Kebanyakan dari kita (kaum muslimin) tentu telah membaca, atau bahkan sampai menghafalkan ayat berikut:
وَلَن تَرْضَىٰ عَنكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan ridha kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka.. (al Baqarah 120)
Namun realita berkata lain, kebanyakan kaum muslimin yang membaca bahkan menghafal ayat ini JUSTRU TERPERSOK kedalam kubangan tipuan kaum yahudi dan nashrani.
Setelah mengingatkan akan makar kaum yahudi dan nasrani; Allah berfirman setelahnya seraya mengingatkan kaum muslimin dengan firmanNya:
قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَىٰ وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُم بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِن وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ
Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. (Al-Baqarah: 120)
Al Imam Ibnu Katsir menafsirkan ayat diatas: “Dalam ayat tersebut terdapat ancaman keras bagi umat yang mengikuti cara-cara orang-orang yahudi dan nasrani setelah umat ini mengetahui al Qur-aan dan as Sunnah. Kita memohon perlindungan dari hal itu.” (Tafsir Ibnu Katsir; http://books.google.com/books?id=RgiMXksz3kAC&pg=PA241)
Inilah ayat yang tidak diamalkan kebanyakan kaum muslimin, bahkan mereka mengamalkan kebalikannya.
Dalam ayat ini Allah menyerukan untuk MEMBENARKAN PETUNJUK ALLAH dan mencukupi dengan petunjukNya, yang ada justru sebagian kaum muslimin malah MENJAUHI petunjuk Allah dan mengikuti ahlul kitab!
Perlu Bukti?
Lihatlah! Yahudi dan Nasrani, mereka MENYEMBAH kuburan nabi dan orang-orang shalih mereka! maka apa yang terjadi pada kaum muslimin sekarang ini?! kebanyakan dari mereka melakukan HAL YANG SAMA seperti apa yang dilakukan yahudi dan nasrani!
Yahudi dan Nasrani mengikuti hawa nafsunya dan meninggalkan ayat-ayat Allah; sebagian kaum muslimin pun melakukan demikian.
Yahudi dan Nasrani mengada-adakan bid’ah dalam agama mereka; maka kaum muslimin pun melakukan demikian.
Yahudi dan Nasrani MERAYAKAN tahun baru, ulang tahun, dan lain-lain maka sebagian KAUM MUSLIMIN pun melakukan demikian.
dan banyak lagi…
Maka hendaklah kita memegang teguh apa yang Allah firmankan:
قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَىٰ
Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. (Al-Baqarah: 120)
Maka cukupkanlah bagi kita PETUNJUK ALLAH!! yaitu al qur-aan dan as-sunnah yang shahiih (sesuai pemahaman para shahabat).
dan takutlah akan ancaman Allah:
وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُم بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِن وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ
Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.
Ketahuilah! kejelekan ini, telah diprediksi jauh pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam; dimana dalam sabda beliau:
لَتَتْبَعُنَّ سُنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا شِبْرًا وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ ، حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ تَبِعْتُمُوهُمْ
“Sungguh kalian akan mengikuti (perlakuan) orang yang sebelum kalian, sejengkal sejengkal, dan sehasta demi sehasta, sehingga seandainya mereka masuk ke lubang dhab (binatang seperti biawak) sekalipun tentu kalian tetap mengikuti mereka.” Kami bertanya: “Wahai Rosululloh, apakah mereka itu Yahudi dan Nasrani?”. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Maka Siapa (lagi kalau bukan mereka)?” [HR. al-Bukhori 7320 dan Muslim 6952, dan ini lafazh al-Bukhori.]
Namun hal tersebut selain berupa wahyu yang diwahyukan oleh Allah kepada beliau yang mengabarkan kejelekan akhir jaman, dilain pihak; dalam hadits tersebut terdapat pelajaran agar kita TIDAK MENGIKUTI jalan-jalannya yahudi dan nashrani!
Maka, (sekali lagi!), ingatlah firman Allah:
وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُم بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِن وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ
Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.(Al-Baqarah: 120)
Maka apakah yang akan terjadi jika Allah tidak lagi menjadi penolong dan pelindung bagi kita? Tahukah kita apa yang akan terjadi? Marilah kita menyimak hadits-hadits yang disampaikan NabiNya yang mulia ash-shaadiqul masduq (yang benar lagi dibenarkan) berikut…
1. Hilangnya kekuatan kaum muslimin
Rasulullah shalllallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
يُوشِكُ الْأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الْأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا
‘Telah berkumpul umat-umat untuk menghadapi kalian, sebagaimana orang-orang yang makan berkumpul menghadapi piringnya’.
Mereka berkata : Apakah pada saat itu kami sedikit wahai Rasulullah ?
قَالَ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمْ الْوَهْنَ
Beliau menjawab : ‘Tidak, pada saat itu kalian banyak, tetapi kalian seperti sampah banjir dan Allah akan menghilangkan rasa takut dari dada-dada musuh kalian kepada kalian, dan Allah akan menimpakan pada hati kalian penyakit Al-Wahn’.
Mereka berkata : Apakah penyakit Al-Wahn itu wahai Rasulullah?.
Beliau menjawab :
حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ
‘Cinta dunia dan takut akan mati”.
[Haadits Shahih, diriwayatkan oleh Abu Daud (4297), Ahmad (5/287), dari hadits Tsaubah Radhiyallahu anhu, dan dishahihkan oelh Al-Albani dengan dua jalannya tersebut dalam As-Shahihah (958)]
Dijelaskan secara ringkas oleh Syaikh Salim bin ‘ied al hilaliy:
“Dari hadits di atas dapat disimpulkan bahwa :
1. Kaum kafir saling menghasung untuk menjajah Islam, negeri-negerinya serta penduduknya.
2. Negeri-negeri muslimin adalah negeri-negeri sumber kebaikan dan barakah yang mengundang air liur kaum kafir untuk menjajahnya.
3. Kaum kafir mengambil potensi alam negeri muslimin tanpa rintangan dan halangan sedikitpun.
4. Kaum kafir tidak lagi gentar terhadap kaum Muslimin karena rasa takut mereka kepada kaum Muslimin sudah dicabut Allah dari dalam hati mereka.
Padahal pada mulanya Allah menjanjikan kepada kaum Muslimin dalam firman-Nya :
سَنُلْقِي فِي قُلُوبِ الَّذِينَ كَفَرُوا الرُّعْبَ بِمَا أَشْرَكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَمَأْوَاهُمُ النَّارُ وَبِئْسَ مَثْوَى الظَّالِمِينَ
“Artinya : Akan kami jangkitkan di dalam hati orang-orang kafir rasa takut, disebabkan mereka mempersekutukan Allah, dimana Allah belum pernah menurunkan satu alasanpun tentangnya”. (Ali-Imran : 151).
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ قَبْلِي
“Diberikan padaku lima hal yang tidak diberikan kepada seorang Nabipun sebelumku; (diantaranya)
وَنُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ عَلَى عَدُوِّي
aku ditolong dengan ditimpakannya rasa takut dalam hati musuh-musuhku selama perjalanan satu bulan, (Riwayat Bukhari, lihat Fathul Bari I/436. Muslim dalam Nawawi V/3-4 dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu ’anhu)
Akan tetapi kekhususan tersebut dibatasi oleh sabda beliau Shallallahu ’alaihi wa sallam dalam hadits Tsauban yang lalu, yang menyatakan :
وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ
“Allah akan mencabut rasa takut musuh-musuhmu terhadap kalian …”.
Dari hadits ini mengertilah kita bahwa kekuatan umat Islam bukanlah terletak pada jumlah dan perbekalannya, atau pada artileri dan logistiknya. Akan tetapi kekuatannya terletak pada aqidahnya. Seperti yang kita saksikan ketika beliau Shallallahu ’alaihi wa sallam menjawab pertanyaan yang berkenan dengan jumlah, maka beliau jawab :
بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ
“Bahkan ketika itu kalian banyak sekali, akan tetapi kalian seperti buih di atas aliran air”.
Lihatlah sumber kekuatan kaum muslimin yaitu KEKUATAN AQIDAH telah lemah, bahkan kebanyakan kaum muslimin BANYAK MELAKUKAN KESYIRIKAN-KESYIRIKAN.
Belum ditambah lagi dengan JAUHNYA MEREKA dari sunnah nabi mereka ‘alayhish shalaatu was salaam, dan JELEKNYA AKHLAK MEREKA yang begitu mendahulukan hawa nafsunya, dan JAUHNYA MEREKA dari ISTIGHFAR.
Padahal keduanya (berada disunnah nabi dan beristighfar/bertaubat) adalah penghalang adzab, sebagaimana firmanNya:
وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنتَ فِيهِمْ وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun (Al-Anfaal: 33)
ingatlah, setelah nabi telah tiada, maka yang ada adalah SUNNAH beliau. maka tidaklah Allah akan mengadzab suatu kaum, sedang dalam kaum tersebut TEGAK SUNNAH NABINYA yang mulia!!
Tapi bagaimanakah jika yang ada pada kaum tersebut adalah kesyirikan (lawan dari tauhid), kebid’ahan (lawan dari sunnah), kemaksiatan (lawan dari taat)!!
Maka tidak heran mengapa Allah mencabut rasa takut orang-orang kafir kepada kaum muslimin, dan menghinakan mereka dengan sehina-hinanya kecuali mereka yang dirahmati Allah, yang mereka SANGAT SEDIKIT. (semoga kita termasuk golongan tersebut).
2. Dihinakannya kaum muslimin
Dalam hadits lainnya, Dari Ibnu Umar beliau berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمْ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَا يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ
“Apabila kalian telah berjual beli ‘inah, mengambil ekor sapi dan ridho dengan pertanian serta meninggalkan jihad maka Allah akan menimpakan kalian kerendahan (kehinaan); Allah tidak mencabutnya dari kalian sampai kalian kembali kepada agama kalian.” (HR. Abu Daud; dishahiihkan syaikh al albaaniy dalam shahiih abi dawud)
Muhammad bin Ibrahim asy-Syaibani menjelaskan:
Di dalam hadits ini terdapat keterangan penyakit dan obatnya, yaitu bahwa beliau bersabda di awal hadits: “apabila kalian jual-beli dengan ‘iinah”. ‘Iinah adalah satu jual-beli yang bersifat riba, dan sangat disayangkan dewasa ini terjadi di sebagian negara-negara Islam, bahkan (negara-negara) Arab. Padahal negara-negara ini mestinya memahami Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah, lebih baik daripada pemahaman kaum Muslimin non-Arab.
‘Iinah adalah jika seorang membeli suatu kebutuhan dari penjual dengan harga yang lebih tinggi dari harga kontan (tunai). Dia membelinya tidak kontan, atau yang sekarang dinamakan “kredit”, yaitu dengan harga yang lebih tinggi dari harga kontan. Padahal pelakunya (pembeli) tidaklah datang untuk membeli; akan tetapi dia datang (membeli) hanya untuk mengambil dinar (uang tunai), sehingga menjadi kesibukannya dan menjadi batu loncatan (modal) pekerjaanya.
Dan karena kerusakan masyarakan dan terlepasnya ikatan agama (Islam) yang seharusnya (ikatan agama) mereka kerjakan; maka orang yang membutuhkan uang (harta tadi) harus membuat tipu daya terhadap apa yang diharamkan oleh Allah untuk memastikan dirinya mendapatkan uang (harta tadi).
Kemudian orang yang membutuhkan tadi mendatangi penjual dan membeli darinya – (sekadar contoh)- sebuah mobil yang harganya 20.000 dinar secara kredit, padahal harga sesungguhnya lebih murah dari itu. Dan musibah yang tersembunyi pada tindakan di atas, yaitu bahwa pembeli yang membutuhkan tadi tidaklah menerima mobil itu, tetapi dia lansung menjualnya secara kontan kepada penjual tadi dengan harga yang lebih rendah, umpamanya 17.000 dinar. Kemudian dia menerima harga (uang kontan) ini, tetapi selanjutnya dia harus menggenapi angsuran-angsuran yang besar yang telah disepakati pertama kali, misalnya selama satu tahun atau enam bulan.
Inilah jual-beli ‘iinah itu, dan ini adalah perkara nyata dewasa ini di sebagian negara-negara sebagaimana tadi telah kami sebutkan. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “apabila kalian (melakukan) jual beli ‘iinah,” berarti membuat tipu daya terhadap apa yang diharamkan oleh Allah kemudian dihalalkannya.
Kemudian sabda beliau lagi, “Kalian memegangi ekor-ekor sapi dan kalian puas dengan pertanian,” dan ini adalah termasuk memburu duniawi dan meninggalkan jihad dijalan Allah. (Maka) akibat buruk apakah yang menimpa kaum Muslimin ini, yang membuat tipu daya paling rendah terhadap hukum-hukum Allah dan menghalalkan apa-apa yang Allah haramkan. Kemudian mereka berpaling dari kewajiban mereka, seperti jihad di jalan Allah karena sebagian mereka lalai disebabkan memburu dunia.
Alangkah sempitnya pemikiran seseorang jika hanya memaknakan “jihad” sebatas memerangi orang kafir dengan pedang, tanpa melihat makna yang lain! Padahal hal ini hanyalah salah satu dari bentuk dan jenis jihad karena pengertian jihad lebih umum dan lebih luas dari hal tersebut!
Oleh karena itu, Imam Ibnul Qayyim menjelaskan jenis jihad ditinjau dari obyeknya dengan menyatakan bahwa jihad memiliki empat tingkatan, yaitu (1) jihad memerangi hawa nafsu, (2) jihad memerangi syetan, (3) jihad memerangi orang kafir dan (4) jihad memerangi orang munafik. [Za'adul Ma'ad (III/9)] Namun dalam keterangan selanjutnya Ibnul Qayyim menambah dengan jihad melawan pelaku kezhaliman, bid’ah dan kemungkaran.[Ibid (III/10)]
Inilah yang banyak ditinggalkan oleh kaum muslimin, yang mereka kebanyakan mengikuti hawa nafsu mereka, mengikuti bujuk rayu syaithan, serta mengekor kepada orang-orang kafir dan munafiq!
3. Tamak terhadap dunia akibat kecintaan yang berlebihan terhadapnya
Sebagaimana disebutkan dalam hadits:
فَوَاللَّهِ لاَ الْفَقْرَ أَخْشَى عَلَيْكُمْ ، وَلَكِنْ أَخْشَى عَلَيْكُمْ أَنْ تُبْسَطَ عَلَيْكُمُ الدُّنْيَا كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ ، فَتَنَافَسُوهَا كَمَا تَنَافَسُوهَا وَتُهْلِكَكُمْ كَمَا أَهْلَكَتْهُمْ
“Demi Allah, sebenarnya bukanlah kemiskinan yang aku takutkan akan membahayakan kalian. Akan tetapi, yang kutakutkan adalah apabila dunia telah dibentangkan pada kalian, sebagaimana telah dibentangkan pula bagi ORANG-ORANG SEBELUM KALIAN. Lalu kalian pun akhirnya berlomba-lomba untuk meraih dunia sebagaimana orang-orang terdahulu berlomba untuk mendapatkannya. Akhirnya kalian pun akan binasa, sebagaimana mereka binasa. ” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka lihatlah bagaimana kita melihat kaum muslimin sekarang ini, yang dibukakan oleh Allah harta; dan mereka pun berlomba-lomba melahapnya karena CINTANYA KEPADA DUNIA yang berlebihan.
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam menggambarkan ketamakan mereka;
لَوْ كَانَ لِابْنِ آدَمَ وَادِيَانِ مِنْ مَالٍ لَابْتَغَى ثَالِثًا وَلَا يَمْلَأُ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلَّا التُّرَابُ وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ
Seandainya anak adam memiliki dua lembah (yang penuh berisi) harta/emas maka dia pasti akan menginginkan lembah (harta) yang ketiga. dan tidak akan pernah penuh perut anak adam kecuali dengan tanah. dan Allah menerima taubat siapa saja yang bertaubat. (HR. Bukhariy)
Beliau juga bersabda:
تَعِسَ عَبْدُ الدِّيْنَارِ وَالدِّرْهَمِ وَالْقَطِيفَةِ وَالْخَمِيصَةِ، إِنْ أُعْطِيَ رَضِي وَإِنْ لَمْ يُعْطَ لَمْ يَرْضَ
“Celaka hamba dinar, dirham, qathifah, dan khamishah (keduanya adalah jenis pakaian). Bila dia diberi maka dia ridha. Namun bila tidak diberi dia tidak ridha.” (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Beliau juga bersabda:
اتَّقُوا الظُّلْمَ فَإِنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَاتَّقُوا الشُّحَّ فَإِنَّ الشُّحَّ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ حَمَلَهُمْ عَلَى أَنْ سَفَكُوا دِمَاءَهُمْ وَاسْتَحَلُّوا مَحَارِمَهُمْ.
“Jauhilah berbuat zalim karena kezaliman adalah kegelapan pada hari kiamat, Jauhilah syuhh (sangat kikir) karena sangat kikir itu telah membinasakan orang-orang sebelum kamu, dan membawa mereka untuk menumpahkan darah dan menganggap halal wanita-wanita mereka”. (HR Muslim).
Sifat syuhh muncul akibat cinta dunia yang amat sangat, Ath Thibi rahimahullah berkata: “Bakhil adalah kikir dan syuhh adalah bakhil yang disertai berbuat zalim, (dalam hadits ini) disebutkan syuhh setelah menyebutkan zalim untuk menunjukkan bahwa syuhh adalah macam zalim yang paling berat akibat dari cinta dunia dan kelezatannya”.
Cinta dunia pun menjadikan manusia membabi buta tak peduli kepada halal dan haram, tidak ada lagi rasa takut kepada siksa Allah Ta’ala, ia mencari rizki tanpa mempedulikan hukum-hukum Allah sebagaimana disebutkan dalam hadits:
لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لَا يُبَالِي الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ أَمِنْ حَلَالٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ
“Sesungguhnya akan datang kepada manusia suatu zaman dimana seseorang tidak memperdulikan dengan apa ia mengambil harta, apakah dari yang halal ataukah dari yang haram”. (HR Bukhari).
Perkara-perkara ini yang dikhawatirkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam atas umatnya apabila kesenangan dunia dibukakan kepada mereka, oleh karena itu beliau menganggap bahwa orang yang rakus dengan dunia dan tamak kepada harta lebih berbahaya dari serigala lapar, beliau bersabda:
مَا ذِئْبَانِ جَائِعَانِ أُرْسِلَا فِي غَنَمٍ بِأَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ الْمَرْءِ عَلَى الْمَالِ وَالشَّرَفِ لِدِينِهِ
“Tidaklah dua serigala lapar yang dilepaskan kepada seekor kambing lebih berbahaya untuk agama seseorang dari orang yang rakus terhadap harta dan kedudukan”. (HR At Tirmidzi dan lainnya; dan hadits ini kata beliau “Hasan Shahiih”).
Ibnu Rajab rahimahullah berkata:
“Ini adalah permisalan yang agung yang diumpamakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bagi kerusakan agama seorang muslim akibat rakus terhadap harta dan kedudukan dunia dan bahwa kerusakannya tidak lebih berat dari rusaknya kambing yang dimangsa oleh dua ekor serigala lapar..”.
4. Munculnya orang-orang alim yang rusak dan ahli ibadah yang bodoh
Tidak ketinggalan pula para kiai-kiai atau ustadz-ustadz yang PASANG HARGA untuk dakwahnya; jangankan yang didakwahkan itu benar, bahkan yang mereka dakwahkan tersebut pun JAUH DARI AJARAN TAUHID dan SUNNAH; yang ini tak lain merupakan “produk” dari point kedua (yakni akibat kecintaan mereka terhadap dunia yang berlebihan)
Dan hal ini tergambar jelas dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam berikut yang mengabarkan akan tanda-tanda kehancuran ummat:
Råsulullåh shållallåhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
هَلَاكُ أُمَّتِي فِي الْكِتَابِ وَاللَّبَنِ
“Kehancuran umatku karena al-Kitab dan susu.”
Para shåhabat bertanya: “Apa itu al-Kitab dan al-laban (susu), ya Rasullulah?”
يَتَعَلَّمُونَ الْقُرْآنَ فَيَتَأَوَّلُونَهُ عَلَى غَيْرِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ
“Mereka mempelajari al-Qur’an, lalu menta’wilnya tidak sebagaimana yang diturunkan Allah”
وَيُحِبُّونَ اللَّبَنَ فَيَدَعُونَ الْجَمَاعَاتِ وَالْجُمَعَ وَيَبْدُونَ
“Serta Mereka lebih menyukai memerah susu hingga mereka meninggalkan shalat jama’ah dan jum’at, karena pergi ke desa (untuk memerah susu).”
[Lihat Silsilah Shahihah no: 2778 dari Uqbah bin Amir]
Demikian pula ahli ibadah yang BODOH yang beribadah TANPA ILMU sehingga mereka membuat-buat ibadah tanpa ada landasan/tuntunan dari nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam. bahkan sebagian mereka yang sangat bersemangat dalam beragama, menempuh cara-cara yang justru sangat bertolak belakang dengan islam, sebagaimana KAUM PERGERAKAN yang suka BERDEMONSTRASI yang mereka mengiranya hal tersebut adalah ‘JIHAD’. bahkan sebagian dari mereka MEMBOM sana-sini dan mereka mengira hal tersebut adalah ‘JIHAD’?
Mereka menginginkan kebaikan, justru yang mereka sendiri yang melakukan pengrusakan.
Allah berfirman:
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ . أَلَا إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلَٰكِن لَّا يَشْعُرُونَ
Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”. Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan”. Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. (al Baqarah 11-12)
Allah berfirman:
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُم بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا . الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا
Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. (al Kahfi: 103-104)
Mereka inilah yang disebutkan dalam hadits-hadits Rasulullah:
سَيَخْرُجُ فِي آخِرِ الزَّمَانِ قَوْمٌ أَحْدَاثُ الْأَسْنَانِ سُفَهَاءُ الْأَحْلَامِ يَقُولُونَ مِنْ خَيْرِ قَوْلِ الْبَرِيَّةِ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ
“Di akhir zaman nanti, akan mucul suatu kaum yang umur mereka masih muda belia dan akal mereka pun masih bodoh. Mereka mengatakan sesuatu yang baik (namun untuk tujuan keburukan). Mereka juga membaca Al Qur`an, namun tidak sampai melewati batas kerongkongan. Mereka keluar dari agama sebagaimana meluncurnya anak panah dari busurnya.” (HR. Muslim)
Sebagaimana pula dalam hadits lain:
يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ يَحْسِبُونَ أَنَّهُ لَهُمْ وَهُوَ عَلَيْهِمْ
Mereka membaca Al Qur`an dan mereka menyangka bahwa Al Qur`an itu adalah (hujjah) bagi mereka, namun ternyata Al Qur`an itu adalah (bencana) atas mereka. (HR. Muslim)
Mereka pula yang disebutkan dalam sabda beliau:
سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ
“Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan. Ketika itu pendusta dibenarkan sedangkan orang yang jujur malah didustakan, pengkhianat dipercaya sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu Ruwaibidhah berbicara”
Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud Ruwaibidhah?”.
Beliau menjawab,
الرَّجُلُ التَّافِهُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ
“Orang bodoh yang turut campur dalam urusan masyarakat luas.”
(HR. Ibnu Majah, disahihkan al-Albani dalam as-Shahihah [1887] as-Syamilah).
Allahul musta’aan.. Ketahuilah semua ini (syahwat yang diperturutkan dan kebodohan yang diikuti) adalah sunnah-sunnnah YAHUDI dan NASHRANI!!
Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan kejahatan orang yang berilmu dan ahli ibadah dari kalangan ahli kitab yang telah diperbudak oleh harta dan dunia dalam firman-Nya:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْأَحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللهِ
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah.” (At-Taubah: 34)
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullahu menerangkan dalam tafsirnya:
“Yang dimaksud ayat tersebut adalah peringatan dari para ulama su’ (orang yang berilmu tapi jahat) dan ahli ibadah yang sesat.
Sebagaimana ucapan Suyfan ibnu Uyainah rahimahullahu:
‘Barangsiapa yang jahat dari kalangan orang yang berilmu di antara kita, berarti ada keserupaan dengan para pemuka Yahudi. Sedangkan barangsiapa yang sesat dari kalangan ahli ibadah kita, berarti ada keserupaan dengan para pendeta Nasrani.’
Di mana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits yang shahih:
لَتَتْبَعُنَّ سُنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا شِبْرًا وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ ، حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ تَبِعْتُمُوهُمْ
“Sungguh kalian akan mengikuti (perlakuan) orang yang sebelum kalian, sejengkal sejengkal, dan sehasta demi sehasta, sehingga seandainya mereka masuk ke lubang dhab (binatang seperti biawak) sekalipun tentu kalian tetap mengikuti mereka.”
Kami bertanya: “Wahai Rosululloh, apakah mereka itu Yahudi dan Nasrani?”. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
فَمَنْ
“Maka Siapa (lagi kalau bukan mereka)?”
Dalam riwayat yang lain mereka bertanya: ‘Apakah mereka Persia dan Romawi?’
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
فَمَنْ
“Maka Siapa (lagi kalau bukan mereka)?”
(HR Bukhariy dan Muslim)
Intinya adalah peringatan dari tasyabbuh (menyerupai) ucapan maupun perbuatan mereka. Oleh karena itulah Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللهِ
“(Mereka) benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah.” (At-Taubah: 34)
Hal itu karena mereka memakan harta orang lain dengan kedok agama. Mereka mendapat keuntungan dan kedudukan di sisi umat, sebagaimana para pendeta Yahudi dan Nasrani mendapatkan hal-hal tersebut dari umatnya di masa jahiliah.
Hingga ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus Rasul-Nya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka pun tetap berkeras di atas kejahatan, kesesatan, kekafiran, dan permusuhannya, disebabkan ambisi mereka terhadap kedudukan tersebut.
Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala memadamkan kesesatan itu dengan cahaya kenabian sekaligus menggantikan kedudukan mereka dengan kehinaan serta kerendahan. Dan mereka akan kembali menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala membawa kemurkaan-Nya.”
(Tafsir Ibnu Katsir)
Bahkan dalam hadits lain lebih gamblang lagi dijelaskan Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
Rasulullah bersabda:
لَيَحْمِلَنَّ شِرَارُ هَذِهِ الْأُمَّةِ عَلَى سَنَنِ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِهِمْ أَهْلِ الْكِتَابِ حَذْوَ الْقُذَّةِ بِالْقُذَّةِ
Sungguh orang-orang jahat dari umat ini akan mengajak kepada kebiasaan umat-umat yang terdahulu sebelum kalian yaitu Ahli Kitab, secara angsur-angsur sejengkal demi sejengkal (seukuran bulu anak panah demi bulu anak panah).” (HR. Ahmad; dengan derajat hasan dengan syawahidnya, seperti dinyatakan syaikh al-albaaniy dalam silsilah ash-shahiihah)
Merekalah para ulama suu’ yang mengajak kepada api jahannam; yakni mereka yang senantiasa mengajak umat islam kepada kesyirikan dan kebid’ahan sedangkan kaum muslimin tidak menyadarinya.
Mereka-mereka ini telah diperingatkan oleh Rasulullah:
دُعَاةٌ إِلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا
“Da’i-da’i (para penyeru) yang mengajak ke pintu jahannam. Siapa yang memenuhi seruan mereka maka akan dilemparkan kedalamnya”. (HR. Ahmad, Bukhariy dan selainnya)
Dan juga sabda beliau:
إِنَّمَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي الْأَئِمَّةَ الْمُضِلِّينَ
“yang aku takutkan atas umatku adalah pemimpin-pemimpin yang menyesatkan.” (Berkata Abu Isa at-Tirmidziy: hadits ini hasan shahih; hadits ini juga dishahiihkan syaikh al albaaniy)
5. Lahirnya generasi-genarasi yang jelek
Dalam hadits lain, Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
مَا مِنْ مَوُلُودٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلىَ الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ، كَمَا تُنْتِجُ الْبَهِيْمَةُ بَهِيْمَةً جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّونَ فِيْهَا مِنْ جَدْعَاءَ؟
“Tidaklah setiap anak yang lahir kecuali dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang-tuanyalah yang akan menjadikannya sebagai Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Seperti hewan melahirkan anaknya yang sempurna, apakah kalian melihat darinya buntung (pada telinga)?”
[Hadits diriwayatkan oleh Al-Imam Malik rahimahullahu dalam Al-Muwaththa` (no. 507); Al-Imam Ahmad rahimahullahu dalam Musnad-nya (no. 8739); Al-Imam Al-Bukhari rahimahullahu dalam Kitabul Jana`iz (no. 1358, 1359, 1385), Kitabut Tafsir (no. 4775), Kitabul Qadar (no. 6599); Al-Imam Muslim rahimahullahu dalam Kitabul Qadar (no. 2658)]
Lihatlah bagaimana KEBANYAKAN ORANG TUA kaum muslimin mendidik anaknya sekarang ini dengan pendidikan apakah mereka dididik? pendidikan ISLAMI-kah? atau ala nasrani/yahudi?
Maka tidak salah, anak-anak yang dibesarkan dengan ajaran-ajaran sekuler (yang diimpor dari yahudi/nasrani) akan melahirkan generasi-genarasi yang rusak, baik dalam AQIDAH, IBADAH, AKHLAK maupun MUAMALAHnya.
Allah berfirman:
فَخَلَفَ مِن بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا
Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan, (Maryam: 59)
Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata:
“Sebagian ulama berkata: ‘Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menanyakan tanggung jawab orangtua atas (pendidikan) anak, sebelum menanyakan kepada anak atas baktinya kepada orangtua. Karena, sebagaimana orangtua memiliki hak atas anaknya (yaitu kewajiban yang harus ditunaikan oleh seorang anak kepada orangtuanya), anak juga memiliki hak atas orangtuanya (berupa kewajiban yang harus ditunaikan oleh orangtua kepada anak).
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (At-Tahrim: 6)
Barangsiapa yang menelantarkan anak dari pendidikan (agama) yang akan bermanfaat baginya, serta membiarkannya hidup sia-sia tanpa guna, ia telah melakukan kesalahan yang fatal. Karena, kerusakan yang terjadi pada kebanyakan anak berasal dari orangtua dan ketidakpedulian mereka atas pendidikan anak mereka. Mereka tidak mengajari anak tentang perkara-perkara yang Allah wajibkan dan yang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sunnahkan. Mereka telah menyia-nyiakan anak-anak sewaktu kecilnya.
Dengan sebab itu, orangtua tidak memperoleh manfaat (kebaikan) untuk dirinya sendiri. Dengan sebab itu pula, anak tidak akan memberi manfaat kepada orangtuanya kala mereka telah lanjut usia. Seperti adanya anak yang membalas kejelekan orangtua dengan kedurhakaannya. Bisa jadi anak akan berkata: “Wahai ayahku, engkau telah berbuat jelek di masa kecilku, maka akupun mendurhakaimu di masa tuamu. Engkau telah sia-siakan diriku di masa kecilku, akupun menyia-nyiakanmu di masa tuamu.”
(selesai perkataan ibnul qayyim)
Oleh karena itu, orangtua hendaknya mencurahkan tenaga dan upaya untuk mendidik anak-anaknya. Hidayah (petunjuk) itu berada di tangan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Manusia tidak akan mampu memberi hidayah kepada dirinya sendiri, terlebih lagi memberi hidayah kepada orang lain.
Tiada permohonan yang pantas kecuali meniru apa yang telah diucapkan oleh orang-orang shalih kepada Rabb mereka dalam doanya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
“Dan orang-orang yang berkata: ‘Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami sebagai imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al-Furqan: 74)
Penutup
Maka hendaknya kita KEMBALI kepada agama kita yang lurus, dengan memegang teguh al Qur-aan, as Sunnah yang shahiih menurut pemahaman salafush shalih. Yang dengan ini, kita BENAR-BENAR mengamalkan doa yang kita panjatkan minimal 17 kali sehari:
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ . صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ . غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ
Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. (al Fatihah: 5-7)
Siapakah yang disebut orang-orang yang telah Allah beri nikmat?
Allah berfirman:
الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَٰئِكَ رَفِيقًا
orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (An-Nisaa: 69)
Siapakah yang disebut orang-orang yang dimurkai dan sesat?
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika di wadi al-Qura, saat itu beliau sedang berada di atas kudanya. Beliau ditanya oleh seorang laki-laki dari Bulqin:
“Wahai Rasulullah, siapakah mereka.”
Beliau menjawab;
هَؤُلَاءِ قَالَ هَؤُلَاءِ الْمَغْضُوبُ عَلَيْهِمْ
“Mereka adalah orang-orang yang di murkai”
“Perawi berkata: dan beliau sambil menunjuk ke arah orang-orang Yahudi”
Dia bertanya lagi, “Lalu, siapakah orang-orang itu?”
Beliau menjawab:
هَؤُلَاءِ الضَّالِّينَ يَعْنِي النَّصَارَى
“Mereka adalah orang-orang yang sesat.” Yaitu, orang-orang Nashrani.
(HR. Ahmad, dishahiihkan syaikh al-albaaniy dalam silsilah ash-shahiihah)
Semoga Allah menetapkan kita diatas petunjukNya yang benar dan lurus; serta memalingkan kita dari hawa nafsu yang rusak ahli kitab dan orang-orang sesat yang menjadi pengikut-pengikut setia syaithan yang selalu berusaha menyesatkan kita dari jalan yang benar.
Allah memfirmankan doanya nabi musa dan pengikutnya:
رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِّلْقَوْمِ الظَّالِمِينَ . وَنَجِّنَا بِرَحْمَتِكَ مِنَ الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
Ya Rabb kami; janganlah Engkau jadikan kami sasaran fitnah bagi kaum yang zhalim dan selamatkanlah kami dengan rahmat Engkau dari (tipu daya) orang-orang yang kafir. (Yunus 85-86)
Allah memfirmankan doanya orang-orang beriman:
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً ۚ إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ
“Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)”. (‘Ali ‘Imraan: 8)
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam berdoa:
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قُلُوبَنَا عَلَى دِينِكَ
“Yaa muqallibal quluub tsabbit quluubanaa ‘ala diinik
“Wahai Rabb yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hati kami di atas agama-Mu.”
[HR.Tirmidzi 3522, Ahmad 4/302, al-Hakim 1/525, Lihat Shohih Sunan Tirmidzi III no.2792]
Dalam riwayat lain:
اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ
“Allahumma musharrifal quluub sharrif quluubana ‘ala thaa’atik.”
[Ya Allah yang memalingkan (membolak-balikkan) hati manusia, palingkanlah hati kami di atas ketaatan kepada-Mu]
[HR. Muslim (no. 2654)]
Wabillahit taufiq wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa aalihi wa sallam
0 komentar:
Posting Komentar