1. Maksiat itu Racun, Penawarnya adalah Taubat
1. Maksiat itu Racun, Penawarnya adalah Taubat
Al-'Allaamah Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata,
الذنب بمنزلة شرب السم، والتوبة ترياقه ودواؤه، والطاعة هي الصحة والعافية.
"Berbuat dosa bagaikan meminum racun, taubat adalah penawarnya dan obatnya, sedangkan ketaatan adalah kesehatan dan keselamatan." [Madaarijus Saalikin, 1/222]Beliau rahimahullah juga berkata
أَنَّ الذُّنُوبَ وَالْمَعَاصِيَ تَضُرُّ، وَلَا بُدَّ أَنَّ ضَرَرَهَا فِي الْقَلْبِ كَضَرَرِ السُّمُومِ فِي الْأَبْدَانِ عَلَى اخْتِلَافِ دَرَجَاتِهَا فِي الضَّرَرِ، وَهَلْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ شَرٌّ وَدَاءٌ إِلَّا سَبَبُهُ الذُّنُوبُ وَالْمَعَاصِي
“Sungguh dosa dan maksiat sangat membahayakan, bahayanya pasti berpengaruh pada hati seperti bahaya racun pada badan sesuai perbedaan tingkatan bahayanya, dan tidaklah kejelekan dan penyakit di dunia dan akhirat kecuali sebabnya adalah dosa dan maksiat.” [Al-Jawaabul Kaafi, hal. 42]• Dosa adalah sebab dikeluarkannya manusia dari surga yang penuh kenikmatan ke dunia yang penuh penderitaan.
• Dosa adalah sebab diusirnya iblis dari alam langit, kemudian dilaknat dan dimurkai.
• Dosa adalah sebab tenggelamnya kaum Nabi Nuh ‘alaihissalaam dengan banjir besar laksana gunung.
• Dosa adalah sebab dihancurkannya kaum ‘Ad dengan angin kencang.
• Dosa adalah sebab musnahnya kaum Tsamud dengan suara keras yang bergemuruh.
• Dosa adalah sebab petaka yang menimpa kaum Homoseks di masa Nabi Luth ‘alaihissalaam dengan cara diangkat negeri mereka kemudian dibalik ke bawah dan disusul dengan lemparan batu.
• Dosa adalah sebab hujan api yang menimpa kaum Nabi Syu’aib ‘alaihissalaam.
• Dosa adalah sebab Fir’aun dan tentaranya ditenggelamkan di laut.
• Dosa adalah sebab dibenamkannya Qorun beserta istananya, hartanya dan keluarganya ke dalam bumi.
• Dan berbagai malapetaka lainnya yang menimpa umat manusia tidak lain karena dosa dan maksiat.
Allah jalla wa ‘ala telah mengingatkan,
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ, أَفَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا بَيَاتًا وَهُمْ نَائِمُونَ, أَوَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا ضُحًى وَهُمْ يَلْعَبُونَ, أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ.
“Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain? Maka apakah mereka merasa aman dari adzab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiadalah yang merasa aman dari adzab Allah kecuali orang-orang yang merugi.” [Al-A’raf: 96-99]Rasulullah shallallahu’ alaihi wa sallam juga bersabda,
يَا مَعْشَرَ الْمُهَاجِرِينَ خَمْسٌ إِذَا ابْتُلِيتُمْ بِهِنَّ ، وَأَعُوذُ بِاللَّهِ أَنْ تُدْرِكُوهُنَّ
لَمْ تَظْهَرِ الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ ، حَتَّى يُعْلِنُوا بِهَا ، إِلاَّ فَشَا فِيهِمُ الطَّاعُونُ ، وَالأَوْجَاعُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ مَضَتْ فِي أَسْلاَفِهِمُ الَّذِينَ مَضَوْا
وَلَمْ يَنْقُصُوا
الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ ، إِلاَّ أُخِذُوا بِالسِّنِينَ ، وَشِدَّةِ
الْمَؤُونَةِ ، وَجَوْرِ السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ
وَلَمْ يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ ، إِلاَّ مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنَ السَّمَاءِ ، وَلَوْلاَ الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا
وَلَمْ يَنْقُضُوا عَهْدَ اللهِ ، وَعَهْدَ رَسُولِهِ ، إِلاَّ سَلَّطَ
اللَّهُ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ غَيْرِهِمْ ، فَأَخَذُوا بَعْضَ مَا فِي
أَيْدِيهِمْ
وَمَا لَمْ تَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِ اللهِ ،
وَيَتَخَيَّرُوا مِمَّا أَنْزَلَ اللَّهُ ، إِلاَّ جَعَلَ اللَّهُ
بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ
“Wahai kaum Muhajirin, waspadailah lima
perkara apabila menimpa kalian, dan aku berlindung kepada Allah semoga
kalian tidak menemuinya:- Tidaklah perzinahan nampak (terang-terangan) pada suatu kaum pun, hingga mereka selalu menampakkannya, kecuali akan tersebar di tengah-tengah mereka wabah penyakit tha’un dan penyakit-penyakit yang belum pernah ada pada generasi sebelumnya.
- Dan tidaklah mereka mengurangi takaran dan timbangan, kecuali mereka akan diazab dengan kelaparan, kerasnya kehidupan dan kezaliman penguasa atas mereka.
- Dan tidaklah mereka menahan zakat harta-harta mereka, kecuali akan dihalangi hujan dari langit, andaikan bukan karena hewan-hewan niscaya mereka tidak akan mendapatkan hujan selamanya.
- Dan tidaklah mereka memutuskan perjanjian Allah dan perjanjian Rasul-Nya, kecuali Allah akan menguasakan atas mereka musuh dari kalangan selain mereka, yang merampas sebagian milik mereka.
- Dan tidaklah para penguasa mereka tidak berhukum dengan kitab Allah, dan hanya memilih-milih dari hukum yang Allah turunkan, kecuali Allah akan menjadikan kebinasaan mereka berada di antara mereka.”
2. Maksiat Menghalangi Cahaya Ilmu
Allah ta’ala berfirman,
Allah ta’ala juga berfirman,
Al-Imam Al-Mufassir As-Sa’di rahimahullah berkata,
Asy-Syaikh Ibnul ‘Utsaimin rahimahullah berkata,
{يَجْعَلْ لَكُمْ فُرْقَانًا} أي يجعل لكم ما تفرقون به بين الحق والباطل،
وبين الضار والنافع، وهذا يدخل فيه العلم بحيث يفتح الله على الإنسان من
العلوم ما لا يفتح لغيره، فإن التقوى يحصل بها زيادة الهدى، وزيادة العلم،
وزيادة الحفظ، ولهذا يذكر عن الشافعي رحمه الله أنه قال:
“Firman Allah ta’ala: “Niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqaan
(pembeda antara kebenaran dan kebatilan)”, maknanya adalah sesuatu yang
dengannya kalian dapat membedakan antara kebenaran dan kebatilan, antara
yang berbahaya dan yang bermanfaat, dan ilmu termasuk yang dapat
membedakan tersebut, yaitu ketika Allah ta’ala membukakan ilmu-ilmu bagi
orang yang bertakwa yang tidak Allah bukakan untuk orang yang tidak
bertakwa, karena sesungguhnya dengan takwa seseorang akan meraih
tambahan petunjuk, tambahan ilmu dan tambahan hapalan, oleh karena itu
disebutkan dari Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah, bahwa beliau berkata,
شكوت إلى وكيع سوء حفظي ... فأرشدني إلى ترك المعاصي
“Aku pernah mengadukan kepada guruku; Waki’ akan buruknya hapalanku,
maka beliau membimbingku untuk meninggalkan maksiat, dan beliau
mengabarkan kepadaku bahwa ilmu itu adalah cahaya, dan cahaya Allah
tidak akan diberikan kepada orang yang bermaksiat.”
Dan tidak diragukan lagi bahwa setiap kali bertambah ilmu seseorang maka bertambah pula kemampuannya mengenal dan membedakan antara kebenaran dan kebatilan. Demikian pula termasuk dalam makna furqaan (pembeda antara kebenaran dan kebatilan) adalah pemahaman yang Allah bukakan untuk orang yang bertakwa, karena takwa adalah sebab kuatnya pemahaman, dan kekuatan yang dengannya akan menghasilkan tambahan ilmu.” [Kitabul ‘Ilm, hal. 44]
Ketika Al-Imam Malik rahimahullah melihat kecerdasan muridnya; Asy-Syafi’i muda yang luar biasa, maka Al-Imam Malik berkata kepada Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahumallah,
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
Al-'Allaamah Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata,
وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ
“Dan bertakwalah kepada Allah; dan Allah akan mengajarimu.” [Al-Baqoroh: 282]Allah ta’ala juga berfirman,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَتَّقُوا اللَّهَ يَجْعَلْ لَكُمْ فُرْقَانًا وَيُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ
“Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqaan (pembeda antara kebenaran dan kebatilan) dan menghapuskan segala kesalahan-kesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosa) mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” [Al-Anfal: 29]Al-Imam Al-Mufassir As-Sa’di rahimahullah berkata,
واستدل بقوله تعالى: {وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ} أن تقوى الله، وسيلة إلى حصول العلم، وأوضح من هذا قوله تعالى: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَتَّقُوا اللَّهَ يَجْعَلْ لَكُمْ فُرْقَانًا} أي: علما تفرقون به بين الحقائق، والحق والباطل.
“Firman Allah ta’ala, “Dan bertakwalah kepada Allah; dan Allah akan mengajarimu”, dapat dijadikan dalil bahwa takwa kepada Allah adalah sarana untuk menggapai ilmu, namun yang lebih jelas sisi pendalilannya dari ayat ini adalah firman Allah ta’ala, “Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqaan (pembeda antara kebenaran dan kebatilan)”, maknanya adalah Allah akan memberikan ilmu yang dengannya kalian dapat membedakan antara hakikat kebenaran dan kebatilan.” [Tafsir As-Sa’di, hal. 105]Asy-Syaikh Ibnul ‘Utsaimin rahimahullah berkata,
{يَجْعَلْ لَكُمْ فُرْقَانًا} أي يجعل لكم ما تفرقون به بين الحق والباطل،
وبين الضار والنافع، وهذا يدخل فيه العلم بحيث يفتح الله على الإنسان من
العلوم ما لا يفتح لغيره، فإن التقوى يحصل بها زيادة الهدى، وزيادة العلم،
وزيادة الحفظ، ولهذا يذكر عن الشافعي رحمه الله أنه قال:
شكوت إلى وكيع سوء حفظي ... فأرشدني إلى ترك المعاصي
وقال اعلم بأن العلم نور ... ونور الله لا يؤتاه عاصي
ولا شك أن الإنسان كلما ازداد علمًا ازداد معرفة وفرقانًا بين الحق
والباطل، والضار والنافع، وكذلك يدخل فيه ما يفتح الله على الإنسان من
الفهم؛ لأن التقوى سبب لقوة الفهم، وقوة يحصل بها زيادة العلم
“Firman Allah ta’ala: “Niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqaan
(pembeda antara kebenaran dan kebatilan)”, maknanya adalah sesuatu yang
dengannya kalian dapat membedakan antara kebenaran dan kebatilan, antara
yang berbahaya dan yang bermanfaat, dan ilmu termasuk yang dapat
membedakan tersebut, yaitu ketika Allah ta’ala membukakan ilmu-ilmu bagi
orang yang bertakwa yang tidak Allah bukakan untuk orang yang tidak
bertakwa, karena sesungguhnya dengan takwa seseorang akan meraih
tambahan petunjuk, tambahan ilmu dan tambahan hapalan, oleh karena itu
disebutkan dari Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah, bahwa beliau berkata,
شكوت إلى وكيع سوء حفظي ... فأرشدني إلى ترك المعاصي
وقال اعلم بأن العلم نور ... ونور الله لا يؤتاه عاصي
“Aku pernah mengadukan kepada guruku; Waki’ akan buruknya hapalanku,
maka beliau membimbingku untuk meninggalkan maksiat, dan beliau
mengabarkan kepadaku bahwa ilmu itu adalah cahaya, dan cahaya Allah
tidak akan diberikan kepada orang yang bermaksiat.”Dan tidak diragukan lagi bahwa setiap kali bertambah ilmu seseorang maka bertambah pula kemampuannya mengenal dan membedakan antara kebenaran dan kebatilan. Demikian pula termasuk dalam makna furqaan (pembeda antara kebenaran dan kebatilan) adalah pemahaman yang Allah bukakan untuk orang yang bertakwa, karena takwa adalah sebab kuatnya pemahaman, dan kekuatan yang dengannya akan menghasilkan tambahan ilmu.” [Kitabul ‘Ilm, hal. 44]
Ketika Al-Imam Malik rahimahullah melihat kecerdasan muridnya; Asy-Syafi’i muda yang luar biasa, maka Al-Imam Malik berkata kepada Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahumallah,
إِنِّي أَرَى اللَّهَ قَدْ أَلْقَى عَلَى قَلْبِكَ نُورًا، فَلَا تُطْفِئْهُ بِظُلْمَةِ الْمَعْصِيَةِ.
“Sesungguhnya aku melihat (tanda) Allah subhanahu wa ta’ala telah menganugerahkan cahaya (ilmu) di hatimu, maka janganlah engkau padamkan cahaya tersebut dengan kegelapan maksiat.” [Al-Jawaabul Kaafi, hal. 52]Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
من الذنوب ما يكون سببا لخفاء العلم النافع أو بعضه بل يكون سببا لنسيان ما عُلم
"Diantara dosa-dosa, ada yang dapat menjadi sebab yang menghalangi ilmu yang bermanfaat atau sebagiannya, bahkan dapat menjadi sebab terlupanya ilmu yang sudah diketahui." [Majmu' Al-Fatawa, 14/160]Al-'Allaamah Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata,
فَإِنَّ الْعِلْمَ نُورٌ يَقْذِفُهُ اللَّهُ فِي الْقَلْبِ، وَالْمَعْصِيَةُ تُطْفِئُ ذَلِكَ النُّورَ.
“Sesungguhnya ilmu itu adalah cahaya yang Allah curahkan di hati seorang hamba, dan maksiat mematikan cahaya tersebut.” [Al-Jawaabul Kaafi, hal. 52]3. Maksiat Menghalangi Rezeki
Allah ta’ala berfirman,
وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجۡعَل لَّهُۥ مَخۡرَجٗا وَيَرۡزُقۡهُ مِنۡ حَيۡثُ لَا يَحۡتَسِبُۚ
“Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS. Ath-Thalaaq: 2-3)Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman,
وَلَوۡ أَنَّ أَهۡلَ ٱلۡقُرَىٰٓ ءَامَنُواْ وَٱتَّقَوۡاْ لَفَتَحۡنَا عَلَيۡهِم بَرَكَٰتٖ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ وَلَٰكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذۡنَٰهُم بِمَا كَانُواْ يَكۡسِبُونَ
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A'raaf: 96)Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman,
ظَهَرَ ٱلۡفَسَادُ فِي ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِ بِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِي ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعۡضَ ٱلَّذِي عَمِلُواْ لَعَلَّهُمۡ يَرۡجِعُونَ
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS. Ar-Ruum: 41)Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّهُ لَيْسَ شَيْءٌ يُقَرِّبُكُمْ مِنَ الْجَنَّةِ, وَيُبَاعِدُكُمْ مِنَ النَّارِ إِلَّا قَدْ أَمَرْتُكُمْ بِهِ, وَلَيْسَ شَيْءٌ يُقَرِّبُكُمْ مِنَ النَّارِ, وَيُبَاعِدُكُمْ مِنَ الْجَنَّةِ إِلَّا قَدْ نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ, وَأَنَّ الرُّوحَ الْأَمِينَ نَفَثَ فِي رُوعِيَ أَنَّهُ لَنْ تَمُوتَ نَفْسٌ حَتَّى تَسْتَوْفِيَ رِزْقَهَا, فَاتَّقُوا اللهَ وَأَجْمِلُوا فِي الطَّلَبِ, وَلَا يَحْمِلَنَّكُمُ اسْتِبْطَاءُ الرِّزْقِ أَنْ تَطْلُبُوهُ بِمَعَاصِي اللهِ, فَإِنَّهُ لَا يُدْرَكُ مَا عِنْدَ اللهِ إِلَّا بِطَاعَتِهِ
“Sungguh tidak ada satu pun yang mendekatkan kalian ke surga dan menjauhkan kalian dari neraka kecuali aku telah memerintahkannya kepada kalian, dan tidak ada satu pun yang mendekatkan kalian ke neraka dan menjauhkan kalian dari surga kecuali aku telah melarangnya atas kalian. Dan sungguh ar-ruhul amin (Malaikat Jibril yang terpercaya) telah menyampaikan kepadaku bahwa tidak akan mati satu jiwa sampai ia menyempurnakan rezekinya, maka bertakwalah kepada Allah dan perbaguslah dalam mencari rezeki, dan sekali-kali janganlah lambatnya rezeki menjadikan kalian mencarinya dengan bermaksiat kepada Allah, karena sesungguhnya tidak akan diraih apa yang ada di sisi Allah kecuali dengan menaati-Nya.” [HR. Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu, Ash-Shahihah: 2866]Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda,
لَا يَزِيدُ فِي الْعُمْرِ إِلَّا الْبِرُّ، وَلَا يَرُدُّ الْقَدَرَ إِلَّا الدُّعَاءُ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصِيبُهُ
“Tidak ada yang menambah umur kecuali kebajikan, tidak ada yang menolak takdir kecuali doa, dan sungguh seseorang benar-benar dihalangi untuk mendapat rezeki karena dosa yang ia kerjakan.” [HR. Ibnu Majah dari Tsauban radhiyallahu’anhu, lihat Ash-Shahihah: 154]Al-'Allaamah Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata,
وَكَمَا أَنَّ تَقْوَى اللَّهِ مَجْلَبَةٌ لِلرِّزْقِ فَتَرْكُ التَّقْوَى مَجْلَبَةٌ لِلْفَقْرِ، فَمَا اسْتُجْلِبَ رِزْقُ اللَّهِ بِمِثْلِ تَرْكِ الْمَعَاصِي.
“Sebagaimana takwa kepada Allah ta’ala merupakan sebab meraih rezeki maka tidak bertakwa kepada-Nya adalah sebab kefakiran, maka tidaklah dapat diraih rezeki Allah dengan sesuatu yang menyamai amalan meninggalkan maksiat.” [Al-Jawaabul Kaafi, hal. 52]Dan apabila maksiat menghalangi rezeki, maka sebaliknya, taubat dan istighfar melancarkan rezeki. Allah ta’ala berfirman,
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كانَ غَفَّاراً يُرْسِلِ السَّماءَ عَلَيْكُمْ مِدْراراً وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهاراً
“Maka aku (Nuh) katakan kepada mereka: Mohon ampunlah kepada Rabbmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan melimpahkan harta dan anak-anak kepadamu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” [Nuh: 10-12]Al-Hafiz Ibnu Hajar rahimahullah menyebutkan sebuah atsar dari Al-Imam Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah,
أَنَّ رَجُلًا شَكَى إِلَيْهِ الْجَدْبَ فَقَالَ اسْتَغْفِرِ اللَّهَ وَشَكَى إِلَيْهِ آخَرُ الْفَقْرَ فَقَالَ اسْتَغْفِرِ اللَّهَ وَشَكَى إِلَيْهِ آخَرُ جَفَافَ بُسْتَانِهِ فَقَالَ اسْتَغْفِرِ اللَّهَ وَشَكَى إِلَيْهِ آخَرُ عَدَمَ الْوَلَدِ فَقَالَ اسْتَغْفِرِ اللَّهَ ثُمَّ تَلَا عَلَيْهِمْ هَذِهِ الْآيَةَ
“Bahwa seseorang mengadukan kemarau panjang kepada Al-Hasan Al-Bashri, maka beliau berkata: Mohon ampunlah kepada Allah! Orang yang lain mengadukan kemiskinan, maka beliau berkata: Mohon ampunlah kepada Allah! Orang yang lain mengadukan kekeringan kebunnya, maka beliau berkata: Mohon ampunlah kepada Allah! Orang yang lain mengadukan kemandulan (tidak punya anak), maka beliau berkata: Mohon ampunlah kepada Allah! Kemudian beliau membacakan kepada mereka ayat ini (Surat Nuh ayat 10-12).” [Fathul Baari, 11/98]Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman,
وَيَٰقَوۡمِ ٱسۡتَغۡفِرُواْ رَبَّكُمۡ ثُمَّ تُوبُوٓاْ إِلَيۡهِ يُرۡسِلِ ٱلسَّمَآءَ عَلَيۡكُم مِّدۡرَارٗا وَيَزِدۡكُمۡ قُوَّةً إِلَىٰ قُوَّتِكُمۡ وَلَا تَتَوَلَّوۡاْ مُجۡرِمِينَ
"Dan (Hud berkata): "Wahai kaumku, mohonlah ampun kepada Rabbmu lalu taubatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa." (Hud: 52)4. Maksiat Menjauhkan Hati dari Allah Subhanahu wa Ta’ala
Sepi hati dan terasing dari Allah subahanahu wa ta’ala saat di keramaian, apalagi di kesendirian, itulah yang akan dirasakan oleh orang yang melakukan maksiat apabila hatinya belum mati. Adapun orang yang hatinya telah mati, maka ia tidak akan merasakan apa-apa, bahkan mungkin ia menikmati kemaksiatannya, sampai ia mendapatkan azab sebelum sempat bertaubat, kita berlindung kepada Allah ta’ala dari kematian hati.
Al-'Allaamah Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata,
وَمِنْهَا: وَحْشَةٌ يَجِدُهَا الْعَاصِي فِي قَلْبِهِ بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللَّهِ لَا تُوَازِنُهَا وَلَا تُقَارِنُهَا لَذَّةٌ أَصْلًا، وَلَوِ اجْتَمَعَتْ لَهُ لَذَّاتُ الدُّنْيَا بِأَسْرِهَا لَمْ تَفِ بِتِلْكَ الْوَحْشَةِ، وَهَذَا أَمْرٌ لَا يَحِسُّ بِهِ إِلَّا مَنْ فِي قَلْبِهِ حَيَاةٌ، وَمَا لِجُرْحٍ بِمَيِّتٍ إِيلَامٌ، فَلَوْ لَمْ تُتْرَكِ الذُّنُوبُ إِلَّا حَذَرًا مِنْ وُقُوعِ تِلْكَ الْوَحْشَةِ، لَكَانَ الْعَاقِلُ حَرِيًّا بِتَرْكِهَا.
“Diantara dampak jelek dosa adalah merasa jauh dari Allah yang menyelimuti hati pelaku maksiat, yang tidak mungkin digantikan dan ditutupi oleh kelezatan apa pun, walau terkumpul seluruh kelezatan dunia tidak akan sanggup menghilangkan perasaan jauh tersebut, akan tetapi perkara ini tidak dapat dirasakan kecuali orang yang di hatinya masih ada kehidupan, karena tidaklah luka dapat menyakiti mayyit, maka kalaulah dosa-dosa itu tidak ditinggalkan kecuali karena khawatir munculnya perasaan jauh dari Allah tersebut, sudah sepantasnya bagi orang yang berakal untuk meninggalkannya.” [Al-Jawaabul Kaafi, hal. 52]Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah juga berkata,
فَلَوْ نَظَرَ الْعَاقِلُ وَوَازَنَ لَذَّةَ الْمَعْصِيَةِ وَمَا تُوقِعُهُ مِنَ الْخَوْفِ وَالْوَحْشَةِ، لَعَلِمَ سُوءَ حَالِهِ، وَعَظِيمَ غَبْنِهِ، إِذْ بَاعَ أُنْسَ الطَّاعَةِ وَأَمْنَهَا وَحَلَاوَتَهَا بِوَحْشَةِ الْمَعْصِيَةِ وَمَا تُوجِبُهُ مِنَ الْخَوْفِ وَالضَّرَرِ الدَّاعِي لَهُ.
وَسِرُّ الْمَسْأَلَةِ: أَنَّ الطَّاعَةَ تُوجِبُ الْقُرْبَ مِنَ الرَّبِّ سُبْحَانَهُ، فَكُلَّمَا اشْتَدَّ الْقُرْبُ قَوِيَ الْأُنْسُ، وَالْمَعْصِيَةُ تُوجِبُ الْبُعْدَ مِنَ الرَّبِّ، وَكُلَّمَا زَادَ الْبُعْدُ قَوِيَتِ الْوَحْشَةُ.
“Jika orang yang berakal mau meneliti dan menimbang kelezatan maksiat dengan akibat buruknya berupa rasa takut dan jauh dari Allah, maka ia akan mengetahui jeleknya keadaan dirinya dan besarnya ketololannya, karena ia telah menukar kenyamanan, keamanan dan kelezatan dalam ketaatan dengan keterasingan dari Allah dan konsekuensinya berupa ketakutan dan bahaya yang mengancamnya.Inti permasalahannya: Ketaatan seorang hamba mendekatkannya kepada Ar-Robb subhanahu wa ta’ala, maka setiap kali menguat kedekatan dengan-Nya bertambah pula kenyamanan bersama-Nya, sedang maksiat menjauhkan dari Ar-Robb tabaraka wa ta’ala, dan setiap kali bertambah jauh maka semakin terasing dari-Nya.” [Al-Jawaabul Kaafi, hal. 75-76]
Maka tidak ada jalan kembali mendekat kepada Allah subhanahu wa ta’ala selain menaati-Nya; menjalankan perintah-Nya, meninggalkan maksiat dan bertaubat kepada-Nya. Kita memohon taufiq dan keselamatan kepada Allah ta’ala.
5. Maksiat Merusak Hubungan dengan Makhluk
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ مَا تَوَادَّ اثْنَانِ فَفُرِّقَ بَيْنَهُمَا، إِلَّا بِذَنْبٍ يُحْدِثُهُ أَحَدُهُمَا
“Demi Allah yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, tidaklah dua orang saling mencintai lalu dipisahkan antara keduanya, kecuali karena dosa yang dilakukan salah satunya.” [HR. Ahmad dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma, Shahihut Targhib: 2219]• Al-Munawi rahimahullah berkata,
فيكون التفريق عقوبة لذلك الذنب
“Maka terjadinya perpisahan sebagai hukuman terhadap dosa tersebut.” [Faidhul Qodir, 5/437]• Al-Muzani rahimahullah berkata,
إذا وجدت من إخوانك جفاء فتب إلى الله فإنك أحدثت ذنبا وإذا وجدت منهم زيادة ود فذلك لطاعة أحدثتها فاشكر الله تعالى
“Jika engkau dapati dari saudara-saudaramu sikap yang kurang baik kepadamu maka bertaubatlah kepada Allah, karena sungguh itu disebabkan engkau telah melakukan dosa, dan jika engkau dapati dari mereka bertambahnya kecintaan kepadamu, itu adalah karena ketaatan yang engkau kerjakan, maka bersyukurlah kepada Allah ta’ala.” [Faidhul Qodir, 5/437]• Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata,
وَمِنْهَا: الْوَحْشَةُ الَّتِي تَحْصُلُ لَهُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ النَّاسِ، وَلَاسِيَّمَا أَهْلُ الْخَيْرِ مِنْهُمْ، فَإِنَّهُ يَجِدُ وَحْشَةً بَيْنَهُ وَبَيْنَهُمْ، وَكُلَّمَا قَوِيَتْ تِلْكَ الْوَحْشَةُ بَعُدَ مِنْهُمْ وَمِنْ مُجَالَسَتِهِمْ، وَحُرِمَ بَرَكَةَ الِانْتِفَاعِ بِهِمْ، وَقَرُبَ مِنْ حِزْبِ الشَّيْطَانِ، بِقَدْرِ مَا بَعُدَ مِنْ حِزْبِ الرَّحْمَنِ، وَتَقْوَى هَذِهِ الْوَحْشَةُ حَتَّى تَسْتَحْكِمَ، فَتَقَعَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ امْرَأَتِهِ وَوَلَدِهِ وَأَقَارِبِهِ، وَبَيْنَهُ وَبَيْنَ نَفْسِهِ، فَتَرَاهُ مُسْتَوْحِشًا مِنْ نَفْسِهِ.
“Diantara hukuman bagi pelaku maksiat adalah merenggangnya hubungan antara dirinya dengan orang-orang, terutama dengan orang-orang baik, sungguh ia akan merasa terasing dari orang-orang baik tersebut, dan setiap kali menguat keterasingannya maka ia semakin jauh dari mereka dan majelis mereka, yang pada akhirnya ia terhalangi dari kebaikan melimpah yang dapat diambil dari mereka, dan ia semakin dekat dengan orang-orang dari golongan setan, lalu ia akan semakin dekat dengan golongan setan tersebut sesuai kadar jauhnya dari golongan Allah yang Maha Peyayang. Dan kerenggangan hubungan ini akan semakin menguat sampai merajalela, hingga retak pula hubungannya dengan istrinya, anaknya dan karib kerabatnya, bahkan dengan dirinya sendiri, maka engkau melihatnya merasa aneh dengan dirinya sendiri.” [Al-Jawaabul Kaafi, 52]• Sebagian Salaf rahimahumullah berkata,
وَقَالَ بَعْضُ السَّلَفِ: إِنِّي لَأَعْصِي اللَّهَ فَأَرَى ذَلِكَ فِي خُلُقِ دَابَّتِي، وَامْرَأَتِي.
“Sungguh ketika aku bermaksiat kepada Allah, maka aku melihat pengaruh jeleknya pada tabiat hewan tungganganku dan istriku.” [Al-Jawaabul Kaafi, hal. 54]Dan yang lebih jelek lagi adalah orang yang bermaksiat agar manusia senang kepadanya, ia berani membuat Allah ‘azza wa jalla murka asal manusia bersimpati kepadanya, maka yang akan terjadi padanya justru sebaliknya; Allah akan murka kepadanya dan Allah ta'ala akan menjadikan manusia marah kepadanya.
Oleh karena itu, janganlah takut mengamalkan tauhid dan sunnah meski manusia mencibir dan menentang. Jangan pula khawatir dituduh sok suci ketika taat kepada Allah tabaraka wa ta'ala, karena hidup ini bukan untuk mencari keridhoaan manusia, tetapi keridhoaan Allah jalla wa ‘ala, dan tidak ada yang perlu kita khawatirkan di dunia ini melainkan dosa-dosa kita.
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
مَنِ الْتَمَسَ رِضَى اللَّهِ بِسَخَطِ النَّاسِ رَضِيَ الله تعالى عَنْهُ وَأَرْضَى النَّاسَ عَنْهُ وَمَنِ الْتَمَسَ رِضَا النَّاسِ بِسَخَطِ اللَّهِ سَخَطَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَسْخَطَ عليه الناس
“Barangsiapa mencari keridhoaan Allah walau dengan membuat manusia marah, maka Allah ta’ala akan ridho kepadanya dan menjadikan manusia pun ridho kepadanya, dan barangsiapa yang mencari keridhoaan manusia walau dengan membuat Allah murka, maka Allah murka kepadanya dan Allah jadikan manusia pun murka kepadanya.” [HR. Ibnu Hibban dari Aisyah radhiyallahu’anha, At-Ta’liqootul Hisan: 276, lihat juga Ash-Shahihah: 2311 dan Shahih At-Targhib: 2250]• Bahkan Allah ‘azza wa jalla akan menjadikan manusia marah dan tidak senang kepadanya walau mereka tidak melihat maksiat yang ia kerjakan.
Sahabat yang Mulia Abu Ad-Darda radhiyallahu’anhu berkata,
إِنَّ الْعَبْدَ يَخْلُو بِمَعَاصِي اللَّهِ فَيُلْقِي اللَّهُ بُغْضَهُ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ مِنْ حَيْثُ لَا يَشْعُرُ.
“Sungguh seorang hamba yang berbuat maksiat kepada Allah ketika bersendirian, niscaya Allah akan meletakkan kebencian kepadanya di hati-hati kaum mukminin tanpa ia sadari.” [Al-Jawaabul Kaafi, hal. 53]6. Maksiat Menyulitkan Urusan-urusan
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُوَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tiada ia sangka-sangka. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkannya.” [Ath-Tholaq: 2-3]Allah tabaraka wa ta’ala juga berfirman,
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا
“Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” [Ath-Thalaq: 4]Al-‘Allamah Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata,
كَمَا أَنَّ مَنْ اتَّقى اللَّهَ جَعَلَ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا، فَمَنْ عَطَّلَ التَّقْوَى جَعَلَ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ عُسْرًا
“Sebagaimana orang yang bertakwa kepada Allah maka Allah akan memudahkan urusannya, maka orang yang tidak bertakwa; Allah akan menyulitkan urusannya.” [Al-Jawaabul Kaafi, hal. 54]Al-Imam As-Sa’di rahimahullah berkata,
فكل من اتقى الله تعالى، ولازم مرضاة الله في جميع أحواله، فإن الله يثيبه في الدنيا والآخرة.ومن جملة ثوابه أن يجعل له فرجًا ومخرجًا من كل شدة ومشقة، وكما أن من اتقى الله جعل له فرجًا ومخرجًا، فمن لم يتق الله، وقع في الشدائد والآصار والأغلال، التي لا يقدر على التخلص منها والخروج من تبعتها
“Setiap orang yang bertakwa kepada Allah ta’ala dan senantiasa berusaha meraih keridhoaan Allah dalam seluruh kondisinya, Allah akan membalasnya di dunia dan akhirat, dan diantara bentuk balasan-Nya adalah Dia akan menjadikan untuknya kemudahan dan jalan keluar dari setiap kesulitan serta beban. Dan apabila orang yang bertakwa kepada Allah akan Dia berikan kemudahan serta jalan keluar, maka sebaliknya, orang yang tidak bertakwa kepada Allah akan menghadapi berbagai macam kesusahan, kesulitan yang berat dan himpitan kehidupan yang ia tidak mampu lepas darinya dan keluar dari akibat-akibat buruknya.” [Tafsir As-Sa’di, hal. 869]Asy-Syaikh Abdur Rozzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr hafizhahumallaah,
0 komentar:
Posting Komentar