 komentar:
Posting Komentar