Kata fitnah (الفِتْنَةُ) sering terlintas di telinga kita dan terucap
di lisan, namun masih banyak orang yang belum memahaminya dengan baik.
Sebab ketika mendengar kata fitnah, maka dalam benak kita langsung
mengarah kepada makna yang sempit yaitu “tuduhan yang tidak dilandasi
bukti yang benar kepada seseorang atau kelompok tertentu dengan maksud
menjelekkan orang (seperti, menodai nama baik, dan merugikan kehormatan
orang)”.
Padahal sebenarnya kata fitnah memiliki cakupan makna yang cukup luas daripada itu.
Fitnah berasal dari bahasa arab. Para ahli bahasa Arab menjelaskan
bahwa dalam kata fitnah terkandung makna ujian (الامْتِحَانُ) dan upaya
untuk menyingkap sesuatu (الاِخْتِبَارُ). Oleh karenanya, kata fitnah
pada asalnya digunakan untuk pengujian kadar keaslian emas atau untuk
membedakan antara emas yang asli atau bukan, dengan cara dimasukkan ke
dalam api yang panas. (Lihat Lisanul ‘Arab (13/317))
Di edisi kali ini, kami akan menjelaskan beberapa makna fitnah yang
tertera di dalam Kitabullah agar kita tak salah kaprah tentang makna
fitnah.
1. Fitnah Bermakna Syirik (menyekutukan Allah dengan sesuatu dalam ibadah).
Allah -Subhana Wa Ta’ala- berfirman,
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ
فَإِنِ انْتَهَوْا فَلَا عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى الظَّالِمِينَ
[البقرة/193]
“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah (Syirik) lagi
dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka
berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali
terhadap orang-orang yang zalim.” (Q.S. Al-Baqarah: 193)
Al-Imam Ibnu Jarir -rahimahullah- berkata, “Allah maksudkan, sampai
tak ada kesyirikan (penyekutuan) terhadap Allah dan sehingga tak ada
seorang pun yang disembah selain-Nya, penyembahan arca-arca, sesembahan
dan tandingan sirna semuanya, serta ibadah dan ketaatan hanya untuk
Allah saja, tanpa selain-Nya dari kalangan berhala dan arca”. [Lihat
Jami’ Al-Bayan (3/570)]
Al-Imam Abu Muhammad Isma’il bin Abdir Rahman bin Abi Karimah
Al-Kufiy -rahimahullah- berkata, “Adapun fitnah (الفِتْنَةُ), maka ia
adalah kesyirikan”. [Lihat Tafsir Ath-Thobariy (no. 3117)]
Disana ada sebuah ayat yang sering disalahpahami oleh sebagian orang saat memaknai kata fitnah (الفتنة), yaitu ayat berikut,
وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُمْ مِنْ حَيْثُ
أَخْرَجُوكُمْ وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ [البقرة/191]
“Dan Bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah
mereka dari tempat mereka Telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah
(kesyirikan) itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan “. (QS.
Al-Baqoroh : 191)
Ayat ini sering disalahgunakan oleh kaum awam saat mereka mendengar
ada seseorang yang menuduh orang lain, maka ia pun berkata dengan
lugunya, “Fitnah lebih kejam daripada pembunuhan”. Padahal para ulama
telah menjelaskan bahwa dosa pembunuhan adalah dosa terbesar setelah
kesyirikan”. [Lihat Al-Kaba’ir (hal. 12) karya Adz-Dzahabiy, Dar
An-Nadwah Al-Jadidah]
Al-Imam Abul Khoththob Qotadah bin Di’amah As-Sadusiy -rahimahullah-
berkata saat memaknai kata fitnah dari ayat di atas, “Kesyirikan lebih
bahaya dari pembunuhan”. [Lihat Jami’ Al-Bayan fi Ta’wil Aayil Qur’an
(no. 3098)]
Abul Faroj Abdur Rohman Ibnul Jawziy Ad-Dimasyqiy -rahimahullah-
berkata, “Kata “fitnah” disini bermakna kesyirikan. Penafsiran ini
dinyatakan oleh Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Mujahid, Ibnu Jubair dan Qotadah
serta sekelompok ulama”. [Lihat Zaadul Masiir (1/210)]
2. Fitnah Bermakna Ujian dan Cobaan
Allah -Subhana Wa Ta’ala- berfirman,
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ [الأنفال/28]
“Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai
fitnah (cobaan) dan bahwa di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (Q.S.
Al-Anfal: 28)
Al-Imam Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithiy -rahimahullah- berkata,
“Allah -Ta’la- memerintahkan manusia dalam ayat yang mulia ini agar
mereka mengetahui bahwa harta dan anak adalah fitnah (ujian) yang
dengannya mereka diuji”. [Lihat Adhwaa’ Al-Bayaan (2/51)]
3. Fitnah Bermakna Adzab (siksaan)
Allah -Ta’ala- berfirman,
إِنَّا جَعَلْنَاهَا فِتْنَةً لِلظَّالِمِينَ [الصافات/63]
“Sesungguhnya Kami menjadikan pohon Zaqqum itu sebagai fitnah (siksaan) bagi orang-orang yang zalim.” (Q.S. Ash-Shaaffat: 63)
Al-Imam Abu Muhammad Ibnu Qutaibah Ad-Dainuriy -rahimahullah-
menjelaskan bahwa fitnah disini bermakna “siksaan”. [Lihat Ghoribul
Qur’an (hal. 372) oleh Ad-Dainuriy, cet. Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, 1398
H]
Dari sinilah muncul istilah fitnah kubur, artinya siksa kubur atau
ujian dan pertanyaan dua malaikat, Munkar dan Nakir di alam kubur.
4. Fitnah Bermakna Dosa
Allah -Ta’ala- berfirman,
بَلْ هُوَ آَيَاتٌ بَيِّنَاتٌ فِي صُدُورِ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ
وَمَا يَجْحَدُ بِآَيَاتِنَا إِلَّا الظَّالِمُونَ [العنكبوت/49]
“Di antara mereka ada orang yang berkata, “Berilah saya keizinan
(tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus
dalam fitnah (dosa)”. Ketahuilah bahwa mereka telah terjerumus ke dalam
fitnah (dosa). Dan sesungguhnya Jahannam itu benar-benar meliputi
orang-orang yang kafir.” (Q.S. Al-Ankabut: 49).
Al-Imam Abu Ja’far Ath-Thobariy -rahimahullah- membawakan sebuah
atsar dari Qotadah Al-Bashriy bahwa makna fitnah di dalam ayat ini
adalah dosa (اْلإِثْمُ). [Lihat Jami’ Al-Bayan (no. 16791), dengan
tahqiq Ahmad Syakir]
5. Fitnah Bermakna Pembakaran dengan Api
Allah -Subhana Wa Ta’ala- berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ فَتَنُوا الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ لَمْ
يَتُوبُوا فَلَهُمْ عَذَابُ جَهَنَّمَ وَلَهُمْ عَذَابُ الْحَرِيقِ
[البروج/10]
“Sesungguhnya orang-orang yang mem-fitnah (membakar) orang-orang yang
mukmin laki-laki dan perempuan kemudian mereka tidak bertaubat, maka
bagi mereka azab Jahannam dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar.”
(Q.S. Al-Buruj: 10)
Al-Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al-Qurthubiy -rahimahullah-
berkata, “Maksudnya, mereka membakar orang-orang beriman dengan api.
Orang Arab bilang, “Si fulan mem-fitnah uang dirham dan dinar, bila ia
memasukkannya ke dalam tungku api agar ia bisa melihat kualitasnya”.
[Lihat Al-Jami li Ahkam Al-Qur’an (19/295)]
6. Fitnah Bermakna Pembunuhan
Allah -Subhana Wa Ta’ala- berfirman,
وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ
تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ
كَفَرُوا إِنَّ الْكَافِرِينَ كَانُوا لَكُمْ عَدُوًّا مُبِينًا
[النساء/101]
“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, Maka tidaklah mengapa kamu
men-qashar sholat(mu), jika kamu takut di-fitnah (dibunuh) oleh
orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang
nyata bagimu. (Q.S. An-Nisaa: 101).
Al-Imam Al-Husain bin Mas’ud Al-Baghowiy -rahimahullah- menerangkan
bahwa maksud dari kata di-fitnah adalah “dibunuh”. [Lihat Ma’alim
At-Tanzil (1/685/695), cet. Dar Ihya’ At-Turots Al-Arobiy, 1420 H]
7. Fitnah Bermakna Berpaling dari Jalan yang Lurus
Allah -Azza wa Jalla- berfirman,
وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ
أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ
اللَّهُ إِلَيْكَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ
أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ
لَفَاسِقُونَ [المائدة/49]
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa
yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka.
Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak mem-fitnah
(memalingkan) kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah
kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan
Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan
menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa
mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang
fasik.” (Q.S. Al-Maidah: 49).
Mem-fitnah disini bermakna “memalingkan” sebagaimana yang dituturkan
Ahli Tafsir Negeri Syam, Al-Imam Ibnul Jauziy -rahimahullah- dalam
Zaadul Masiir (2/221)
Inilah beberapa buah dalil yang menunjukkan bahwa kata fitnah
(الْفِتْنَةُ) memiliki makna yang lebih luas. Telah menjadi ketetapan
Allah yang tidak akan pernah berubah bahwa dalam kehidupan manusia
sangat mustahil tanpa adanya fitnah. Cobaan dan ujian senantiasa
mengitari kehidupan kita untuk mengetahui siapa yang jujur keimanannya
dan yang hanya sekedar pengakuan belaka. Dengan adanya fitnah akan
terlihat keteguhan hati dan kesabaran yang murni di atas ketaatan kepada
Allah -Subhana Wa Ta’ala- sehingga pada akhirnya mereka akan keluar
dalam keadaan murni dan bersih sebagaimana murninya emas setelah dibakar
ke dalam api. Allah -Azza wa Jalla- berfirman,
أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ
الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ
وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ
آَمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ
[البقرة/214]
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum
datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu
sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta
digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul
dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan
Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (Q.S.
Al-Baqarah: 214)
[Sumber: http://al-atsariyyah.com/berkenalan-dengan-fitnah.html]
Allah Ta’ala juga berfirman,
وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً أَتَصْبِرُونَ
“Dan Kami jadikan sebahagian kamu cobaan bagi yang lain. Sanggupkah kamu bersabar?” (QS. Al-Furqan: 20).
Maka
demikianlah, Allah Ta’ala telah menjadikan wali-walinya sebagai fitnah
(cobaan) bagi musuh-musuh-Nya. Sebaliknya, Allah Ta’ala
menjadikan musuh-musuh-Nya sebagai fitnah bagi wali-wali-Nya. Dan raja
juga merupakan fitnah bagi rakyatnya, serta rakyat merupakan fitnah bari
raja mereka. Laki-laki merupakan fitnah bagi perempuan dan sebaliknya.
Orang kaya merupakan fitnah bagi orang miskin dan begitu juga
sebaliknya. Maka, setiap orang akan diuji dengan lawan yang Allah Ta’ala
jadikan sebagai kebalikannya. Tidaklah berdiri kaki Adam dan Hawa di
atas muka bumi melainkan lawan mereka berdua senantiasa di hadapan
mereka. Dan perkara ini akan terus berlanjut sampai kepada keturunan
berikutnya, sampai Allah Ta’ala menggulung dunia ini bersama siapa saja
yang ada di atasnya.
Betapa banyak yang Allah Ta’ala
miliki -dari semisal cobaan dan ujian ini- berupa hikmah yang sempurna,
nikmat yang luas, keputusan yang pasti, perintah dan larangan, serta
pengaturan. seluruhnya menunjukkan akan kesempurnaan sifat rububiyyah Allah dan uluhiyyah-Nya,
serta kerajaan dan sifat terpuji-Nya. Demikian juga, cobaan baik dan
buruk atas hamba-Nya di dunia ini, merupakan bentuk dari kesempurnaan
hikmah Allah dan keterpujian sifat-Nya yang sempurna.
[Tambahan faedah dari Ustadz Dr. Ali Musri Semjan Putra, M.A. Web beliau: Dzikra.com]
0 komentar:
Posting Komentar