Oleh: Redaksi Majalah Fatawa
Pendiri aliran ini adalah Nur Hasan Ubaidah Lubis (Luar Biasa) alias Madigal pada tahun 1951 M dengan nama Darul-Hadits.
Bertempat di desa Burengan Banjaran, Kediri, Jawa Timur, karena
ajarannya meresahkan masyarakat setempat, maka Darul Hadits ini dilarang
oleh PAKEM (Pengurus Aliran Kepercayaan Masyarakat) Jawa Timur pada
tahun 1968 M.
Sejarah Ringkas LDII1
LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) adalah nama baru dari sebuah
aliran sesat yang cukup besar dan tersebar di Indonesia. Pendiri aliran
sesat ini adalah Nur Hasan Ubaidah Lubis (Luar Biasa) alias Madigal.
Awal berdirinya, lembaga ini tahun 1951 M bernama Darul-Hadits. Bertempat di desa Burengan Banjaran, Kediri, Jawa Timur. Karena ajarannya menyimpang dan meresahkan masyarakat setempat, maka Darul-Hadits
ini dilarang oleh PAKEM (Pengurus Aliran Kepercayaan Masyarakat) Jawa
Timur pada tahun 1968 M. Kemudian berganti nama dengan Islam Jama’ah
(IJ). dan karena penyimpangannya serta membikin keresahan masyarakat,
terutama di Jakarta, maka secara resmi Islam Jama’ah dilarang di seluruh
Indonesia, berdasarkan Surat Keputusan Jaksa Agung RI No. Kep.
08/D.4/W.1971 tanggal 29 Oktober 1971 M. Karena Islam Jama’ah sudah
terlarang di seluruh Indonesia, maka Nur Hasan Ubaidah Lubis mencari
taktik baru, yaitu dengan mendekati Letjen Ali Murtopo (Wakil Kepala
Bakin dan staf Opsus (Operasi Khusus Presiden Suharto) waktu itu.
Sedangkan Ali Murtopo adalah seorang yang dikenal sangat anti terhadap
Islam. Dengan perlindungan Ali Murtopo maka pada tanggal 1 Januari 1972 M
Islam Jama’ah berganti nama menjadi ‘Lemkari’ (Lembaga Karyawan Islam
atau Lembaga Karyawan Dakwah Islam) dibawah payung Golkar. Lemkari
akhirnya dibekukan oleh Gubernur Jawa Timur, Soelarso, juga dikarenakan
masih tetap menyimpang dan menyusahkan masyarakat, dengan SK No. 618
tahun 1988 tanggal 24 Desember 1988 M. Kemudian pada bulan November 1990
M mereka mengadakan Musyawarah Besar Lemkari di Asrama Haji Pondok Gede
Jakarta, dan berganti nama menjadi LDII (Lembaga Dakwah Islam
Indonesia) atas anjuran Menteri Dalam Negeri, Rudini, waktu itu, dengan
alasan agar tidak rancu dengan Lembaga Karatedo Republik Indonesia.
Biografi Nur Hasan Ubaidah
Nur Hasan Ubaidah Lubis lahir pada tahun 1915 M di desa Bangi, Kec.
Purwosari, Kab. Kediri, Jawa Timur dengan nama kecil Madikal atau
Madigal
2. Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa dia dilahirkan pada tahun 1908 M
3.
Dia hanya mengenyam pendidikan formal setingkat kelas 3 SD sekarang.
Dan pernah juga belajar di pondok Sewelo Nganjuk, lalu pindah ke pondok
Jamsaren Solo yang hanya bertahan sekitar tujuh bulan. Dia dikenal suka
terhadap perdukunan. Kemudian dia terus belajar di sebuah pondok yang
khusus mendalami pencak silat di Dresno Surabaya. Dari Dresno dia
melanjutkan belajar kepada Kyai Ubaidah di Sampang, Madura, kegiatannya
adalah mengaji dan melakukan
wiridan di sebuah kuburan yang
dikeramatkan. Nama gurunya inilah yang kemudian dipakai sebagai nama
belakangnya. Dia juga pernah mondok di Lirboyo, Kediri dan Tebu Ireng,
Jombang, lalu berangkat naik haji pada tahun 1929 M, setelah pulang haji
namanya Madigol diganti dengan Haji Nur Hasan, sehingga menjadi Haji
Nur Hasan al-Ubaidah. Adapun nama Lubis konon itu panggilan
murid-muridnya, singkatan dari luar biasa selain itu dia juga bergelar
imam atau
amir. Menurut ceritanya dia berangkat naik haji ke
Makkah pada tahun 1933 M, kemudian belajar Hadits Bukhari dan Muslim
kepada Syaikh Abu Umar Hamdan dari Maroko, lalu belajar lagi di
Madrasah Darul-Hadits yang tempatnya tidak jauh dari Masjidil Haram. Dan nama
Darul-Hadits
itulah yang dipakai untuk menamai pesantrennya. Namun ada cerita lain,
bahwa dia pergi ke Makkah bukan tahun 1933 M, tetapi sekitar tahun
1937/1938 M untuk melarikan diri setelah terjadi keributan di Madura.
Dan dia tidak pernah belajar di
Darul-Hadits, sebagaimana hal itu dibantah oleh pihak
Darul-Hadits tatkala ada orang yang
tabayyun
(melakukan klarifikasi) ke sana. Maka ada beberapa versi cerita tentang
kegiatan Nur Hasan di Makkah, bahwa konon menurut teman dekatnya waktu
di Tanah Suci dia belajar ilmu ghaib (perdukunan) kepada orang Baduwi
dari Persia (Iran), dan dia tinggal di Makkah selama 5 tahun. Ketika
pulang ke Indonesia pada tahun 1941 M, dia membuka pengajian di Kediri
dan dia mengaku sudah bermukim di Mekkah selama 18 tahun. Pada mulanya
pondoknya biasa-biasa saja, baru pada tahun 1951 M ia memproklamirkan
nama pondoknya Darul-Hadits
4.
Nur Hasan wafat pada tanggal 31 Maret 1982 M dalam kecelakaan lalu
lintas di jalan raya Tegal–Cirebon, tatkala ia ingin menghadiri kampanye
Golkar di lapangan Banteng Jakarta. Setelah ia meninggal status
amir/imam digantikan oleh putranya Abdu Dhahir yang di-
bai’at
sebelum mayat bapaknya dikuburkan, di hadapan tokoh-tokoh LDII, sebagai
saksi bahwa putranya itulah yang berhak mewarisi seluruh harta kekayaan
Islam Jamaah/Lemkari/LDII.
5
Pokok-Pokok Ajaran Islam Jama’ah/Lemkari/LDII6
- Orang Islam diluar kelompok mereka adalah kafir dan najis, sekalipun kedua orangtuanya.
- Kalau ada orang di luar kelompok mereka yang melakukan shalat di
masjid mereka, maka bekas tempat shalatnya dicuci karena dianggap sudah
terkena najis.
- Wajib taat kepada amir atau imam.
- Mati dalam keadaan belum bai’at kepada amir/imam LDII, maka akan mati jahiliyyah (mati kafir).
- al-Qur’an dan Hadits yang boleh diterima adalah yang manqul (yang keluar dari mulut imam atau amir mereka). Adapun yang keluar/diucapkan mulut-mulut yang bukan imam mereka atau amir mereka, maka haram untuk diikuti.
- Haram mengaji al-Qur’an dan Hadits kecuali kepada imam/amir mereka.
- Dosa bisa ditebus kepada sang amir/ imam, dan besarnya tebusan tergantung besar-kecilnya dosa yang diperbuat, sedang yang menentukannya adalah imam/amir.
- Harus rajin membayar infaq, shadaqah dan zakat kepada amir atau imam mereka, dan haram mengeluarkan zakat, infaq dan shadaqah kepada orang lain.
- Harta benda diluar kelompok mereka dianggap halal untuk diambil atau
dimiliki dengan cara bagaimanapun memperolehnya, seperti mencuri,
merampok, korupsi, menipu dan lain sebagainya, asal tidak ketahuan/
tertangkap. Dan kalau berhasil menipu orang Islam di luar golongan
mereka, dianggap berpahala besar.
- Bila mencuri harta orang lain yang bukan golongan LDII lalu
ketahuan, maka salahnya bukan mencurinya itu, tapi “kenapa (ketika)
mencuri kok (sampai) ketahuan?” Harta orang selain
LDII diibaratkan perhiasan emas yang dipakai oleh macan, yang sebetulnya
tidak pantas, karena perhiasan ini hanya untuk manusia. Jadi perhiasan
itu boleh diambil dan tidak berdosa, asal jangan sampai diterkam.
(Kasarnya; nyolong harta non-LDII itu boleh).
- Harta, uang zakat, infaq, shadaqah yang sudah diberikan kepada imam/amir,
haram ditanyakan kembali catatannya atau digunakan kemana uang zakat
tersebut. Sebab kalau bertanya kembali pemanfaatan zakat-zakat tersebut
kepada imam/amir, dianggap sama dengan menelan kembali ludah yang sudah dikeluarkan.
- Haram membagikan daging kurban atau zakat fitrah kepada orang Islam diluar kelompok mereka.
- Haram shalat di belakang imam yang bukan kelompok mereka, kalaupun
terpaksa sekali, tidak usah berwudhu karena shalatnya harus diulang
kembali.
- Haram nikah dengan orang diluar kelompok.
- Perempuan LDII/Islam Jama’ah kalau mau berkunjung ke rumah orang
yang bukan kelompok mereka, maka memilih waktu pada saat haid, karena
badan dalam keadaan kotor (lagi haid), (maka) ketika (kena najis) di
rumah non-LDII yang dianggap najis itu tidak perlu dicuci lagi, sebab
kotor dengan kotor tidak apa-apa.
- Kalau ada orang diluar kelompok mereka yang bertamu di rumah mereka,
maka bekas tempat duduknya dicuci karena dianggap kena najis.
Syari’at Islam Menguak Kesesatan LDII
Penulis akan sampaikan sebagian syari’at Islam yang secara jelas membantah pokok-pokok ajaran LDII, diantaranya:
1. Islam melarang keras pengkafiran seorang Muslim yang mengucapkan kalimat
syahadatain (dua kalimat syahadat)
sehingga terpenuhi syarat-syaratnya. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya):“
Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan
Allah, maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang
mengucapkan “salam” kepadamu: “Kamu bukan seorang mukmin,” (lalu kamu
membunuhnya) dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia,
karena di sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu
dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu, maka telitilah.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(QS.
An-Nisa’ : 94) Imam Ibnu Katsir menceritakan dalam tafsirnya tentang
sebab turunnya ayat diatas. Diantaranya adalah tentang sahabat Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang membunuh seseorang dalam peperangan sedangkan orang yang dibunuh tersebut telah bersyahadat (mengaku sebagai Muslim)
7 Dan juga sabda Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “
Lelaki
mana saja yang berkata kepada saudaranya; ‘Wahai orang kafir!,’ maka
sungguh akan kembali ucapan tersebut kepada salah satu dari keduanya.” (HR. Bukhari nomor 5753, Muwwatha’ nomor 1777) Penulis
Nawaqidul-Iman Quliyyah wa Amaliyyah menukil perkataan Imam asy- Syaukani; “
Ketahuilah
bahwa tidak layak bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir
menghukumi seorang Muslim dengan Murtad (keluar dari Islam) dan kafir,
kecuali dia telah membawa bukti yang jelas dan gamblang, melebihi
kejelasan matahari di siang hari.”
8
2. Tidak ada seorangpun yang berhak menentukan seseorang itu masuk surga atau neraka, kecuali Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Imam Abul-Izzi al-Hanafi dalam
Syarh al-Aqidah ath-Thahawiyah
menjelaskan bahwa kita tidak boleh menghukumi / memastikan kepada
seseorang dari Ahlul-Kiblat (Muslimin) bahwa dia termasuk penduduk surga
atau penduduk neraka. Kemudian beliau menjelaskan pendapat Salaf
tentang hal ini, dimana mereka membaginya dalam tiga kelompok:
- Kepastian (bahwa seseorang masuk) surga hanya boleh dikatakan untuk para Nabi.
- Kepastian (bahwa seseorang masuk) surga boleh dikatakan kepada
seluruh Mukmin (secara umum) yang telah ditunjukkan oleh dalil (al-Kitab
dan as-Sunnah), inilah pendapat kebanyakan ulama Salaf.
- Kepastian (bahwa seseorang masuk) surga boleh dikatakan setiap
Mukmin yang dikatakan oleh kaum Mukminin bahwa dia termasuk ahli surga.9
3. Pengampunan dosa itu menjadi hak Allah secara mutlak. Dalam hadits shahih yang diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bercerita bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada segenap Quraisy dan kerabat dekatnya (yang artinya):“Wahai
segenap kaum Quraisy! –atau ucapan semisalnya– Juallah jiwa-jiwa kalian
(dengan tauhid dan mengikhlaskan ibadah kepada Allah-ed), saya tidak
mampu memberikan manfaat sedikitpun bagi kalian dari adzab Allah. Wahai
Bani Abdul-Muthalib, saya tidak mampu memberikan manfaat sedikitpun bagi
kalian dari adzab Allah. Wahai ‘Abbas bin Abdul-Muthalib, saya tidak
mampu memberikan manfaat sedikitpun bagimu dari adzab Allah. Wahai
Shafiyyah bibi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, saya tidak
mampu memberikan manfaat sedikitpun bagimu dari adzab Allah. Wahai
Fathimah putri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mintalah
kepadaku harta benda dariku sekehendakmu, saya tidak mampu memberikan
manfaat sedikitpun bagimu dari adzab Allah.” (HR. Muslim nomor 206). Maka kalau Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
saja tidak bisa menjamin keselamatan akhirat keluarga dekatnya, bahkan
terhadap putrinya sendiri, bagaimana mungkin imam LDII itu berani
menghapus dosa jama’ahnya dan memberikan jaminan surga bagi mereka?
4. Rujukan pemahaman al-Qur’an dan as-Sunnah yang benar adalah manhaj
Salaf (baca Fatawa volume 03), bukan merujuk kepada pendapat imam LDII,
atau imam-imam jama’ah dari jama’ah-jama’ah sempalan Islam (lainnya).
5. Islam memerintahkan kaum Muslimin untuk berbuat adil dan melarang
mereka dari berbuat zhalim (aniaya) dengan siapapun termasuk dengan
orang kafir. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya): “…
dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu
untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah kalian, karena adil itu lebih
dekat kepada takwa.” (QS. al-Ma’idah : 8) “
Laki-laki yang
mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai)
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah.” (QS. al-Ma’idah : 38) Dalam ayat-ayat di atas Allah
Subhanahu wa Ta’ala
tidak membeda-bedakan apakah kaum yang dibenci tersebut Mukmin atau
kafir dan juga tidak membedakan apakah barang yang dicuri itu milik
seorang Muslim atau seorang kafir. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga
berfirman (yang artinya): “
…maka selama mereka berlaku lurus
terhadapmu, hendaklah kamu berlaku lurus (pula) terhadap mereka.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.” (QS. at-Taubah : 7) Dalam ayat ini jelaslah, bahwa Allah
Subhanahu wa Ta’ala
telah memerintahkan kepada kaum Muslimin untuk tetap berlaku lurus
terhadap orang kafir, selama mereka berlaku lurus kepada kaum Muslimin.
Bahkan Allah
Subhanahu wa Ta’ala menjadikan sikap tersebut
sebagai tanda atas ketakwaan seseorang. Demikianlah sebagian bantahan
bagi ajaran sesat LDII, mudah-mudahan dengan yang sebagian ini cukup
menjadi suatu kejelasan bagi pembaca bahwa LDII memang betul-betul
merupakan aliran sesat dan menyesatkan, yang mengharuskan kita untuk
menjauhi kelompok tersebut dan menghimbau saudara-saudara kita kaum
Muslimin untuk menjauhinya.
Peringatan dan Himbauan
Meskipun LDII sangat jelas kesesatannya, namun karena kebodohan yang
amat sangat menimpa kaum Muslimin, maka tidak sedikit dari kaum Muslimin
khususnya di Indonesia yang terjerumus ke dalam ajaran sesat LDII ini.
Disamping (karena) kelicikan, kebohongan dan prinsip menghalalkan segala
cara yang dilakukan oleh da’i-da’i LDII demi menggaet anggota jama’ah.
Oleh karena itu penulis menghimbau kepada para pembaca untuk tekun dan
rajin menuntut ilmu, agar bisa beramal di atas keyakinan yang benar dan
dapat membentengi diri dari segala tipu daya yang mempromosikan
aliran-aliran sesat yang nampaknya sangat banyak dan menjamur di negeri
kita ini. Marilah kita senantiasa berlindung kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala dalam menghadapi setiap bentuk perongrongan iman, baik yang datang dari dalam diri kita maupun yang datang dari luar.
Wallahu al-Musta’aan.
Catatan Kaki:
Anda berani membuktikan?
BalasHapus