Oleh : Ustadz Abu Ahmad
Kitab Al-Ma'tsurot oleh Hasan Al-Banna adalah kitab yang sangat populer
di kalangan kaum muslimin di seluruh dunia, tidak terkecuali di
Indonesia. Bahkan wirid-wirid yang terkandung di dalamnya dijadikan
sebagai amalan harian wajib bagi para pengikut kelompok
Ikhwanul Muslimin dan kebanyakan para aktivis pergerakan Islam di Indonesia.
Beberapa bulan yang lalu telah masuk kepada kami pertanyaan dari
sebagian pembaca tentang kitab Al-Ma'tsurot ini, apakah kitab ini layak
untuk diamalkan kandungannya, karena banyak dari kaum muslimin di
daerahnya yang mengamalkan wirid-wirid dalam kitab ini.
Maka dengan memohon pertolongan kepada
Alloh dalam pembahasan kali ini akan kami paparkan studi kelayakan
kitab Al-Ma'tsurot ini untuk dipakai dan diamalkan kandungannya.
PENULIS KITAB “AL-MA’TSUROT”
Penulisnya
adalah Syaikh Hasan bin Ahmad bin Abdurrohman Al-Banna, pendiri
jama'ah Ikhwanul Muslimin. Ia dilahirkan pada tahun 1906M di
Mahmudiyyah Buhairah Mesir, dan meninggal di Kairo Mesir tanggal12
Februari 1949 M.
Hasan Al-Banna adalah pengikut
tarikat shufiyyah Hashshofiyyah sejak usia muda. Dia mengenal tarikat
Hashshofiyyah semenjak duduk di Madrasah Mu'allimin UIa di Damanhur.
Dia kemudian berbai'at di hadapan Mursyid Tarikat Hashshofiyyah, Syaikh
Abdul Wahhab Al-Hashshofi, dan kemudian aktif dalam kepengurusan
Jam'iyyah Hashshofiyyah Al-Khoiriyyah.
Semasa hidupnya, Hasan Al-Banna
selalu mengamalkan ritual-ritual tarikat Hashshofiyyah tersebut seperti
Wadhifah (wirid) Rozuqiyyah tiap pagi dan petang. Nampaknya Wadhifah
Rozuqiyyah ini adalah asal dari Wadhifah Kubro (nama lain dari
Al-Ma'tsurot sebagaimana tertera dalam judul cetakannya).
Hasan Al-Banna tidak hanya
mengamalkan Wadhifah Rozuqiyyah saja, bahkan dia juga mengikuti ritual
Hashshofiyyah di kuburan-kuburan dengan cara menghadap kepada sebuah
kuburan yang terbuka dengan tujuan untuk mengingat kematian, kemudian
ritual Hadhroh setelah sholat Jum'at, dan ritual
Maulid Nabi.
Abul Hasan An-Nadwi berkata:
"Hasan Al-Banna selalu mengamalkan wirid-wirid dan ritual-ritual ini
hingga akhir hayatnya." (Tafsir Siyasi lil Islam hal. 83).
Adapun dalam segi aqidahnya,
Hasan Al-Banna adalah Asy'ari Mufawwidhoh sebagaimana nampak dalam
kitabnya, Aqo'id. (Lihat Mudzakkirot Da'wah wa Da'iyyah, Nazhorot fi
Manhaj Ikhwanul Muslimin dan Thoriqoh Hasan Al-Hanna wa Ashumul
Waritsin )
WIRID-WIRID ‘AL-MA’TSUROT” YANG LEMAH ATAU TIDAK ADA ASALNYA
Tidak
diragukan lagi bahwa dzikir dan do'a termasuk di antara ibadah-ibadah
yang paling utama. Sedangkan ibadah wajib dilandaskan atas dalil yang
tsabit (kuat) dan tidak boleh menetapkan suatu ibadah tanpa dalil atau
dengan dalil yang dho'if (lemah). Maka tidak boleh seorang muslim
mengamalkan suatu dzikir tertentu kecuali setelah meyakini bahwa dzikir
tersebut dinukil dengan dalil yang tsabit dari Al-Qur'an dan as-Sunnah
(Lihat bahasan Hadits Dho'if Dalam Fadho'il A'mal dalam Majalah
Al-Furqon Edisi Spesial Ramadhan-Syawwal Tahun 6).
Setelah kami meneliti do'a-do'a
dan dzikir-dzikir dalam kitab Al-Ma'tsurot ini ternyata ada beberapa
dzikir yang lemah dalilnya atau bahkan tidak ada asalnya sama sekali,
di antara do'a-doa dan dzikir-dzikir tersebut ialah:
[1]. Wirid Pertama
“Ashbahnaa
wa asbaha al-mulku lillahi laa syariikalahu wa alhamdu kulluhu lillahi
laa syarikalahu laa ilaha illa allahu wa ilaihi an-nusyuur”
"Artinya
: Sesungguhnya kami terjaga di pagi hari dengan (kesadaran bahwa) /
kerajaan (bumi dan segala isinya) ini seluruhnya adalah milik Alloh.
Dan segala puji bagi Alloh, tiada sekutu bagi-Nya, tiada Robb selain
Dia dan kepada-Nya kami akan dibangkitkan."
Wirid ini datang dalam hadits
Abu Huroiroh Radhiyallahu'anhu yang diriwayatkan oleh Bukhori dalam
Adabul Mufrod 1/211 no. 604 dan, Ibnu Sunni dalam Amal Yaum wa Lailah
hal. 74 dari jalan Abu Awanah dari Umar bin Abi Salamah dari bapaknya
dari Abu Huroiroh Radhiyallahu'anhu.
Riwayat ini dikatakan oleh
Syaikh Al-Albani rahimahullahu : "Dho'if dengan lafazh ini, di dalam
sanadnya terdapat Umar bin Abi Salamah Az-Zuhri Al-Qodhi, fihi dho'fun
(padanya terdapat kelemahan)," ( Dho'if Adabul Mutrod hal. 60)
[2]. Wirid Kedua
“Allahumma ma ashbaha bii min ni’mati faminka wahdaka laa syariika laka falaka alhamdu walaka asy-sukru”
"Artinya
: Ya Alloh nikmat apapun yang kuperoleh dan diperoleh seseorang di
antara makhluk-Mu adalah dari-Mu, yang Esa dan tak bersekutu, maka
bagi-Mu segala puji dan syukur."
Wirid ini terdapat dalam hadits
Abdulloh bin Ghonam Al-Bayadhi yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam
Sunan-nya 4/318, Ibnu Hibban dalam Shohih-nya 3/143, Nasa'i dalam Sunan
Kubro 6/5, Abu Bakar Asy-Syaibani dalam Ahad wal Matsani 4/183, dan
Baihaqi dalam Syu'abul Iman 4/89 dari jalan Rabi'ah bin Abi Abdirrohman
dari Abdulloh bin Anbasah dari Abdulloh bin Ghonam Al-Bayadhi.
Abdulloh bin Anbasah dikatakan oleh Adz-Dzahabi rahimahullahu : hampir-hampir tidak dikenal)."
Riwayat ini dilemahkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Takhrij Kalimu Thoyyib hal. 73 dan Dho'if Jami' Shoghir: 5730.
[3]. Wirid Ketiga
“Yaa rabbi laka alhamdu kamaa yanbagii lijalaali wajhika wali’adhiimi sulthoonika”
Wirid ini terdapat dalam hadits
Abdulloh bin Umar Radhiyallahu'anhu yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah
dalam Sunan-nya 2/1249, Thobroni dalam Mu'jam Ausath 9/101 dan Mu'jam
Kabir 12/343, dan Baihaqi dalam Syu'abul Iman 4/94 dari jalan Shodaqoh
bin Basyir dari Qudamah bin Ibrohim Al-Jumahi dari Abdulloh bin Umar
Radhiyallahu'anhu.
AI-Bushiri rahimahullahu berkata: "Sanad ini, terdapat kritikan padanya." (Mishbahu Zujajah 4/130)
Shodaqoh
bin Basyir dikatakan oleh Ibnu Hajar rahimahullahu dalam Taqrib:
"Maqbul (yaitu diterima haditsnya jika ada penguatnya, kalau tidak ada
penguatnya maka haditsnya lemah)."
Qudamah bin Ibrohim dikatakan oleh Ibnu Hajar rahimahullahu dalam Taqrib: "Maqbul."
Riwayat ini dilemahkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Dho'if Sunan Ibnu Majah hal. 308 dan Dho'if Jami' Shoghir: 1877.
[4]. Wirid Keempat
“Allahumma
sholli ‘alaa muhammadin ‘abdika wanabiyyika warosuulika an-nabiyyi
al-ummii wa ‘alaa aalihi washohbihi wasallim tatsliimaa ‘adada ma
ahaatho bihi ‘ilmuka wakhoththo bihi qolamuka wa ahshoohu kitaabuka…”
"Artinya : Ya Alloh limpahkanlah
sholawat atas junjungan kami Muhammad hamba-Mu, nabi-Mu, dan rosul-Mu,
nabi yang ummi, dan atas keluarganya; dan limpahkanlah salam sebanyak
yang diliput oleh ilmu-Mu dan dituliskan oleh pena-Mu, dan dirangkum
oleh kitab-Mu "
Sholawat ini adalah
sholawat yang bid'ah yang tidak ada asalnya, tidak ada di dalam kitab-kitab
hadits yang mu'tabar sepanjang penelitian kami.
Wirid-wirid di atas (1 s/d 4)
adalah yang lemah atau tidak ada asalnya. Di samping itu, di dalam
kitab Al-Ma'tsurot ini banyak wirid-wirid lain yang shohih lafazhnya
tetapi bid'ah dari segi kaifiyyat (tatacara)nya karena memberikan
bilangan bacaan-bacaannya yang tidak pernah ada tuntunannya dari
Rosululloh Shollallahu 'alaihi wa sallam .
DO’A ROBITHOH” YANG BID’AH
Pada akhir kitab Al-Ma'tsurot ini tercantum Do'a Robithoh yang berbunyi:
“Allahumma
innaka ta’lamu anna hadihi al-quluuba qodijtama’at ‘alaa mahabbatika
waltaqot ‘alaa thoo ‘atika watawahhadat ‘alaa da’watika wa ta’aahadat
‘alaa nushroti syarii’atika fawassiq allahumma roobithhaa wa adim
wuddahaa”
"Artinya : Ya Allah,
sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui bahwa hati-hati ini telah berkumpul
untuk mencurahkan mahabbah (kecintaan) hanya kepada-Mu, bertemu untuk
taat kepada-Mu, bersatu dalam rangka menyeru di (jalan)-Mu, dan
berjanji setia untuk membela syari'at-Mu, maka kuatkanlah ikatan
pertaliannya Ya Alloh, abadikan kasih sayangnya…"
Syaikh Ihsan bin Ayisy Al-Utaibi
rahimahullahu berkata: "Di akhir Al-Ma'tsurot terdapat wirid robithoh,
ini adalah bid'ah shufiyyah yang diambil oleh Hasan Al-Banna dari
tarikatnya, Hashshofiyyah." .(Kitab TarbiyatuI Aulad fil Islam Ii
Abdulloh Ulwan fi Mizani Naqd Ilmi hal. 126)
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu berkata: "Tidak diragukan lagi
bahwa dzikir dan do'a termasuk di antara ibadah-ibadah yang paling
afdhol (utama), dan ibadah dilandaskan alas tauqif dan ittiba', bukan
atas hawa nafsu dan ibtida ', Maka do'a-do'a dan dzikir-dzikir Nabi
Shollallahu 'alaihi wa sallam adalah yang paling utama untuk diamalkan
oleh seorang yang hendak berdzikir dan berdo'a. Orang yang mengamalkan
do'a-do'a dan dzikir-dzikir Nabi Shollallahu 'alaihi wa sallam adalah
orang yang berada di jalan yang aman dan selamat. Faedah dari hasil yang
didapatkan dari mengamalkan do'a-do'a dan dzikir-dzikir Nabi
Shollallahu 'Alaihi wa sallam begitu banyak sehingga tidak bisa
diungkapkan dengan kata-kata, Adapun dzikir-dzikir dari selain Nabi
Shollallahu 'alaihi wa sallam, kadang-kadang diharomkan, kadang-kadang
makruh, dan kadang-kadang di dalamnya terdapat kesyirikan yang
kebanyakan orang tidak mengetahuinya. Tidak diperkenankan bagi seorang
pun membuat bagi manusia dzikir-dzikir dan do'a-do'a yang tidak
disunnahkan, serta menjadikan dzikir-dzikir tersebut sebagi ibadah rutin
seperti sholat lima waktu, bahkan ini termasuk agama bid'ah yang tidak
diizinkan oleh Allah. Adapun menjadikan wirid yang tidak syar'I maka
ini adalah hal yang terlarang, bersamaan dengan ini dzikir-dzikir dan
wirid-wirid yang syar'I sudah memenuhi puncak dan akhir dari tujuan yang
mulia, tidak ada seorang pun yang berpaling dari dzikir-dzikir dan
wirid-wirid yang syar'i menuju kepada dzikir-dzikir dan wirid-wirid yang
bid'ah melainkan (dialah) seorang yang jahil atau sembrono atau
melampaui batas." (Majmu' Fatawa 22/510-511).
Beliau juga berkata: "Seseorang
yang berpaling dari do'a yang syar'i kepada yang lainnya -walaupun itu
adalah hizb-hizb- (wirid-wirid) sebagian masyayikh (para syaikh)- maka
yang paling bagus baginya adalah hendaknya tidak meluputkan bagi
dirinya do'a yang lebih afdhol dan yang lebih sempurna, yaitu do'a-do'a
Nabi Shollallahu 'alaihi wa sallam, karena dia yang lebih afdhol dan
lebih sempurna dari do'a-do'a yang lainnya dengan kesepakatan kaum
muslimin, meskipun do'a-do'a yang lain tersebut diucapkan oleh sebagian
masyayikh, apalagi jika do'a-do'a tersebut di dalamnya terdapat
kesalahan atau dosa atau yang lainnya?
Di antara orang-orang yang
paling tercela adalah orang yang menjadikan hizb (wirid) yang tidak
ma'tsur (dinukil) dari Nabi Shollallahu 'alaihi wa sallam -walaupun itu
adalah hizb-hizb sebagian masyayikh dan meninggalkan hizb-hizb
Nabawiyyah yang diucapkan oleh Penghulu Bani Adam, Imam para makhluk,
dan hujjah Alloh atas para hamba-Nya," (Majmu'Fatawa 22/525)
BADAL (PENGGANTI) KITAB INI
Setelah
melihat banyaknya hal-hal yang bid'ah dalam kitab Al-Ma'tsurot ini,
kami memandang bahwa kitab ini tidak layak dijadikan pegangan di dalam
wirid-wirid keseharian seorang muslim. Kami menganjurkan agar
saudara-saudaraku kaum muslimin memilih kitab-kitab dzikir lainnya yang
mengacu kepada do'a dan dzikir yang shohih dari Nabi Shollallahu
'alaihi wa sallam, di antara kitab-kitab yang kami anjurkan untuk
dipakai adalah:
1. Al-Adzkar oleh AI-Imam,
An-Nawawi bersama penjelasan derajat haditsnya dalam kitab Shohih wa
Dho'if AI-Adzkar oleh Syaikh Salim bin Id Al-Hilali.
2. Al-Kalimu Thoyyib oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dengan takhrij Syaikh Al-Albani.
3. Tuhfatul Akhyar oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz.
4. Shohih Kalimu Thoyyib oleh Syaikh Al-Albani.
5. Hishnul Muslim oleh Syaikh Sa'id bin Ali bin Wahf Al-Qohthoni, telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.
6. Doa dan Wirid berdasarkan Al Qur-an dan As sunnah yang shahih, oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas.
[Disalin dari Majalah Al-Furqon
Edisi 06 Tahun VI/Robi’ul Awwal 1428H [Februari 2007], Diterbitkan
Lajnah Dakwah Ma’had Al-Furqon, Alamat Maktabah Ma’had Al-Furqon, Srowo
Sidayu Gresik Jatim 61153]
Sumber: http://abuayaz.blogspot.com/2010/05/al-matsurat-hasan-al-bana-hadits-dhoif.html
0 komentar:
Posting Komentar