Bab
Keterangan Sikap Keras Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam Terhadap Orang
yang Beribadah Kepada Allah di Sisi Kuburan Orang Shalih.
Dari Aisyah radhiyallahu’anha, “Bahwa Ummu
Salamah bercerita kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam tentang sebuah
gereja yang pernah dia lihat dibumi Habasyah dan gambar-gambar yang ada
didalamnya, maka Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, ‘Orang-orang itu,
jika diantara mereka ada seorang laki-laki shalih atau hamba shalih yang mati,
mereka membangun tempat peribadatan diatas kuburnya dan membuat gambar-gambar
tersebut. Mereka adalah seburuk-buruk makhluk disisi Allah’.” (HR. Bukhari
no. 427, 437 dan Muslim no.528).
Mereka membuat dua fitnah: Fitnah akibat kubur
dan fitnah akibat patung-patung.
Dari Aisyah radhiyallahu’anha ia berkata, “Ketika
ajal Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam tiba, beliau mulai mengambil
sepotong kain dan menutupkannya ke wajahnya, jika beliau merasakan panas lagi
sesak, maka beliau membukanya. Dalam keadaan tersebut beliau bersabda, ‘Allah
melaknat orang-orang Yahudi dan Nasrani, mereka menjadikan kubur nabi-nabi
mereka sebagai tempat-tempat peribadatan.’ Beliau memperingatkan umat dari apa
yang mereka lakukan, kalau bukan karena itu niscaya kubur beliau ditampakkan,
hanya saja beliau kawatir ia dijadikan
sebagai tempat peribadatan.” (HR. Bukhari no.435 dan Muslim no.531)
Dari Jundub bin Abdullah radhiyallahu’anhu
berkata, “Aku mendengar Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda lima
malam sebelum beliau wafat, ‘Sesungguhnya aku berlepas diri kepada Allah
dijadikannya bagiku seorang khalil (kekasih) dari kalian, karena sesungguhnya
Allah telah mengangkatku sebagai khalil sebagaimana Dia mengangkat Ibrahim
sebagai khalil. Andaikata aku boleh mengangkat seseorang dari kalian sebagai
khalil niscaya orang itu adalah Abu Bakar. Ketahuilah bahwa orang-orang sebelum
kalian menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai tempat-tempat peribadatan,
ketahuilah janganlah menjadikan kuburan sebagai tempat-tempat peribadatan,
karena sesungguhnya aku melarang kalian melakukan hal itu.” (HR. Muslim no.
232).
Nabi shallallahu’alaihi wa sallam melarang hal
ini diakhir hidupnya, kemudian beliau melaknat orang yang melakukannya ada saat
beliau menghadapi ajal kematian. Shalat disisinya termasuk didalamnya meskipun
tanpa membangun masjid. Inilah makna ucapan Aisyah, “Beliau kawatir kuburnya
dijadikan sebagai tempat peribadatan.” Para Sahabat tidak pernah membangun
masjid (tempat peribadatan) disekeliling kubur Nabi shallallahu’alaihi wa
sallam. Setiap tempat yang ditujukan untuk shalat disana, maka ia telah
dijadikan sebagai masjid, bahkan semua tempat yang digunakan untuk shalat bisa
dinamakan masjid sebagaimana sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, “Dan
bumi dijadikan untukku sebagai masjid dan alat bersuci.” (HR. Bukhari no.
335 dan Muslim no.521).
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu’alaihi
wa sallam bersabda, “Sesungguhnya diantara seburuk-buruk manusia adalah
orang-orang yang pada hari kiamat datang, mereka dalam keadaan hidup dan
orang-orang menjadikan kuburan sebagai tempat-tempat peribadatan.” (HR.
Bukhari no.7067 dan Ahmad no.3834).
Kandungan Bab:
- 1. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam menyinggung tentang orang-orang yang mendirikan tempat peribadatan dimana didalamnya ia menyembah Allah disisi kuburan orang shalih, walaupun niat pelakunya baik.
- 2. Larangan dan peringatan keras terhadap patung-patung.
- 3. Yang menjadi tolok ukur adalah sikap keras Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dalam hal ini; bagaimana beliau menjelaskan hal ini pertama kali, kemudia beliau menegaskannya kembali lima hari sebelum beliau wafat, dengan mengatakan apa yang beliau katakan itu, kemudian pada saat beliau menghadapi ajal kematian, beliau belum merasa cukup dengan apa yang beliau katakan sebelumnya (sehingga beliau kembali menegaskannyapada saat ajal datang menjemput).
- 4. Larangan beliau melakukan hal itu disisi kuburnya sebelum kuburan beliau ada.
- 5. Hal itu (mendirikan tempat peribadatan diatas kuburan) adalah tradisi orang-orang yahudi dan nasrani terhadap kubur nabi-nabi mereka.
- 6. Laknat Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam atas mereka karena itu.
- 7. Bahwa maksud Nabi shallallahu’alaihi wa sallam adalah memperingatkan kita agar tidak melakukan hal itu terhadap kuburnya.
- 8. Alasan kenapa kubur beliau tidak ditampakkan.
- 9. Penjelasan tentang makna menjadikan kuburan sebagai tempat peribadatan.
- 10. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam menyandingkan antara orang-orang yang menjadikannya (kuburan sebagai tempat peribadatan) dengan orang-orang yang mendapati hari kiamat, maka beliau menyebutkan sarana kepada syirik sebelum ia terjadi, berikut penutupnya.
- 11. Apa yang disebutkan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam lima hari sebelum beliau wafat mengandung bantahan atas dua kelompok yang meruapak kelompok ahli bid’ah terburuk, bahkan sebagian ahli ilmu tidak memasukkan keduanya kedalam tujuh puluh dua golongan, keduanya adalah Rafidhah dan Jahmiyah. Orang-orang Rafidhah adalah penyebab syirik dan penyembahan kepada kuburan, mereka adalah orang pertama yang membangun tempat-tempat peribadatan diatas kuburan.
- 12. Beratnya Sakratul Maut yang dialami Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam.
- 13. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dimuliakan oleh Allah ta’ala dengan gelar al-khalil.
- 14. Penjelasan secara terbuka bahwa al-Khalil lebih tinggi daripada mahabbah.
- 15. Penjelasan secara terbuka bahwa Abu Bakar ash-Shiddiq adalah sahabat terbaik.
- 16. Isyarat kepada kekhalifahan Abu Bakar radhiyallahu’anhu.
Penjelasan
Dari Aisyah radhiyallahu’anha, “Bahwa Ummu Salamah bercerita kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam tentang sebuah gereja yang pernah dia lihat dibumi Habasyah dan gambar-gambar yang ada didalamnya, maka Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, ‘Orang-orang itu, jika diantara mereka ada seorang laki-laki shalih atau hamba shalih yang mati, mereka membangun tempat peribadatan diatas kuburnya dan membuat gambar-gambar tersebut. Mereka adalah seburuk-buruk makhluk disisi Allah’.” (HR. Bukhari no. 427, 437 dan Muslim no.528).
Al-baidhawi berkata, “Nabi shallallahu’alaihi
wa sallam melaknat orang-orang yahudi dan nasrani karena mereka sujud kepada
kubur para nabi demi mengagungkan mereka dan menjadikan kubur mereka sebagai
kiblat yang kepadanya mereka menghadap dalam shalat dan lainnya serta
menjadikannya sebagai tempat perayaan.”
Al-Qurthubi berkata, “Para leluhur mereka
membuat patung-patung tersebut untuk meneladani mereka dan mengingat perbuatan
baik mereka, sehingga para leluhur itu bisa bersungguh-sungguh seperti mereka,
beribadah kepada Allah disisi kubur mereka. Namun sepeninggal mereka, datanglah
generasi penerus yang tidak memahami maksud para leluhur, lalu setan
membisikkan kepada mereka bahwa para leluhur menyembah dan mengagungkan
patung-patung tersebut. Maka Nabi shallallahu’alaihi wa sallam memperingatkan
umat darinya demi menutup sarana yang menyeret kesana.”
(Mereka membuat dua fitnah: Fitnah akibat kubur dan fitnah akibat patung-patung).
(Mereka membuat dua fitnah: Fitnah akibat kubur dan fitnah akibat patung-patung).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah
berkata,
“Alasan inilah
(dimana karenanya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam melarang mendirikan
tempat-tempat peribadatan diatas kubur) yang telah menjerumuskan banyak umat
kedalam syirik akbar atau syirik yang lebi rendah darinya. Sebab banyak jiwa
yang berbuat syirik dengan patung orang-orang shalih dan patung-patung yang
kata mereka adalah rahasia bintang-bintang
dan yang sepertinya. Berbuat syirik melalui kuburan seseorang yang
diyakini shalih lebih dekat kepada jiwa daripada berbuat syirik melalui kayu
atau batu. Oleh karena itu kamu melihat ahli syirik merendahkan diri disana,
khusyu’, tunduk dan melakukan dengan sepenuh hati mereka ibadah yang justru
tidak mereka lakukan dimasjid dan tidak pula mereka lakukan diwaktu penghujung
malam. Diantara mereka ada yang bersujud kepadanya dan kebanyakan dari mereka
mengharapkan berkah dari shalat dan doa disisinya, tidak sebagaimana berkah
yang mereka harapkan dimasjid. Karena timbulnya kerusakan ini, maka Nabi
shallallahu’alaihi wa sallam menuntaskan masalahnya hingga sampai beliau
melarang shalat diatas kuburan secara mutlak, walaupun seorang yang shalat
tidak bermaksud berkahnya tempat itu dengan shalatnya tersebut sebagaimana dia
bermaksud berkahnya masjid dengan shalat. Beliau juga melarang shalat pada saat
matahari terbit dan terbenam, sebab waktu tersebut merupakan waktu dimana
orang-orang musyrik mendirikan ibadah kepada matahari, maka beliau melarang
umatnya untuk shalat pada waktu tersebut walaupun tidak seperti maksud (tujuan)
orang-orang musyrikin, demi untuk menutup sarana (kearah syirik). Adapun jika
maksud seseorang dengan shalat dikuburan adalah diraihnya berkah dengan shalat
disana, maka ini merupakan penentangan kepada Allah dan RasulNya itu sendiri,
penyelisihan terhadap agamaNya dan mengada-adakan agama tanpa izin dari Allah. Kaum
Muslimin telah bersepakat atas apa yang mereka ketahui secara mendasar dari
agama Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bahwa shalat disisi kubur
dilarang dan bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam melaknat orang yang
menjadikannya sebagai tempat peribadatan. Termasuk bid’ah terbesar dan
sebab-sebab syirik adalah shalat dikubur dan menjadikannya sebagai tempat
peribadatan serta membangun tempat peribadatan diatasnya. Nash-nash dari Nabi
shallallahu’alaihi wa sallam yang melarang hal itu dengan keras telah
diriwayatkan secara mutawatir. Kebanyak madzhab telah menyatakan dengan jelas
tentang larangan membangun tempat peribadatan diatas kuburan. Mereka menyatakan
demikian karena mereka mengikuti sunnah yang shahih lagi jelas. Sahabat-sahabat
Ahmad dan ulama selain mereka seperti sahabat-sahabat Malik dan Asy-Syafi’i
telah menyatakan bahwa hal itu telah diharamkan. Sementara ada kelompok lain
yang menyatakannya makruh, namun makruh disini selayaknya dibawa kepada makruh
yaang menunjukkan keharaman dalam rangka baik sangka kita terhadap para ulama,
agar tidak ada yang mengira bahwa mereka membolehkan perbuatan yang pelakunya
dilaknat dan ia dilarang oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam secara
mutawatir.” [Selesai ucapan beliau].
Dari Aisyah radhiyallahu’anha ia berkata, “Ketika ajal Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam tiba, beliau mulai mengambil sepotong kain dan menutupkannya ke wajahnya, jika beliau merasakan panas lagi sesak, maka beliau membukanya. Dalam keadaan tersebut beliau bersabda, ‘Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nasrani, mereka menjadikan kubur nabi-nabi mereka sebagai tempat-tempat peribadatan.’ Beliau memperingatkan umat dari apa yang mereka lakukan, kalau bukan karena itu niscaya kubur beliau ditampakkan, hanya saja beliau kawatir ia dijadikan sebagai tempat peribadatan.” (HR. Bukhari no.435 dan Muslim no.531)
Beliau menjelaskan
bahwa siapa yang melakukan seperti itu maka dia berhak mendapatkan laknat
seperti orang-orang yahudi dan nasrani.
Dalam catatan kaki
Fatul Majid dijelaskan,
Nabi
shallallahu’alaihi wa sallam melaknat mereka yang bersemangat untuk shalat
disisi kubur nabi-nabi mereka walaupun seorang yang shalat melakukannya hanya
karena Allah ta’ala. Barangsiapa shalat disisi kuburan dan menjadikannya
sebagai tempat peribadatan maka ia dilaknat, sebab hal itu menjadi sarana untuk
menyembahnya jika dia menyembah penghuninya dengan berbagai macam ibadah dan
meminta kepadanya apa yang dia tidak mampu melakukannya. Inilah tujuan akhir
dari menjadikan kuburan sebagai masjid-masjid yaitu dalam rangka sarana kearah
tersebut. Laknat ini tidak khusus atas orang-orang yahudi dan nasrani,
personal-personal mereka, zaman atau nama-nama mereka, akan tetapi karena
perbuatan mereka, demikian pula siapa yang melakukan apa yang mereka telah
lakukan. Barangsiapa melakukan apa yang lebih besar dari apa yang mereka
lakukan maka mereka lebih berhak mendapatkan laknat. Nabi shallallahu’alaihi wa
sallam ingin memperingatkan umatnyaagar mereka tidak tertimpa laknat yang telah
menimpa orang-orang yahudi dan nasrani. Oleh karen aitu Aisyah
radhiyallahu’anha berkata, “Beliau memperingatkan umat dari apa yang mereka
lakukan, kalau bukan karen aitu niscaya kubur beliau ditampakkan.”
Al-Qurthubi berkata
tentang makna hadits tersebut, “Semua itu untuk menutup sarana yang membawa
kepada penyembahan kepada penghuninya sebagaimana sebab terjadinya penyembahan
kepada berhala.”
Al-Qurthubi juga
mengatakan, “Oleh karena itu kaum Muslimin sangat serius dalam menutup sarana
syirik terkait dengan kuburan Nani shallallahu’alaihi wa sallam, mereka
meninggikan tembok tanahnya, menutup segala celah masuk kedalamnya, dan
membuatnya mengelilingi kubur beliau. Disamping itu, karena kawatir kubur
beliau dijadikan sebagai kiblat jika posisinya menghadap ke orang-orang yang
shalat dimana shalat tergambar menghadap kesana dalam gambaran ibadah, maka
kaum Muslimin membangun dua tembok dari dua sudut kubur arah utara dan membelokan
keduanya sehingga keduana bertemu disudut segitiga dari arah utara sehingga
tidak ada yang bisa menghadap kekuburnya.” [selesai]
Ibnu Qayyim
rahimahullah berkata, “Secara umum siapa yang mempunyai ilmu tentang syirik,
sebab-sebab dan sarana-sarananya dan memahami maksud Rasulullah
shallallahu’alaihi wa sallam niscaya dia meyakini dengan keyakinan yang pasti,
yang tidak mengandung kontradiksi bahwa sikap keras Rasulullah
shallallahu’alaihi wa sallam, laknat dan larangan beliau dengan kedua bentuk
kalimatnya, yaitu, ’Jangan melakukan.’ dan ‘Sesungguhnya aku melarang
kalian dari hal itu.’ Adalah bukan karena alasan najis, akan tetapi karena
alasan najisnya syirik yang beliau larang, mengikuti hawa nafsunya, tidak takut
kepada Rabb dan Maulanya dan sedemikian tipisnya bagian dari La ilaha
illlallah bahkan tidak tersisa sama sekali.
Sabda Nabi
shallallahu’alaihi wa sallam ini yang sepertinya adalah demi melindungi tauhid
sehingga tidak diselimuti dan dikelilingi oleh syririk,memurnikan tauhid dan
membela Rabb sehingga Dia tidak disejajarkan dengan selainNya, namun
orang-orang musyrik itu menolak kecuali melanggar perintah Rasulullah
shallallahu’alaihi wa sallam dan melaksanakan larangannya. Setan telah menipu
mereka dengan menyatakan bahwa hal itu merupakan pengagungan terhadap kubur
para syaikh dan orang-orang shalih. Semakin kamu mengagungkan kuburan mereka
dan bersikap ghuluw, maka semakin kamu berbahagia dengan kedekatanmu pada
mereka dan semakin jauh dari musuh-musuh mereka. Demi Allah, dari pintu inilah
setan menyusup kepada para pemuja Ya’uq, Yaghuts, dan Nasr. Setan juga menyusup
kepada para penyembah berhala sejak dulu hingga hari kiamat. Maka orang-orang
musyrik ini menggabungkan antara ghuluw pada mereka dan menggugat jalan hidup
mereka. Maka Allah memberi petunjuk kepada ahli tauhid untuk meniti jalan
mereka dan menundukkan jalan mereka dan menundukkan mereka diatas kedudukan
yang mana Allah menundukkan mereka diatasnya, yaitu kedudukan ubudiyah dan
tidak memberikan keistimewaan ilahiyah kepada mereka,”
(Dan bumi dijadikan untukku sebagai masjid dan alat bersuci)
(Dan bumi dijadikan untukku sebagai masjid dan alat bersuci)
Al-Baghawi berkata dalam Syarh as-Sunnah, “Maksudnya bahwa Ahli Kitab
dilarang shalat kecuali digereja dan tempat peribadatan mereka, maka Allah
membolehkan shalat dimanapun bagi umat ini sebagai keringanan dan kemudahan,
kemudian Allah mengkhususkan dari seluruh tempat kamar mandi, kuburan dan
tempat yang najis.”
Telah
tersinggung dalam hadits-hadits diatas
bahwa ini termasuk perbuatan yahudi dan nasrani dan bahwa Nabi
shallallhu’alaihi wa sallam melaknat mereka karena itu sebagai peringatan
kepada umat agar mereka tidak melakukan hal itu kepada Nabi shallallahu’alaihi
wa sallam dan orang-orang shalih.
Dalam Kitab Qurrah
al-Uyun al-Muwahhidin dikatakan,
“Hal ini telah
terjadi pada umat dalam jumlah yang tidak sedikit sebagaimana yang terjadi pada
orang-orang jahiliyah sebelum diutus nabi shallallahu’alaihi wa sallam
sebagaimana hal itu tidak samar bagi para para pemilik pandangan yang lurus. Kalangan muta’akhirin
dari umat ini mengungguli apa yg dilakukan oleh orang-orang jahiliyah dalam
perkara syirik ini dari beberapa segi, diantaranya bahwa mereka mengikhlaskan
diri kepada selain Allah dalam keadaan sulit dan melupakan Allah. Diantaranya,
bahwa mereka meyakini tuhan-tuhan mereka dari kalangan orang-orang mati
bertindak terhadap alam semesta selain Allah. Dengan begitu, mereka
menggabungkan dua bentuk syirik, syirik dalam ilahiyah dan dalam rububiyah.
Kami telah mendengar hal itu dari mulut mereka, diantara ucapan Ibnu Kamal di
Amman dan orang-orang yang sepertinya bahwa Abdul Qadir al-jailani mendengar
doa orang yang berdoa kepadanya, disampiing dia mendengar juga dia juga memberi
kemanfaatan. Orang ini mengklaim bahwa Abdul Qadir mengetahui yang ghaib
walaupun dia sudah mati. Akal orang ini memang sudah rusak, dia tersesat maka
dia telah kafir kepada apa yang Allah turunkan dalam kitabNya seperti
firmanNya, “Jika kamu menyeru kepada mereka, mereka tiada mendengar
seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu
dan di hari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang
dapat memberi keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh yang Maha
Mengetahui.” (Fathir: 14). Mereka tidak mempercayai berita Allah yang Maha
Mengetahui tentang tuhan-tuhan yang mereka sembah selain Allah, mereka juga
tidak beriman kepada apa yang Dia turunkan dalam kitabNya, sebaliknya mereka
malah menentang dan menolaknya dngan keras, mereka mendustakan, melakukan ilhad
dan membuang akal dan naql. Semoga Allah memberi pertolongan.” Selesai.
Kebanyakan dari
mereka tidak mau mengangkat kepala, justru mereka meyakini bahwa perkara ini
merupakan ibadah yang mendekatkan kepada Allah ta’ala, padahal ia termasuk
perkara yang menjauhkan dari rahmat dan ampunanNya.
Yang mengherankan
bahwa kebanyakan orang mengaku berilmu dari kalangan umat ini tidak mengingkari
hal itu, bahkan terkadang mereka menganggapnya baik dan mednorong untuk
dilakukan. Islam menjadi sedemikian asing, yang ma’ruf menjadi mungkar dan yang
mungkar menjadi ma’ruf, sunnah menjadi bid’ah dan bid’ah menjadi sunnah, anak
kecil tumbuh diatasnya dan orang tua beruban diatasnya pula.
Ucapan Ulama Seputar Ibadah di Kuburan
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah rahimahullah berkata, “Adapun membangun tempat-tempat peribadatan
diatas kuburan maka sebagai kalangan telah menyatakan melarangnya mengikuti
hadtis-hadits yang shahih. Sahabat-sahabat kami dan lainnya dari kalangan
sahabat-sahabat Malik dan Asy-Syafi’i meyatakan mengharamkan.” Syaikhul Islam
berkata, “Tidak ada keraguan untuk memastikan keharamannya.” -lalu beliau
menyebutkan hadits-hadits dalam hal itu lalu berkata-, “Tempat-tempat
peribadatan yang didirikan diatas para kubur nabi dan orang-orang shalih atau
para raja dan selainnya harus disingkirkan dengan dirobohkan atau dengan cara
lainnya. Dan aku tidak mengeahui adanya perbedaan dikalangan umat yang
dikenal.”
Ibnul Qayyim
rahimahullah berkata, “Wajib merobohkan kubah-kubah yang didirikan diatas
kubur, karena ia dibangun diatas dasar kemaksiatan kepada Rasulullah
shallallahu’alaihi wa sallam. Beberapa ulama dalam madzhab asy-Syafi’i
memfatwakan bangunan dik Qarrafah (kuburan ahli mesir) harus dirobohkan,
diantara mereka adalah Ibnu al-Jumaizi, azh-Zhahir al-Tazmanti dan
lain-lainnya.”
Qadhi Ibnu Kaj
berkata, “Tidak boeh melabur (mengapuri) kuburan, tidak pula membangun
kubah-kubah diatasnya, tidak pula selain kubah. Berwasiat dengan yang demikian
adalah batal.”
Al-Adzura’i berkata,
“Adapun batalnya wasiat yang berisi perintah membangun kubah-kubah dan bangunan
yang lainnya dan membelanjakan uang dalam jumlah besar, maka keharamannya tidak
diragukan.”
Al-Qurthubi berkata
tentang hadits Jabir radhiyallahu’anu, “Nabi shallallahu’alaihi wa sallam
melarang melabur (mengapuri) kuburan atau membangu diatasnya.” Dia berkata,
“Malik berpendapat sesuai dengan zahir hadits ini, dia menilai makruh melabur
dan membangun diatas kuburan, sementara selain Malik membolehkannya dan hadits
ini adalah hujjah atasnya.”
Ibnu Rusyd berkata,
“Malik menilai makruh mendirikan bangunan diatas kuburan dan membuat tanda
makan tertulis, ia termasuk bid’ah orang-orang berharta, mereka membuatnya
dengan ingin menyombongkan diri, membanggakan diri, dan mencari nama, din ia
termasuk perkara yang tidak diperselisihkan keharamannya.”
Az-Zaila’i berkata
dalam Syarh al-Kanz, “makruh membangun diatas kuburan. Qadhi Khan
menyebutkan bahwa kubur tidak dikapur dan tidak didirikan bangunan atasnya,
berdasarkan apa yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bahwa
beliau melarang melabur kubur dan
membangun diatasnya. Yang dimaksud dengan makruh menurut pendapat ulama-ulama
Hanafiyah adalah makruh yang menunjukkan keharaman. Hal itu dinyatakan oleh
Ibnu Nujaim dalam Syarh al-Kanz.”
Asy-Syafi’i berkata,
“Aku tidak suka ada seorang makhluk diagungkan, sehingga dikuburnya dijadikan
sebagai tempat peribadatan karena dikawatirkan terjadi fitnah atasnya dan atas
orang—orang sesudahnya.” Perkataan asy-Syafi’i ini menjelaskan bahwa yang
dimaksud makruh adalah makruh yang menunjukkan keharaman.
Pensyarah Kitab
Tauhid –Fathul Majid- berkata, “An-Nawawi memastikan dalam Syarh
al-Muhadzdzab bahwa membangun diatas kubur adalah haram secara mutlak. Dan
dia juga menyebutkan yang sepertinya di Syarh Shahih Muslim.”
Abu Muhammad bin
Abdullahj bin Ahmad bin udamah rahimahullah, Imam para pengikut Madzhab
Hanbali, penulis kitab-kitab besar seperti al-Mughni, al-Kafi dan
lainnya berkata, “Tidak boleh membangun tempat peribadatan diatas kubur, karena
Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Allah melaknat orang-orang
yahudi dan nasrani....” (Alhadits). Dan telah diriwayatkan kepada kami
bahwa awal mula penyembahan kepada berhala dalam pengagungan kepada orang-orang
mati, pembuatan patung-patung mereka, berdiam diri padanya, dan shalat
disisinya.”[*]
[*] Didalam Fathul
Majid penulis memberikan tambahan, “Ibnu Hajar al-Haitsami telah menyatakan
dalam kitabnya al-Kaba’ir bahwa menbangun kubah diatas kubur termasuk
dosa besar yang diharamkan dengan dasar nash yang jelas. Wajib atas para
pemimpin kaum muslimin, para amir dan para wali menghancurkan kubah-kubah ini
dan hendaknya mereka memulai dengan kubah-kubah imam Syafi’i.”
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah berkata, “Adapun kuburan, maka tidak ada perbedaan antara kondisinya
baru atau lama, tanahnya telah berubah atau belum, juga tidak ada perbedaan
apakah diantara posisinya dengan tanah terdapat pembatas atau tidak, karena
keumuman dan illat, disamping itu Nabi shallallahu’alaihi wa sallam telah
melaknat tempat-tempat peribadatan dan sudah dimaklumi bahwa kubur Nabi
shallallahu’alaihi wa sallam tidak najis.”
Segala puji bagi
Allah atas kejelasan hujjah dan penjelasan jalan yang benar. Segala puji kepada
Allah yang telah membimbing kita kepada agama ini, kta tidak akan mendapatkan
hidayah seandainya Alah tidak memberi hidayah kepada kita.
[Disalin dari Fathul
Majid Syarah Kitab Tauhid, bab Beribadah di Kuburan. Pustaka Sahifa]
Terimakasih banyak atas Blog ini... Luar biasa ilmu yg bisa didapat dari blog ini... Mudah2an yang membuat blog ini diberikan ganjaran pahala yang berlipat ganda dari Allah... Aamiin...
BalasHapus