Ada beberapa kaidah penting dalam rangka menjaga dan membela kehormatan wanita, antara lain:
Kaidah Pertama: Perbedaan Antara Laki-Laki dan Perempuan
a. Wajib bagi setiap muslim untuk meyakini adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan, karena Allah sendiri yang telah menciptakan manusia telah membedakannya, Allah berfirman:
وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالأُنْثَى
“Dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan.” (QS. Ali Imran: 36)
Secara tegas ayat di atas menafikan adanya persamaan antara laki-laki dan perempuan. Dan Allah menjadikan perbedaan antara laki-laki dan perempuan karena adanya hikmah yang sangat agung. Dengan perbedaan inilah Allah menggantungkan taklif kepada masing-masing dari kaum laki-laki dan perempuan sesuai dengan kekhususan yang ada pada diri mereka masing-masing. Di bawah ini ada beberapa contoh perbedaan dalam hukum syar’i antara laki-laki dan perempuan:
1. Laki-laki adalah pemimpin dalam rumah tangga, dialah yang diberi kewajiban untuk mencari nafkah, membimbing anggota keluarga dengan segala kebaikan, menjaga mereka dari segala kejahatan dan sebagainya, Allah berfirman:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An-Nisaa: 34)
2. Tugas kenabian dan risalah hanya dibebankan kepada kaum laki-laki tidak kepada perempuan, firman Allah:
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلَّا رِجَالًا نُوحِي إِلَيْهِمْ مِنْ أَهْلِ القُرَى
“Kami tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang laki-laki yang Kami berikan wahyu kepadanya di antara penduduk negeri.” (QS. Yusuf: 109)
3. Tanggung jawab umum hanya dibebankan kepada kaum lelaki seperti, kepemimpinan, pengadilan dan kehakiman, wali nikah dan tugas-tugas lain yang menyangkut kepentingan umum.
4. Banyak sekali kewajiban-kewajiban syar’i yang hanya dibebankan kepada kaum laki-laki seperti; jihad, menghadiri shalat jama’ah di masjid, shalat Jum’at, azan, iqomat, hak cerai, penisbatan anak juga kepada bapaknya dan lain-lain.
5. Pada sebagian hukum laki-laki memiliki hak dua kali lipat melebihi wanita, seperti dalam hak waris, memberikan persaksian, diyat, aqiqah dan lainnya.
b. Setiap muslim baik laki-laki ataupun perempuan, mereka dilarang mendambakan apa yang menjadi kekhususan dari yang lainnya. Seorang laki-laki tidak boleh memimpikan sesuatu yang menjadi kekhususan perempuan begitu juga sebaliknya. Karena ini berarti tidak rela dengan takdir yang digariskan oleh Allah kepada mereka, Allah berfirman:
وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبُوا وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبْنَ وَاسْأَلُوا اللهَ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّ اللهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. An-Nisaa: 32)
c. Jika Allah melarang hanya sekedar mendambakan apa yang dimiliki oleh jenis lain dari laki-laki dan perempuan apalagi bagi mereka yang secara terang-terangan menolak adanya perbedaan antara kedua jenis ini bahkan mendakwahkan persamaan antara laki-laki dan perempuan.
Oleh karena itu gerakan yang ingin menyamakan antara kaum laki-laki dan perempuan sangat bertentangan dengan syar’i, akal sehat dan juga fitrah manusia itu sendiri. Di samping juga merupakan bentuk kezaliman terhadap wanita itu sendiri, karena secara sadar ataupun tidak telah memberikan beban dan tanggung jawab kepada kaum wanita yang tidak sesuai dengan fitrahnya dan jauh di atas kemampuan yang diberikan Allah kepadanya. Padahal Allah sendiri Dzat Yang Maha Adil tidaklah membebani seseorang melainkan menurut kemampuan mereka.
لاَ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah: 286)
Kaidah Kedua: Kewajiban Berhijab Dengan Maknanya yang Umum
Hijab secara umum berarti: menutup aurat. Dan ini berlaku secara umum baik laki-laki ataupun perempuan, besar maupun kecil. Oleh karena itu seorang laki-laki dilarang menampakkan auratnya di hadapan laki-laki lain, seorang wanita juga tidak boleh menampakkan auratnya di hadapan wanita lain lebih-lebih lagi antara lawan jenis kecuali antara suami istri. Ada beberapa ajaran Islam yang menegaskan akan pentingnya hal ini dalam rangka menjaga kesucian manusia, antara lain:
- Islam melarang anak-anak untuk tidur bersama di satu tempat tidur, karena dikhawatirkan terjadi sentuhan dan gesekan yang akan menimbulkan syahwat atau sebagian mereka saling melihat aurat sebagian yang lain.
- Seorang laki-laki dilarang shalat dengan baju yang tidak ada lengannya.
- Islam melarang laki-laki dan perempuan untuk telanjang bulat baik dalam ibadah seperti thawaf dan shalat (meskipun dilakukan pada waktu malam hari dan tidak ada orang lain yang melihat) maupun di luar ibadah.
- Islam melarang laki-laki menyerupai perempuan dan perempuan menyerupai laki-laki.
- Islam melarang laki-laki dan perempuan untuk berdua-duaan tanpa adanya mahram.
- Islam memerintahkan laki-laki dan perempuan untuk sama-sama menundukkan pandangan, dll.
Ini semua diajarkan Islam dalam rangka menyucikan jiwa setiap muslim dan muslimah dari hal-hal yang tidak terpuji dan mendidik mereka untuk selalu memiliki sifat malu, dalam sebuah hadits disebutkan:
عَنْ عِمْرَانَ بْنَ حُصَيْنٍ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: « الْحَيَاءُ لَا يَأْتِي إِلَّا بِخَيْرٍ »
Dari Imran ibnu Hushain radhiyallahu ‘anhu berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sifat malu tidaklah mendatangkan kecuali sesuatu yang baik.” (HR. Al-Bukhari no. 5652 Muslim no. 53)
Kaidah Ketiga: Kewajiban Berhijab Dengan Maknanya yang Khusus
Diwajibkan kepada semua wanita muslimah untuk berhijab dengan hijab yang syar’i yang menutupi semua anggota badannya -termasuk di dalamnya wajah dan kedua telapak tangan- dan menutupi semua perhiasan yang dia pakai dari pandangan laki-laki lain. Kewajiban ini berdasarkan dalil-dalil yang sangat banyak, berupa:
- Dalil dari al-Qur’an.
- Dalil dari as-Sunnah.
- Ijma’ amaliy dari wanita muslimah yang selalu memakai hijab sejak zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai runtuhnya daulah islamiyah dan terpecah menjadi Negara-negara kecil di pertengahan abad ke-14 H.
- Dalil dari atsar yang shahih.
- Qiyas yang shahih.
- Kaidah “Mengambil manfaat dan mencegah kerusakan”
1. Dalil dari Al-Qur’an
Di antara ayat al-Qur’an yang menjelaskan tentang kewajiban hijab adalah:
يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا * وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الجَاهِلِيَّةِ الأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآَتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ البَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
“Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik. dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. Al-Ahzab: 32-33)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتَ النَّبِيِّ إِلَّا أَنْ يُؤْذَنَ لَكُمْ إِلَى طَعَامٍ غَيْرَ نَاظِرِينَ إِنَاهُ وَلَكِنْ إِذَا دُعِيتُمْ فَادْخُلُوا فَإِذَا طَعِمْتُمْ فَانْتَشِرُوا وَلَا مُسْتَأْنِسِينَ لِحَدِيثٍ إِنَّ ذَلِكُمْ كَانَ يُؤْذِي النَّبِيَّ فَيَسْتَحْيِي مِنْكُمْ وَاللهُ لَا يَسْتَحْيِي مِنَ الحَقِّ وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ وَمَا كَانَ لَكُمْ أَنْ تُؤْذُوا رَسُولَ اللهِ وَلَا أَنْ تَنْكِحُوا أَزْوَاجَهُ مِنْ بَعْدِهِ أَبَدًا إِنَّ ذَلِكُمْ كَانَ عِنْدَ اللهِ عَظِيمًا
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah- rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu diundang maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini istri-istrinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah.” (QS. Al-Ahzab: 53)
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ المُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzab: 59)
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ * وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آَبَائِهِنَّ أَوْ آَبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللهِ جَمِيعًا أَيُّهَا المُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Dan katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara lelaki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. An-Nuur: 30-31)
وَالقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاءِ اللَّاتِي لَا يَرْجُونَ نِكَاحًا فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَنْ يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ وَأَنْ يَسْتَعْفِفْنَ خَيْرٌ لَهُنَّ وَاللهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nuur: 60)
Berdasarkan dalil-dalil di atas dalam berhijab wanita muslimah hendaknya:
- Tetap tinggal di rumah, karena dengan hal tersebut seorang wanita akan terhindar dari pandangan kaum laki-laki dan terhindar dari ikhtilath (bercampur) dengan mereka.
- Memakai pakaian yang syar’i yang menutup anggota tubuhnya -termasuk di dalamnya wajah, kedua telapak tangan dan kedua kaki- dan menutupi perhiasan yang dipakai.
- Tidak melembutkan ucapan di hadapan laki-laki lain.
- Tidak bertabarruj.
- Jika ada laki-laki lain yang memiliki keperluan hendaknya mereka memintanya dari balik hijab.
- Menundukkan pandangan dari laki-laki lain.
- Tidak menampakkan perhiasan di hadapan laki-laki lain atau mengundang hasrat mereka dengan memukulkan kaki ke tanah agar terdengar perhiasan yang dipakainya.
2. Dalil Dari Sunnah
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: كَانَ الرُّكْبَانُ يَمُرُّونَ بِنَا وَنَحْنُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مُحْرِمَاتٌ فَإِذَا حَاذَوْا بِنَا سَدَلَتْ إِحْدَانَا جِلْبَابَهَا مِنْ رَأْسِهَا عَلَى وَجْهِهَا فَإِذَا جَاوَزُونَا كَشَفْنَاهُ
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Dahulu orang-orang yang berkendaraan sering melewati kami di saat kami bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berihram. Jika mereka mendekati kami, maka salah seorang di antara kamipun langsung menurunkan jilbabnya dari kepalanya untuk menutup wajahnya dan jika mereka telah berlalu kamipun membukanya kembali.” (HR. Abu Daud no. 1562dan imam Ahmad no. 22894)
عن أسماء بنت أبي بكر رضي الله عنهما قالت: كنا نغطي وجوهنا من الرجال، وكنا نمتشط قبل ذلك
Dari Asma’ binti Abu Bakr radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Kami menutup wajah-wajah kami dari pandangan kaum lelaki dan kami menyisir rambut sebelum (melakukan ihram).” (HR. Ibnu Khuzaimah no. 2485 dan Al-hakim dan beliau berkata: Hadits ini shahih berdasarkan syarat Al-Bukhari dan Muslim dan disepakati imam Adz-Dzahabi)
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: يَرْحَمُ اللَّهُ نِسَاءَ الْمُهَاجِرَاتِ الْأُوَلَ لَمَّا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ شَقَّقْنَ مُرُوطَهُنَّ فَاخْتَمَرْنَ بِهَا
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Semoga Allah memberikan rahmat kepada wanita-wanita dari kaum muhajirin generasi pertama, ketika Allah menurunkan ayat: “dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya” maka mereka langsung menyobek baju mantel mereka dan menggunakannya sebagai kain penutup badan mereka.” (HR Al-Bukhari no. 4387)
عن عَائِشَةَ قَالَتْ: لَقَدْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي الْفَجْرَ فَيَشْهَدُ مَعَهُ نِسَاءٌ مِنْ الْمُؤْمِنَاتِ مُتَلَفِّعَاتٍ فِي مُرُوطِهِنَّ ثُمَّ يَرْجِعْنَ إِلَى بُيُوتِهِنَّ مَا يَعْرِفُهُنَّ أَحَدٌ
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Dahulu wanita-wanita muslimah ikut menghadiri shalat Subuh bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan tertutup oleh baju kurung mereka. Kemudian mereka kembali ke rumah mereka dan tidak ada seorangpun yang mengetahui mereka.” (Muttafaq ‘alaih)
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتْ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ
Dari Abdullah (ibnu Mas’ud) radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Seorang wanita adalah aurat, maka apabila dia keluar setan akan selalu mengintainya. Dan keadaan dia yang paling dekat dengan rahmat Tuhannya adalah dengan tinggal di rumahnya.” (HR. At-Turmudzi no. 5093 dan dia berkata: Hadits ini hasan gharib)
Manfaat Hijab
- Menjaga kehormatan; Hijab adalah benteng syar’i untuk menjaga kehormatan wanita dan menjauhkan mereka dari hal-hal yang akan menimbulkan fitnah.
- Membersihkan hati pemakainya dan kaum laki-laki.
- Hijab melahirkan akhlak mulai dalam diri pemakainya seperti: rasa malu, selalu menjaga kesucian, ghirah (rasa cemburu).
- Hijab adalah tanda kesucian dan kehormatan bagi seorang wanita.
- Menutup segala pintu setan yang selalu mengajak manusia kepada perbuatan keji dan mungkar.
- Menghindarkan wanita dari budaya tabarruj, sufur dan ikhtilath yang sangat marak di masyarakat.
- Hijab adalah benteng terkokoh dari perbuatan zina dan kehidupan yang serba bebas.
- Menjaga rasa malu yang merupakan ciri khas seorang wanita.
- Wanita adalah aurat dan hijab adalah penutupnya.
- Menjaga ghirah.
Kaidah Keempat: Hukum asal bagi kaum wanita adalah tinggal di rumah, sedangkan keluarnya wanita dari rumah itu adalah rukhshoh yang dibatasi dengan aturan syariat.
Dasar dari kaidah ini adalah firman Allah:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الجَاهِلِيَّةِ الأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآَتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ البَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. Al-Ahzab: 33)
Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah berkata: “Maksud ayat di atas adalah perintah kepada wanita untuk tetap tinggal di dalam rumah. Walaupun perintah ini ditujukan kepada istri-istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tapi juga mencakup kaum wanita secara umum selain mereka dan meskipun tidak ada dalil yang secara khusus memerintahkan semua wanita untuk tinggal di rumah, tapi syariat islam menegaskan akan pentingnya kaum wanita untuk tetap tinggal di rumah dan melarang mereka untuk keluar rumah kecuali jika ada kepentingan mendesak.” (Tafsir Al-Qurthubi: 14/179)
Al-Imam Abu Bakr Al-Jashshash rahimahullah berkata: “Ayat ini adalah dalil bahwasanya kaum wanita itu diperintahkan untuk tetap tinggal di rumah dan dilarang keluar rumah.” (Ahkamul Qur’an: 5/229-230)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بن مسعود رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتْ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ”.
Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah berkata: “Maksud ayat di atas adalah perintah kepada wanita untuk tetap tinggal di dalam rumah. Walaupun perintah ini ditujukan kepada istri-istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tapi juga mencakup kaum wanita secara umum selain mereka dan meskipun tidak ada dalil yang secara khusus memerintahkan semua wanita untuk tinggal di rumah, tapi syariat islam menegaskan akan pentingnya kaum wanita untuk tetap tinggal di rumah dan melarang mereka untuk keluar rumah kecuali jika ada kepentingan mendesak.” (Tafsir Al-Qurthubi: 14/179)
Al-Imam Abu Bakr Al-Jashshash rahimahullah berkata: “Ayat ini adalah dalil bahwasanya kaum wanita itu diperintahkan untuk tetap tinggal di rumah dan dilarang keluar rumah.” (Ahkamul Qur’an: 5/229-230)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بن مسعود رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتْ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ”.
Dari Abdullah ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Wanita itu aurat, maka jika dia keluar rumah maka setanlah yang akan membimbingnya.” (HR. At-Turmudzi no. 1093 dan dishahihkan oleh Syekh Muhammad Nashiruddin Al-Albani dalam kitab Irwaul Ghalil no. 273)
1. Keluarnya untuk suatu keperluan yang mendesak, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: خَرَجَتْ سَوْدَةُ بِنْتُ زَمْعَةَ لَيْلًا فَرَآهَا عُمَرُ فَعَرَفَهَا فَقَالَ إِنَّكِ وَاللَّهِ يَا سَوْدَةُ مَا تَخْفَيْنَ عَلَيْنَا فَرَجَعَتْ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَتْ ذَلِكَ لَهُ وَهُوَ فِي حُجْرَتِي يَتَعَشَّى وَإِنَّ فِي يَدِهِ لَعَرْقًا فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَلَيْهِ فَرُفِعَ عَنْهُ وَهُوَ يَقُولُ قَدْ أَذِنَ اللَّهُ لَكُنَّ أَنْ تَخْرُجْنَ لِحَوَائِجِكُنَّ
Adab Seorang Wanita Keluar Rumah:
1. Keluarnya untuk suatu keperluan yang mendesak, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: خَرَجَتْ سَوْدَةُ بِنْتُ زَمْعَةَ لَيْلًا فَرَآهَا عُمَرُ فَعَرَفَهَا فَقَالَ إِنَّكِ وَاللَّهِ يَا سَوْدَةُ مَا تَخْفَيْنَ عَلَيْنَا فَرَجَعَتْ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَتْ ذَلِكَ لَهُ وَهُوَ فِي حُجْرَتِي يَتَعَشَّى وَإِنَّ فِي يَدِهِ لَعَرْقًا فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَلَيْهِ فَرُفِعَ عَنْهُ وَهُوَ يَقُولُ قَدْ أَذِنَ اللَّهُ لَكُنَّ أَنْ تَخْرُجْنَ لِحَوَائِجِكُنَّ
Dari Aisyah, ia mengatakan: sudah binti Zam’ah keluar pada waktu malam, Umar melihatnya dan mengenalnya, kemudian ia mengatakan, ‘Wahai Saudah engkau tidak bisa menyembunyikan identitasmu (karena Sudah wanita yang perawakannya besar, mudah untuk dikenali -ed) kemudian Saudahpun pergi menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menceritakan permasalahannya, maka Allah ta’ala mengirimkan wahyu kepada beliau, kemudian Rasulullah bersabda, Allah ta’ala telah mengizinkan kalian untuk keluar memenuhi hajat kalian.” (HR. Al-Bukhari no. 4836)
2. Harus dengan izin walinya (Orang tua atau suaminya), Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عن ابن عمر عن النبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أن امرأة أتته، فقالت: ما حق الزوج على امرأته ؟ فقال: «لا تمنعه نفسها وإن كانت على ظهر قتب، ولا تعطي من بيته شيئا إلا بإذنه، فإن فعلت ذلك كان له الأجر وعليها الوزر، ولا تصوم تطوعا إلا بإذنه، فإن فعلت أثمت ولم تؤجر، وأن لا تخرج من بيته إلا بإذنه فإن فعلت لعنتها الملائكة ملائكة الغضب وملائكة الرحمة حتى تتوب أو تراجع » قيل: وإن كان ظالما ؟ قال: «وإن كان ظالما»
2. Harus dengan izin walinya (Orang tua atau suaminya), Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عن ابن عمر عن النبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أن امرأة أتته، فقالت: ما حق الزوج على امرأته ؟ فقال: «لا تمنعه نفسها وإن كانت على ظهر قتب، ولا تعطي من بيته شيئا إلا بإذنه، فإن فعلت ذلك كان له الأجر وعليها الوزر، ولا تصوم تطوعا إلا بإذنه، فإن فعلت أثمت ولم تؤجر، وأن لا تخرج من بيته إلا بإذنه فإن فعلت لعنتها الملائكة ملائكة الغضب وملائكة الرحمة حتى تتوب أو تراجع » قيل: وإن كان ظالما ؟ قال: «وإن كان ظالما»
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: ada seorang wanita yang datang kepada beliau lalu bertanya: “Wahai Rasulullah, apa kewajiban seorang istri kepada suaminya? Beliau menjawab: “Dia tidak boleh menolak suaminya jika menginginkan dirinya meskipun di atas pelana kendaraan, tidak boleh memberikan sesuatupun harta dari rumahnya melainkan dengan izinnya dan jika dia melakukannya maka bagi suaminya pahala dan baginya dosa, tidak boleh dia berpuasa (sunnah) melainkan dengan izinnya dan jika dia tetap berpuasa maka dia berdosa dan tidak mendapatkan pahala, tidak boleh keluar dari rumahnya kecuali seizin suaminya, dan jika dia melakukannya maka semua malaikat baik malaikat marah ataupun malaikat rahmat akan melaknatnya sehingga dia bertaubat atau kembali”, Wanita tadi bertanya: “Bagaimana kalau dia adalah seorang yang zalim? Beliau menjawab: “Meskipun dia seorang yang zalim.” (Musnad Ath-Thayalisiy no. 2051)
3. Harus memakai hijab yang syar’i, firman Allah:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ المُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللهُ غَفُورًا رَحِيمًا
3. Harus memakai hijab yang syar’i, firman Allah:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ المُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzab: 59)
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آَبَائِهِنَّ أَوْ آَبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللهِ جَمِيعًا أَيُّهَا المُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آَبَائِهِنَّ أَوْ آَبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللهِ جَمِيعًا أَيُّهَا المُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. An-Nuur: 31)
4. Tidak boleh memakai wangi-wangian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَنْ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «إِذَا اسْتَعْطَرَتْ الْمَرْأَةُ فَخَرَجَتْ عَلَى الْقَوْمِ لِيَجِدُوا رِيحَهَا فَهِيَ كَذَا وَكَذَا»
4. Tidak boleh memakai wangi-wangian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَنْ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «إِذَا اسْتَعْطَرَتْ الْمَرْأَةُ فَخَرَجَتْ عَلَى الْقَوْمِ لِيَجِدُوا رِيحَهَا فَهِيَ كَذَا وَكَذَا»
Dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu berkata dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika seorang wanita memakai wangi-wangian lalu dia keluar rumah melewati sekelompok orang sehingga mereka mencium baunya maka dia adalah begini dan begitu.” (HR. Abu Daud no. 3642 dan Ahmad no. 18757 dan dishahihkan oleh Syekh Muhammad Nashiruddin Al-Albani dalam kitab Takhrij Misykatul Mashabih no. 1065)
Dalam riwayat yang lain disebutkan:
عَن أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ بِقَوْمٍ لِيَجِدُوا رِيحَهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ»
Dalam riwayat yang lain disebutkan:
عَن أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ بِقَوْمٍ لِيَجِدُوا رِيحَهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ»
Dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu berkata dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika seorang wanita memakai wangi-wangian lalu dia keluar rumah melewati sekelompok orang sehingga mereka mencium baunya maka dia adalah seorang pezina.” (HR. Ahmad no. 18879 dan 18912 dan dishahihkan oleh Syekh Muhammad Nashiruddin Al-Albani dalam kitab Shahihul Jami’ no. 323)
5. Hendaknya dengan mahramnya atau dengan wanita yang lain dan jangan berdua-duan dengan seorang laki-laki yang asing, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَا تُسَافِرْ الْمَرْأَةُ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ وَلَا يَدْخُلُ عَلَيْهَا رَجُلٌ إِلَّا وَمَعَهَا مَحْرَمٌ»
5. Hendaknya dengan mahramnya atau dengan wanita yang lain dan jangan berdua-duan dengan seorang laki-laki yang asing, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَا تُسَافِرْ الْمَرْأَةُ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ وَلَا يَدْخُلُ عَلَيْهَا رَجُلٌ إِلَّا وَمَعَهَا مَحْرَمٌ»
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Seorang wanita tidak boleh bepergian melainkan dengan mahramnya, seorang laki-laki tidak boleh menemui seorang wanita melainkan bersama mahramnya.” (HR. Al-Bukhari no. 1729)
Dengan tinggal di rumah seorang wanita bisa mewujudkan beberapa tujuan syariat yang mulia antara lain:
Keutamaan Tinggal di Rumah Bagi Wanita
Dengan tinggal di rumah seorang wanita bisa mewujudkan beberapa tujuan syariat yang mulia antara lain:
- Terpeliharanya fitrah yang sesuai dengan tiap-tiap dari laki-laki dan perempuan. Di mana Allah telah membagi tugas kepada manusia sesuai dengan fitrahnya masing-masing. Laki-laki memiliki tugas mencari nafkah di luar rumah sedangkan wanita bekerja di dalam rumah.
- Terpeliharanya ciri khas dari masyarakat muslim yaitu masyarakat fardiy yang terdiri dari satu jenis saja tanpa adanya ikhtilath.
- Wanita lebih terfokus untuk menjalankan tugas utamanya di dalam rumah yang bermacam-macam sekaligus secara penuh memegang tanggung jawabnya sebagai seorang istri, ibu, pendidik dan ratu rumah tangga.
- Memberikan ruangan yang luas bagi kaum wanita untuk melaksanakan tugasnya sebagai hamba Allah.
- Menjaga kemuliaan dan kesuciannya.
Kaidah Kelima: Haramnya Ikhtilath (Bercampurnya Antara Laki-Laki dan Perempuan)
Ikhtilath (Bercampurnya laki-laki dan perempuan) adalah salah satu faktor penting yang menyebabkan kehormatan wanita tercabik-cabik. Oleh karena itu Islam menutup semua pintu yang mengarah kepada prilaku ikhtilath di masyarakat muslim dengan cara:
- Diharamkan bagi seorang lelaki bertemu dan berdua-duaan dengan wanita yang bukan mahram, seperti antara seorang wanita dengan supirnya atau dengan pembantunya, seorang wanita dengan dokter laki-laki atau lainnya.
- Diharamkan bagi seorang wanita untuk bepergian sendirian.
- Diharamkan bagi seorang laki-laki memandang wanita yang bukan mahramnya atau sebaliknya.
- Diharamkan bagi seorang laki-laki menyentuh wanita yang bukan mahramnya atau sebaliknya, seperti: bersalam-salaman atau lainnya.
- Diharamkan bagi seorang laki-laki menyerupai wanita atau sebaliknya.
- Seorang wanita dianjurkan untuk melakukan shalat di rumahnya, dan itu yang paling utama baginya. Tapi jika terpaksa dia mau shalat di masjid bersama kaum lelaki, maka harus diperhatikan hal-hal berikut:
- Keadaannya aman untuk dirinya.
- Harus dengan izin walinya (Orang tua atau suaminya)
- Harus memakai hijab yang syar’i.
- Tidak boleh memakai wangi-wangian.
- Jangan sampai menimbulkan fitnah yang lebih besar atau melanggar syariat.
- Tidak boleh bercampur baur dengan kaum lelaki baik di perjalanan menuju masjid atau di dalam masjid.
- Adanya pintu khusus di masjid untuk keluar masuk wanita.
- Menempati shaf yang paling akhir terlebih dahulu, karena inilah yang paling utama bagi wanita.
- Mengingatkan imam dengan menggunakan tepukan tangan bukan dengan tasbih seperti laki-laki.
- Keluar dari masjid sebelum kaum laki-laki. Dan bagi kaum laki-laki hendaknya keluar menunggu kaum wanita keluar terlebih dahulu. Dalam sebuah hadits disebutkan:
عن أُمِّ سَلَمَةَ رضي الله عنها قالت: أَنَّ النِّسَاءَ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُنَّ إِذَا سَلَّمْنَ مِنْ الْمَكْتُوبَةِ قُمْنَ وَثَبَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَنْ صَلَّى مِنْ الرِّجَالِ مَا شَاءَ اللَّهُ فَإِذَا قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ الرِّجَالُ
Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha berkata: Bahwasanya kaum wanita pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah mereka salam dari shalat wajib, mereka langsung keluar sedangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum laki-laki tetap berdiam di masjid untuk beberapa saat. Ketika Rasulullah berdiri untuk keluar masjid, maka kaum laki-laki juga keluar.” (HR. Al-Bukhari no. 819)
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا سَلَّمَ قَامَ النِّسَاءُ حِينَ يَقْضِي تَسْلِيمَهُ وَيَمْكُثُ هُوَ فِي مَقَامِهِ يَسِيرًا قَبْلَ أَنْ يَقُومَ “. قَالَ: نَرَى وَاللَّهُ أَعْلَمُ أَنَّ ذَلِكَ كَانَ لِكَيْ يَنْصَرِفَ النِّسَاءُ قَبْلَ أَنْ يُدْرِكَهُنَّ أَحَدٌ مِنْ الرِّجَالِ
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا سَلَّمَ قَامَ النِّسَاءُ حِينَ يَقْضِي تَسْلِيمَهُ وَيَمْكُثُ هُوَ فِي مَقَامِهِ يَسِيرًا قَبْلَ أَنْ يَقُومَ “. قَالَ: نَرَى وَاللَّهُ أَعْلَمُ أَنَّ ذَلِكَ كَانَ لِكَيْ يَنْصَرِفَ النِّسَاءُ قَبْلَ أَنْ يُدْرِكَهُنَّ أَحَدٌ مِنْ الرِّجَالِ
Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha berkata: Setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam salam, para wanitapun langsung pergi keluar masjid sementara beliau sendiri tetap tinggal di masjid untuk beberapa saat lalu beliau keluar.” Az-Zuhri (Salah seorang perawi hadits ini) berkata: Kami berpendapat -WAllahu A’lam- bahwa beliau melakukan hal itu untuk memberikan waktu kepada kaum wanita untuk keluar sebelum kaum laki-laki.” (HR. Al-Bukhari no. 823)
Sejarah telah membuktikan bahwa ikhthilath merupakan salah satu sebab hancurnya sebuah bangsa dan peradaban, sebagaimana yang terjadi pada kebudayaan Yunani dan Romawi dan juga bangsa-bangsa yang lain.
Sejarah telah membuktikan bahwa ikhthilath merupakan salah satu sebab hancurnya sebuah bangsa dan peradaban, sebagaimana yang terjadi pada kebudayaan Yunani dan Romawi dan juga bangsa-bangsa yang lain.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Runtuhnya daulah Bani Umayyah salah satunya disebabkan karena factor ikhtilath ini dan juga sebab-sebab yang lain.” (Majmu’ Al-Fatawa: 13/182).
Oleh karena itu perlu adanya pembatasan bagi seorang wanita untuk keluar rumah agar tidak terjadi ikhtilath sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah, beliau berkata yang intinya: “Pasal: Seorang pemimpin hendaknya melarang adanya ikhtilath antara laki-laki dan perempuan yang sering terjadi di pasar-pasar, jalan-jalan, atau tempat-tempat pertemuan. Dan seorang pemimpin memiliki tanggung jawab yang besar atas hal ini, karena fitnah yang ditimbulkan sangatlah besar sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Aku tidaklah meninggalkan setelahku satu fitnahpun yang lebih berbahaya bagi kaum laki-laki daripada wanita.” Dan di dalam hadits lain disebutkan: Bahwasanya beliau bersabda kepada kaum wanita: “Hendaklah kalian (kalau terpaksa keluar) berjalan di pinggir jalan.”
Seorang pemimpin juga harus melarang para wanita keluar dengan bersolek dan berdandan atau memakai pakaian yang tidak sopan. Dan melarang mereka bercakap-cakap dengan kaum laki-laki di jalan…… Dia juga berhak untuk menghukum kaum wanita yang seringkali keluar rumah lebih-lebih jika dengan memakai make up…. Dahulu Umar ibnu Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu melarang kaum wanita berjalan di jalanan yang banyak laki-laki atau bercampur baur dengan mereka di jalan…. (Diringkas dari kitab beliau Ath-Thuruq Al-Hukmiyah, hal 324-326)
Kaidah Keenam: Haramnya Tabarruj dan Sufur
Tabarruj diharamkan dalam syariat berdasarkan ayat al-Qur’an dan juga hadits, antara lain:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الجَاهِلِيَّةِ الأُولَى
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.” (QS. Al-Ahzab: 33)
وَالقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاءِ اللَّاتِي لَا يَرْجُونَ نِكَاحًا فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَنْ يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ وَأَنْ يَسْتَعْفِفْنَ خَيْرٌ لَهُنَّ وَاللهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
وَالقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاءِ اللَّاتِي لَا يَرْجُونَ نِكَاحًا فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَنْ يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ وَأَنْ يَسْتَعْفِفْنَ خَيْرٌ لَهُنَّ وَاللهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nuur: 60)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا»
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا»
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ada dua kelompok penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: kaum yang membawa cemeti seperti ekor sapi yang memukuli orang-orang dengannya dan para wanita yang berbaju tapi mereka telanjang, berlenggak lenggok kepala meeka bagaikan punuk unta yang bergoyang. Wanita-wanita itu tidak masuk surga dan tidak mendapatkan baunya padahal bau surga bisa tercium sejauh sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 3971 & 5098)
Dan kaum musliminpun telah sepakat akan haramnya tabarruj sebagaimana yang dituturkan oleh Al-Imam Ash-Shan’ani dalam kitabnya “Minhatul Ghaffar ‘Ala Dlauin Nahar” . (4/2011-2012)
Tabarruj memiliki berbagai macam bentuk seperti:
Dan kaum musliminpun telah sepakat akan haramnya tabarruj sebagaimana yang dituturkan oleh Al-Imam Ash-Shan’ani dalam kitabnya “Minhatul Ghaffar ‘Ala Dlauin Nahar” . (4/2011-2012)
Tabarruj memiliki berbagai macam bentuk seperti:
- Menampakkan sebagian anggota tubuhnya di hadapan laki-laki lain.
- Menampakkan perhiasan termasuk di dalamnya pakaian yang ada di balik jilbab.
- Berjalan berlenggak-lenggok di hadapan lelaki lain.
- Memukul kaki untuk menampakkan perhiasan yang dipakainya.
- Melembutkan ucapan di hadapan laki-laki lain.
- Bercampur baur dengan kaum laki-laki, bersentuhan dengan mereka, berjabatan tangan dan berdesak-desakan di tempat atau angkutan umum.
Bagi seorang wanita hendaklah ia meniru apa yang dilakukan oleh anak perempuan nabi Syu’aib sebagaimana yang diceritakan oleh Allah dalam ayat-Nya:
فَجَاءَتْهُ إِحْدَاهُمَا تَمْشِي عَلَى اسْتِحْيَاءٍ
فَجَاءَتْهُ إِحْدَاهُمَا تَمْشِي عَلَى اسْتِحْيَاءٍ
“Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan.” (QS. Al-Qashash: 25)
Berkenaan dengan ayat ini Umar radhiyallahu ‘anhu berkata: “Dia datang dengan berjalan penuh malu seraya menutup wajahnya dengan bajunya. Dia bukanlah wanita yang tidak punya malu (banyak omong dan berani dengan lawan jenis), tidak pula seorang wanita yang suka keluar masuk rumah.” (Tafsir Ibnu Katsir dengan sanad yang shahih: 3/384)
Berkenaan dengan ayat ini Umar radhiyallahu ‘anhu berkata: “Dia datang dengan berjalan penuh malu seraya menutup wajahnya dengan bajunya. Dia bukanlah wanita yang tidak punya malu (banyak omong dan berani dengan lawan jenis), tidak pula seorang wanita yang suka keluar masuk rumah.” (Tafsir Ibnu Katsir dengan sanad yang shahih: 3/384)
Kaidah Ketujuh: Allah Telah Mengharamkan Perzinaan dan Menutup Semua Pintu-Pintunya
Berdasarkan firman Allah:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Israa: 32)
Ayat di atas melarang kita untuk mendekati zina apalagi melakukannya -Wal’iyadzu Billah-. Oleh karena itu syariat juga menutup semua pintu yang mengantarkan kepada zina -berdasarkan kaidah penting dalam Islam yang menyatakan bahwa “Apabila Allah melarang kita sesuatu, Dia juga melarang segala sesuatu yang menjadi sarana dan jalan menuju sesuatu yang diharamkan tadi”- seperti: larangan sufur (menampak-nampakkan wajah di hadapan lelaki lain) beserta wasilahnya, tabarruj beserta wasilahnya, ikhtilath beserta wasilahnya, tasyabbuh dengan laki-laki atau dengan wanita kafir.
Oleh karena itu barang siapa yang memperhatikan al-Qur’an dia akan mendapatkan rahasia yang sangat agung di dalam ayat-ayatnya. Diantaranya ketika Allah menyebutkan tentang haramnya zina di awal surat An-Nur, Diapun menyebutkan dalam 33 ayat pertama setelahnya tentang 14 langkah preventif dari perbuatan zina yang keji ini yaitu:
Ayat di atas melarang kita untuk mendekati zina apalagi melakukannya -Wal’iyadzu Billah-. Oleh karena itu syariat juga menutup semua pintu yang mengantarkan kepada zina -berdasarkan kaidah penting dalam Islam yang menyatakan bahwa “Apabila Allah melarang kita sesuatu, Dia juga melarang segala sesuatu yang menjadi sarana dan jalan menuju sesuatu yang diharamkan tadi”- seperti: larangan sufur (menampak-nampakkan wajah di hadapan lelaki lain) beserta wasilahnya, tabarruj beserta wasilahnya, ikhtilath beserta wasilahnya, tasyabbuh dengan laki-laki atau dengan wanita kafir.
Oleh karena itu barang siapa yang memperhatikan al-Qur’an dia akan mendapatkan rahasia yang sangat agung di dalam ayat-ayatnya. Diantaranya ketika Allah menyebutkan tentang haramnya zina di awal surat An-Nur, Diapun menyebutkan dalam 33 ayat pertama setelahnya tentang 14 langkah preventif dari perbuatan zina yang keji ini yaitu:
- Menyucikan para pezina baik laki-laki atau perempuan dengan hukuman had (Ayat 2).
- Menyucikan diri dengan tidak menikahi wanita pezina atau tidak menikahkan anak perempuan kita dengan seorang laki-laki pezina kecuali setelah bertaubat dengan benar dan jujur (Ayat 3).
- Membersihkan lisan dari menuduh orang lain berzina dan hukuman had bagi yang menuduh orang lain berzina tanpa ada bukti (Ayat 4).
- Membersihkan lisan suami dari menuduh isterinya berzina dan hukuman li’an bagi yang menuduh istrinya berzina tanpa ada bukti (Ayat 4).
- Menyucikan hati dari su’udz dzan terhadap orang muslim lain dengan tuduhan zina (Ayat 15).
- Menyucikan keinginan dan mencegahnya dari sikap suka menyebarkan perbuatan yang keji di tengah-tengah umat islam (Ayat 19).
- Membersihkan diri dari ajakan dan langkah-langkah setan (Ayat 21).
- Disyariatkannya adab meminta izin ketika hendak masuk rumah (Ayat 27).
- Menyucikan pandangan mata dari hal-hal yang diharamkan (Ayat 30-31).
- Haramnya seorang wanita menampakkan perhiasannya di hadapan laki-laki lain (Ayat 31).
- Larangan untuk melakukan sesuatu yang membangkitkan nafsu laki-laki seperti memukul-mukulkan kaki agar terdengar perhiasan yang dipakainya (Ayat 31).
- Perintah menikahkan anak-anak yang sudah dewasa (Ayat 32).
- Perintah untuk menjaga kesucian dan kehormatan diri bagi mereka yang belum mampu untuk menikah (Ayat 33).
Lalu Allah menutupnya dengan firman-Nya:
وَلَقَدْ أَنْزَلْنَا إِلَيْكُمْ آَيَاتٍ مُبَيِّنَاتٍ وَمَثَلًا مِنَ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ وَمَوْعِظَةً لِلْمُتَّقِينَ
“Dan sesungguhnya Kami telah menurunkan kepada kamu ayat-ayat yang memberi penerangan, dan contoh-contoh dari orang-orang yang terdahulu sebelum kamu dan pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. An-Nuur: 34)
Kaidah Kedelapan: Pernikahan Adalah Mahkota dari Kehormatan Wanita
Pernikahan adalah sunnah para nabi rasul, firman Allah:
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلًا مِنْ قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجًا وَذُرِّيَّةً
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan.” (QS. Ar-Ra’d: 38)
Dan pernikahan adalah jalannya kaum mukminin dalam rangka melaksanakan perintah Allah:
وَأَنْكِحُوا الأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ * وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ نِكَاحًا حَتَّى يُغْنِيَهُمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ
Dan pernikahan adalah jalannya kaum mukminin dalam rangka melaksanakan perintah Allah:
وَأَنْكِحُوا الأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ * وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ نِكَاحًا حَتَّى يُغْنِيَهُمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya.” (QS. An-Nuur: 32-33)
Dan juga dalam rangka melaksanakan perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah hadits disebutkan:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ “.
Dan juga dalam rangka melaksanakan perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah hadits disebutkan:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ “.
“Dari Abdullah ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada kami: “Wahai para pemuda, barang siapa di antara kalian yang mampu untuk nikah maka menikahlah. Karena nikah itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kelamin. Dan barang siapa yang tidak mampu maka hendaknya dia berpuasa, karena puasa itu adalah perisai baginya.” (Muttafaqun ‘Alaih)
Pernikahan adalah sebuah ikatan syar’i yang agung yang menyatukan antara seorang laki-laki dan perempuan di bawah syariat Allah. Dan pernikahan memiliki tujuan yang mulia antara lain:
Pernikahan adalah sebuah ikatan syar’i yang agung yang menyatukan antara seorang laki-laki dan perempuan di bawah syariat Allah. Dan pernikahan memiliki tujuan yang mulia antara lain:
- Menjaga keturunan dengan lahirnya anak-anak secara sah yang menjadi generasi mendatang umat ini untuk mengemban amanah dari Allah menegakkan syariat-Nya di muka bumi ini.
- Menjaga kehormatan dan menahan nafsu syahwat dengan menyalurkannya pada tempat yang halal, sehingga seseorang bisa terhindar dari perbuatan keji.
- Menciptakan ketenangan jiwa dan ketenteraman batin bagi masing-masing laki-laki dan perempuan.
- Menjadi salah satu wasilah untuk mendapatkan kekayaan dan melepaskan diri dari kemiskinan dan kefakiran.
- Menyalurkan tugas dan kewajibannya masing-masing dalam rumah tangga yang suci dengan fitrah masing-masing sehingga tujuan bersama bisa tercapai.
- Menciptakan masyarakat muslim ideal, karena sebuah masyarakat yang baik tidak mungkin terwujud melainkan dengan keluarga-keluarga muslim yang baik pula.
Kaidah Kesembilan: Kewajiban Mendidik Anak Untuk Menjaga Kehormatan Sejak Dini
Salah satu hasil dari pernikahan yang syar’i adalah lahirnya anak, yang merupakan amanah yang diberikan Allah kepada kedua orang tuanya. Oleh karena itu setiap orang tua wajib menjaga dan memegang amanat Allah ini dengan mendidik dan membimbing mereka dengan agama dan ilmu yang bermanfaat agar mereka bisa melaksanakan kewajiban sebagai hamba Allah dengan baik dan mampu memegang amanah umat ini di masa mendatang.
Dalam mendidik anak dengan nilai-nilai agama, baik kiranya kita mencontoh apa yang dilakukan oleh Luqman Al-Hakim kepada anaknya yang disebutkan dalam surat Luqman ayat 13-19 yang berisi tentang pendidikan anak, yaitu:
- Pendidikan aqidah yang benar dengan menanamkan tauhid dan melarang syirik.
- Pendidikan untuk berbuat baik kepada kedua orang tua dalam keadaan dan kondisi apapun.
- Penanaman makna “Ma’iyatulloh” dalam kehidupan.
- Perintah untuk mendirikan shalat.
- Perintah untuk menegakkan amar makruf nahi mungkar dan budaya nasihat.
- Pendidikan untuk bersabar dalam segala hal.
- Pelajaran tentang akhlak terhadap orang lain seperti: larangan sombong, angkuh, bersikap over atau membiarkan lisan untuk berbicara apa saja.
Setiap orang tua diperintah untuk menjaga diri mereka dan keluarga dari api neraka, firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At-Tahrim: 6)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: bersabda:
عن عَبْدِ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ رضي الله عنهما قال: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ … وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا»
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: bersabda:
عن عَبْدِ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ رضي الله عنهما قال: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ … وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا»
Dari Abdullah ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Dan seorang laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Dan seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan bertanggung jawab atas yang dipimpinnya.” (Muttafaqun ‘Alaih)
Dan termasuk doa yang selalu dipanjatkan oleh kaum mukminin adalah memohon kepada Allah untuk memberikan kepada mereka keturunan yang shalih, Allah berfirman:
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
Dan termasuk doa yang selalu dipanjatkan oleh kaum mukminin adalah memohon kepada Allah untuk memberikan kepada mereka keturunan yang shalih, Allah berfirman:
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
“Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Furqon: 74)
Al-Imam Al-Hasan Al-Bashriy rahimahullah berkata: “Seseorang melihat istri dan anak-anaknya taat kepada Allah ‘azza wa jalla, lalu adakah sesuatu yang lebih nikmat daripada seseorang melihat istri dan anak-anaknya taat kepada Allah? [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Ad-Dunya dalam kitab Al-'Iyal: 2/617]
Manfaat mendidik keluarga dengan pendidikan yang baik akan kembali kepada kita sendiri. Oleh karena itu tidak seyogyanya seseorang mengabaikan masalah pendidikan keluarga dan anak, jangan sampai karena salah mendidik mereka menjadi musuh kita. Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ
Al-Imam Al-Hasan Al-Bashriy rahimahullah berkata: “Seseorang melihat istri dan anak-anaknya taat kepada Allah ‘azza wa jalla, lalu adakah sesuatu yang lebih nikmat daripada seseorang melihat istri dan anak-anaknya taat kepada Allah? [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Ad-Dunya dalam kitab Al-'Iyal: 2/617]
Manfaat mendidik keluarga dengan pendidikan yang baik akan kembali kepada kita sendiri. Oleh karena itu tidak seyogyanya seseorang mengabaikan masalah pendidikan keluarga dan anak, jangan sampai karena salah mendidik mereka menjadi musuh kita. Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ
“Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka.” (QS. Ath-Taghobun: 14)
Dari Humaid Adh-Dhabbiy berkata: “Dahulu kami mendengar banyak orang terseret ke lembah kebinasaan karena keluarga mereka” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Ad-Dunya dalam kitab Al-’Iyal: 2/622)
Al-Imam Qotadah berkata: “Dikatakan: Jika seorang anak sudah dewasa tapi orang tuanya tidak menikahkannya sehingga dia melakukan perbuatan keji maka orang tuanya berdosa.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Ad-Dunya dalam kitab Al-’Iyal: 1/172)
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menjaga keluarga dari kemungkaran sejak dini:
Dari Humaid Adh-Dhabbiy berkata: “Dahulu kami mendengar banyak orang terseret ke lembah kebinasaan karena keluarga mereka” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Ad-Dunya dalam kitab Al-’Iyal: 2/622)
Al-Imam Qotadah berkata: “Dikatakan: Jika seorang anak sudah dewasa tapi orang tuanya tidak menikahkannya sehingga dia melakukan perbuatan keji maka orang tuanya berdosa.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Ad-Dunya dalam kitab Al-’Iyal: 1/172)
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menjaga keluarga dari kemungkaran sejak dini:
- Berhati-hati dalam berkata, berbuat dan berbuat di hadapan anak kita yang masih kecil, karena mereka masih putih bersih dan akan merekam semuanya.
- Selektif dalam memilih pendidikan yang tepat untuk anak kita.
- Menjauhkan mereka dari segala sesuatu yang melanggar syara’.
- Kenalkan kepada mereka akan ajaran islam sejak dini baik masalah aqidah, ibadah ataupun akhlak.
- Pisahkan mereka ketika tidur dan kenalkan kepada mereka akan bahaya ikhtilath.
- Biasakan mereka untuk memakai pakaian yang islami dll.
Orang tua adalah contoh bagi anak-anaknya maka hendaknya dia berhati-hati dalam berbuat. Jangan sampai anak-anaknya melihat dirinya melanggar perintah Allah. Perhatikan cerita berikut:
Al-Imam Muqatil berkata: “Aku pernah hadir di majelisnya Abu Ishaq Ibrahim Al-Harbiy bersama ayah dan saudaraku. Lalu Ibrahim Al-Harbiy berkata kepada ayahku: “Apakah mereka ini anakmu? Ayah menjawab: “Ya” Lalu beliau berkata: “Berhati-hatilah kamu jangan sampai mereka melihatmu melanggar perintah Allah maka wibawamu akan jatuh di mata mereka.” (Sifat Ash-Shofwah karangan Ibnul Jauzi)
Kaidah Kesepuluh: Kewajiban Cemburu Untuk Membela Kehormatan Kaum Wanita
Cemburu dengan aturan Allah adalah sesuatu yang terpuji dalam Islam dan salah jihad yang disyariatkan. Dalam sebuah hadits disebutkan:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنَّ اللَّهَ يَغَارُ وَإِنَّ الْمُؤْمِنَ يَغَارُ وَغَيْرَةُ اللَّهِ أَنْ يَأْتِيَ الْمُؤْمِنُ مَا حَرَّمَ عَلَيْهِ»
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah itu cemburu dan sesungguhnya seorang mukmin itu cemburu. Dan cemburu Allah adalah jika seorang mukmin melakukan sesuatu yang diharamkan kepadanya.” (Muttafaq ‘Alaih)
عَنْ سَعِيدِ بْنِ زَيْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «مَنْ قُتِلَ دُونَ مَالِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ قُتِلَ دُونَ دِينِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ قُتِلَ دُونَ دَمِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ قُتِلَ دُونَ أَهْلِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ». قَالَ هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
عَنْ سَعِيدِ بْنِ زَيْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «مَنْ قُتِلَ دُونَ مَالِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ قُتِلَ دُونَ دِينِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ قُتِلَ دُونَ دَمِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ قُتِلَ دُونَ أَهْلِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ». قَالَ هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
Dari Sa’id ibnu Zaid radhiyallahu ‘anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa yang terbunuh dalam membela hartanya maka dia syahid. Dan barang siapa yang terbunuh dalam membela agamanya maka dia syahid. Dan barang siapa yang terbunuh dalam membela darahnya maka dia syahid. Dan Barang siapa yang terbunuh dalam membela keluarganya maka dia syahid.” (HR At-Turmudzi no. 1341 dan berkata: Hadits ini hasan shahih)
Oleh karena itu orang yang tidak memiliki perasaan ghirah disebut dengan Dayyuts, yaitu orang yang merasa cemburu jika keluarganya melakukan hal yang mungkar dan keji. Orang seperti ini termasuk dalam ancaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam sebuah hadits disebutkan:
« ثَلاَثَةٌ لاَ يَنْظُرُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ : اَلْعَاقُ لِوَالِدَيْهِ وَالْمَرْأَةُ الْمُتَرَجِّلَةُ وَالدُّيُوْثُ »
Oleh karena itu orang yang tidak memiliki perasaan ghirah disebut dengan Dayyuts, yaitu orang yang merasa cemburu jika keluarganya melakukan hal yang mungkar dan keji. Orang seperti ini termasuk dalam ancaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam sebuah hadits disebutkan:
« ثَلاَثَةٌ لاَ يَنْظُرُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ : اَلْعَاقُ لِوَالِدَيْهِ وَالْمَرْأَةُ الْمُتَرَجِّلَةُ وَالدُّيُوْثُ »
“Ada tiga orang yang tidak akan dilihat oleh Allah pada hari kiamat: orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, wanita yang menyerupai laki-laki dan dayyuts.” (Silsilah Ash-shahihah no. 634)
“Ghirah (Cemburu)” adalah benteng pelindung yang menjaga kehormatan seorang wanita, menahannya untuk tidak melepas hijabnya, menampakkan aurat di hadapan umum atau bercampur baur dengan kaum laki-laki. Ghirah adalah sikap yang harus selalu melekat pada diri setiap kita baik sebagai orang tua, anak, pendidik ataupun saudara sesama muslim yang akan selalu menegakkan amar makruf nahi mungkar, menasihati saudara-saudara muslimah kita untuk selalu beriltizam dengan aturan Allah dalam berpakaian, bersikap, bertutur kata dan bergaul. Hanya dengan inilah -setelah taufik dari Allah- yang bisa menyelamatkan wanita dari godaan setan, tipu daya musuh-musuh Islam yang menjadikan mereka sebagai wasilah untuk menghancurkan agama ini, dan menyelamatkan mereka dari jurang kehinaan dan kenistaan, menjaga mereka dari neraka dan murka serta siksaan dari Allah.
Sejarah pelecehan terhadap wanita muslim berawal dari negeri Kan’an, Mesir, ketika penguasa Mesir pada waktu itu Muhammad Ali Basya mengadakan program pengiriman mahasiswa-mahasiswa muslim ke Prancis. Di antara mereka yang dikirim adalah Rif’at Rafi’ Ath-Thahthawi (w. 1290 M). Dialah yang pertama kali menyebarkan bibit propaganda terhadap emansipasi wanita ini sepulangnya dari Prancis. Lalu mulailah gerakan setan ini diteruskan oleh para pewarisnya di segala penjuru negeri Islam.
Di Mesir sendiri -negeri pertama kali yang mempropagandakan gerakan emansipasi wanita ini- banyak orang yang terpengaruh dengan pemikiran Rif’at ini yang kebanyakan mereka adalah para intelektual muslim hasil didikan Barat dan orang Nashrani, diantaranya adalah:
“Ghirah (Cemburu)” adalah benteng pelindung yang menjaga kehormatan seorang wanita, menahannya untuk tidak melepas hijabnya, menampakkan aurat di hadapan umum atau bercampur baur dengan kaum laki-laki. Ghirah adalah sikap yang harus selalu melekat pada diri setiap kita baik sebagai orang tua, anak, pendidik ataupun saudara sesama muslim yang akan selalu menegakkan amar makruf nahi mungkar, menasihati saudara-saudara muslimah kita untuk selalu beriltizam dengan aturan Allah dalam berpakaian, bersikap, bertutur kata dan bergaul. Hanya dengan inilah -setelah taufik dari Allah- yang bisa menyelamatkan wanita dari godaan setan, tipu daya musuh-musuh Islam yang menjadikan mereka sebagai wasilah untuk menghancurkan agama ini, dan menyelamatkan mereka dari jurang kehinaan dan kenistaan, menjaga mereka dari neraka dan murka serta siksaan dari Allah.
Sejarah Hitam Pelecehan Terhadap Wanita Dengan Nama “Emansipasi Wanita”
Sejarah pelecehan terhadap wanita muslim berawal dari negeri Kan’an, Mesir, ketika penguasa Mesir pada waktu itu Muhammad Ali Basya mengadakan program pengiriman mahasiswa-mahasiswa muslim ke Prancis. Di antara mereka yang dikirim adalah Rif’at Rafi’ Ath-Thahthawi (w. 1290 M). Dialah yang pertama kali menyebarkan bibit propaganda terhadap emansipasi wanita ini sepulangnya dari Prancis. Lalu mulailah gerakan setan ini diteruskan oleh para pewarisnya di segala penjuru negeri Islam.
Di Mesir sendiri -negeri pertama kali yang mempropagandakan gerakan emansipasi wanita ini- banyak orang yang terpengaruh dengan pemikiran Rif’at ini yang kebanyakan mereka adalah para intelektual muslim hasil didikan Barat dan orang Nashrani, diantaranya adalah:
- Markus Fahmi (w. 1374 M) dalam bukunya Al-Mar’atu fi Asy-Syarqi (Wanita Timur).
- Ahmad Luthfi As-Sayyid (w. 1382 M), orang pertama kali yang memasukkan wanita-wanita Mesir ikut serta belajar di perguruan-perguruan tinggi campur baur dengan kaum lelaki dengan menanggalkan busana muslimahnya. Dan ini sejarah pertama yang tercatat di Mesir dan mendapat dukungan dari Thaha Husain (w. 1393 M)
- Qasim Amin (w. 1326 M) orang kedua setelah Rif’at yang menjadi propagandis terkenal dalam gerakan emansipasi wanita. Dia menulis buku yang terkenal Tahriirul Mar’at (Emansipasi Wanita). Yang banyak mendapat kecaman dari para ulama baik di Mesir, Syam dan Iraq dan dihukumi murtad oleh mereka. Akan tetapi tidak lama kemudian dia menulis buku lagi yang berjudul Al-Mar’atu Al-Jadiidatu (Wanita Modern), maksudnya adalah: merubah wanita muslimah menjadi wanita Eropa.
- Ratu Naziliy Abdurrahman Shabriy, seorang muslimah yang telah murtad dengan pindah ke agama Kristen. Dia merupakan salah satu pendukung tulen gerakan “Emansipasi Wanita” ini (Lihat: Ratu Naziliy: 8/226-227)
- Sa’d Zaghlul (w. 1346 M) dan saudara sepupunya Ahmad Fathi Zaghlul (w. 1332 M) sebagai pelaksana pemikiran yang dibawa oleh Qasim Amin ini.
- Huda Sya’rawi (w. 1367 M) pemimpin gerakan wanita di Kairo yang mendakwahkan Emansipasi Wanita pada tahun 1337 M. Dan kongres mereka yang pertama kali dilangsungkan di gereja Al-Marqashiyah di Mesir tahun 1338 M. Huda Asy-Sya’rawi adalah wanita muslimah Mesir pertama kali yang menanggalkan hijab.
Dan masih ada lagi nama-nama lain dari para pengikut hawa nafsu dari Mesir seperti: Ihsan Abdul Quddus, Mushthafa Amin, Najib Mahfudz, Thaha Husain dari kalangan umat Islam, sedangkan dari kalangan Kristen muncul nama seperti: Syibli Syumayyil, Farah Anton dll. Mereka bahu membahu mendakwahkan gerakan iblis ini untuk mengelabui wanita-wanita muslimah dengan menggunakan surat kabar, sarana pertama dan paling utama serta paling efektif untuk menyebarkan gerakan ini. Maka muncullah surat kabar dengan nama “Majalah As-Sufur (Majalah Pornografi)” pada tahun 1318 M, yang isinya tidak lain merusak wanita muslimah melalui hal-hal berikut:
- Menampilkan gambar-gambar wanita seksi.
- Campur baur antara laki perempuan dalam diskusi dan rapat-rapat.
- Pemikiran sesat tentang “Wanita adalah partner laki-laki” maksudnya bahwa wanita itu sama dengan lelaki dalam semua hal.
- Menjelek-jelekkan ajaran islam bahwa lelaki adalah pemimpin bagi wanita.
- Menampilkan mode dan busana ala Barat, model kolam renang bagi wanita.
- Menampilkan gambar tempat-tempat hiburan, kafe, bar dll.
- Menampilkan kisah-kisah mesum dan porno yang merusak kehormatan wanita.
- Menyanjung bintang film, penyanyi, artis dll.
Kemudian gerakan ini secara cepat merambah ke negara-negara islam lainnya sehingga dikeluarkanlah undang-undang tentang pelarangan hijab di berbagai Negara, antara lain:
Di Turki, pada tahun 1456 M Mushthafa Kemal At-Tatruk mengeluarkan undang-undang tentang pelarangan hijab. Kemudian pada tahun 1348 M diberlakukan undang-undang baru buatan Swiss yang bernama UU Konvensional New Castle yang melarang poligami bagi lelaki muslim. Sejak saat itulah wanita muslimah Turki sudah tidak ada bedanya lagi kondisinya dengan wanita Swiss, mereka tidak malu-malu lagi memakai busana Barat yang menampakkan aurat mereka, Wal’iyadzu Billah.
Di Iran, pada tahun 1344 M Ridha Bahlawi penguasa dari kalangan Rafidhah mengeluarkan undang-undang tentang pelarangan hijab bagi wanita Iran.
Di Afghanistan, Muhammad Aman juga mengeluarkan undang-undang yang sama. Hal yang sama juga dilakukan oleh Ahmad Zogho di Albania.
Dan di Tunis pada tahun 1421 M Abu Ruqaibah mengeluarkan undang-undang tentang larangan hijab dan poligami. Dan barang siapa yang melanggar dikenai sanksi hukuman penjara 1 tahun atau membayar denda sesuai dengan ketetapan. Di samping itu dia juga mengeluarkan beberapa undang-undang lain yang isinya menentang syariat Islam seperti: Undang-undang yang memberikan kebebasan penuh kepada wanita jika telah berusia 20 tahun untuk memilih pasangan hidupnya tanpa persetujuan dari kedua orang tuanya, dan juga undang-undang yang isinya hukuman bagi orang yang menikahi dua orang wanita secara halal dan membebaskan bagi mereka yang menikahi 10 orang wanita secara haram.
Di Turki, pada tahun 1456 M Mushthafa Kemal At-Tatruk mengeluarkan undang-undang tentang pelarangan hijab. Kemudian pada tahun 1348 M diberlakukan undang-undang baru buatan Swiss yang bernama UU Konvensional New Castle yang melarang poligami bagi lelaki muslim. Sejak saat itulah wanita muslimah Turki sudah tidak ada bedanya lagi kondisinya dengan wanita Swiss, mereka tidak malu-malu lagi memakai busana Barat yang menampakkan aurat mereka, Wal’iyadzu Billah.
Di Iran, pada tahun 1344 M Ridha Bahlawi penguasa dari kalangan Rafidhah mengeluarkan undang-undang tentang pelarangan hijab bagi wanita Iran.
Di Afghanistan, Muhammad Aman juga mengeluarkan undang-undang yang sama. Hal yang sama juga dilakukan oleh Ahmad Zogho di Albania.
Dan di Tunis pada tahun 1421 M Abu Ruqaibah mengeluarkan undang-undang tentang larangan hijab dan poligami. Dan barang siapa yang melanggar dikenai sanksi hukuman penjara 1 tahun atau membayar denda sesuai dengan ketetapan. Di samping itu dia juga mengeluarkan beberapa undang-undang lain yang isinya menentang syariat Islam seperti: Undang-undang yang memberikan kebebasan penuh kepada wanita jika telah berusia 20 tahun untuk memilih pasangan hidupnya tanpa persetujuan dari kedua orang tuanya, dan juga undang-undang yang isinya hukuman bagi orang yang menikahi dua orang wanita secara halal dan membebaskan bagi mereka yang menikahi 10 orang wanita secara haram.
Majalah Al-’Arabiy pernah memuat sebuah temuan adanya gambar pamflet yang terpampang di jalanan Tunisia, di mana di setiap lapangan ada dua buah papan, yang satu menggambarkan sebuah keluarga yang memakai busana islami dengan tanda (x) dan yang satu menggambarkan sebuah keluarga yang memakai pakaian ala barat dengan tanda (v) di bawahnya tertulis sebuah komentar “Jadilah kalian seperti mereka”.
Selain Abu Ruqaibah yang mendakwahkan gerakan setan ini di Tunisia ada juga Ath-Thahir Al-Haddad (1317-1353 M) menulis kitab “Imroatuna fi Asy-Syari’ah wal Mujtama’ (Wanita Kita dalam pandangan Syari’at dan Masyarakat)” yang selama dekade tahun 1338-1348 M mendakwahkan kepada gerakan “Emansipasi Wanita” sehingga dua orang mufti dari madzhab Maliki menghukuminya murtad keluar dari agama. Selanjutnya dia diasingkan sebab tulisannya itu sampai akhir hidupnya tahun 1353 M. Dia meninggal dalam keadaan yang sangat mengenaskan dan tidak ada seorangpun yang mengantarkan jenazahnya selain keluarga dan beberapa temannya saja. Dia termasuk orang yang gemar musik, suka pergi ke kafe dan bar serta menganut paham sosialis.
Di Irak gerakan “Emansipasi Wanita” diusung oleh Az-Zahawiy dan Ar-Rashafiy sebagaimana yang disebutkan dalam kitab “Peristiwa-peristiwa politik dari sejarah Irak yang baru” halaman 91-143.
Di Aljazair kondisinya lebih parah lagi sebagaimana dalam kitab At-Targhib fi Al-Fikri wa As-Siyasah wa Al-Iqtishad (Westernisasi dalam bidang Pemikiran, Politik dan Ekonomi) halaman 133-139 disebutkan sebuah kisah yang memilukan, yaitu: pada tanggal 13 Mei 1958 M pemerintah memerintahkan seorang khatib Jum’at untuk menyampaikan materi tentang larangan hijab dalam khutbahnya. Maka khatib inipun melaksanakannya, dan setelah selesai shalat, salah seorang wanita Aljazair berdiri memegang mikrofon mengajak teman-temannya untuk melepas hijab, lalu dia melepas hijabnya dan diikuti oleh wanita yang lainnya. Dan kejadian serupa juga terjadi di beberapa kota di Aljazair bahkan di ibu kota Aljazair sendiri. Peristiwa inipun didukung oleh pers dengan meliputnya secara besar-besaran, Nas’alulloha Al-’Afwa Wal ‘Afiyah.
Di Maroko dan Syam dengan keempat Negara yang masuk di dalamnya: Libanon, Suria, Yordania dan Palestina gerakan “Emansipasi Wanita” juga berkembang pesat. Buku pertama kali yang muncul di Syam berkenaan dengan masalah ini ditulis tahun 1347 M -10 tahun setelah meninggalnya Qasim Amin- oleh Nadzirah Zainuddin dengan judul As-Sufur dan Al-Hijab yang diberi kata pengantar oleh ‘Ali ‘Abdurrazaq penulis buku “Islam wa Ushulul Hukm” buku rujukan utama bagi kaum sekuler yang di Mesir sendiri mendapat tantangan keras dari para ulama.
Di India dan Pakistan, gerakan “Emansipasi Wanita” dengan kedua sayapnya “Kebebasan & Persamaan (Gender)” mulai muncul pada tahun 1370 M dengan diterjemahkannya kitab Qasim Amin “Tahrirul Mar’at” ke dalam bahasa Urdu. Lalu diikuti dengan berbagai tulisan di media cetak. Ini semua tercantum secara lengkap dalam buku “Pengaruh Pemikiran Barat Terhadap Kerusakan Masyarakat Muslim di Semenanjung India” karangan Khadim Husain hal. 182-195.
Ini sejarah singkat tentang gerakan iblis dengan nama “Emansipasi Wanita” yang telah banyak memakan korbannya dari kalangan wanita muslimah di berbagai belahan dunia Islam
Kisah yang Memilukan
a. Kisah Pertama: ketika Sa’ad Zaghlul pulang dari Inggris -dengan membawa pemikiran sesatnya untuk merusak Islam dari dalam- untuk menyambut kedatangannya di bandara dibuatlah dua panggung, satu khusus untuk laki-laki dan yang lain untuk wanita dengan memakai hijab. Begitu Sa’ad Zaghlul turun dari pesawat, dia langsung menuju panggung khusus wanita dan disambut langsung oleh Huda Sya’rawi yang pada waktu itu memakai hijab agar dilepas oleh Sa’ad. Lalu Sa’ad pun melepaskan hijab dari Huda yang diikuti serentak oleh wanita-wanita yang hadir pada saat itu dengan bersorak-sorai.
b. Kisah Kedua: Shafiyah bintu Mushthafa Fahmi, isteri Sa’ad Zaghlul yang setelah menikah dengannya dia mengganti namanya menjadi Shafiyah Hanim Sa’ad Zaghlul, dengan menisbahkan dirinya sebagai istri ke nama suaminya sebagaimana kebiasaan wanita-wanita barat setelah mereka menikah. Pada sebuah demonstrasi wanita yang berlangsung di depan istana Nil, dia melepas hijab yang diikuti secara serentak oleh para wanita yang lain. Kemudian mereka menginjak-injaknya dan membakarnya bersama-sama. Oleh karena itu lapangan tempat terjadinya peristiwa tersebut dengan nama “Maidan At-Tahrir “ (Lapangan Kebebasan).
Apa Isi Dan Akibat Buruk Dari Gerakan Iblis “Emansipasi Wanita” Ini ?
Gerakan “Emansipasi Wanita (Tahrirul Mar’ah)” ini terdiri dari dua pokok masalah:
1. Kebebasan Wanita (Hurriyatul Mar’ah)
- Mengajak wanita untuk melepas hijab, lambang kehormatan mereka dan menghilangkan rasa malu dari diri mereka. Sehingga banyak negara islam yang mengeluarkan undang-undang larangan hijab bagi kaum muslimah, memberikan sanksi kepada mereka yang memakai hijab dengan hukuman satu tahun penjara atau denda atau mengintimidasi mereka yang berhijab, seperti yang terjadi di Turki, Tunisia, Iran, Afghanistan, Albania, Somalia dan Aljazair.
- Menawarkan mode dan berpakaian ala barat dengan bantuan media massa baik cetak maupun elektronik. Sehingga banyak kita jumpai wanita-wanita muslimah yang memiliki kesibukan dan hobby baru yaitu membaca dan mengikuti perkembangan mode dan busana ala barat.
2. Persamaan antara Wanita dan Pria (Gender/Al-Musaawatu Bainal Mar’ati Wa Ar-Rajul)
- Mengajak wanita untuk keluar rumah untuk bersama-sama kaum lelaki bekerja di segala bidang kehidupan.
- Gerakan ini membawa beberapa pemikiran yang kesemuanya merusak wanita muslimah dan mencabik-cabik kehormatannya. Banyak sekali dampak negatif dari gerakan ini, diantaranya:
- Merebaknya gambar-gambar porno dan tayangan-tayangan yang tidak senonoh dan melanggar norma-norma masyarakat dan agama.
- Menyebarnya perzinaan dan praktek-praktek prostitusi di masyarakat dan tidak jarang diantaranya yang dilegalkan. Dan lebih parahnya lagi munculnya kaum homo dan lesbian yang dahulu sama sekali tidak dikenal oleh masyarakat islam.
- Tuntutan kuat untuk membatalkan hukum islam dalam masalah hudud terutama yang berkenaan dengan masalah zina.
- Munculnya praktek-praktek medis yang melanggar syar’i sebagai dampak dari perzinaan seperti: aborsi, munculnya alat-alat baru untuk mencegah kehamilan, anjuran untuk KB, adanya bayi tabung, sewa rahim perempuan lain dll.
- Munculnya undang-undang yang bertentangan dengan syariat Islam seperti: larangan poligami, perempuan juga memiliki hak untuk menceraikan suaminya, perempuan yang sudah dewasa usia 20 tahun bebas memilih pasangan hidupnya sendiri meskipun tanpa izin orang tua atau walinya, perempuan memiliki hak waris yang sama dengan laki-laki dll.
- Timbulnya berbagai macam penyakit masyarakat seperti: banyaknya anak-anak terlantar akibat perzinaan, menyebarnya kenakalan remaja akibat salah urus karena orang tua mereka sibuk dengan karier dan pekerjaan, munculnya penyakit-penyakit kelamin yang sampai sekarang susah dicarikan obatnya, munculnya perselingkuhan di kalangan keluarga, naiknya angka perceraian, meningkatnya jumlah perawan-perawan tua karena perzinaan dll.
- Hilangnya rasa malu dari diri wanita muslimah dan tumbuhnya rasa kurang PD dengan busana islami yang dianjurkan agama Islam.
Beberapa Nasihat Penting
1. Kepada pemerintah untuk:
- Membuat undang-undang tentang: larangan membuka aurat dan melepas hijab bagi wanita.
- Membuat undang-undang tentang pemisahan antara laki-laki dan perempuan dalam semua bidang kehidupan.
- Membuat undang-undang pers tentang larangan menulis hal-hal yang merusak kehormatan wanita.
- Menghukum atas segala pelanggaran undang-undang yang ditetapkan dan menyeret pelakunya ke pengadilan.
2. Kepada para ulama, da’i dan thullabul ‘ilmi untuk tidak bosan-bosan
- Memberikan nasihat dan peringatan kepada para wanita untuk menjaga kehormatan mereka.
- Menegakkan amar makruf nahi mungkar di kalangan masyarakat.
- Memberikan semangat untuk selalu beriltizam dengan ajaran-ajaran islam dan giat untuk menuntut ilmu syar’i.
3. Kepada para orang tua dan suami hendaknya mereka bertakwa kepada Allah dalam amanah yang diberikan Allah kepada mereka berupa anak-anak perempuan atau istri-istri mereka. Hendaknya mereka mendidik para wanita yang berada di bawah tanggung jawabnya agar menjaga kehormatan mereka dan membentengi mereka dari segala hal yang bisa merusak mereka seperti; teman yang jelek, media pers dll. Dan hendaknya mereka paham bahwa kerusakan yang melanda para wanita sebab yang paling utama adalah keteledoran kaum laki-laki dalam mendidik dan membimbing mereka.
4. Kepada para wanita muslimah bertakwalah kalian kepada Allah, jagalah kehormatan kalian. Janganlah kalian rela menjadi barang mainan oleh tangan-tangan orang yang ingin menghancurkan agama ini dan umatnya lewat kalian. Pakailah pakaian yang syar’i, hindari segala hal yang akan merusak diri kalian. Janganlah kalian menjadi kaki tangan setan dalam menggoda umat manusia ini.
5. Kepada para pembawa bendera “Emansipasi Wanita” baik para pemikir, penulis atau yang lainnya untuk segera bertaubat dengan taubat nashuha. Dan bertakwalah kalian kepada Allah jangan sampai kalian menjadi pintu-pintu bagi manusia untuk melakukan perbuatan keji. Dan ingatlah kalian akan siksaan dan ancaman Allah kelak di akhirat.
6. Kepada setiap kaum muslimin untuk menjaga diri mereka masing-masing dari perbuatan keji dan mungkar dan menjaga lisan mereka jangan sampai menyebarkan perbuatan yang keji dan rida dengan hal itu. Allah berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَنْ تَشِيعَ الفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آَمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالآَخِرَةِ وَاللهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
4. Kepada para wanita muslimah bertakwalah kalian kepada Allah, jagalah kehormatan kalian. Janganlah kalian rela menjadi barang mainan oleh tangan-tangan orang yang ingin menghancurkan agama ini dan umatnya lewat kalian. Pakailah pakaian yang syar’i, hindari segala hal yang akan merusak diri kalian. Janganlah kalian menjadi kaki tangan setan dalam menggoda umat manusia ini.
5. Kepada para pembawa bendera “Emansipasi Wanita” baik para pemikir, penulis atau yang lainnya untuk segera bertaubat dengan taubat nashuha. Dan bertakwalah kalian kepada Allah jangan sampai kalian menjadi pintu-pintu bagi manusia untuk melakukan perbuatan keji. Dan ingatlah kalian akan siksaan dan ancaman Allah kelak di akhirat.
6. Kepada setiap kaum muslimin untuk menjaga diri mereka masing-masing dari perbuatan keji dan mungkar dan menjaga lisan mereka jangan sampai menyebarkan perbuatan yang keji dan rida dengan hal itu. Allah berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَنْ تَشِيعَ الفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آَمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالآَخِرَةِ وَاللهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui.” (QS. An-Nuur: 19)
Kalimat Terakhir
Al-Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali dalam kitabnya “Al-Hikam Al-Jadirah bil Idza’ah” hal. 43 menyebutkan sebuah riwayat: “Diriwayatkan dari al-imam Ahmad bahwasanya beliau pernah ditanya: “Bahwasanya Abdul Wahhab Al-Warraq mengingkari masalah ini dan itu.” Beliau menjawab: “Kita akan tetap dalam kebaikan selama ada di antara kita yang mengingkari kemungkaran yang ada.”
Senada dengan apa yang disampaikan beliau adalah apa yang diriwayatkan dari Umar radhiyallahu ‘anhu: Bahwasanya ada orang yang berkata kepada beliau: “Bertakwalah anda wahai amirul mukminin!” Lalu beliau menjawab: “Tidak ada kebaikan pada kalian jika kalian tidak mau mengatakan hal ini kepada kami. Dan tidak ada kebaikan pada kami jika kami tidak mau menerima ucapan itu dari kalian.”
والله أعلم بالصواب
Senada dengan apa yang disampaikan beliau adalah apa yang diriwayatkan dari Umar radhiyallahu ‘anhu: Bahwasanya ada orang yang berkata kepada beliau: “Bertakwalah anda wahai amirul mukminin!” Lalu beliau menjawab: “Tidak ada kebaikan pada kalian jika kalian tidak mau mengatakan hal ini kepada kami. Dan tidak ada kebaikan pada kami jika kami tidak mau menerima ucapan itu dari kalian.”
والله أعلم بالصواب
وصلى الله على محمد وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين
***
- Penulis: Abu Umair Mahful Safaruddin, Lc.
- Ringkasan dari kitab “Hirasatul Fadlilah (Menjaga Kehormatan Wanita)” karangan Syekh Bakr Abu Zaid -rahimahullah- dengan sedikit perubahan dan tambahan)
0 komentar:
Posting Komentar