Peringatan dalam Al-Qur’an dan Sunnah Terhadap Fitnah
Allah berfirman,
وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan takutlah kalian terhadap fitnah (siksaan) yang tidak khusus
menimpa orang-orang yang zhalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah,
bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.” (QS. Al-Anfal: 25).
Syaikh Abdurrahman As-Sa’di berkata dalam tafsirnya (I/318), “Akan
tetapi fitnah tersebut menimpa pelaku kezhaliman dan selainnya. Hal ini
terjadi ketika melihat kezhaliman, namun tidak ada usaha untuk
mengubahnya, maka akan meratalah hukumannya, baik si pelaku kezhaliman,
maupun selainnya. Fitnah tersebut dapat diatasi dengan pelarangan
terhadap kemungkaran, penyelewengan atas pelaku kejelekan dan kerusakan,
serta sebisa mungkin tidak mengokohkan posisi kemaksiatan dan
kezhaliman tersebut.
Dan Firman Allah,
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
“Dan ketahuilah, sesungguhnya harta dan anak-anakmu adalah fitnah (cobaan) dan sesungguhnya di sisi Allah pahala yang besar.” (QS. Al-Anfal: 28).
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wa sallam) bersabda, “Bersegeralah
untuk mengerjakan amalan-amalan shaleh sebelum datang berbagai fitnah
seperti potongan-potongan kegelapan malam, di mana seseorang beriman di
waktu pagi hari, kemudian menjadi kafir di sore hari, ataupun beriman di
sore hari, kemudian menjadi kafir di pagi hari. Dia menjual agamanya
demi kepentingan dunia.” (HR. Muslim).
Dari Abu Musa Al-Asy’ari, dia berkata, Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wa sallam) bersabda, “Sesungguhnya
menjelang terjadinya hari kiamat, akan terjadi berbagai macam fitnah
seperti potongan-potongan kegelapan malam, di mana seseorang beriman di
waktu pagi hari kemudian menjadi kafir di sore hari, ataupun beriman di
sore hari kemudian menjadi kafir di pagi hari. Ketika itu, orang yang
duduk lebih baik daripada orang yang berdiri, orang yang berdiri lebih
baik dari orang yang berjalan, dan orang yang berjalan lebih baik
daripada orang yang berlari, maka hancurkanlah busur-busur kalian,
putuskanlah tali-tali busur kalian, serta pukulkanlah pedang-pedang
kalian kepada bebatuan, dan jika fitnah tersebut memasuki kediamannya,
hendaklah dia menjadi sebaik-baik anak Adam.” (HR. Abu Dawud, berkata Syaikh Al-Albani, “Shahih”).
Dalam lafadz lain diriwayatkan dari Abu Kabsyah, Aku mendengar Abu Musa Al-Asy’ari berkata, Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wa sallam) bersabda, “Sesungguhnya
di hadapan kalian terdapat berbagai macam fitnah seperti
potongan-potongan kegelapan malam, di mana seseorang beriman di waktu
pagi hari kemudian menjadi kafir di sore hari, ataupun beriman di sore
hari kemudian menjadi kafir di pagi hari. Ketika itu orang yang duduk
lebih baik daripada orang yang berdiri, orang yang berdiri lebih baik
dari orang yang berjalan, dan orang yang berjalan lebih baik daripada
orang yang berlari,” para sahabat bertanya, “Apa yang engkau perintahkan
kepada kami?” Beliau bersabda, “Tetapkah tinggal di rumah-rumah
kalian.” (Berkata Syaikh Al-Albani, “Shahih”).
Dalam hadits-hadits tersebut terdapat perintah agar segera
mengerjakan amal shaleh sebelum disibukkan oleh fitnah, yang beraneka
ragam dan gelap gulita seperti kegelapan malam tanpa diterangi bulan.
كقطع bentuk jamak dari قطعة ( bagian ). Yaitu setiap bagian dari
fitnah itu seperti bagian dari malam yang gelap dan kelam. Yang dimaksud
adalah fitnah yang gelap dan kelam.
Maksud dari ungkapan [Di pagi hari seseorang masih mukmin, tapi sore harinya menjadi kafir]
yaitu, pagi harinya mengharamkan dirinya dari menumpahkan darah
saudaranya, kehormatan dan hartanya. Dan pada sore harinya dia
menghalalkannya.
Maksud dari ungkapan [Ketika itu orang yang duduk lebih baik daripada orang yang berdiri]
Imam Nawawi berkata, “Makna hadits ini menjelaskan betapa besarnya
bahaya fitnah, dan motivasi untuk menjauhi dan menghindarkan diri
sejauh-jauhnya dari fitnah tersebut, serta dari sebab-sebabnya.
Sesungguhnya, besarnya keburukan dan fitnah tersebut tergantung pada
seberapa dekatnya dia dengan fitnah itu. Semakin dia jauh dari fitnah,
maka semakin baik bagiya.”
Abu Hurairah meriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
[Tidak akan terjadi hari kiamat sampai ada seseorang melewati kuburan lalu berkata, “Seandainya aku berada di tempatnya.”] (HR. Bukhari dan Muslim).
Hudzaifah berkata, “Saya mendengar Rasulullah shallalluhu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Fitnah dibentangkan di atas hati-hati seperti
tikar, berulang-ulang. Hati yang menyerap fitnah tersebut disematkan di
dalamnya titik hitam, sedangkan hati yang menolak fitnah tersebut
disematkan titik putih, sampai memenuhi dua hati itu. Hati yang pertama
putih bersih, tidak akan terganggu oleh fitnah sedikitpun selama langit
dan bumi masih tegak. Sedangkan hati yang kedua hitam pekat, seperti
cangkir terbalik, tidak mengenal yang ma’ruf dan tidak mampu mengingkari
kemungkaran, hanya mengikuti hawa nafsunya.” ( HR. Muslim).
Jalan Keluar dari Fitnah
1. Menyibukkan diri dengan Ibadah dan Istiqamah
إنَّ أَحَبَّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ أَدْوَمُهُ وَإِنْ قَلَّ
“Amal yang paling dicintai Allah Subhanahu wa ta’ala adalah amal yang paling terus-menerus dikerjakan meskipun sedikit.” (HR Bukhari dan Muslim)Orang yang bersegera dalam amal kebaikan (baik ibadah atau yang lainnya), kemudian dia istiqomah diatasnya maka ia akan sibuk dengan amalnya tersebut. Hal ini akan meminimalisir pengaruh fitnah terhadap dirinya. Sebaliknya orang yang jauh dari amal kebaikan maka akan mudah terpengaruh dengan fitnah bahkan ia akan sibuk dengan fitnah tersebut dan akhirnya terjerumus di dalamnya. Dikatakan dalam sebuah perkataan hikmah,
من لم يشغل نفسه بالطاعة شغلته بالمعصية
“Barangsiapa tidak menyibukkan jiwanya dengan ketaatan maka jiwanya akan menyibukkan dengan kemaksiatan”
Dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam disebutkan, “Beribadah di tengah-tengah fitnah adalah seperti berhijrah kepadaku.” (HR. Muslim).
Imam An-Nawawi rahimahullah berkata, “Sebab
besarnya keutamaan suatu ibadah di zaman fitnah, karena manusia pada
saat itu lupa dan lalai dari beribadah karena disibukan oleh fitnah
tersebut dari melakukan ibadah. Tiada yang melakukan ibadah kecuali
gelintir orang saja.”
Diriwayatkan dari Ummu Salamah, dia berkata, “Suatu malam, Nabi
sallallahu ‘alaihi wa sallam terjaga dari tidurnya. Seraya mengucapkan,
‘(Maha Suci Allah, fitnah apakah yang telah turun di malam hari ini dan
yang dibuka dari pintu-pintu rahmat? Bangunlah wahai istri-istriku!
Betapa banyak orang yang berpakaian di dunia akan tetapi telanjang di
akhirat.’” (HR. Bukhari).
Penjelasan: Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam seketika
bangun dari tidurnya seraya berkata, Apakah yang diberitahukan kepada
para malaikat tentang fitnah yang ditakdirkan pada malam ini? Dan apa
yang dibuka dari pintu-pintu rahmat! Adalah betapa banyak, saya tidak
mengerti dengannya, dari fitnah-fitnah yang telah di takdirkan di malam
hari ini. Hal ini agar kita berlindung kepada Allah dari fitnah-fitnah
tersebut dengan jalan melakukan ibadah pada malam hari tersebut.
Disebutkan dalam kitab Fathul Baari, adalah selayaknya bagi
mereka (para Istri Nabi) agar tidak lalai dari beribadah, dan tidak
hanya bersandar di sebabkan mereka adalah istri-istri Nabi salallahu ‘alaihi wa sallam.
Dalam hadits di atas, terdapat peringatan terhadap wanita yang memakai pakain tipis atau pendek, berpakaian tapi telanjang.
2. Menuntut Ilmu Syar’i
Syubhat atau kerancuan pemikiran akan mudah menyerang orang-orang yang
minim ilmu. Sedang syahwat akan mudah menyerang orang-orang yang minim
keimanan dan rasa takut kepada Allah. Orang yang memiliki ilmu dan
pemahaman yang mendalam akan dengan mudah menyaring syubhat-syubhat yang
ada. Sedang orang yang mimiliki ketaqwaan maka akan membentengi
dirinya dari syahwat. Untuk itu dua bekal ini, yaitu ilmu dan
ketaqwaan, sangat penting untuk membentengi diri dari fitnah syubhat dan
syahwat. [*]
Syaikh Shaleh As-Sadhan telah menyebutkan beberapa contoh dalam kisah wafatnya Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam.
Bebagai persoalan dapat diselesaikan oleh Abu Bakar Ash-Shidiq dengan
berdasarkan ilmunya yang dalam. Seperti, perkara apakah beliau sallallahu ‘alaihi wa sallam wafat ataukah beliau sallallahu ‘alaihi wa sallam diangkat sebagaimana diangkatnya Isa ‘alaihissalam, mengenai tempat di mana beliau akan dikuburkan, dan perkara umat setelah wafatnya sallallahu ‘alaihi wa sallam.
3. Menjauhi Tempat dan Sebab Munculnya Fitnah
Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu berkata, Rasululah sallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Akan terjadi berbagai macam fitnah, yang duduk lebih baik
daripada yang berdiri, yang berdiri lebih baik daripada yang berjalan,
yang berjalan lebih baik daripada yang berlari-lari kecil, dan
barangsiapa yang mengikuti fitnah tersebut, maka dirinya akan teraniaya
karenanya, barangsiapa yang mendapatkan naungan tempat berlindung, maka
berlindunglah padanya.” (Muttafaq ‘alaihi).
Aku mendengar Abu Bakrah membaca hadits, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Sesungguhnya akan terjadi banyak fitnah, ketahuilah!
Kemudian akan muncul suatu fitnah, yang duduk pada waktu itu lebih baik
dari yang berjalan, yang berjalan lebih baik daripada yang berlari-lari
kecil. Ketahuilah, apabila fitnah terjadi, maka barangsiapa yang
memiliki unta maka tetaplah pada untanya dan barangsiapa yang memiliki
kambing tetaplah pada kambingnya, barangsiapa yang memiliki tanah maka
tetaplah padanya. Abu Bakrah berkata, ada seorang yang bertanya, ‘Wahai
Rasulullah bagaimana dengan seseorang yang tidak memiliki unta, kambing,
ataupun tanah?’ Beliau bersabda, ‘Pukulkanlah pedangnya ke batu sampai
tumpul kemudian menyelamatkan diri apabila dia mampu, Ya Allah, sudahkah
aku menyampaikannya?’
Beliau mengucapkannya tiga kali.
Berkata Abu Bakrah: Pemuda itu bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah
apabila aku dipaksa, sehingga aku masuk salah satu di antara dua
barisan, atau salah satu dari dua fitnah, dan seseorang memukulku dengan
pedangnya, atau dengan anak panah, sehingga membunuhku.’ Beliau
bersabda, ‘Maka dia mengakui dosanya dan dosamu, maka dia termasuk
penduduk Neraka.’”
Dari Abu Sa’id Al-Khudri beliau berkata, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Nyaris kambing menjadi harta terbaik orang muslim hingga
diikutinya sampai ke puncak gunung atau ujung dunia sekalipun, lari
dengan agamanya menghindari fitnah.”
Jauhi teman yang buruk akhaq atau aqidahnya. Teman memiliki pengaruh yang sangat kuat pada diri seseorang. Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
Seseorang itu tergantung pada agama temannya. Oleh karena itu,
salah satu di antara kalian hendaknya memperhatikan siapa yang dia
jadikan teman. (HR Abu Dawud dan Tirmidzy)Betapa banyak yang terseret pada kubangan nafsu dan syahwat karena bergaul teman yang rusak. Betapa banyak juga yang jatuh pada pemikiran atau aliran yang menyimpang karena bergaul dengan teman yang menyimpang. Jauhi bergaul dengan teman-teman yang buruk atau menyimpang. Solusinya adalah hendaknya bergaul dengan teman-teman yang shalih dan berilmu. Mereka akan membuat kita termotivasi melakukan kebaikan dan akan mengingatkan kita jika kita lalai.
Allah berfirman,
وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ
وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ
لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ
عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لَاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلَّا قَلِيلًا
“Dan apabila sampai kepada mereka suatu berita tentang keamanan
atau ketakutan mereka langsung menyiarkannya, padahal apabila mereka
menyerahkannya kepada rasul dan ulil amri, sekiranya bukan karunia dan
rahmat Allah kepadamu, tentulah kamu mengikuti setan, kecuali sebagian
kecil saja di antara kamu.” (QS. An-Nisa: 83).
Syaikh Abdurrahman As-Sa’di berkata, “Ini adalah pelajaran dari Allah
untuk hambanya atas perbuatan mereka yang tidak layak. Seharusnya
ketika sampai kepada mereka suatu perkara dari perkara-perkara yang
penting dan berkaitan dengan kemaslahatan umum. Baik yang berhubungan
dengan keamanan ataupun dengan musibah, agar mereka tetap teguh dan
tidak tergesa-gesa dengan isu-isu yang tersebar. Akan tetapi
mengembalikannya kepada rasul dan ulil amri (ulama-ulama dan
pemerintah). Yaitu orang-orang yang berilmu yang mengetahui berbagai
urusan dan kemashlahatan. Sebab jika mereka melihat adanya kemaslahatan
dan kebahagiaan serta terhindar dari musuh-musuh bagi orang-orang
mukmin, maka mereka akan menyebarkan kabar-kabar tersebut. Akan tetapi
apabila mereka melihat di dalamnya tidak ada kemaslahatan atau
kejelekannya (mudharat) lebih besar daripada kemashlahatan, maka mereka tidak menyebarkan kabar-kabar tersebut. Oleh karena itu Allah berfirman, “Tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya akan dapat mengetahuinya.”
Artinya mereka mengeluarkan pendapat-pendapat dan
pengetahuan-pengetahuan yang lurus. Dalam hal ini terdapat dalil tentang
norma kesopanan, yaitu jika mendapatkan suatu perkara apa saja, maka
selayaknya urusan atau perkara tersebut di kembalikan kepada ahlinya,
dan tidak mendahului mereka, karena hal itu lebih dekat kepada kebenaran
dan lebih terjaga dari kesalahan. Di dalamnya juga terdapat larangan
ceroboh dan tergesa-gesa dalam menyebarkan berita tentang sesuatu saat
pertama kali mendengakannya. Maka, Allah katakan, “Kalau bukan karena karunia Alah dan rahmat-Nya atas kalian,” artinya memberikan taufik dan tuntunan, serta memberikan pengajaran terhadap kalian. “Tentulah kalian akan mengikuti setan kecuali sebagian saja di antara kalian.”
Karena manusia pada tabiatnya adalah seorang yang zalim dan bodoh.
Hawa nafsu itu tidak memerintahkan kecuali kepada kejelekan. Jika
kembali kepada Allah, berpegang teguh dengan-Nya dan bersungguh-sungguh
di dalam hal tersebut, niscaya Allah akan memberikannya taufik menuju
kebaikan dan menjaganya dari godaan setan yang terkutuk.
5. Tetap Bersatu dalam Barisan Kaum Muslimin dan Imam Mereka
Sahabat Hudzaifah bin Al-Yaman berkata, “Orang-orang bertanya
tentang kebaikan kepada Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam, adapun
aku bertanya tentang keburukan, karena takut terjerumus ke dalamnya. Aku
berkata, “Wahai Rasulullah, dahulu kami hidup pada zaman kejahiliyahan
dan keburukan, kemudian Allah menganugerahkan zaman kebaikan ini, apakah
setelah zaman kebaikan ini akan datang lagi zaman keburukan?”
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya.” Lalu aku
bertanya lagi, “Setelah zaman keburukan itu apakah akan datang lagi
zaman kebaikan?” Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya
tapi ada kekacauan pada zaman itu.” Aku bertanya lagi, “Apa
kekacauannya?” Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
“Segolongan orang yang memberi petunjuk bukan dengan petunjukku, kamu
mengenali mereka, lalu kamu ingkari.” Aku bertanya, “Apakah setelah
zaman kebaikan itu ada zaman keburukan lagi?” Beliau menjawab, “Ya,
yaitu munculnya para da’i yang membujuk manusia menuju pintu neraka,
orang yang mengikuti panggilan mereka, di jerumuskan ke Neraka.” Aku
bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana ciri-ciri mereka?” Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Mereka adalah orang-orang dari
bangsa kita, mereka berbicara dengan bahasa kita.” Aku bertanya, “Apa
yang engkau wasiatkan apabila aku hidup pada zaman itu?” Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tetaplah kamu bersatu dalam
barisan kaum muslimin dan imam mereka.” Aku bertanya, “Bagaimana
seandainya tidak ada barisan kaum muslimin dan tidak pula imam?”
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Menyingkirlah kamu
dari semua kelompok yang ada, walaupun harus menggigt urat urat pohon,
sampai ajal datang menemuimu.” (HR. Al-Bukhari).
Diriwayatkan dari ‘Ubaidillah bin ‘Adiy bin Khayyar, beliau berkata,
“Aku menemui khalifah ‘Utsman ketika beliau sedang sakit, sedangkan
sahabat ‘Ali sedang shalat mengimami kaum muslimin. Lalu aku berkata,
“Wahai Amirul Mukminin, saya merasa keberatan shalat bersama mereka,
karena engkaulah imam kaum muslimin, maka ‘Utsman menjawab,
“Sesungguhnya shalat adalah amalan yang paling bagus…”
Berkata ‘Utsman, “Shalat adalah amalan yang paling bagus, maka
apabila mereka bersikap baik, bersikaplah kepada mereka dengan baik
pula, tapi kalau mereka bersikap buruk, menghindarlah dari keburukan
mereka.”
Imam Ibnu Baththal berkata “Dari hadits ini dapat diambil pelajaran:
anjuran untuk konsisten dalam melaksanakan shalat lima waktu, anjuran
untuk tetap menghadiri shalat berjamaah walaupun saat terjadi fitnah
(kekacauan), agar perkaranya tidak bertambah runyam, dan tidak menambah
silang pendapat, dan agar tidak memperbesar perselisihan dan pernusuhan.
Pendapat ini berlawanan dengan sebagian pendapat ulama Kuffah yang
menyatakan bahwa: pelaksanaan shalat Jumat tanpa seorang khalifah adalah
tidak sah.”
6. Menahan diri dari berbicara dan tidak menerima isu-isu yang berkembang, serta berusaha mengikutinya.
Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash berkata, “Ketika kami berada di sisi Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam di tanyakan kepadanya mengenai (sikap) yang tepat dalam menghadapi suatu fitnah, maka beliau bersabda, ‘Jika
kalian melihat manusia telah mengabaikan perjanjian-perjanjiannya serta
menyepelekan amanat-amanatnya dan mereka menjadi seperti ini, kemudian
beliau menyela antara jari-jemarinya,’ maka aku berdiri (mendekati)
beliau, aku katakan padanya, ‘Apa yang semestinya aku lakukan ketika itu
(semoga Allah menjadikanku sebagai tebusanmu)?’ Beliau bersabda,
‘(Tetaplah kamu berada di rumah dan jagalah lisanmu dan ambillah apa-
apa yang kamu ketahui, serta tinggalkanlah apa-apa yang kamu ingkari.
Berpeganglah kamu terhadap urusanmu saja dan tinggalkanlah olehmu urusan
khalayak umum.’” (HR.Abu Daud, berkata Syaikh Al-Albani: Hasan Shahih).
7. Memohon Perlindungan Kepada Allah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِلْقَوْمِ الظَّالِمِينَ [يونس/85]
“Ya Tuhan kami, janganlah engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi kaum yang zalim.” (QS.Yunus: 85).
Syaikh Abdurrahman As-Sa’diy menjelaskan maksud ayat di atas,
“Janganlah engkau jadikan mereka berkuasa atas kami, sehingga
terfitnahlah kami dan kalahlah kami karenanya. Mereka (orang-orang zalim)
berkata, ‘Seandainya mereka (kaum Musa) berada dalam kebenaran, maka
tidaklah mereka terkalahkan.’”
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam ayat lain,
رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِلَّذِينَ كَفَرُوا وَاغْفِرْ لَنَا رَبَّنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ [الممتحنة/5]
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah
bagi orang-orang kafir. Dan ampunilah kami, ya Tuhan kami. Sesungguhnya
Engkau Mahaperkasa lagi Maha Bijaksana.”
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan
solusi tepat bagi kaum muslimin agar terhindar dari bentuk-bentuk fitnah
dan kejelekan yaitu dengan senantiasa berlindung kepada Allah dari
fitnah dan kejelekan tersebut kemudian meninggalkannya, serta bersegera
untuk melakukan amal kebajikan, dengan (mengoreksi kembali) keimanan
yang benar kepada Allah dan hari akhir, serta berkomitmen untuk selalu
berada dalam barisan kaum muslimin.
Di antara sabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau menyebutkan, “Berlindunglah kepada Allah dari segala bentuk fitnah yang nampak maupun yang tersembunyi”.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, “Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan sahabat-sahabatnya do’a ini sebagaimana beliau mengajari mereka sebuah surat dalam Al-Qur’an, “Ya
Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa neraka
jahannam, siksa kubur, fitnah Al-Masih Dajjal, serta fitnah kehidupan
dan kematian.”
Dari Zaid bin Tsabit radhiallahu ‘anhu, ia berkata, ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
berada di kebun Bani Najjar, di atas Bighal (seperi Himar) miliknya,
dan kami bersama beliau, tiba-tiba kuda tersebur beputar dan hampir saja
membuat nabi terlempar. Di sana terdapat enam, atau lima, atau empat
kuburan. Lalu beliau berkata, “Siapa yang tahu kuburan siapa ini?
Salah seorang sahabat menjawab, ‘Saya.’ Beliaupun bersabda, ‘Kapan
mereka meninggal?’ Sahabat tersebut menjawab, ‘Mereka meninggal ketika
masih dalam kesyirikan’’. Lalu beliau berkata lagi, ‘Sesungguhnya umat
ini akan diuji di dalam kuburnya. Sekiranya kalian tidak akan dikubur
niscaya aku minta pada Allah agar Dia memperdengarkan kepada kalian azab
kubur.’ Lalu mereka para sahabat berkata, ‘Kami berlindung kepada Allah
dari api neraka.’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‘Berlindunglah kepada Allah dari azab kubur!’ Mereka berkata, ‘Kami
berlindung kepada Allah dari azab kubur.’’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda lagi, ‘Berlindunglah kepada Allah dari segala fitnah
baik yang tampak maupun yang tersembunyi!’ Mereka berkata, ‘Kami
berlindung kepada Allah dari segala fitnah baik yang tampak maupun yang
tersembunyi.’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda lagi,
‘Berlindunglah kepada Allah dari fitnah Masih Dajjal!’ Mereka berkata,
‘Kami berlindung kepada Allah dari fitnah Masih Dajjal.’”
Berkata Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu, “Janganlah salah
seorang kalian berkata, ‘Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari fitnah.’
Sesungguhnya tidak seorangpun di antara kalian kecuali ia menyimpan
fitnah. Karena Allah berfirman, ‘Sesungguhnya harta dan anak-anak kalian adalah fitnah.” Maka, siapa di antara kalian yang memohon perlindungan hendaklah ia berlindung kepada Allah dari kesesatan-kesesatan fitnah.”
Penulis: Ustadz Dr. Ali Musri Semjan Putra, M.A.
Sumber: www.Dzikra.com
____________
[*] Tambahan dari penyusun dari: Assunnahsurabaya.wordpress.com
0 komentar:
Posting Komentar