Oleh: Prof.DR.’Abdurrazaq bin ‘Abdulmuhsin al-Abbad hafizhahullah [1]
Aksi pengeboman yang dilakukan oleh kelompok tertentu dan juga
orang-orang yang melampaui batas (dzalim) yang memiliki pemikiran yang
sesat itu merupakan tindakan dosa dan termasuk perbuatan aniaya dan
permusuhan, serta mengakibatkan kerusakan di muka bumi. Tindakan ini
juga menyelisihi ajaran Islam yang lurus.
Berikut ini penjelasan hukum berdasarkan dalil syariat untuk mengetahui
buruknya aksi pengeboman dan besarnya dosa perbuatan itu, serta hukumnya
dalam pandangan Islam.
1. Islam memerintahkan berbuat adil, kebaikan dan kasih sayang, serta melarang berbuat kemungkaran dan permusuhan, berdasarkan firman Allah azza wa jalla yang artinya:
“Sesungguhnya
Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi
kepada kaum kerabat dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran
dan permusuhan, Allah memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat
mengambil pelajaran.” [QS.an-Nahl/16:90]
Aksi Pengeboman ini merupakan perbuatan dosa, karena tidak mengandung
unsur keadilan, kebaikan dan kasih sayang sama sekali. Ini merupakan
perbuatan mungkar dan permusuhan.
2. Dalam ajaran Islam, tindak permusuhan dan kezhaliman hukumnya haram, berdasarkan firman Allah azza wa jalla (yang artinya):
“Janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” [QS.al-Baqarah/2:190]
Dalam hadits qudsi, Allah azza wa jalla berfirman:
“Wahai hamba-hambaku, sesungguhnya
Aku (Allah) mengharamkan kezhaliman atas diri-Ku dan Aku mengharamkannya
atas kalian, maka janganlah kalian saling menzhalimi.” [HR.Muslim]
3. Dalam agama Islam, membuat kerusakan di muka bumi hukumnya haram, sesuai dengan firman Allah azza wa jalla (yang artinya):
“Dan apabila ia berpaling (dari
kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan
merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai
kebinasaan.” [QS.al-BAqarah/2:205]
Sementara perbuatan pengeboman termasuk bentuk kerusakan di bumi,
bahkan merupakan jenis kerusakan di bumi yang paling parah dan sadis.
4. Di antara kaidah Islam yang agung yaitu haramnya melakukan perbuatan yang membahayakan (diri sendiri dan orang lain, red). Hal ini termaktub dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam (yang artinya):
“Janganlah membahayakan diri sendiri ataupun orang lain.” [HR.Ahmad dan Ibnu Majah]
Hadits diatas diriwayatkan oleh beberapa sahabat secara marfu’.
Sementara Imam Abu Dawud rahimahullah dan yang lainnya meriwayatkan
dari Abi Sharmah radhiyallahu ‘anhu, seorang sahabat Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau
bersabda (yang artinya):
“Barangsiapa yang membahayakan
orang (lain), maka Allah akan membahayakan dirinya, dan barangsiapa yang
memberatkan orang lain maka Allah akan memberatkan.” [HR.Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah]
Pada sanad hadits di atas terdapat sedikit komentar, akan tetapi dari
sisi makna, benar adanya. Sesungguhnya balasan itu tergantung dari
jenis amalannya. Sebagaimana pepatah Arab mengatakan, “Kama tadiinu tudaanu
(engkau akan memperoleh balasan tindakan sebagaimana yang pernah engkau
perbuat.” Tidak halal (tidak boleh) seorang Muslim mencelakai orang
lain, baik dengan perkataan ataupun dengan perbuatan. Sementara,
cara-cara yang mereka tempuh termasuk bentuk mencelakai orang lain yang
paling bengis.
5. Dalam Islam ada kaidah agung lain, yaitu: “Membawa manfaat dan mencegah mudharat (kerugian)”.
Aksi mereka jelas tidak mengandung kebaikan dan manfaat sedikit pun.
Sebaliknya, berdampak timbulnya kerusakan yang tak terukur banyaknya.
6. Dalam ajaran Islam, bunuh diri hukumnya haram.
Allah berfirman yang artinya, “Dan
janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah Maha Penyayang
kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan
aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang
demikian itu adalah mudah bagi Allah.” [QS.an-Nisa/4:29-30]
Dalam kitab ash-Shahihahin (riwayat Imam al-Bukhari dan Imam
Muslim) dari Abu Hurairah rahimahullah berkata, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya):
“Barangsiapa menjatuhkan dirinya
dari sebuah gunung sehingga menyebabkan dirinya meninggal, maka di dalam
neraka Jahannam, dia (juga) menjatuhkan dirinya dari sebuah gunung. Dia
akan menjatuhkan diri selama berada di neraka Jahannam selama-lamanya.
Barangsiapa yang meminum racun sehingga membunuh dirinya, maka racunnya
akan berada di tangannya di neraka, dia akan meminumnya di dalam
Jahannam selama-lamanya. Barangsiapa membunuh dirinya dengan besi, maka
besinya akan berada di tangannya. Di neraka Jahannam, dia akan
menikam-nikam perutnya (dengan besi). Dia tinggal di neraka Jahannam
selama-lamanya.” [HR.al-Bukhari dan Muslim]
Para pelaku pengeboman, mereka telah membunuh diri mereka sendiri.
7. Dalam agama Islam, tidak dibenarkan membunuh jiwa seorang Muslim yang ma’shum (terpelihara) kecuali dengan alasan yang benar.
Allah azza wa jalla berfirman (yang artinya):
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah, kecuali dengan suatu (alasan) yang benar.” [QS.al-Isra/17:33]
Saat menyebutkan sifat-sifat orang-orang Mukmin yang merupakan
hamba-hamba Allah yang Maha Penyayang, Allah azza wa jalla berfirman
yang artinya:
“Dan orang-orang yang
tidak beribadah kepada sesembahan yang lain beserta Allah dan tidak
membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan alasan
yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu,
niscaya dia mendapat pembalasan dosanya, (yakni) akan dilipat gandakan
adzab untuknya pada hari Kiamat dan dia akan kekal dalam adzab itu dalam
keadaan terhina.” [QS.al-Furqaan/25:68-69]
Dalam kitab Shahihahin, Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang berbunyi (artinya):
“Tidak halal darah seorang Muslim
yang bersaksi bahwasanya tidak ada ilaah yang hak untuk disembah kecuali
Allah dan Aku adalah utusan Allah kecuali dengan satu di antara tiga
alasan. Pertama: Orang yang telah menikah (akan tetapi) berbuat zina.
Kedua: Jiwa dibalas jiwa, dan Ketiga: Orang yang murtad dari agamanya,
memisahkan diri dari al-jama’ah (islam).” [HR.al-Bukhari dan Muslim]
Dalam Sunan at-Tirmidzi dengan sanad shahih, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Hancurnya dunia lebih ringan disisi Allah daripada terbunuhnya seorang Muslim.” [HR.Tirmidzi]
Pada peristiwa pengeboman tersebut, terdapat banyak kaum Muslimin yang tewas.
8. Islam datang dengan kasih sayang. Siapa yang
tidak menyayangi, maka dia tidak akan disayangi. Orang-orang yang
menyayangi, akan disayangi oleh Dzat Yang Maha Penyayang (Allah azza wa
jalla). Ada banyak hadits mengenai pengertian ini. Dalam riwayat
at-Tirmidzi dan lainnya, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya):
“Tidaklah kasih sayang dicabut kecuali dari orang yang celaka (malang).” [HR.Tirmidzi, Ahmad dan Abu Dawud]
Bahkan semangat kasih sayang juga ditujukan kepada binatang ternak
dan binatang melata sekalipun. Imam al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan
dalam al-Adabul Mufrod, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Barangsiapa merasa kasihan walaupun kepada binatang sembelihan sekalipun, Allah akan mengasihinya pada hari Kiamat.”
Imam al-Bukhari rahimahullah juga meriwayatkan, ada seorang laki-laki berkata, “Wahai
Rasulullah, sungguh aku akan menyembelih seekor kambing, namun aku
merasa kasihan kepadanya.” Beliau berkata, “Jika engkau merasa kasihan
kepada seekor kambing, maka Allah akan mengasihimu.”[2]
Begitu juga, terdapat riwayat yang menyebutkan ada seorang lelaki
memperoleh ampunan disebabkan rasa kasihannya kepada seekor anjing yang
memakan tanah yang basah lantaran kehausan. Ia pun turun ke dalam sumur
dan mengisi slopnya (dengan air). (Untuk naik ke bibir sumur, red) ia
menggigit slop itu dengan mulutnya. Kemudian ia memberi minum anjing
itu. Kemudian Allah azza wa jalla berterima kasih kepadanya dan
mengampuninya. Hadits ini termaktub dalam Sahihahin.
Perhatikanlah kasih sayang agung yang diserukan oleh Islam ini.
Bandingkanlah dengan akibat ulah yang mereka lakukan dari kejahatan ini
(pengeboman). Anak-anak menjadi yatim, wanita-wanita menjadi janda,
nyawa-nyawa melayang, hati menjadi gelisah takut, harta-harta musnah.
Manakah kasih sayang Islam, jika mereka berakal?
9. Islam melarang tindakan intimidasi dan menakuti-nakuti kaum Mukminin.
Disebutkan dalam Sunan Abu Dawud dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda (yang artinya): “Tidaklah halal bagi seorang Muslim menakut-nakuti Muslim yang lainnya.” [HR.Abu Dawud dan Ahmad]
Berapa banyak kaum muslimin yang tercekam rasa ketakutan setelah kejadian pengeboman
10. Islam melarang seseorang menghunus pedang dihadapan kaum Mukminin.
Diriwayatkan dalam Shahihahin, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya):
“Apabila salah seorang dari kalian
melewati masjid atau pasar kami dengan membawa anak panah, hendaklah ia
memegang mata anak panahnya agar tidak mengenai seorang pun dari
kalangan Muslimin.” [HR.al-Bukhari dan Muslim]
Sementara pada aksi jahat ini, pelaku menempatkan bom yang berdaya
rusak tinggi dan menggunakan senjata-senjata yang menimbulkan kerusakan
di tengah kaum Muslimin, termasuk merusak pemukiman penduduk.
11. Islam datang dengan melarang seseorang menghunuskan
senjatanya kepada seorang Muslim, baik itu sungguh-sungguh ataupun
bercanda, termasuk juga melarang menyerahkan pedang dalam keadaan
terhunus. Ini sebagai bentuk penjagaan terhadap jiwa manusia dan jaminan keselamatan bagi masyarakat.
Imam al-Bukhari rahimahullah dan Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan dalam Shahihahin dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya):
“Janganlah salah seorang dari
kalian menghunuskan senjata ke arah saudaranya. Sebab, ia tidak tahu
boleh jadi setan melepaskan senjata itu dari tangannya sehingga
menjerumuskannya ke dalam lubang api neraka.” [HR.al-Bukhari dan Muslim]
Sementara Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Barangsiapa yang menghunuskan
senjata ke arah saudaranya, maka malaikat akan terus mengutuknya sampai
ia melepaskannya meskipun dia itu adalah saudara kandungnya sendiri.” [HR.Muslim no.4741]
Petunjuk ini disampaikan dalam rangka berhati-hati supaya tidak
terjatuh dalam bahaya yang tidak diinginkan (melukai atau membunuh tanpa
sengaja, red)
Perhatikanlah peringatan yang tercantum dalam hadits-hadits di atas “sehingga menjerumuskannya ke dalam lubang api neraka”, “maka malaikat akan terus mengutuknya”.
Sekarang, bagaimana dengan peristiwa pengeboman ini, yang merupakan
satu aksi membahayakan yang dilakukan dengan disengaja (direncanakan)?
12. Islam mengharamkan perbuatan khianat. Allah azza wa jalla berfirman (yang artinya): “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa.” [QS.an-Nisaa'/4:107]
Disebutkan dalam Shahih Muslim dari Abi Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Pada hari kiamat setiap orang yang
berkhianat akan memiliki panji sendiri yang ditinggikan sesuai dengan
tingkat pengkhianatannya.” [HR.Muslim]
Imam Muslim juga meriwayatkan hadits dari Buraidah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam (yang artinya): “Berperanglah, janganlah berkhianat, mengingkari janji dan mencincang anggota badan.” [HR.Muslim, at-Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibnu Majah]
Jadi, dapat diketahui betapa besar pengkhianatan yang mereka lakukan.
Dan alangkah parah perbuatan khianat mereka (dengan pengeboman yang
mereka lakukan)
13. Islam mengharamkan pembunuhan terhadap anak-anak, wanita-wanita, dan orang-orang lanjut usia. Dalam Shahihahin
dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu disebutkan, ada seorang wanita
terbunuh pada salah satu peperangan yang diikuti Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam. Beliau pun mengingkari pembunuhan atas wanita dan
anak-anak.
Imam Abu Dawud meriwayatkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya):
“Berperanglah atas nama Allah, di
jalan Allah, dan atas nama agama Rasulullah. Janganlah membunuh orang
tua, bayi, anak kecil dan wanita.” [HR.Abu Dawud no.2247]
14. Islam memerintahkan untuk memelihara dan menjalankan
perjanjian, dan mengharamkan membunuh orang kafir mu’ahad (yang terikat
perjanjian dengan kaum Muslimin) dan orang-orang meminta perlindungan
keamanan (suaka).
Allah azza wa jalla berfirman (yang artinya): “Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya.” [QS.al-Israa'/17:34]
Imam al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya):
“Barangsiapa membunuh orang kafir
mu’ahad (yang telah terikat perjanjian dengan kaum Muslimin), ia tidak
akan mencium harumnya surga, padahal aroma surga dapat dirasakan dair
jarak perjalanan empat puluh tahun.” [HR.al-Bukhari no.6403]
Imam an-Nasa’i rahimahullah meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya):
“Barangsiapa yang memberikan
jaminan keamanan jiwa bagi seorang laki-laki, kemudian ia membunuh orang
tersebut, maka aku berlepas diri dari pembunuhnya, walaupun yang
terbunuh itu orang kafir.”
Atas dasar ini, orang kafir yang masuk ke negara kaum Muslimin dengan
perjanjian diberikan keamanan atau memiliki perjanjian dengan pemimpin
negara yang bersangkutan, ia tidak boleh dianiaya, dirinya juga
hartanya.
Adapun mereka, adalah orang-orang yang melampaui batas (berbuat
dzalim), tidak memperdulikan jaminan perlindungan bagi orang kafir yang
diberikan oleh kaum Muslimin, dan tidak pula menjaga perjanjian. Mereka
pun membunuhi mu’ahidin (orang-orang kafir yang terikat perjanjian) dan orang-orang yang datang untuk mencari jaminan keamanan.
15. Islam mengharamkan perbuatan aniaya terhadap orang dan perusakan terhadap hak milik orang.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya):
“Sesungguhnya
darah kalian dan harta kalian diharamkan atas kalian seperti haram
(suci)nya hari ini, dibulan ini, di negeri kalian ini.” [HR.al-Bukhari, Muslim, dll]
Sedangkan mereka, pelaku pengeboman yang telah melampaui batas
(dzalim), dalam aksi mereka berapa banyak bangunan rusak dan pemukiman
hancur serta harta-benda yang lenyap?!
16. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang
menyerang manusia pada waktu malam hari ketika mereka sedang tidur,
tenang dan istirahat.
Bahkan ada ancaman khusus bagi pelakunya dari beliau. Diriwayatkan dalam al-Musnad dengan sanad yang shahih dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya):
“Barang siapa yang melempar (menyerang) kami pada malam hari, ia bukan golongan kami.” [HR.Ahmad 7921]
Para pelaku pengeboman memilih waktu untuk melakukan kejahatan mereka yang keji dan mungkar tersebut pada waktu malam hari.
Dari sini, melalui pemaparan di atas, siapapun yang menyerang Islam
dengan baik, dasar-dasarnya yang agung dan kaidah-kaidahnya yang kuat
serta petunjuk-petunjuknya yang sarat dengan hikmah, akan mendapati
dengan sebenarnya dan mengetahui dengan yakin perbedaan besar antara
perbuatan dosa ini (pengeboman) dengan Islam. Karena sesungguhnya,
perbuatan tersebut hukumnya haram menurut syariat dan tidak pula
dibenarkan oleh Islam yang lurus ini, sehingga tindakan buruk ini tidak
boleh dikaitkan kepada Islam, atau dihubung-hubungkan dengan orang-orang
yang taat menjalankan Islam.
Sebagai penutup, saya memohon kepada Allah azza wa jalla agar
mengarahkan kami dan seluruh kaum Muslimin kepada kebaikan, dan
menunjukkan kami jalan yang benar. Kami berlindung kepada Allah azza wa
jalla dari fitnah-fitnah yang menyesatkan , baik yang nampak maupun yang
tersembunyi, dan aku memohon kepada-Nya untuk menjaga kaum Muslimin,
baik pada keamanan maupun keimanan mereka, serta menjaukan mereka dari
kejelekan-kejelekan dan fitnah-fitnah. Sesungguhnya Allah azza wa jalla
Maha mendengar lagi Maha mengabulkan permintaan.
Note:
[1] Dalam ceramah yang berjudul Hawaditsu at-Tafjir fi Mizanil Islam
(Fenomena Pengeboman Menurut Timbangan Islam). Ceramah ini
diterjemahkan secara bebas oleh Ustadz Nur Hidayat, Lc staff pengajar
Pesantren Imam Bukhari, dengan perampingan dalil pada beberapa point.
[2] Kami tidak mendapatkan riwayat tersebut dalam hadits al-Bukhari, tetapi kami dapati pada riwayat Ahmad.
Sumber: Diketik ulang (dgn segala kekurangannya khususnya tidak
adanya teks dalam bahasa arab) dari Majalah As-Sunnah Edisi
10/Thn.XIII/Muharram 1431H/Januari 2010M Hal.38-43
Semoga bermanfaat bagi kami dan kaum muslimin..
Dipublikasikan kembali oleh : Al Qiyamah – Moslem Weblog
0 komentar:
Posting Komentar