Menampakkan Yang Baik-baik Saja di Facebook?
Justru itu harus. Malah jangan tampakkan keburukan di hadapan orang umum. Mujahir namanya. Kalau memang misal antum punya bad side di dunia nyata namun perhias kebaikan di dunia maya, masih terbuka peluang kesadaran, 'Kok saya begini ya?' yang kemudian perlahan ia mencoba perbaiki diri.
Beda dengan yang menampakkan keburukan apalagi apa adanya di hadapan umum. Bagaimana mau koreksi diri? Wong dalihnya selalu, "Aku apa adanya. Aku memang begini orangnya!" yang ditakutkan selamanya seburuk itu.
Oleh: Ustadz Hasan Al-Jaizy
Jadilah perintis Kebaikan, Bukan Perintis (memberi contoh) dalam Keburukan !
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“Barang siapa yang membuat contoh dalam Islam contoh yang baik, maka ia mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya setelahnya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Barang siapa yang mencontohkan contoh jelek dalam islam maka ia mendapat dosanya dan dosa orang yang mengamalkannya setelahnya tanpa mengurangi dosa-dosa mereka”. (HR. Muslim, Ahmad, An Nasa’i dan Tirmidzi)
Aib Seharusnya Ditutupi !
Nabi shallallaahu ‘alaihi Wasallam bersabda:
“Setiap umatku dimaafkan (dosanya) kecuali orang-orang terang-terangan melakukan dosa. Dan sesungguhnya diantara terang-terangan (melakukan dosa) adalah seorang hamba yang melakukan amalan di waktu malam sementara Allah telah menutupinya kemudian di waktu pagi dia berkata : 'Wahai Fulan, semalam aku telah melakukan ini dan itu’, padahal pada malam harinya (dosanya) telah ditutupi oleh Rabb-nya. Ia pun bermalam dalam keadaan (dosanya) telah ditutupi oleh Rabbnya dan di pagi harinya ia menyingkap apa yang telah ditutupi oleh Allah” (HR. Bukhari).Selebihnya silahkan baca disini: Aib, Sesuatu yang Seharusnya Ditutupi
Nasehat
Allah Ta'ala berfirman:
“Dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan ketakwaan, dan janganlah kamu saling tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.” (QS. Al-Maa’idah: 2)
Hasan bin Shalih rahimahullah berkata:
“Mengerjakan kebaikan adalah kekuatan di badan, cahaya di hati, dan sinar di mata.” (Hilyatul Auliya’ VII/330)
Andaikata seorang muslim tidak memberi nasehat kepada saudaranya kecuali setelah dirinya menjadi orang yang sempurna, niscaya tidak akan ada pemberi nasehat. Akan menjadi sedikit jumlah orang yang mau memberi peringatan dan tidak akan ada orang-orang yang berdakwah di jalan Allah Azza wa Jalla, tidak ada yang mengajak untuk tata kepada-Nya, tidak pula melarang untuk memaksiati-Nya.
0 komentar:
Posting Komentar