“Allhummarhamni bilqur’an. Waj‘alhu li imaman wa nuran wa hudan wa rohmah. Allhumma dzakkirni minhu ma nasitu wa ‘allimni minhu ma jahiltu warzuqni tilawatahu aana-allaili waj‘alhu li hujatan ya rabbal ‘alamin”
[Ya Allah sayangilah aku dengan sebab Al Qur’an dan jadikanlah Al Qur’an untukku sebagai pemimpin, cahaya, petunjuk dan rahmat. Ya Allah, ingatkanlah aku akan ayat-ayat al Qur’an yang kulupa, ajarilah aku tentang isi Al Qur’an yang tidak aku ketahui dan berilah aku nikmat bisa membacanya di waktu malam. Jadikanlah Al Qur’an sebagai membelaku wa tuhan semesta alam].
Bagaimana dengan do’a di atas? Lalu adakah tuntunan atau do’a khusus setelah mengkhatamkan Al Qur’an? Simak bahasan sederhana berikut.
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah pernah ditanya, “Apa hukum membaca do’a khatam Al Qur’an pada shalat malam di bulan Ramadhan?”
Syaikh rahimahullah menjawab, “Saya tidak mengetahui adanya tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai do’a khatam Al Qur’an ketika shalat malam di bulan Ramadhan. Aku pun tidak mengetahui dari para sahabat akan hal ini. Yang ada adalah riwayat dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, di mana Anas ketika mengkhatamkan Al Qur’an, beliau mengumpulkan keluarganya, lalu mendo’akan kebaikan bagi mereka. Dan ingat ini dilakukan karena mengkhatamkan Al Qur’annya di luar shalat (bukan di dalam shalat). [Fatawa Arkanil Islam, hal. 354]
Perlu diketahui bahwa hadits yang membicarakan do’a tersebut termasuk hadits mu’dhol yang dibawakan oleh Daud bin Qois. Hadits mu’dhol adalah di antara hadits yang lemah karena sanadnya terputus, yaitu ada dua perowi terputus secara berturut-turut.
Hadits di atas disebutkan oleh Al Ghazali dalam Ihya ‘Ulumuddin 1/278. Tatkala as Subki membahas biografi Al Ghazali dalam Thabaqat As Syafi’iyyah Al Kubro 6/286-386, beliau menyebutkan hadits-hadits yang tercantum dalam kitab Ihya ‘Ulumuddin namun pada realitanya tidak memiliki sanad. Di antara yang hadits yang disebutkan oleh as Subki adalah hadits di atas. Lihat Thabaqat As Syafi’iyyah Al Kubro 6/301.
Namun dalam Takhrij kitab Ihya ‘Ulumuddin untuk hadits-hadits yang ada dalam kitab Ihya’ ‘Ulumuddin pada 1/287 al Hafizh al ‘Iraqi mengatakan, “Hadits di atas diriwayatkan oleh Abu Manshur Al Muzhaffar bin Al Husain Al Arjani dalam kitabnya Fadha-il Al Qur’an dan Abu Bakr bin al Dhahhak dalam Asy Syama-il. Sanad yang ada di dua kitab tersebut semuanya bersumber dari Abu Dzar Al Harawi dari Dawud bin Qois secara mu’dhol (ada dua perawi dalam sanadnya yang gugur secara berturut-turut)”.
Sedangkan Az Zarkasyi dalam buku Al Burhan 1/475 mengatakan bahwa hadits di atas diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Dala-il An Nubuwwah. Akan tetapi aku tidak menjumpai hadits tersebut dalam kitab Dala-il An Nubuwwah yang dicetak tahun 1405 H. Hadits di atas juga disebutkan oleh Al Ghafiqi dalam kitabnya Fadha-il Al Qur’an -yang masih berupa manuskrip-, akan tetapi beliau tidak menyebutkan siapa yang meriwayatkannya sebagaimana kebiasaan beliau. [Juz-u fii Marwiyaat Du’a Khatmi al Qur’an[1], hal. 256-257]
Pertama, riwayat yang menunjukkan bahwa do’a khatam Al Qur’an adalah di antara waktu diijabahinya (terkabulnya) do’a. Riwayat tersebut berasal dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ada dua riwayat. Juga terdapat dalam riwayat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Jabir radhiyallahu ‘anhu, Al ‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu, perkataan Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, dan perkataan Mujahid rahimahullah.
Kedua, riwayat yang menjelaskan adanya do’a khusus setelah khatam Al Qur’an (sebagaimana senandung qur’an yang telah kami singgung di atas, pen). Hal ini terdapat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, Wazir bin Hubaisy dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, hadits mursal dari ‘Ali bin Al Husain rahimahullah, hadits mu’dhol dari Daud bin Qois rahimahullah.
Intinya, macam riwayat kedua ini tidak ada satu pun yang shahih, semuanya bermasalah. Sehingga kita katakan bahwa tidak ada hadits shahih yang membicarakan adanya do’a khusus setelah khatam Al Qur’an.
Ketiga, riwayat yang menjelaskan dikumpulkannya keluarga dan anak-anak lalu berdo’a kebaikan untuk mereka. Riwayat ini dari Anas radhiyallahu ‘anhu secara marfu’ (sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) dan mauquf (perkataan sahabat), juga ada riwayat dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.
Dalam kesimpulan terakhir, Syaikh Bakr Abu Zaid rahimahullah menjelaskan, “Riwayat dalam masalah do’a setelah khatam Al Qur’an tidak shahih sama sekali jika disandarkan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lihatlah bagaimana berbagai kitab-kitab ulama Islam yang terkenal seperti kutubus sittah, Muwattho’, musnad Ahmad, berbagai tulisan ulama dalam Bab dzikir (seperti Ibnu Daqiq Al ‘Ied dalam Al Ilmam, Al Majd Ibnu Taimiyah dalam Al Muntaqo, Ibnu Hajar dalam Bulughul Marom, dan selainnya), dalam kitab-kitab tersebut tidak menerangkan adanya do’a (khusus) setelah khatam Al Qur’an.” [Juz-u fii Marwiyaat Du’a Khatmi al Qur’an, hal. 265]
Jika ada yang mempraktekan seperti Anas bin Malik, yaitu dengan mengumpulkan keluarga lalu mendo’akan kebaikan bagi mereka, maka itu baik. Do’anya ini sifatnya umum dan tidak dikhususkan pada satu do’a saja.
Wallahu waliyyut taufiq. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.
Reference:
Fatwa Al Islam Sual wa Jawab no. 65581, Syaikh Sholeh Al Munajjid, Asy Syamilah
Al Ajza’ Al Haditsiyah, Juz-u fii Marwiyaat Du’a Khatmi al Qur’an, wa Hukmuha Dakhilus Sholah wa Khorijuha, Syaikh Bakr Abu Zaid, terbitan Darul ‘Ashimah, cetakan pertama, 1416 H
During Maghrib-Isya @ Riyadh-KSA, 3 Jumadal Awwal 1432 H (06/04/2011)
www.rumaysho.com
[1] Kitab ini merupakan bagian dari kumpulan risalah Syaikh Bakr Abu Zaid tentang Masalah Hadits dalam kitab Al Ajza’ Al Haditsiyah, terbitan Darul ‘Ashimah, cetakan pertama, 1416 H
0 komentar:
Posting Komentar