Oleh Ustadz Abu Isma’il Muslim al-Atsari
Manusia hidup di dunia ini telah ditentukan ajalnya, telah dijatah lama kehidupannya. Dengan berjalannya hari-hari, berlalunya bulan demi bulan, dan bergantinya tahun-tahun, maka sesungguhnya semua itu mendekatkan manusia kepada ajalnya. Ironisnya, mayoritas manusia tidak memperhatikan itu, bahkan kebanyakan sibuk dan menyibukkan diri dengan berbagai urusan dunia yang fana dan melalaikan akhirat yang kekal selamanya.
Allâh Azza wa Jalla berfirman :
بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا ﴿١٦﴾ وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ
Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi, sedangkan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. [al-A’la/87: 16-17].
Jika manusia mau mengamati orang-orang yang hidup di sekitarnya, banyak orang yang dikenalnya telah mendahuluinya menuju alam baka. Diantara kita sudah ditinggal mati oleh kakek atau neneknya, ayah atau ibunya, kakak atau adiknya, suami atau istrinya, bahkan anak atau cucunya. Demikian juga tetangganya, kawan sekolahnya, teman bermainnya, atau kawan kerjanya. Sebagian sudah mendahului pergi.
Sahabat Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhu telah memberikan nasihat sangat berharga, sebagaimana disebutkan oleh Imam al-Bukhâri dalam kitab Shahîhnya:
ارْتَحَلَتْ الدُّنْيَا مُدْبِرَةً وَارْتَحَلَتْ الْآخِرَةُ مُقْبِلَةً
وَلِكُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا بَنُونَ فَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ
الْآخِرَةِ وَلَا تَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الدُّنْيَا فَإِنَّ الْيَوْمَ
عَمَلٌ وَلَا حِسَابَ وَغَدًا حِسَابٌ وَلَا عَمَلٌ
Dunia telah berjalan menjauhi, sedangkan akhirat telah berjalan mendekati. Dunia dan akhirat memiliki orang-orang (yang memburunya), maka hendaklah kamu menjadi orang-orang (yang memburu) akhirat, janganlah kamu menjadi orang-orang (yang memburu) dunia. Karena sesungguhnya hari ini (di dunia) ada amal, dan belum ada hisab (perhitungan amal), sedangkan besok (akhirat) ada hisab dan tidak ada amal. [HR Bukhâri].
Sahabat yang mulia ini, Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhu , telah berkata benar, telah memberikan nasihat kepada umat, maka siapakah orang beruntung yang mau mengambil nasihatnya ?
SERIBU SEBAB KEMATIAN
Banyak faktor yang menjadi penyebab kematian menghadang manusia. Salah satu di antaranya pasti menimpanya, tidak ada pilihan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberitakan hakikat ini dalam banyak hadits, diantaranya:
عَنْ مُطَرِّفِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الشِّخِّيرِ عَنْ أَبِيهِ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُثِّلَ ابْنُ
آدَمَ وَإِلَى جَنْبِهِ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ مَنِيَّةً إِنْ أَخْطَأَتْهُ
الْمَنَايَا وَقَعَ فِي الْهَرَمِ
Dari Mutharrif bin Abdillah bin asy-Syikhkhir, dari bapaknya, ia berkata: Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Telah diciptakan di dekat anak Adam sembilan puluh sembilan musibah (sebab kematian). Jika dia tidak terkena semua musibah itu, dia pasti mengalami ketuaan. [HR Tirmidzi, no. 2456; Abu Nu’aim dalam al-Hilyah, 2/211. Imam Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan shahih gharib”. Syaikh al-Albani berkata,“Hasan”.]
Kandungan dari “sembilan puluh sembilan” dalam hadits ini memiliki maksud yang sangat banyak, bukan membatasi dengan jumlah sembilan puluh sembilan saja. Sedangkan “maniyyah”, artinya ialah musibah atau kematian, wallâhu a’lam.[1]
Ada dua makna yang disebutkan Ulama tentang hadits ini.
1. Sangat banyak faktor-faktor yang menjadi penyebab kematian manusia. Seandainya manusia itu berulang kali selamat dari sebab-sebab kematian yang berupan penyakit, kelaparan, tenggelam, terbakar, dan lainnya, niscaya dia pasti mengalami ketuaan sampai meninggal dunia.
2. Asal penciptaan manusia tidak terlepas dari musibah, bencana dan penyakit. Sebagaimana dikatakan oleh sebuah ungkapan:
اَلْبَرَايَا أَهْدَافُ الْبَلَايَا
Semua makhluk adalah sasaran musibah
Atau seperti dikatakan Ibnu ‘Atha rahimahullah :
مَا دُمْتَ فِيْ هَذِهِ الدَّارِ لَا تَسْتَغْرِبْ وُقُوْعَ الْأَكْدَارِ
(selama engkau berada di dunia ini, jangan heran terjadinya kesusahan-kesusahan).
Jika seseorang tidak tertimpa semua muisbah itu, dan ini sangat jarang terjadi, pasti akan ditimpa penyakit paling ganas yang tidak ada obatnya, yaitu ketuaan. Intinya, dunia adalah penjara seorang mukmin dan surga orang kafir. Sehingga sepantasnya seorang Mukmin bersabar menghadapi keputusan Allâh, ridha terhadap yang ditakdirkan dan diputuskan Allâh.[2]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitakan, semua penyakit ada obatnya kecuali ketuaan yang membawa kepada kematian.
عَنْ أُسَامَةَ بْنِ شَرِيكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَدَاوَوْا عِبَادَ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ
عَزَّ وَجَلَّ لَمْ يُنَزِّلْ دَاءً إِلَّا أَنْزَلَ مَعَهُ شِفَاءً إِلَّا
الْمَوْتَ وَالْهَرَمَ
Dari Usâmah bin Syarik, bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hendaklah kamu berobat, wahai hamba-hamba Allâh, karena sesungguhnya Allâh tidak menurunkan penyakit kecuali menurunkan obat bersamanya, kecuali kematian dan ketuaan”. [HR Ahmad, no. 18478; dishahîhkan oleh Syu’aib al-Arnauth]
Di dalam hadits lain disebutkan:
عَنْ أَبِيِ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : أَنَّ النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِنَّ اللَّهَ لَمْ يُنْزِلْ
دَاءً أَوْ لَمْ يَخْلُقْ دَاءً إِلَّا أَنْزَلَ أَوْ خَلَقَ لَهُ دَوَاءً
عَلِمَهُ مَنْ عَلِمَهُ وَجَهِلَهُ مَنْ جَهِلَهُ إِلَّا السَّامَ قَالُوْا
: يَا رَسُولَ اللَّهِ وَ مَا السَّامُ؟ قَالَ : الْمَوْتُ
Dari Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu , bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allâh tidak menurunkan penyakit atau tidak menciptakan penyakit kecuali menurunkan atau menciptakan obat untuknya. Orang yang telah mengetahuinya dia mengetahui, orang yang tidak mengetahuinya dia tidak mengetahuinya, kecuali as-saam”. Para sahabat bertanya, “Apakah as-saam itu?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Kematian”. [HR al-Hâkim; Syaikh al-Albâni menyatakan : “Shahîh bi syawahidihi” (shahîh dengan seluruh penguatnya].[3]
AJAL MANUSIA LEBIH DEKAT DARIPADA ANGAN-ANGANNYA
Manusia memiliki beraneka angan-angan sesuai dengan keyakinannya, atau orang-orang sekitarnya yang mempengaruhinya, atau lainnya. Banyak orang yang memiliki angan-angan tentang dunia dan kemewahannya; Pekerjaan mudah, rumah dan mobil mewah, dan perkara wah lainnya. Namun kebanyakan tidak menyadari bahwa sesungguhnya kematian lebih dekat dari angan-angan.
Oleh karena itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak mengingatkan kepada umatnya tentang masalah ini. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjelaskan masalah tersebut dengan membuat gambar yang dituliskan, sehingga hal itu lebih menjadikan gamblang dan menyentuh hati orang-orang yang memperhatikan. Hal ini sebagaimana disebutkan di dalam hadits shahîh di bawah ini:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ خَطَّ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطًّا مُرَبَّعًا وَخَطَّ خَطًّا فِي
الْوَسَطِ خَارِجًا مِنْهُ وَخَطَّ خُطَطًا صِغَارًا إِلَى هَذَا الَّذِي
فِي الْوَسَطِ مِنْ جَانِبِهِ الَّذِي فِي الْوَسَطِ وَقَالَ هَذَا
الْإِنْسَانُ وَهَذَا أَجَلُهُ مُحِيطٌ بِهِ أَوْ قَدْ أَحَاطَ بِهِ
وَهَذَا الَّذِي هُوَ خَارِجٌ أَمَلُهُ وَهَذِهِ الْخُطَطُ الصِّغَارُ
الْأَعْرَاضُ فَإِنْ أَخْطَأَهُ هَذَا نَهَشَهُ هَذَا وَإِنْ أَخْطَأَهُ
هَذَا نَهَشَهُ هَذَا
Dari Abdullâh Radhiyallahu anhu, ia berkata: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambar persegi empat dan membuat garis yang keluar darinya di tengahnya. Beliau juga membuat garis-garis kecil ke arah garis yang berada di tengah tersebut dari arah sampingnya. Beliau bersabda, ‘Ini adalah manusia, dan (persegi empat) ini adalah ajalnya, mengelilinginya atau telah mengelilinginya. Sedangkan (garis) yang keluar ini adalah angan-angannya. Dan garis-garis kecil ini adalah musibah-musibah. Jika ia tidak terkena ini (suatu jenis musibah, Pen), dia pasti terkena ini (suatu jenis musibah, Pen). Jika dia tidak terkena ini, dia pasti terkena ini’.” [HR. al- Bukhâri, no. 6054].
Ya, manusia tidak akan selamat dari kematian, dan kematiannya itu lebih dekat dari angan-angannya.
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ خَطَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خُطُوطًا فَقَالَ هَذَا الْأَمَلُ وَهَذَا أَجَلُهُ
فَبَيْنَمَا هُوَ كَذَلِكَ إِذْ جَاءَهُ الْخَطُّ الْأَقْرَبُ
Dari Anas Radhiyallahu anhu, ia berkata: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggaris beberapa garis, lalu bersabda, ‘Ini angan-angan (manusia), dan ini ajalnya. Ketika ia dalam keadaan demikian (mengejar angan-angannya), tiba-tiba datang kepadanya garis yang terdekat (ajalnya)’.” [HR. al-Bukhâri, no. 6055].
Dalam riwayat lain disebutkan:
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَمَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَامِلَهُ فَنَكَتَهُنَّ فِي الْأَرْضِ
فَقَالَ هَذَا ابْنُ آدَمَ وَقَالَ بِيَدِهِ خَلْفَ ذَلِكَ وَقَالَ هَذَا
أَجَلُهُ قَالَ وَأَوْمَأَ بَيْنَ يَدَيْهِ قَالَ وَثَمَّ أَمَلُهُ ثَلَاثَ
مِرَارٍ
Dari Anas Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumpulkan jari-jarinya, lalu menurunkannya ke tanah, lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Ini anak Adam,’ lalu beliau menggerakkan tangannya di belakangnya itu sambil mengatakan, ‘Ini ajalnya,’ kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan ke arah depan sambil bersabda, ‘Dan di sana angan-angannya,’ tiga kali”. [HR Ahmad, no. 12410; Syaikh Syu’aib al-Arnauth berkata, “Sanadnya shahîh menurut syarat Imam Muslim].
Bahkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menerangkan kedekatan ajal pada manusia itu dengan isyarat-isyarat dengan anggota badan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
عن أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَذَا ابْنُ آدَمَ وَهَذَا أَجَلُهُ وَوَضَعَ يَدَهُ
عِنْدَ قَفَاهُ ثُمَّ بَسَطَهَا فَقَالَ وَثَمَّ أَمَلُهُ وَثَمَّ أَمَلُهُ
وَثَمَّ أَمَلُهُ
Dari Anas bin Mâlik, ia berkata: “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,’Ini adalah anak Adam, dan ini adalah ajalnya,” beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan tangannya pada tengkuknya, lalu beliau menyebarkannya lalu bersabda, “Dan disana adalah angan-angannya, dan disana adalah angan-angannya’.” [HR Tirmidzi, no. 2334; Ibnu Mâjah, no. 4232; Ibnu Hibbân, no. 2998. Dishahîhkan oleh al-Albâni dan Syu’aib al-Arnauth].
UNTUK SEMISAL INI, WAHAI SAUDARA-SAUDARAKU PERSIAPKANNLAH!
Semoga sedikit keterangan ini mengingatkan kita tentang pentingnya persiapan menghadapi kematian, masalah besar yang dihadapi setiap insan. Demikianlah yang paling penting sebagaimana diperintahkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
عَنْ الْبَرَاءِ قَالَ كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي جِنَازَةٍ فَجَلَسَ عَلَى شَفِيرِ الْقَبْرِ
فَبَكَى حَتَّى بَلَّ الثَّرَى ثُمَّ قَالَ يَا إِخْوَانِي لِمِثْلِ هَذَا
فَأَعِدُّوا
Dari al-Bara’, di berkata: “Kami bersama Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu jenazah, lalu beliau duduk pada tepi kubur, kemudian beliau menangis sehingga tanah menjadi basah, lalu beliau bersabda, ’Wahai saudara-saudaraku! Untuk semisal ini, maka persiapkanlah!’.” [HR Ibnu Majah, no. 4190, dihasankan oleh Syaikh al-Albani].
Terakhir kami katakan: “Wahai saudara-saudaraku! Persiapkanlah dirimu menghadapi kematian!”
Wallâhu al-Musta’an.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XVI/1433H/2012M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Tuhfatul Ahwadzi, 6/304.
[2]. Tuhfatul-Ahwadzi, 6/304.
[3]. Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah, no. 1650.
Almanhaj.or.id
0 komentar:
Posting Komentar