Masih banyak di temukan di Negeri ini -seorang Muslim khususnya- yang masih mengagungkan ataupun menggunakan jimat. Sebenarnya mereka menggunakan jimat dengan harapan agar jimat tersebut membawa keberuntungan, menolak balak (keburukan), memberi kesaktian, agar dapat rizki dan lain sebagainya. Jika kita mengaku seorang Muslim sudah tentu kita akan mengedepankan Allah Subhanahu wa ta'ala dan NabiNya Shallallahu'alaihi wa sallam, yang sudah jelas bahwa dari keduanya tidak akan salah dan sebagai tolak ukur untuk melihat kebenaran atau kesalahan. Bagaimana sebenarnya hukum jimat dalam Islam? adakah manfaat menggunakan jimat? Mari kita lihat yakni dari Al-Qur'an dan Al-Hadits.
Diantara manfaat menggunakan jimat adalah :
1. Terjerumus dalam Kesyirikan (Dosa Paling Besar)
Masalah jimat telah dijelaskan oleh Nabi Shaallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits-hadits. Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya
jampi-jampi, jimat dan pelet adalah kesyirikan”. (HR Ahmad, Abu Dawud,
Ibnu Majah dan Ibnu Hibban. Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash
Shohihah mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda “Barangsiapa
menggantungkan (memakai) jimat, maka ia telah berbuat syirik.” (HR.
Ahmad. Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shahihah mengatakan bahwa
hadits ini shahih)
Syaikh Muhammad Al-Wushobiy Al-Yamaniy berkata dalam mengomentari hadits ini, “Bisa dipetik hukum dari hadits ini tentang haramnya menggantungkan jimat, baik pada manusia, hewan, kendaraan, rumah, toko, pohon, atau selainnya. Apakah sesuatu yang digantungkan itu berupa tulang, tanduk, sandal, rambut, benang-benang, batu-batu, besi, kuningan, atau yang lainnya, karena perkara tersebut, di dalamnya ada bentuk penyandaran sesuatu kepada selain Allah, (yang ia itu adalah kesyirikan )”. (Lihat Al-Qaulul Mufid Fiadilati At-Tauhid (145 jilid 7))
Sahabat yang mulia ‘Uqbah bin Amir Al-Juhani radhiyallahu’anhu menuturkan, “Bahwasannya telah datang kepada
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam sepuluh orang (untuk melakukan
bai’at), maka Nabi shallallahu’alaihi wa sallam membai’at sembilan orang
dan tidak membai’at satu orang. Maka mereka berkata, “Wahai Rasulullah,
mengapa engkau membai’at sembilan dan meninggalkan satu orang ini?”
Beliau bersabda, “Sesungguhnya dia mengenakan jimat.” Maka orang itu
memasukkan tangannya dan memotong jimat tersebut, barulah Nabi
shallallahu’alaihi wa sallam membai’atnya dan beliau bersabda,
“Barangsiapa yang mengenakan jimat maka dia telah menyekutukan Allah”.” [HR.
Ahmad, no. 17422. Asy-Syaikh Syu’aib Al-Arnauth berkata, “Isnadnya
kuat,” dan dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah, no. 492]
Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya.” (QS An Nisa: 48)
2. Membuat Semakin Lemah dan Tidak Akan Beruntung
Maksud Hati Ingin Beruntung, Ternyata Membawa Sial !! Dari ‘Imron bin Hushain radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat di lengan seorang pria gelang yang dinampakkan padanya. Pria tersebut berkata bahwa gelang itu terbuat dari kuningan. Lalu beliau berkata, “Untuk apa engkau memakainya?” Pria tadi menjawab, “(Ini dipasang untuk mencegah dari) wahinah (penyakit yang ada di lengan atas). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Gelang tadi malah membuatmu semakin lemah. Buanglah! Seandainya engkau mati dalam keadaan masih mengenakan gelang tersebut, engkau tidak akan beruntung selamanya.” (HR. Ahmad 4: 445 dan Ibnu Majah no. 3531).
3. Allah Tidak Akan Menyempurnakan Urusannya
Diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad, dari Uqbah bin Amir secara marfu’, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang menggantungkan jimat maka Allah tidak akan
menyempurnakan urusannya, dan barangsiapa yang menggantungkan wada’ah
(kerang) maka Allah tidak akan memberikan ketenangan baginya” (HR. Al Hakim 7582, Ibnu Hibban 6220, sanadnya diperselisihkan, Al Albani mendhaifkannya dalam Silsilah Adh Dha’ifah, 1266)
4. Allah Akan Membiarkan dan Meninggalkannya Tanpa Penolong
Isa bin
Abdir Rahman Al-Anshoriy berkata, "Aku pernah masuk menemui Abdullah
bin Ukaim Abu Ma’bad Al-Juhaniy untuk menjenguk beliau, sedang pada
beliau terdapat penyakit pembengkakan (sejenis tho’un). Kami katakan,
"Kenapa anda tidak menggantung sesuatu (yakni, jimat)?". Beliau
menjawab, "Kematian lebih dekat dari hal itu. Nabi -Shallallahu alaihi
wa sallam- pernah bersabda:
"Barangsiapa menggantungkan sesuatu (yakni, jimat), maka ia akan
dibiarkan kepada sesuatu itu". [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (4/310 &
311), At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (2073),dan Al-Hakim dalam
Al-Mustadrok ala Ash-Shohihain (4/216). Syaikh Al-Albaniy
meng-hasan-kan hadits ini dalam Ghoyah Al-Marom (297)]
5. Jimat Mencederai Tawakal
Imam ath Thibi rahimahullah menyatakan salah satu keyakinan
kaum musyrik jahiliyah adalah meyakini bahwa jimat sangat ampuh untuk
menolak takdir yang telah ditetapkan bagi mereka, dan keyakinan yang
demikian dapat menghilangkan tawakal dari jiwa seseorang (Faidhul Qadir 2/341)
Tawakal sendiri berarti penyandaran hati secara total kepada Allah ta’ala, baik dalam perkara dunia maupun akhirat (Hushulul Ma’mul hal. 83).
Seorang yang bertawakal dengan benar kepada Allah dalam segala urusan akan meyakini bahwa segala perkara berada di bawah kekuasaan-Nya. Jika Allah menghendaki, maka pasti urusan tersebut akan terjadi. Jika Dia tidak menghendaki, maka tentu hal tersebut tidak akan terjadi. Setelah meyakini hal tersebut, maka dalam hatinya akan timbul rasa percaya terhadap Allah, lalu dia akan menempuh usaha yang sejalan dengan syariat dalam berbagai urusannya (Hushulul Ma’mul hal. 84)
Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman :
Tawakal sendiri berarti penyandaran hati secara total kepada Allah ta’ala, baik dalam perkara dunia maupun akhirat (Hushulul Ma’mul hal. 83).
Seorang yang bertawakal dengan benar kepada Allah dalam segala urusan akan meyakini bahwa segala perkara berada di bawah kekuasaan-Nya. Jika Allah menghendaki, maka pasti urusan tersebut akan terjadi. Jika Dia tidak menghendaki, maka tentu hal tersebut tidak akan terjadi. Setelah meyakini hal tersebut, maka dalam hatinya akan timbul rasa percaya terhadap Allah, lalu dia akan menempuh usaha yang sejalan dengan syariat dalam berbagai urusannya (Hushulul Ma’mul hal. 84)
Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman :
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan
baginya jalan keluar, dan memberinya rezki dari arah yang tiada
disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah
niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath Tholaq: 2-3)
Ibnu Jarir Ath Thobari rahimahullah ketika menjelaskan surat Ath
Tholaq ayat 3 mengatakan, “Barangsiapa yang bertakwa pada Allah dengan
menjalankan perintah-Nya dan menyandarkan hatinya pada-Nya, maka Allah
akan memberi kecukupan bagi-Nya.” (Tafsir Ath Thobari, 23: 46)
Syaikh As Sa’di rahimahullah menjelaskan, “Barangsiapa yang menyandarkan diri pada Allah dalam urusan dunia maupun agama untuk meraih manfaat dan terlepas dari kemudhorotan (bahaya), dan ia pun menyerahkan urusannya pada Allah, maka Allah yang akan mencukupi urusannya. Jika urusan tersebut diserahkan pada Allah Yang Maha Mencukupi (Al Ghoni), Yang Maha Kuat (Al Qowi), Yang Maha Perkasa (Al ‘Aziz) dan Maha Penyayang (Ar Rohim), maka hasilnya pun akan baik dari cara-cara lain. Namun kadang hasil tidak datang saat itu juga, namun diakhirkan sesuai dengan waktu yang pas.” (Taisir Al Karimir Rahman).
Ibnul Qayyim berkata : Allah adalah yang mencukupi orang yang bertawakal kepadanya dan yang
menyandarkan kepada-Nya, yaitu Dia yang memberi ketenangan dari
ketakutan orang yang takut, Dia adalah sebaik-baik pelindung dan
sebaik-baik penolong dan barangsiapa yang berlindung kepada-Nya dan
meminta pertolongan dari-Nya dan bertawakal kepada-Nya, maka Allah akan
melindunginya, menjaganya, dan barangsiapa yang takut kepada Allah,
maka Allah akan membuatnya nyaman dan tenang dari sesuatu yang ditakuti
dan dikhawatirkan, dan Allah akan memberi kepadanya segala macam
kebutuhan yang bermanfa'at. (Taisirul Azizil Hamidh hal. 503)
Pengingkaran Jimat di Kalangan Salaf
Seorang Pembesar Ulama Tabi’in, Abu Sulaiman Zaid bin Wahb Al-Juhaniy Al-Kufiy -rahimahullah- berkata, "Hudzaifah pernah pergi kepada seseorang dari Nakho’ untuk menjenguknya. Beliau pergi, dan akupun pergi bersamanya. Kemudian beliau masuk menemui orang itu, dan akupun masuk bersamanya. Beliau pun menyentuh lengan orang itu. Tiba-tiba beliau melihat padanya seutas benang. Akhirnya beliau mengambil dan memutuskannya seraya berkata, "Andaikan engkau mati, sedang benang ini ada pada lenganmu, maka aku tidak akan menyolatimu". [HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf (5/427), dengan sanad yang shohih]
Ibrahim bin Yazid An-Nakho’iy -rahimahullah- berkata, "Dahulu mereka –yakni, para sahabat- membenci semua jimat-jimat, baik
yang terbuat dari AL-Qur’an, maupun selainnya". [HR. Ibnu Abi Syaibah
dalam Al-Mushonnaf (5/428), dan Abu Ubaid Al-Qosim Ibnu Sallam dalam
Fadho'il Al-Qur'an (2/272/no. 704). Hadits ini di-shohih-kan oleh
Syaikh Al-Albaniy dalam Tahqiq Al-Kalim (hal. 45)]
Demikian pengingkaran para sahabat yang mulia, diantaranya Hudzaifah
Ibnul Yaman -radhiyallahu anhu-. Pengingkaran ini bukan hanya berasal
dari Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- dan para sahabat, bahkan
generasi setelahnya terus melakukan pengingkaran atas para pemakai
jimat. Muhammad bin Suqoh Al-Ghonawiy -rahimahullah- berkata, "Sa’id bin Jubair (seorang tabi’in) pernah melihat seseorang yang
melakukan thawaf di Baitullah, sedang di lehernya terdapat permata
(yakni, jimat). Akhirnya beliau memutuskannya". [HR. Ibnu Abi Syaibah
dalam Al-Mushonnaf (5/428) dengan sanad shohih]
Ingatlah Hanya Allah Pemberi Rizki, Satu-satunya Pengatur Alam Semesta Tidak Ada SelainNya
Kita sudah sangat yakin bahwa Allah-lah pemberi rizki sebagaimana firman-Nya, “Katakanlah: "Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan dari bumi?" Katakanlah: "Allah.” (QS. Saba’: 24)
Selain Allah sama sekali tidak dapat memberi rizki. Allah Ta’ala berfirman, “Dan mereka menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak dapat
memberikan rizki kepada mereka sedikitpun dari langit dan bumi, dan
tidak berkuasa (sedikit juapun).” (QS. An Nahl: 73)
Namun perlu dipahami bahwa Allah memiliki berbagai hikmah dalam
pemberian rizki. Ada yang Allah jadikan kaya dengan banyaknya rizki dan
harta. Ada pula yang dijadikan miskin. Ada hikmah berharga di balik itu
semua. Allah Ta’ala berfirman, “Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rizki.” (QS. An Nahl: 71)
Dalam ayat lain disebutkan, “Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rizki kepada siapa yang Dia
kehendaki dan menyempitkannya; Sesungguhnya Dia Maha mengetahui lagi
Maha melihat akan hamba-hamba-Nya.” (QS. Al Isro’: 30)
Dalam ayat kedua di atas, di akhir ayat Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Dia Maha mengetahui lagi Maha melihat akan hamba-hamba-Nya”. Ibnu Katsir menjelaskan maksud penggalan ayat terakhir tersebut, “Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Melihat manakah di antara hamba-Nya yang pantas kaya dan pantas miskin.” Sebelumnya beliau rahimahullah berkata, “Allah menjadikan kaya dan miskin bagi siapa saja yang Allah kehendaki. Di balik itu semua ada hikmah.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘zhim, Ibnu Katsir, 8: 479)
Semoga bermanfaat..
_____________
Artikel di sarikan dari :
0 komentar:
Posting Komentar