Saya dilahirkan di Kairo pada 30 juli 1980, dari kedua orang tua
Nasrani. Ayahku, Armon, seorang Katolik Armenia, dan ibuku Evangelis
(satu sekte Nasrani). Putri paman ayahku adalah seorang biarawti pada
sekolah suster Armenia. Paman dari pihak ibuku adalah seorang pendeta
pada salah satu Gereja Evangelis, dan saya memiliki dua orang saudara
perempuan yang lebih tua empat tahun dari saya.
Saya hidup dengan kehidupan Nasrani yang fanatik. Sejak tumbuhnya
kuku-kuku saya, saya sudah pergi ke gereja setiap hari Ahad, pada
hari-hari raya, dan setiap waktu yang saya suka; dimana tidak ada
seorang pengawas pun atasnya berkenaan dengan kepergian saya ke Gereja.
Sungguh saya sangat senang pergi ke sana, menikmati segala sesuatu yang
ada padanya, dari berbagai syi’ar, misa, juga permainan-permainan,
camping, dan perjalanan-perjalanan.
Aku pun masuk ke sekolah Nubarian Armenia, yaitu sebuah sekolah yang
tidak akan menerima kecuali Kristen Armenia. Jumlah siswa di sekola itu
dari yang masih di gendongan hingga tingkat SMA mendekati angka 125
siswa saja pada seluruh jenjang pendidikan. Pekerjaan pertama yang kami
lakukan di pagi hari dalam antrian sekolah adalah misa, sementara kami
berdiri di barisan kami. Di sekolah itu terdapat sebuah Gereja, dan
mayoritas guru disana Bergama Nasrani.
Maka menjadi jelas kiranya bagi para pembaca bahwa saya belum pernah
bercampur dengan kaum muslimin kecuali sedikit dari teman-teman saya di
desa atau tetangga saya. Bahkan sebagian besar waktu saya, saya habiskan
di Gereja. Kala itu saya memberikan pelayanan seperti seorang koster([1]) dalam gereja.
Kondisiku terus seperti itu hingga saya sampai pada jenjang SMA. Pada
jenjang ini saya lebih banyak menjalin ikatan dengan Gereja dan para
pendeta daripada sebelumnya. Kala itu saya sangat berbahagia dengan
hubungan tersebut, karena saya termasuk orang-orang terdekat bagi
mereka. Dan jadilah aku melakukan sebagian besar ritual-ritual suci,
membaca Injil, membalas pendeta saat dia membaca sesuatu darinya.
Ditambah lagi dengan menghadirkan korban, dan khamer untuk ritual misa.
(mudah-mudahan Allah melindungi Anda semua darinya)
Permulaan hidayah
Pada suatu hari, saya duduk bersama dengan salah satu teman muslim.
Dia berkata kepada saya, ‘Tidakkah kamu mau masuk Islam?’
Saya jawab, ‘Mengapa saya masuk Islam, dan mengapa engkau tidak masuk Kristen?’
Dia menjawab dengan ungkapan paling keras yang pernah saya dengar,
‘Kalian semua akan berada dalam neraka.”
Betapa kuatnya kalimat tersebut, kalimat yang mengenai saya seperti
suara petir, ‘Neraka? Mengapa neraka? Setiap hari saya melakukan
perbuatan baik untuk mendekat kepada Tuhan saya, agar saya masuk sorga,
kemudian dia berkata bahwa saya nanti akan masuk neraka?!!”
Di saat saya sudah tenang, saya bertanya kepadanya, ‘Mengapa saya,
dan seluruh orang-orang Nasrani akan masuk neraka, sementara kalian kaum
muslimin akan masuk sorga?’
Maka dia menjawab, ‘Karena kalian mengatakan Trinitas, dan bahwa
al-Masih adalah anak Allah, dan berbagai kedustaan atas al-Masih!”
Lalu kukatakan kepadanya, ‘Bagaimana engkau bisa tahu segala sesuatu ini? apakah engkatu telah membaca Injil?’
Dia menjawab,
‘Tidak, akan tetapi kami membaca al-Qur`an kitab suci kami.”
Keraguan, dan keyakinan
Ini juga termasuk perkara menakjubkan yang pernah kudengar. Bagaimana
al-Qur`an mengetahui apa yang ada pada agama kami (sebelumnya), dan
bagaimana dia mengakui bahwa segala perkara yang kami katakan atas
al-Masih adalah kekafiran dan menghantarkan kepada neraka?
Pada saat itu, urusanku menjadi bingung, dan aku pun mulai berfikir
sejenak tentang perkara ini. Kemudian aku mulai membaca Injil. Dan untuk
pertama kalinya dengan pandangan penuh ilmu yang sebelumnya ada
kebutaan pada hati saya. Mulailah saya menemukan berbagai perselisihan
dalam penyebutan nasab al-Masih!
Sekali waktu ada Pengakuan ketuhanan, dan sekali waktu ada pengakuan kenabian.
Maka mulailah aku bertanya-tanya, ‘Jadi siapakah al-Masih itu?’ Dia itu seorang Nabi atau putra Allah, ataukah Allah?
Pertanyaan-pertanyaan yang tidak ada jawabannya.
Mulailah saya meletakkan sebagian pertanyaan-pertanyaan, kemudian
saya pergi ke pendeta dengan pertanyaan itu, agar saya mendapatkan
jawaban yang memuaskan. Akan tetapi saya tidak menemukan jawaban yang
bisa mendinginkan dada saya.
Saya ingat, bahwa suatu kali saya bertanya kepada seorang pendeta,
‘Mengapa Bibel berkata bahwa al-Masih duduk di atas gunung Zaitun
berdo’a kepada Allah? Jika dia adalah Allah yang sebenarnya, lantas
kepada siapa dia berdo’a? kepada siapa dia sujud?’ Maka dia pun menjawab
dengan jawaban-jawaban yang saya tidak memahaminya sedikit pun.’
Kemudian mulailah saya berfikir tentang apa yang dulu kami perbuat di
gereja, dari berbagai pengakuan dosa kepada pendeta, demikian pula
penyerahan Gelash soft (جلاش طري) yang ditaruh di dalam khamer, kemudian
pendeta mengatakan bahwa dua hal ini menjadi darah dan tubuh al-Masih,
siapa yang mengambilnya, maka diampuni dosanya dan disucikan dari
dalam?!!
Lalu akupun bertanya-tanya, ‘Bagaimana dosa-dosaku diampuni oleh
seorang manusia sepertinya dan sepertiku?!’ Dan dia sendiri, kepada
siapa dia mengaku dosa? Dan siapa yang akan mengampuninya? Dan bagaimana
bisa menjadi darah dan tubuh al-Masih dalam gelas itu? Apakah ini
dongeng tahayul ataukah hakikat? Bagaimana bisa mensucikan apa yang ada
dalam diri saya, dan diampuni dosa-dosa saya?
Maka mulailah pertanyaan-pertanyaan menjadi banyak dalam diri saya,
dan saya tidak menemukan jawabannya. Mulailah saya memutuskan dari diri
sendiri; seperti tidak melakukan pengakuan kepada pendeta, karena dia
adalah seorang manusia seperti saya, juga tidak mengambil penyerahan,
dan saya beriman bahwa al-Masih u adalah seorang nabi, karena dia adalah
seorang manusia. Dan Tuhan itu memiliki sifat-sifat sempurna lagi
khusus yang menafikan sifat-sifat manusia. Dan mulailah aku membaca
Injil tanpa mengatakan Tuhan Yesus dengan nash injil.
Akan tetapi saya mengatakan Yesus al-Masih saja. Sekalipun demikian
aku tidak merasakan ketenangan yang kuinginkan, dan aku tidak merasa
bahwa ini adalah solusi dalam agama yang kupeluk.
Di saat yang demikian, dan pada suatu masa dari kehidupan saya, suatu
hari saya mengulangi pelajaran sekolah di dalam kamar saya di rumah
yang terletak persis di belakang masjid. Kala itu berada pada bulan
Ramadhan, dan pengeras suara kala itu bekerja setelah shalat Isya’
selama shalat tarawih. Adalah suara imam yang tengah membaca al-Qur`an
sampai ke kamar saya. Itu adalah sebuah suara yang lembut lagi indah
yang saya bisa merasakan manisnya menyentuh hati saya. Dan saya masih
belum mengetahui bahwa itu adalah bacaan al-Qur`an yang mulia.
Di dalam gereja
Kemudian datanglah masa yang Allah melapangkan dada saya padanya
untuk Islam. Hari itu adalah hari Ahad, hari kebaktian di dalam Gereja.
Saat saya membaca Injil, yaitu sebelum kebaktian sebagai sebuah
persiapan untuk membacanya kepada manusia di tengah-tengah kebaktian.
Di tengah persiapan, saya bertanya kepada diri saya, ‘Apakah saya
akan mengatakan Tuhan kita Yesus al-Masih? Atau Yesus al-Masih saja?
Karena dia adalah seorang Nabi dan bukan tuhan. Akan tetapi jika saya
mengatakannya, maka orang-orang yang hadir akan mengetahui bahwa saya
melewati kalimat tersebut, akan tetapi bagaimana juga saya harus
menyelisihi hati sanubari saya?
Pada akhirnya, saya memutuskan bahwa saya akan membaca Injil apa
adanya tanpa perubahan selagi aku membacanya di hadapan manusia, dan aku
akan menjadikan perubahan tersebut saat aku membacanya seorang diri.
Dan datanglah waktu pembacaan Injilku di tengah-tengah misa tersebut.
Mulailah saya membaca dengan tegar, sebagaimana yang tertulis
sempurna hingga aku berhenti pada kata “TUHAN YESUS AL-MASIH”, maka
lisanku tidak mau mengucapkannya. Dan aku tidak merasakan bahwa aku
melewati kalimat TUHAN pada saat membaca secara keseluruhan. Maka
pendeta pun terkejut dengan kejadian tersebut, lalu memberikan isyarat
kepadaku untuk duduk. Aku pun menghentikan bacaan kemudian duduk, akan
tetapi aku selesaikan kebaktian kala itu seperti biasa. Hingga setelah
kebaktian selesai, aku pergi menuju kamar khusus kami.
Di sanalah pendeta menanyaiku, ‘Mengapa engkau tadi melakukan hal itu? Mengapa engkau tidak membaca Injil apa adanya?
Aku tidak menjawab, dan kukatakan kepadanya, ‘Sesungguhnya aku ingin pergi ke rumah untuk istirahat.’
Aku pun pergi ke kamarku dalam keadaan sangat terguncang; mengapa aku melakukannya? Apa yang terjadi pada diriku?
Sejak hari itu, aku tidur sebelum selesai rutinitas harian membaca
Injil sebagaimana sebelumnya. Aku menjadi tidak merasa tenang, tidak
dalam kebaktian, tidak juga membaca, bahkan pergi ke gereja.
Aku terus memikirkan keadaanku, sementara kalimat keras yang
dikatakan oleh teman muslimku terus terngiang-ngiang di telingaku,
‘Kalian semua berada dalam neraka.’
Jalan menuju keyakinan
Setelah itu, saya bersungguh-sungguh membaca buku-buku perbandingan
agama, dan buku-buku Islam yang berbicara tentang kehidupan al-Masih.
Maka aku pun mengetahui siapa al-Masih dalam Islam. Aku juga mengetahui
apa yang sebelumnya tidak kuketahui, yaitu penyebutan Nabi i dalam Injil
dua perjanjian, perjanjian lama dan baru.
Aku juga menemukan bahwa al-Masih dan ibunya yang dimuliakan dengan puncak kehormatan di dalam Islam.
Dan bahwa al-Masih adalah seorang Nabi, yang Allah berfirman
kepadanya, ‘Jadilah, maka jadilah.’ Dan dia adalah roh dari-Nya. Saat
itulah aku menjadi yakin bahwa Injil yang sekarang ada ditanganku adalah
telah diubah-ubah, dan banyak sekali kekacauan di dalamnya.
Kemudian aku mengetahui bahwa Islam adalah agama yang hak, dan bahwa
Allah Subhanahu wa ta'ala tidak meridhai agama apa pun selain Islam, dan bahwa Islam
adalah jalan menuju sorga dan keselamatan dari api neraka yang tidak
seorang pun menuju ke sana.
Kemudian saya pergi ke salah satu toko buku, lalu saya membeli sebuah
mushhaf agar bisa membacanya. Saat aku membacanya, yang saat itu aku
belum memahaminya sedikit pun, akan tetapi demi Allah, aku merasakan
ketenangan aneh di dalam dada saya.
Sungguh, dadaku telah lapang dengan agama ini, agama yang Allah
meridhainya untuk hamba-hamba-Nya, memulian mereka dan memberikan
petunjuk kepada mereka. Maka segala puji bagi Allah di awal, dan segala
puji bagi Allah di akhir, dan segala puji bagi Allah selamanya, segala
puji bagi Allah atas nikmat Islam, dan cukuplah itu sebagai sebuah
kenikmatan.
Termasuk perkara yang mencengangkan juga adalah saat aku beritahu
saudari-saudariku dengan keIslamanan, saya temukan mereka telah
mendahului saya?! Dan tidak seorang pun dari mereka yang menolak saya.
Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan Islam kepada kita
semua.
Maka pada hari itu, saya mengucapkan syahadat laa ilaaha illallah muhamadan Rasulullah. Akupun dilahirkan kembali, maka betapa indahnya agama ini, betapa agungnya Ilah yang Maha Tunggal dan satu-satunya, tidak melahirkan dan tidak dilahirkan, dan tidak ada satu pun yang setara dengan-Nya.
Maka segala puji bagi-Mu wahai sesembahanku, Engkau adalah
keperkasaanku, dan Engkau kedudukanku, maka barangsiapa meminta
pertolongan dengan meminta kepada-Mu, maka Engkau tidak akan
menghampakan orang yang berharap kepada-Mu.
Ya Allah, bagi-Mulah segala puji atas nikmat Islam, dan Iman. Ya
Allah, teguhkanlah aku di atas apa yang sekarang aku berdiri di atasnya.
Jadikanlah akhir kalimat saya di dunia ini adalah laa ilaaha illallah muhammadun Rasulullah,
dan karenanya saya hidup dan mati, dan dengannya saya bertemu
dengan-Mu. Semoga shalawat dan salam tetap tercurah kepada penghulu para
Rasul, imam para Nabi; Muhammad shallallahu'alaihi wa sallam, dengan salam yang besar lagu agung
hingga hari kiamat.
0 komentar:
Posting Komentar