Ketahuilah, sesungguhnya termasuk hikmah dan kesempurnaan Alloh, Dia mengkhususkan sebagian makhluknya dengan beberapa keutamaan dan keistimewaan. Melebihkan sebagian waktu dan tempat dengan ganjaran dan pahala yang besar. Diantaranya adalah Alloh mengkhususkan sebagian bulan dan hari dengan keistimewaan yang tidak dimiliki oleh bulan dan hari yang lain. Agar menjadi ladang bagi seorang muslim untuk menambah amalan dan kecintaannya terhadap ketaatan. Menuai pahala dan meraih ridhoNya. Menggugah semangat baru dalam beramal, sebagai bekal untuk kampung nan abadi.[217]
Di antara bulan-bulan yang penuh dengan keistimewaan adalah bulan Dzulhijjah, lebih khusus lagi sepuluh hari pertama dan hari tasyriqnya. Bagaimana tugas seorang muslim di bulan ini? amalan ketaatan apa saja yang dianjurkan? Ikutilah kajian berikut ini dengan seksama. Semoga bermanfaat.[218]
KEUTAMAAN 10 HARI PERTAMA BULAN DZULHIJJAH
Umur manusia seluruhnya adalah musim untuk menjalankan
ketaatan dan menuai pahala. Beribadah dan menjalankan ketaatan hingga
maut menjemput. Alloh Subhanahu wa ta'ala berfirman:
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ﴿٩٩﴾
Dan beribadahlah kepada Rabbmu sampai datang kepadamu yang diyakini (kematian)[219]. (QS. al-Hijr: 99).
Oleh karena itu wajib bagi seorang muslim untuk memanfaatkan umur dan waktunya sebaik mungkin. Memperbanyak dan memperbagusi ibadah serta amalan hingga maut menjemput, lebih-lebih pada bulan dan hari yang penuh dengan keutamaan. Diantara bulan yang Alloh telah beri banyak keutamaan adalah bulan Dzulhijjah. Alloh Subhanahu wa ta'ala berfirman:
Oleh karena itu wajib bagi seorang muslim untuk memanfaatkan umur dan waktunya sebaik mungkin. Memperbanyak dan memperbagusi ibadah serta amalan hingga maut menjemput, lebih-lebih pada bulan dan hari yang penuh dengan keutamaan. Diantara bulan yang Alloh telah beri banyak keutamaan adalah bulan Dzulhijjah. Alloh Subhanahu wa ta'ala berfirman:
Demi fajr. Dan malam yang sepuluh. (QS.al-Fajr: 1-2).
Imam Ibnu Rajab berkata: “Malam-malam yang sepuluh adalah sepuluh hari Dzulhijjah. Inilah penafsiran yang benar dari mayoritas ahli tafsir dari kalangan salaf dan selain mereka. Dan penafsiran ini telah sahih pula dari Ibnu Abbas”.[220]
Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
Imam Ibnu Rajab berkata: “Malam-malam yang sepuluh adalah sepuluh hari Dzulhijjah. Inilah penafsiran yang benar dari mayoritas ahli tafsir dari kalangan salaf dan selain mereka. Dan penafsiran ini telah sahih pula dari Ibnu Abbas”.[220]
Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ أَياَّمٍ العَمَلُ الصَّالِحُ فِيْهِنَّ أَحَبُّ إِلىَ اللهِ مِنْ هَذِهِ اْلأَيَّامِ العَشْرِ فَقَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ: وَلاَ الْجِهَادُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ
Tiada hari-hari yang amalan shalih di dalamnya lebih
dicintai oleh Alloh daripada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Para
sahabat bertanya: Tidak pula jihad di jalan Alloh? Rasulullah menjawab:
Tidak juga jihad di jalan Alloh. Kecuali seorang yang keluar dengan membawa jiwa dan hartanya dan dia tidak kembali setelah itu. (mati syahid).[221]
Dalam riwayat yang lain Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
Dalam riwayat yang lain Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ عَمَلٍ أَزْكَى عِنْدَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَلاَ أَعْظَمُ أَجْرًا مِنْ خَيْرٍ يَعْمَلُهُ فِيْ عَشْرِ اْلأَضْحَى
Tidak ada amalan yang lebih suci disisi Alloh dan tidak
ada yang lebih besar pahalanya daripada kebaikan yang dia kerjakan pada
sepuluh hari al-adha.[222]
Ibnu Rojab mengatakan: “Hadits ini menunjukkan bahwa beramal pada sepuluh hari bulan Dzulhijjah lebih dicintai disisi Alloh daripada beramal pada hari-hari yang lain tanpa pengecualian. Apabila beramal pada hari-hari itu lebih dicintai oleh Alloh, maka hal itu lebih utama disisiNya”.[223]
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Yang jelas, bahwa sebab keistimewaan sepuluh hari bulan Dzulhijjah, karena pada bulan ini terkumpul ibadah-ibadah inti, seperti shalat, puasa, shadaqoh, haji, yang mana hal itu tidak didapati pada bulan yang lainnya”.[224]
AMALAN SUNNAH DI BULAN DZULHIJJAH
Ibnu Rojab mengatakan: “Hadits ini menunjukkan bahwa beramal pada sepuluh hari bulan Dzulhijjah lebih dicintai disisi Alloh daripada beramal pada hari-hari yang lain tanpa pengecualian. Apabila beramal pada hari-hari itu lebih dicintai oleh Alloh, maka hal itu lebih utama disisiNya”.[223]
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Yang jelas, bahwa sebab keistimewaan sepuluh hari bulan Dzulhijjah, karena pada bulan ini terkumpul ibadah-ibadah inti, seperti shalat, puasa, shadaqoh, haji, yang mana hal itu tidak didapati pada bulan yang lainnya”.[224]
AMALAN SUNNAH DI BULAN DZULHIJJAH
Sesungguhnya mendapati sepuluh hari pertama bulan
Dzulhijjah adalah nikmat yang besar dari nikmat-nikmat Alloh. Manis dan
nikmatnya hanya bisa dirasakan oleh orang-orang yang shalih dan
bersungguh-sungguh pada hari-hari tersebut. Maka sudah menjadi kemestian
bagi seorang muslim untuk menyingsingkan baju dan menambah
kesungguhanya dalam menjalankan ketaatan pada bulan ini.
Abu Utsman an-Nahdi[225] mengatakan: “Adalah para salaf mengagungkan tiga waktu dari sepuluh hari yang utama: Sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah dan sepuluh hari pertama bulan Muharram”.[226]
Berikut ini amalan-amalan sunnah yang dianjurkan pada bulan ini:
1. Puasa
Abu Utsman an-Nahdi[225] mengatakan: “Adalah para salaf mengagungkan tiga waktu dari sepuluh hari yang utama: Sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah dan sepuluh hari pertama bulan Muharram”.[226]
Berikut ini amalan-amalan sunnah yang dianjurkan pada bulan ini:
1. Puasa
Disunnahkan bagi setiap muslim untuk puasa sembilan hari
pertama pada bulan Dzulhijjah, karena puasa termasuk amalan solih yang
dianjurkan pada bulan ini. Ummul Mu’minin Hafsoh menuturkan:
أَنَّ النَّبِيَّ كَانَ يَصُوْمُ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ وَتِسْعًا مِنْ ذِيْ الْحِجَّةِ وَثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنَ الشَّهْرِ
Adalah Nabi puasa Asyura, sembilan hari pertama bulan Dzulhijjah, dan tiga hari pada setiap bulan.[227]
Lebih ditekankan lagi puasa pada hari Arafah sebagaimana akan datang penjelasannya sebentar lagi insya Alloh.
2. Takbir
Lebih ditekankan lagi puasa pada hari Arafah sebagaimana akan datang penjelasannya sebentar lagi insya Alloh.
2. Takbir
Termasuk amalan shalih pada hari-hari ini adalah
memperbanyak takbir, tahlil, tasbih, istigfar dan doa. Dzikir sangat
dianjurkan pada seluruh waktu dan setiap keadaan, kecuali keadaan yang
dilarang.[228] Alloh Subhanahu wa ta'ala berfirman:
فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلَاةَ فَاذْكُرُوا اللَّـهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِكُمْ ۚ فَإِذَا اطْمَأْنَنتُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ ۚ إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَّوْقُوتًا ﴿١٠٣﴾
Ingatlah Alloh di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. (QS.an-Nisaa: 103).
Bagi yang Alloh karuniai kecukupan rizki maka hendaklah dia
menunaikan ibadah haji, karena haji merupakan kewajiban dan rukun
islam. Barangsiapa yang menunaikan ibadah haji menurut cara dan tuntunan
yang disyariatkan, maka insya Alloh dia termasuk dalam kandungan sabda Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam yang berbunyi:
العُمْرَةُ إِلىَ العُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا وَالْحَجُّ الْمَبْرُوْرُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةَ
Umrah ke umrah adalah penghapus dosa diantara keduanya. Dan haji mabrur tidak ada balasan baginya kecuali surga.[230]
Haji mabrur adalah haji yang sesuai dengan tuntunan syar’I, menyempurnakan hukum-hukumnya, mengerjakan dengan penuh kesempurnaan dan lepas dari dosa serta terhiasi dengan amalan solih dan kebaikan.[231]
Bila ada yang bertanya, bagaimanakah kriteria haji mabrur?
Pertama: Ikhlas, seorang hanya mengharap pahala Allah, bukan untuk pamer, kebanggan, atau agar dipanggil oleh masyarakatnya “pak haji” atau “bu haji”
Haji mabrur adalah haji yang sesuai dengan tuntunan syar’I, menyempurnakan hukum-hukumnya, mengerjakan dengan penuh kesempurnaan dan lepas dari dosa serta terhiasi dengan amalan solih dan kebaikan.[231]
Bila ada yang bertanya, bagaimanakah kriteria haji mabrur?
Pertama: Ikhlas, seorang hanya mengharap pahala Allah, bukan untuk pamer, kebanggan, atau agar dipanggil oleh masyarakatnya “pak haji” atau “bu haji”
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّـهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ ﴿٥﴾
Mereka tidak disuruh kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan penuh keikhlasan. (QS. Al-Bayyinah: 5)
Kedua: Ittiba’ kepada Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam, dia berhaji sesuai tata cara haji yang diperaktekkan oleh Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam dan menjauhi perkara-perkara bid’ah haji. Beliau sendiri bersabda:
Kedua: Ittiba’ kepada Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam, dia berhaji sesuai tata cara haji yang diperaktekkan oleh Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam dan menjauhi perkara-perkara bid’ah haji. Beliau sendiri bersabda:
خُذُوْا عَنِّيْ مَنَاسِكَكُمْ
Contolah cara manasik hajiku.[232]
Ketiga: Harta untuk berangkat hajinya adalah harta yang halal. Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda
Ketiga: Harta untuk berangkat hajinya adalah harta yang halal. Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda
إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ, لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا
Sesungguhnya Allah itu baik, Dia tidak menerima kecuali dari yang baik.[233]
Keempat: Menjauhi segala kemaksiatan, kebid’ahan dan penyimpangan
Keempat: Menjauhi segala kemaksiatan, kebid’ahan dan penyimpangan
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُومَاتٌ ۚ فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّـهُ ۗوَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ ۚ وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ ﴿١٩٧﴾
Barangsiapa
yang menetapkan niatnya untuk haji di bulan itu maka tidak boleh rafats
(kata-kata tak senonoh), berbuat fasik dan berbantah-bantahan pada masa
haji. (QS. Al-Baqarah: 197).
Kelima: Berakhlak baik antar sesama, tawadhu dalam bergaul, dan suka membantu kebutuhan saudara lainnya.
Alangkah bagusnya ucapan Ibnu Abdil Barr dalam at-Tamhid 22/39: “Adapun haji mabrur, yaitu haji yang tiada riya’ dan sum’ah di dalamnya, tiada kefasikan, dan dari harta yang halal”.[234]
4. Memperbanyak amalan shalih
Termasuk hikmah Alloh Subhanahu wa ta'ala, Dia menjadikan media beramal tidak
hanya pada satu amalan saja. Bagi yang tidak mampu haji, jangan
bersedih, karena disana masih banyak amalan salih yang pahalanya tetap
ranum dan siap dipetik pada bulan ini. Diantara contohnya shalat sunnah,
dzikir, sadaqoh, berbakti pada orang tua, amar ma’ruf nahi mungkar,
menyambung tali persaudaraan dan berbagai macam amalan lainnya.
Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ صَلىَّ الغَدَاةَ فِيْ جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلىَّ رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ [ قَالَ ] قَالَ رَسُوْلُ اللهِ: تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ
Barangsiapa yang shalat subuh berjama’ah kemudian duduk
berdzikir hingga terbit matahari, setelah itu dia shalat dua rakaat,
maka baginya pahala seperti pahala haji dan umrah. Perawi berkata:
Rasulullah berkata: “Sempurna..sempurna..sempurna”.[235]
5. Berkurban
5. Berkurban
Anjuran berkurban
Berkurban termasuk ibadah yang disyariatkan oleh Alloh berdasarkan nash al-Qur’an, hadits dan kesepakatan ulama.
Alloh Subhanahu wa ta'ala berfirman:
Alloh Subhanahu wa ta'ala berfirman:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ ﴿٢﴾
Maka Dirikanlah shalat Karena Rabbmu; dan berkorbanlah. (QS.al-Kautsar: 2).
Alloh memerintahkan Nabinya untuk meggabungkan dua ibadah yang agung ini; yaitu shalat dan kurban. Keduanya termasuk ketaatan yang paling agung dan mulia. Tidak ragu lagi, shalat ied masuk dalam keumuman ayat Dirikanlah shalat Karena Rabbmu dan kurban masuk dalam kandungan ayat berkorbanlah.[236]
Abdullah bin Umar mengatakan: “Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam tinggal di Madinah sepuluh tahun dan beliau selalu berkurban”.[237]
Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
Alloh memerintahkan Nabinya untuk meggabungkan dua ibadah yang agung ini; yaitu shalat dan kurban. Keduanya termasuk ketaatan yang paling agung dan mulia. Tidak ragu lagi, shalat ied masuk dalam keumuman ayat Dirikanlah shalat Karena Rabbmu dan kurban masuk dalam kandungan ayat berkorbanlah.[236]
Abdullah bin Umar mengatakan: “Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam tinggal di Madinah sepuluh tahun dan beliau selalu berkurban”.[237]
Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ ذَبَحَ بَعْدَ الصَّلاَةِ تَمَّ نُسُكُهُ وَأَصَابَ سُنَّةَ الْمُسْلِمِينَ
Barangsiapa yang menyembelih setelah shalat sungguh telah sempurna penyembelihannya, dia telah mencocoki sunnah kaum muslimin.[238]
Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkan Udhiyyah (kurban)”.[239]
Adapun kesepakatan ulama sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ibnu Qudamah; “Kaum muslimin telah sepakat disyariatkannya kurban”.[240]
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Tidak ada perselisihan bahwa berkurban termasuk syiar agama Islam”.[241]
Apa yang harus dijauhi oleh orang yang akan berkurban?
Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkan Udhiyyah (kurban)”.[239]
Adapun kesepakatan ulama sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ibnu Qudamah; “Kaum muslimin telah sepakat disyariatkannya kurban”.[240]
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Tidak ada perselisihan bahwa berkurban termasuk syiar agama Islam”.[241]
Apa yang harus dijauhi oleh orang yang akan berkurban?
As-Sunnah telah menunjukkan bahwa orang yang akan berkurban
wajib mencegah dirinya dari memotong rambut, kuku atau mengupas
kulitnya, sejak awal Dzulhijjah sampai ia menyembelih kurbannya. Hal ini
berdasarkan sabda Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam yang berbunyi:
فَإِذَا أُهِلَّ هِلاَلُ ذِي الْحِجَّةِ فَلاَ يَأْخُذَنَّ مِنْ شَعْرِهِ وَلاَ مِنْ أَظْفَارِهِ شَيْئًا حَتَّى يُضَحِّيَ
Apabila hilal Dzulhijjah telah terlihat, dan salah
seorang diantara kalian hendak berkurban, maka janganlah ia mengambil
rambut dan kukunya sedikitpun hingga ia menyembelih kurbannya. Dalam
riwayat yang lain; janganlah ia mengambil rambut dan kulitnya sedikitpun.[242]
Perintah ini menunjukkan wajib, larangannya bersifat pengharaman menurut pendapat terkuat.[243]
Hikmah larangan hadits diatas karena orang yang berkurban mirip seperti orang yang menjalani ibadah haji dalam sebagian amalannya, yaitu mendekatkan diri kepada Alloh dengan kurban, hingga diapun terkena sebagian hukum dan larangan seperti orang yang sedang ibadah haji.[244]
Agar berkurban membawa berkah
Perintah ini menunjukkan wajib, larangannya bersifat pengharaman menurut pendapat terkuat.[243]
Hikmah larangan hadits diatas karena orang yang berkurban mirip seperti orang yang menjalani ibadah haji dalam sebagian amalannya, yaitu mendekatkan diri kepada Alloh dengan kurban, hingga diapun terkena sebagian hukum dan larangan seperti orang yang sedang ibadah haji.[244]
Agar berkurban membawa berkah
Berkurban termasuk ibadah. Karena termasuk dalam wilayah ibadah, maka tidak akan diterima hingga terpenuhi dua syarat;
Pertama: Ikhlas karena Alloh
Kedua: Sesuai dengan tuntunan syariat yang
telah digariskan dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Dua syarat ini
terangkum dalam firman Alloh yang berbunyi;
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَـٰهُكُمْ إِلَـٰهٌ وَاحِدٌ ۖ فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا ﴿١١٠﴾
Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka
hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia
mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Rabbnya. (QS.al-Kahfi: 110).
Al-Hafizh Ibnu Katsir mengatakan, “Firmannya hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh yaitu apa yang sesuai dengan syari’at Alloh. Dan firmannya janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada rabbnya yaitu orang yang beribadah hanya mengharapkan wajah Alloh semata tidak mempersekutukanNya. Inilah dua rukun amalan yang diterima, harus ikhlas karena Alloh dan sesuai dengan syariat rasululah.[245]
Jika demikian, syarat-syarat apa saja yang harus diperhatikan ketika berkurban?
Al-Hafizh Ibnu Katsir mengatakan, “Firmannya hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh yaitu apa yang sesuai dengan syari’at Alloh. Dan firmannya janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada rabbnya yaitu orang yang beribadah hanya mengharapkan wajah Alloh semata tidak mempersekutukanNya. Inilah dua rukun amalan yang diterima, harus ikhlas karena Alloh dan sesuai dengan syariat rasululah.[245]
Jika demikian, syarat-syarat apa saja yang harus diperhatikan ketika berkurban?
Pertama: Sesuai dengan syariat dalam jenis hewan dan usianya. Adapun jenis hewan kurban terbatas pada unta, sapi dan kambing. Alloh Subhanahu wa ta'ala berfirman:
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنسَكًا لِّيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّـهِ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُم مِّن بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ ۗ فَإِلَـٰهُكُمْ إِلَـٰهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا ۗوَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ ﴿٣٤﴾
Dan bagi tiap-tiap umat telah kami syariatkan
penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap
binatang ternak yang Telah direzkikan Allah kepada mereka, Maka Tuhanmu
ialah Tuhan yang Maha Esa, Karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya.
dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada
Allah). (QS.al-Hajj: 34).
Unta dan sapi mencukupi tujuh orang yang kurban, sedangkan kambing hanya untuk satu orang saja.[246]
Sedangkan usia hewan kurban, apabila berkurban dengan unta hendaklah memilih yang sudah genap limatahun, apabila sapi maka yang sudah genap dua tahun, dan apabila kambing yang sudah genap setahun.[247]
Kedua: Berkurban dengan hewan yang tidak ada cacatnya. Yaitu cacat berupa; buta yang sangat jelas, sakit yang sangat jelas, pincang yang sangat jelas dan yang sudah terlalu tua.
Unta dan sapi mencukupi tujuh orang yang kurban, sedangkan kambing hanya untuk satu orang saja.[246]
Sedangkan usia hewan kurban, apabila berkurban dengan unta hendaklah memilih yang sudah genap limatahun, apabila sapi maka yang sudah genap dua tahun, dan apabila kambing yang sudah genap setahun.[247]
Kedua: Berkurban dengan hewan yang tidak ada cacatnya. Yaitu cacat berupa; buta yang sangat jelas, sakit yang sangat jelas, pincang yang sangat jelas dan yang sudah terlalu tua.
Berdasarkan hadits yang berbunyi:
أَرْبَعٌ لاَ يَجُزْنَ: الْعَوْرَاءُ الْبَيِّنُ عَوَرُهَا وَالْمَرِيضَةُ الْبَيِّنُ مَرَضُهَا وَالْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ ظَلْعُهَا وَالْكَسِيرَةُ الَّتِي لَا تُنْقِي
Empat hal yang tidak boleh ada pada hewan kurban; buta
sebelah pada mata yang sangat jelas, sakit yang jelas terlihat, pincang
yang jelas dan yang tidak berakal karena sudah terlalu lemah.[248]
Empat jenis cacat ini tidak boleh ada pada hewan kurban. Ibnu Qudamah berkata dalam al-Mughni (13/369): “Kami tidak mengetahui ada perselisihan dalam masalah ini”.[249]
Imam al-Khotthobi mengatakan: “Di dalam hadits diatas terdapat keterangan bahwa cacat dan aib yang ringan pada hewan kurban di maafkan. Karen nabi berkata: Yang jelas butanya, yang jelas sakitnya…, maka cacat sedikit yang tidak jelas di maafkan”.[250]
Disana ada beberapa cacat yang dibenci akan tetapi tidak menghalangi sahnya hewan kurban, seperti; telinganya putus, tanduknya patah, ekornya hilang, kemaluannya hilang, giginya tanggal dan lain sebagainya.[251]
Kapan waktunya?
Empat jenis cacat ini tidak boleh ada pada hewan kurban. Ibnu Qudamah berkata dalam al-Mughni (13/369): “Kami tidak mengetahui ada perselisihan dalam masalah ini”.[249]
Imam al-Khotthobi mengatakan: “Di dalam hadits diatas terdapat keterangan bahwa cacat dan aib yang ringan pada hewan kurban di maafkan. Karen nabi berkata: Yang jelas butanya, yang jelas sakitnya…, maka cacat sedikit yang tidak jelas di maafkan”.[250]
Disana ada beberapa cacat yang dibenci akan tetapi tidak menghalangi sahnya hewan kurban, seperti; telinganya putus, tanduknya patah, ekornya hilang, kemaluannya hilang, giginya tanggal dan lain sebagainya.[251]
Kapan waktunya?
Waktu mulai bolehnya menyembelih hewan kurban adalah jika telah selesai pelaksanaan shalat Iedul Adha. Berdasarkan hadits;
مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيَذْبَحْ أُخْرَى مَكَانَهَا
Barangsiapa yang menyembelih kurban sebelum shalat Iedul Adha, maka hendaklah dia mengulang lagi sebagai gantinya.[252]
Barangsiapa yang menyembelih hewan kurbannya sebelum selesai shalat Iedul Adha, maka daging sembelihannya hanya daging biasa bukan daging kurban. Diriwayatkan bahwa sahabat mulia Abu Burdah meyembelih kambingnya sebelum shalat Iedul Adha, mengetahui hal itu maka Rasululloh Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
Barangsiapa yang menyembelih hewan kurbannya sebelum selesai shalat Iedul Adha, maka daging sembelihannya hanya daging biasa bukan daging kurban. Diriwayatkan bahwa sahabat mulia Abu Burdah meyembelih kambingnya sebelum shalat Iedul Adha, mengetahui hal itu maka Rasululloh Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
شَاتُكَ شَاةُ لَحْمٍ
Kambingmu yang engkau sembelih adalah daging biasa. (bukan daging kurban).[253]
Sedangkan batas waktu terakhir penyembelihan kurban adalah sampai akhir hari tasyrik.[254]
Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
Sedangkan batas waktu terakhir penyembelihan kurban adalah sampai akhir hari tasyrik.[254]
Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّ أَيَّامِ التَّشْرِيْقِ ذَبْحٌ
Sesungguhnya penyembelihan hewan termasuk salah satu
permasalahan penting yang ada keterkaitannya dengan makanan. Oleh
karenanya, kami akan memberikan penjelasan singkat agar penyembelihan
yang kita lakukan benar-benar membuat hewan tersebut halal untuk
dimakan.
1. Orang yang menyembelih[256]
Syarat orang yang menyembelih;
Pertama: Berakal. Sama saja dia laki-laki atau wanita. Sudah baligh ataupun belum baligh dengan catatan sudah mencapai usia tamyiz.[257] Maka tidak sah sembelihannya orang yang gila, anak kecil yang belum berakal atau orang yang sedang mabuk. Karena orang yang tidak berakal tidak punya niat dan kehendak dalam menyembelih. Sedangkan niat dan kehendak adalah syarat sebelum menyembelih. Alloh Subhanahu wa ta'ala berfirman:
Pertama: Berakal. Sama saja dia laki-laki atau wanita. Sudah baligh ataupun belum baligh dengan catatan sudah mencapai usia tamyiz.[257] Maka tidak sah sembelihannya orang yang gila, anak kecil yang belum berakal atau orang yang sedang mabuk. Karena orang yang tidak berakal tidak punya niat dan kehendak dalam menyembelih. Sedangkan niat dan kehendak adalah syarat sebelum menyembelih. Alloh Subhanahu wa ta'ala berfirman:
إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ
Kecuali yang sempat kamu menyembelihnya. (QS.al-Maidah: 3).
Kedua: Agama. Orang yang menyembelih hendaklah seorang muslim atau ahli kitab (yahudi dan nashoro). Maka tidak halal sembelihannya penyembah berhala, orang majusi atau orang musyrik tanpa ada perselisihan.[258] Alloh Subhanahu wa ta'ala berfirman:
Kedua: Agama. Orang yang menyembelih hendaklah seorang muslim atau ahli kitab (yahudi dan nashoro). Maka tidak halal sembelihannya penyembah berhala, orang majusi atau orang musyrik tanpa ada perselisihan.[258] Alloh Subhanahu wa ta'ala berfirman:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّـهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَن تَسْتَقْسِمُوا بِالْأَزْلَامِ
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging
babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Alloh, yang
tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, yang diterkam
binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan
bagimu) yang disembelih untuk berhala. (QS.al-Maidah: 3).
Adapun ahli kitab, sembelihan mereka halal karena Alloh Subhanahu wa ta'ala berfirman:
Adapun ahli kitab, sembelihan mereka halal karena Alloh Subhanahu wa ta'ala berfirman:
الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ ۖ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَّكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَّهُمْ
Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan
(sembelihan) orang-orang yang diberikan Al-Kitab itu halal bagimu, dan
makanan kamu halal pula bagi mereka. (QS.al-Maidah: 5).
Ibnu Abbas berkata: “Makanan orang-orang yang diberikan al-Kitab maksudnya adalah sembelihannya”.[259]
Ibnu Hubairah berkata: “Para ulama sepakat bahwa sembelihan ahli kitab yang berakal adalah boleh (halal). Dan mereka juga sepakat bahwa sembelihan orang kafir selain ahli kitab tidak halal”.[260]
Perhatian:
Ibnu Abbas berkata: “Makanan orang-orang yang diberikan al-Kitab maksudnya adalah sembelihannya”.[259]
Ibnu Hubairah berkata: “Para ulama sepakat bahwa sembelihan ahli kitab yang berakal adalah boleh (halal). Dan mereka juga sepakat bahwa sembelihan orang kafir selain ahli kitab tidak halal”.[260]
Perhatian:
Halalnya sembelihan ahli kitab disyaratkan apabila tidak
diketahui bahwa mereka menyebut nama selain Alloh. Apabila jelas dan
diketahui bahwa mereka menyebut nama selain Alloh, semisal mengatakan
dengan menyebut nama al-Masih, atau nama patung ini maka diharamkan,
tidak boleh dimakan. Berdasarkan keumuman ayat:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّـهِ
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Alloh. (QS.al-Maidah: 3).
Imam az-Zuhri berkata: “Sembelihan nashoro halal. Apabila engkau mendengarnya menyebut atas nama selain Alloh ketika menyembelih, maka janganlah engkau makan”.[261]
Ketiga: Membaca bismillah
Imam az-Zuhri berkata: “Sembelihan nashoro halal. Apabila engkau mendengarnya menyebut atas nama selain Alloh ketika menyembelih, maka janganlah engkau makan”.[261]
Ketiga: Membaca bismillah
Hendaklah sebelum menyembelih untuk menyebut nama Alloh dengan mengucapkan bismillah. Alloh berfirman:
وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّـهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ ۗ وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ إِلَىٰ أَوْلِيَائِهِمْ لِيُجَادِلُوكُمْ ۖ وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ ﴿١٢١﴾
Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak
disebut nama Alloh ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang
semacam itu adalah suatu kefasikan. (QS.al-An’am 121).
Rosululloh Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
Rosululloh Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
مَا أَنْهَرَ الدَّمَ وَ ذُكِرَ اسْمُ اللهِ عَلَيْهِ فَكُلْ
Apa saja yang mengalirkan darah dan disebut nama Alloh, maka makanlah.[262]
Barangsiapa yang sengaja tidak menyebut nama Alloh atau lupa, maka sembelihannya tidak halal, haram dimakan. Karena menyebut nama Alloh adalah syarat sahnya penyembelihan.[263]
Keempat: Tidak boleh menyembelih atas nama selain Alloh
Barangsiapa yang sengaja tidak menyebut nama Alloh atau lupa, maka sembelihannya tidak halal, haram dimakan. Karena menyebut nama Alloh adalah syarat sahnya penyembelihan.[263]
Keempat: Tidak boleh menyembelih atas nama selain Alloh
Alloh Subhanahu wa ta'ala berfirman;
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّـهِ
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan daging hewan yang disembelih atas nama selain Alloh. (QS.al-Maidah: 3).
Firman Alloh Subhanahu wa ta'ala pula:
Firman Alloh Subhanahu wa ta'ala pula:
وَأَن تَسْتَقْسِمُوا بِالْأَزْلَامِ
Dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. (QS.al-Maidah: 3)
Rosululloh Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
Rosululloh Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
لَعَنَ اللهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللهِ
Adapun alat yang digunakan untuk menyembelih disyaratkan dua syarat[265];
Pertama: Yang tajam dan dapat memotong dengan cepat. Baik berupa besi, kayu, batu, atau lainnya, yang penting bisa memotong dengan cepat bukan karena beratnya.
Pertama: Yang tajam dan dapat memotong dengan cepat. Baik berupa besi, kayu, batu, atau lainnya, yang penting bisa memotong dengan cepat bukan karena beratnya.
Kedua: Bukan dari kuku dan gigi.
Dua syarat ini terangkum dalam hadis Rofi bin Hudaij, bahwasanya Rosululloh Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
Dua syarat ini terangkum dalam hadis Rofi bin Hudaij, bahwasanya Rosululloh Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
مَا أَنْهَرَ الدَّمَ وَذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ فَكُلْ, لَيْسَ السِّنَّ وَالظُّفُرَ, وَسَأُحَدِّثُكَ, أَمَّا السِّنُّ فَعَظْمٌ وَأَمَّا الظُّفُرُ فَمُدَى الْحَبَشَةِ
Apa saja yang bisa mengalirkan darah dan disebut nama
Alloh maka makanlah, bukan dari kuku dan gigi. Aku kabarkan kepadamu
bahwa gigi termasuk tulang, sedangkan kuku dia adalah senjatanya orang
Habasyah.[266]
Imam Ibnu Abdil Barr berkata: “Di dalam hadits ini terdapat fiqh bahwa segala yang dapat mengalirkan darah, yang dapat memutus urat leher maka dia alat penyembelihan, boleh digunakan, selain gigi dan tulang. Dalil-dalinya sangat banyak dan inilah yang dikatakan oleh para ulama”.[267]
3. Hewan sembelihannya
Imam Ibnu Abdil Barr berkata: “Di dalam hadits ini terdapat fiqh bahwa segala yang dapat mengalirkan darah, yang dapat memutus urat leher maka dia alat penyembelihan, boleh digunakan, selain gigi dan tulang. Dalil-dalinya sangat banyak dan inilah yang dikatakan oleh para ulama”.[267]
3. Hewan sembelihannya
Hewan yang akan disembelih disyaratkan beberapa syarat[268];
Pertama: Hewan yang akan disembelih masih dalam keadaan hidup, tidak boleh menyembelih hewan yang sudah mati.
Pertama: Hewan yang akan disembelih masih dalam keadaan hidup, tidak boleh menyembelih hewan yang sudah mati.
Kedua: Hilangnya nyawa hewan, semata-mata karena sebab penyembelihan, bukan karena tercekik, terpukul atau lainnya. Alloh Subhanahu wa ta'ala berfirman:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّـهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging
babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Alloh, yang
tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, yang diterkam
binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya. (QS.al-Maidah: 3).
Ketiga: Jenis hewan yang disembelih adalah hewan darat-udara yang halal dimakan. Seperti kambing, unta, sapi, ayam, burung dan lain-lain, bukan hewan yang haram dimakan. Sedangkan hewan laut, semuanya halal, baik masih hidup atau sudah mati, tidak disyaratkan penyembelihan.[269]
Alloh Subhanahu wa ta'ala berfirman:
Ketiga: Jenis hewan yang disembelih adalah hewan darat-udara yang halal dimakan. Seperti kambing, unta, sapi, ayam, burung dan lain-lain, bukan hewan yang haram dimakan. Sedangkan hewan laut, semuanya halal, baik masih hidup atau sudah mati, tidak disyaratkan penyembelihan.[269]
Alloh Subhanahu wa ta'ala berfirman:
أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعًا لَّكُمْ وَلِلسَّيَّارَةِ ۖ وَحُرِّمَ عَلَيْكُمْ صَيْدُ الْبَرِّ مَا دُمْتُمْ حُرُمًا ۗ وَاتَّقُوا اللَّـهَ الَّذِي إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ ﴿٩٦﴾
Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu. (QS.al-Maidah: 96).
4. Bagian yang disembelih
4. Bagian yang disembelih
Pertama: Apabila hewannya jinak dan
mungkin untuk disembelih maka tempat yang disembelih adalah pada
lehernya. Yaitu dengan memutus saluran pernapasan, saluran makanan, dan
dua urat leher.
Ibnu Abbas berkata, “Sembelihan itu pada bagian kerongkongan, dan leher”.[270]
Ibnu Abbas berkata, “Sembelihan itu pada bagian kerongkongan, dan leher”.[270]
Imam Ibnu Qudamah berkata, “Adapun tempat yang disembelih adalah tenggorokan/kerongkongan dan leher, tidak boleh pada selainnya berdasarkan ijma”.[271]
Kedua: Apabila hewan yang akan disembelih tidak bisa dijinakkan, dalam artian dia malah lari dan tidak mungkin disembelih pada lehernya. Atau malah jatuh masuk ke sumur dan belum mati, maka boleh menyembelih pada bagian tubuh mana saja yang mungkin untuk disembelih dan mematikan.[272]
Dasarnya adalah hadits Rofi’ bin Hudaij, dia berkata: Kami pernah mendapat kambing dan onta. Kemudian ontanya lari, ada seorang dari kami yang melempar dengan anak panahnya hingga onta itu diam, melihat hal itu Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ لِهَذِهِ الإِبِلِ أَوَابِدَ كَأَوَابِدِ الْوَحْشِ فَإِذَا غَلَبَكُمْ مِنْهَا شَيْءٌ فَاصْنَعُوا بِهِ هَكَذَا
Sesungguhnya onta ini mempunyai perangai binatang liar. Apabila dia mengalahkanmu, maka lakukanlah seperti ini.[273]
Ibnu Abbas berkata: “Apa saja yang kamu tidak mampu untuk menyembelihnya dari binatang, maka hukumnya seperti buruan. Onta yang lari dan jatuh dalam sumur dan engkau mampu menyembelih pada bagian mana saja maka sembelihlah. Inilah pendapat Ali, Ibnu Umar dan Aisyah”.[274]
B. Adab lainnya ketika menyembelih
Ibnu Abbas berkata: “Apa saja yang kamu tidak mampu untuk menyembelihnya dari binatang, maka hukumnya seperti buruan. Onta yang lari dan jatuh dalam sumur dan engkau mampu menyembelih pada bagian mana saja maka sembelihlah. Inilah pendapat Ali, Ibnu Umar dan Aisyah”.[274]
B. Adab lainnya ketika menyembelih
1. Sayangilah binatang yang akan disembelih
عَنْ قُرَّةَ بْنِ إِيَّاسٍ الْمُزَنِيْ أَنَّ رَجُلاً قَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ, إِنِّيْ َلأَرْحَمُ الشَّاةَ أَنْ أَذْبَحَهَا, فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ: إِنْ رَحِمْتَهَا رَحِمَكَ اللهُ
Dari Qurrah bin Iyas al-Muzani bahwasanya ada seseorang
berkata kepada Rosululloh Shallallahu'alaihi wa sallam, “Wahai Rosululloh aku menyayangi kambing
yang akan aku sembelih”, maka Rosululloh menjawab, “Apabila engkau
menyayanginya maka Alloh akan menyayangimu”.[275]
Al-Hafizh Ibnu Rajab berkata: “Imam Ibnu Hazm menegaskan adanya ijma ulama akan wajibnya berbuat baik kepada sembelihan”.[276]
2. Menajamkan alat sembelihan
Al-Hafizh Ibnu Rajab berkata: “Imam Ibnu Hazm menegaskan adanya ijma ulama akan wajibnya berbuat baik kepada sembelihan”.[276]
2. Menajamkan alat sembelihan
Dianjurkan untuk menajamkan alat sembelihan, agar hewan yang disembelih tidak tersakiti dan cepat mati. Rosululloh Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللهَ كَتَبَ اْلإِحْسَانَ عَلىَ كُلِّ شَيْءٍ, فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوْا الْقِتْلَةَ, وَ إِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوْا الذَّبْحَ, وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ, وَ لْيُرِحْ ذَبِيْحَتَهُ
Sesungguhnya Alloh menganjurkan perbuatan baik pada
seluruh perkara. Apabila kalian membunuh, maka perbagusilah cara
membunuhnya, dan apabila kalian menyembelih maka perbagusilah dalam
menyembelih. Kemudian hendaklah salah seorang di antara kalian
menajamkan pisaunya dan menyenangkan sembelihannya.[277]
3. Jangan menajamkan pisau di depan hewan yang akan disembelih!
3. Jangan menajamkan pisau di depan hewan yang akan disembelih!
Ibnu Abbas berkata, “Rosululloh Shallallahu'alaihi wa sallam pernah melihat orang yang
sedang bersiap menyembelih seekor kambing, dan orang itu menajamkan
pisaunya di hadapan kambing tersebut, melihat hal itu Rosululloh Shallallahu'alaihi wa sallam
berkata,
أَتُرِيْدُ أَنْ تُمِيْتَهَا مَوْتَاتٍ, هَلاَّ حَدَدْتَ شَفْرَتَكَ قَبْلَ أَنْ تَضْجَعَهَا؟
Apakah engkau akan membunuhnya berkali-kali? Tidakkah engkau tajamkan pisaumu sebelum kambing itu dibaringkan?!.[278]
4. Membawa binatang dengan baik
4. Membawa binatang dengan baik
Dari Ibnu Sirin bahwasanya Umar pernah melihat seseorang
yang menarik dengan kasar kambing yang akan disembelihnya, Umar lantas
memukulnya sambil berkata, “Celakalah engkau, bawalah kambing itu menuju
kematiannya dengan baik”.[279]
5. Membaringkan hewan sembelihan
5. Membaringkan hewan sembelihan
Dari Aisyah bahwasanya Rosululloh Shallallahu'alaihi wa sallam minta dibawakan seekor
kambing untuk disembelih, lalu beliau memegang dan membaringkan kambing
tersebut kemudian baru menyembelihnya.[280]
Imam Nawawi berkata, “Didalam hadits ini terdapat anjuran untuk membaringkan kambing ketika akan disembelih. Jangan disembelih dalam keadaan berdiri atau ketika menderum, akan tetapi baringkanlah karena hal itu lebih lembut baginya”.[281]
Paraulama dan praktek kaum muslimin telah sepakat bahwa membaringkan binatang itu dengan membaringkannya ke sisi badannya yang sebelah kiri, karena akan memudahkan bagi yang menyembelih untuk mengambil pisau dengan tangan kanan dan memegang kepalanya dengan tangan kiri.[282]
Akan tetapi hal ini dikecualikan apabila menyembelih onta. Hendaklah onta disembelih dalam keadaan posisi berdiri, kaki kirinya terikat.[283]
6. Menghadap ke arah kiblat?
Imam Nawawi berkata, “Didalam hadits ini terdapat anjuran untuk membaringkan kambing ketika akan disembelih. Jangan disembelih dalam keadaan berdiri atau ketika menderum, akan tetapi baringkanlah karena hal itu lebih lembut baginya”.[281]
Paraulama dan praktek kaum muslimin telah sepakat bahwa membaringkan binatang itu dengan membaringkannya ke sisi badannya yang sebelah kiri, karena akan memudahkan bagi yang menyembelih untuk mengambil pisau dengan tangan kanan dan memegang kepalanya dengan tangan kiri.[282]
Akan tetapi hal ini dikecualikan apabila menyembelih onta. Hendaklah onta disembelih dalam keadaan posisi berdiri, kaki kirinya terikat.[283]
6. Menghadap ke arah kiblat?
Mayoritas ahli ilmu[284] menyebutkan
bahwa binatang yang akan disembelih hendaklah dihadapkan ke arah
kiblat. Hukumnya hanya mustahab bukan sebuah syarat.
Nafi’ berkata: “Adalah Ibnu Umar menyembelih unta dan menghadapkannya ke arah kiblat. Kemudian dia makan dan membagikan kepada orang lain”.[285]
7. Meletakkan kaki di badan sembelihan
Nafi’ berkata: “Adalah Ibnu Umar menyembelih unta dan menghadapkannya ke arah kiblat. Kemudian dia makan dan membagikan kepada orang lain”.[285]
7. Meletakkan kaki di badan sembelihan
Berdasarkan hadits:
عَنْ أَنَسٍ قَالَ: ضَحَّى النَّبِيُّ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ, ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ وَ سَمَّى وَ كَبَّرَ, وَ وَضَعَ رِجْلَهُ عَلىَ صِفَاحِهِمَا
Anas bin Malik berkata, “Rosululloh Shallallahu'alaihi wa sallam menyembelih dua
ekor kambing yang bagus dan bertanduk, beliau menyembelih sendiri dengan
tangannya, membaca bismillah, bertakbir dan meletakkan kakinya pada
sisi leher binatang tersebut.[286]
Inilah seputar hukum-hukum yang berkaitan tentang ibadah kurban. Semoga kurban yang kita sembelih sesuai sunnah dan diterima oleh Alloh Subhanahu wa ta'ala.
6. Taubat
Taubat adalah kembali kepada Alloh dari perkara yang Dia benci secara lahir dan batin menuju kepada perkara yang Dia senangi. Menyesali atas dosa yang telah lalu, meninggalkan seketika itu juga dan bertekad untuk tidak mengulanginya kembali.[287]
Inilah seputar hukum-hukum yang berkaitan tentang ibadah kurban. Semoga kurban yang kita sembelih sesuai sunnah dan diterima oleh Alloh Subhanahu wa ta'ala.
6. Taubat
Taubat adalah kembali kepada Alloh dari perkara yang Dia benci secara lahir dan batin menuju kepada perkara yang Dia senangi. Menyesali atas dosa yang telah lalu, meninggalkan seketika itu juga dan bertekad untuk tidak mengulanginya kembali.[287]
Maka kewajiban bagi seorang muslim apabila terjatuh dalam dosa dan maksiat untuk segera bertaubat, tidak menunda-nundanya, karena dia tidak tahu kapan kematian akan menjemput. Dan juga perbuatan jelek biasanya akan mendorong untuk mengerjakan perbuatan jelek yang lain. Apabila berbuat maksiat pada hari dan waktu yang penuh keutamaan, maka dosanya akan besar, sesuai dengan keutamaan waktu dan tempatnya.[288]
BILA HARI ARAFAH TIBA
Ketahuilah bahwa hari Arafah merupakan hari yang penuh
dengan keutamaan pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah ini. Karena
hari Arafah adalah hari pengampunan dosa, hari bagi para jama’ah haji
untuk wukuf, dan dianjurkan bagi yang tidak haji untuk berpuasa pada
hari itu. Dia adalah hari penyempurnaan agama dan nikmat yang agung
kepada ummat Islam. Hingga mereka tidak butuh kepada agama selainnya.
Alloh Subhanahu wa ta'ala menjadikan agama islam sebagai agama penutup dari ummat ini, tidak
diterima agama apapun selain islam.
Dari Umar bin Khattab bahwasanya ada seorang yahudi[289] yang berkata kepadanya: “Wahai amirul mukminin, sebuah ayat dalam kitab kalian yang kalian membacanya, andaikan ayat itu turun kepada kami, niscaya hari turunnya ayat itu akan kami jadikan hari raya. Umar bertanya: ayat apa itu? Dia menajwab: Firman Alloh yang berbunyi:
Dari Umar bin Khattab bahwasanya ada seorang yahudi[289] yang berkata kepadanya: “Wahai amirul mukminin, sebuah ayat dalam kitab kalian yang kalian membacanya, andaikan ayat itu turun kepada kami, niscaya hari turunnya ayat itu akan kami jadikan hari raya. Umar bertanya: ayat apa itu? Dia menajwab: Firman Alloh yang berbunyi:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّإِثْمٍ ۙ فَإِنَّ اللَّـهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ ﴿٣﴾
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu
dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu
jadi agamamu. (QS.al-Maidah: 3)
Umar kembali berkata: “Sungguh kami mengetahui hari dan tempat turunnya ayat itu, ayat itu turun kepada nabi kita dan dia sedang berdiri di Arafah pada hari jum’at”.[290]
Keutamaan hari Arafah yang lain sebagaimana dituturkan oleh ummul mukminin Aisyah bahwasanya Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
Umar kembali berkata: “Sungguh kami mengetahui hari dan tempat turunnya ayat itu, ayat itu turun kepada nabi kita dan dia sedang berdiri di Arafah pada hari jum’at”.[290]
Keutamaan hari Arafah yang lain sebagaimana dituturkan oleh ummul mukminin Aisyah bahwasanya Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللهُ فِيْهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ وَإِنَّهُ لَيَدْنُوْ ثُمَّ يُبَاهِيْ بِهِمْ الْمَلاَئِكَةَ فَيَقُوْلُ: مَا أَرَادَ هَؤُلاَءِ ؟
Tidak ada suatu hari yang Alloh lebih banyak
membebaskan seorang hamba dari api neraka melainkan hari Arafah.
Sesungguhnya Alloh mendekat dan berbangga di hadapan para malaikatNya
seraya berkata: Apa yang mereka inginkan?.[291]
Imam an-Nawawi berkata: “Hadits ini jelas sekali menunjukkan keutamaan hari Arafah”.[292]
Demikian pula Alloh Subhanahu wa ta'ala memuji para jamaah haji yang wukuf di Arafah. Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
Imam an-Nawawi berkata: “Hadits ini jelas sekali menunjukkan keutamaan hari Arafah”.[292]
Demikian pula Alloh Subhanahu wa ta'ala memuji para jamaah haji yang wukuf di Arafah. Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللهَ لَيُبَاهِيْ الْمَلاَئِكَةَ بِأَهْلِ عَرَفَاتٍ يَقُوْلُ: اُنْظُرُوْا إِلىَ عِبَادِيْ شَعْثًا غَبْرًا
Sesungguhnya Alloh membanggakan orang-orang yang wukuf
di Arafah kepada para malaikat. Alloh berkata kepada mereka: Lihatlah
para hambaKu, mereka dalam keadaan kusut dan berdebu.[293]
Lantas amalan apa saja yang dianjurkan untuk dikerjakan pada hari ini?
1. Puasa
Lantas amalan apa saja yang dianjurkan untuk dikerjakan pada hari ini?
1. Puasa
Dari Abu Qotadah bahwasanya Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam ditanya tentang puasa Arafah, beliau menjawab:
يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ
Puasa arafah menghapus dosa tahun yang lalu dan tahun yang akan datang.[294]
Puasa ini dianjurkan bagi yang tidak melaksanakan ibadah haji, adapun bagi jama’ah haji maka tidak disunnahkan puasa, karena Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam yang tidak puasa ketika hari Arafah.[295]
Faedah: Bila Arafah jatuh pada hari jumat atau sabtu
Puasa ini dianjurkan bagi yang tidak melaksanakan ibadah haji, adapun bagi jama’ah haji maka tidak disunnahkan puasa, karena Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam yang tidak puasa ketika hari Arafah.[295]
Faedah: Bila Arafah jatuh pada hari jumat atau sabtu
Adahadits-hadits yang berisi larangan menyendirikan puasa
jum’at dan larangan puasa sabtu kecuali puasa yang wajib. Apakah
larangan ini tetap berlaku ketika hari Arafah jatuh pada hari jum’at
atau sabtu?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan: “Adapun bagi orang yang tidak menyengaja untuk puasa karena hari jum’at atau sabtu, seperti orang yang puasa sehari sebelum dan sesudahnya atau kebiasaannya adalah puasa sehari dan berbuka sehari, maka boleh baginya puasa jum’at walaupun sebelum dan sesudahnya tidak puasa, atau dia ingin puasa Arafah atau asyuraa’ yang jatuh pada hari jum’at, maka tidaklah dilarang, karena larangan itu hanya bagi orang yang sengaja ingin mengkhususkan (hari jum’at dan sabtu tanpa sebab-pen).[296]
Kesimpulannya, bahwa puasa pada hari selasa dan rabu adalah boleh, tidak disunnahkan untuk mengkhususkan puasa dan tidak dilarang. Hari jum’at, sabtu dan ahad, dilarang untuk mengkhususkan puasa. Dan larangan pengkhususan puasa jum’at lebih tegas karena ada hadits-hadits yang melarang tanpa ada perselisihan, adapun apabila puasa dengan hari sesudahnya tidak mengapa. Sedangkan hari senin dan kamis maka puasa pada hari itu adalah sunnah.[297]
2. Takbir
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan: “Adapun bagi orang yang tidak menyengaja untuk puasa karena hari jum’at atau sabtu, seperti orang yang puasa sehari sebelum dan sesudahnya atau kebiasaannya adalah puasa sehari dan berbuka sehari, maka boleh baginya puasa jum’at walaupun sebelum dan sesudahnya tidak puasa, atau dia ingin puasa Arafah atau asyuraa’ yang jatuh pada hari jum’at, maka tidaklah dilarang, karena larangan itu hanya bagi orang yang sengaja ingin mengkhususkan (hari jum’at dan sabtu tanpa sebab-pen).[296]
Kesimpulannya, bahwa puasa pada hari selasa dan rabu adalah boleh, tidak disunnahkan untuk mengkhususkan puasa dan tidak dilarang. Hari jum’at, sabtu dan ahad, dilarang untuk mengkhususkan puasa. Dan larangan pengkhususan puasa jum’at lebih tegas karena ada hadits-hadits yang melarang tanpa ada perselisihan, adapun apabila puasa dengan hari sesudahnya tidak mengapa. Sedangkan hari senin dan kamis maka puasa pada hari itu adalah sunnah.[297]
2. Takbir
Takbir pada hari raya iedul adha menurut pendapat yang
benar dari kalangan ahli ilmu dimulai sejak fajar hari Arafah sampai
akhir hari tasyriq.
Imam Ahmad ditanya: “Dengan hadits apa engkau berpendapat bahwa takbir itu dimulai sejak shalat fajar hari arafah hingga akhir hari tasyriq? Imam Ahmad menjawab: “Dengan ijma’: Umar, Ali, Ibnu Abbas, dan Ibnu Mas’ud -semoga Alloh meridhai mereka semua-”.[298]
SAATNYA BERHARI RAYA KURBAN
Imam Ahmad ditanya: “Dengan hadits apa engkau berpendapat bahwa takbir itu dimulai sejak shalat fajar hari arafah hingga akhir hari tasyriq? Imam Ahmad menjawab: “Dengan ijma’: Umar, Ali, Ibnu Abbas, dan Ibnu Mas’ud -semoga Alloh meridhai mereka semua-”.[298]
SAATNYA BERHARI RAYA KURBAN
Hari Nahr (menyembelih kurban) adalah hari yang agung,
karena dia merupakan hari haji akbar. Dari Ibnu Umar bahwasanya
Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
يَوْمُ الْحَجِّ اْلأَكْبَرِ يَوْمُ النَّحْرِ
Hari haji akbar adalah hari Nahr.[299]
Dan juga merupakan hari yang paling utama dalam setahun. Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
Dan juga merupakan hari yang paling utama dalam setahun. Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ أَعْظَمَ اْلأَيَّامِ عِنْدَ اللهِ يَوْمُ النَّحْرِ ثُمَّ يَوْمُ اْلقَرِّ “
Sesungguhnya hari yang paling agung disisi Alloh adalah hari Nahr (menyembelih) kemudian hari Qorr[300].[301] (HR.Abu Dawud 1765, sanadnya bagus sebagaimana dikatakan oleh syaikh al-albani dalam al-Misykah 2/810).
Hari raya kurban lebih utama daripada hari raya iedul fitri, karena hari raya kurban ada pelaksanaan shalat dan menyembelih.[302]
Amalan apa saja yang dianjurkan pada hari ini?
Hari raya kurban lebih utama daripada hari raya iedul fitri, karena hari raya kurban ada pelaksanaan shalat dan menyembelih.[302]
Amalan apa saja yang dianjurkan pada hari ini?
Pertama: Shalat hari raya[303]
Hari tasyriq adalah hari kesebelas, dua belas dan tiga
belas bulan Dzulhijjah. Dinamakan hari tasyriq karena manusia pada hari
itu membagi-bagikan sembelihan dan hadiah. Hari tasyriq merupakan hari
yang mempunyai keutamaan. Alloh Subhanahu wa ta'ala berfirman:
وَاذْكُرُوا اللَّـهَ فِي أَيَّامٍ مَّعْدُودَاتٍ
Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang. (QS.al-Baqoroh: 203).
Imam al-Qurtubi mengatakan: “Tidak ada perselisihan dikalangan ulama bahwa hari yang berbilang pada ayat ini adalah hari-hari mina yaitu hari tasyriq”.[305]
Mengenai hari tasyriq Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
Imam al-Qurtubi mengatakan: “Tidak ada perselisihan dikalangan ulama bahwa hari yang berbilang pada ayat ini adalah hari-hari mina yaitu hari tasyriq”.[305]
Mengenai hari tasyriq Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
أَيَّامُ التَّشْرِيْقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَ ذِكْرِ اللهِ
Hari tasyriq adalah hari untuk makan, minum dan berdzikir.[306]
Hadits ini memberikan penjelasan kepada kita dua perkara:
Pertama: Hari tasyriq adalah hari untuk makan dan minum serta menampakkan kegembiraan. Tidak mengapa mengadakan perkumpulan yang bermanfaat, menghidangkan makanan terutama daging, selama tidak berlebihan dan menghamburkan harta.
Kedua: Bahwa hari ini juga merupakan hari untuk memperbanyak dzikir kepada Alloh. Dzikir secara mutlak pada hari-hari tasyriq.
Adalah Ibnu Umar bertakbir di mina pada hari-hari tasyriq setiap selesai shalat, di tempat tidurnya, tempat duduk dan di jalan.[307]
Demikian pula dzikir dan bertakbir ketika menyembelih kurban, dzikir dan berdoa ketika makan dan minum, karena hari tasyriq adalah hari makan dan minum. Dzikir ketika melempar jumrah pada setiap kali lemparan bagi para jamaah haji.
Imam Ibnu Rajab berkata: “Sabda Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam sesungguhnya hari tasyriq adalah hari makan, minum dan dzikrullah terdapat isyarat bahwa makan dan minum pada hari raya hanyalah untuk membantu berdzikir kepada Alloh, dan hal itu merupakan kesempurnaan dalam mensyukuri nikmat, yaitu mensyukuri dengan ketaatan. Barangsiapa yang memohon pertolongan dengan nikmat Alloh untuk mengerjakan maksiat, maka berarti dia telah inkar atas nikmatNya”.[308]
Demikianlah yang dapat kami kumpulkan seputar pembahasan sepuluh hari Dzulhijjah dan hari tasyriq. Semoga pembahasan ini bermanfaat dan kita diberi kekuatan untuk mengamalkannya. Alloh A’lam.
Artikel: Ustadz Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar bin Munthohir as-Sidawi
Hadits ini memberikan penjelasan kepada kita dua perkara:
Pertama: Hari tasyriq adalah hari untuk makan dan minum serta menampakkan kegembiraan. Tidak mengapa mengadakan perkumpulan yang bermanfaat, menghidangkan makanan terutama daging, selama tidak berlebihan dan menghamburkan harta.
Kedua: Bahwa hari ini juga merupakan hari untuk memperbanyak dzikir kepada Alloh. Dzikir secara mutlak pada hari-hari tasyriq.
Adalah Ibnu Umar bertakbir di mina pada hari-hari tasyriq setiap selesai shalat, di tempat tidurnya, tempat duduk dan di jalan.[307]
Demikian pula dzikir dan bertakbir ketika menyembelih kurban, dzikir dan berdoa ketika makan dan minum, karena hari tasyriq adalah hari makan dan minum. Dzikir ketika melempar jumrah pada setiap kali lemparan bagi para jamaah haji.
Imam Ibnu Rajab berkata: “Sabda Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam sesungguhnya hari tasyriq adalah hari makan, minum dan dzikrullah terdapat isyarat bahwa makan dan minum pada hari raya hanyalah untuk membantu berdzikir kepada Alloh, dan hal itu merupakan kesempurnaan dalam mensyukuri nikmat, yaitu mensyukuri dengan ketaatan. Barangsiapa yang memohon pertolongan dengan nikmat Alloh untuk mengerjakan maksiat, maka berarti dia telah inkar atas nikmatNya”.[308]
Demikianlah yang dapat kami kumpulkan seputar pembahasan sepuluh hari Dzulhijjah dan hari tasyriq. Semoga pembahasan ini bermanfaat dan kita diberi kekuatan untuk mengamalkannya. Alloh A’lam.
Artikel: Ustadz Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar bin Munthohir as-Sidawi
___________
Footnoote:
[217] Para ulama sangat perhatian dalam menulis masalah ini. Diantara mereka ada yang mempunyai karya khusus seperti Fadhoilul Auqot oleh Imam Baihaqi, Lathoiful Ma’arif oleh al-Hafizh Ibnu Rajab-keduanya telah tercetak- dan selainnya.
[217] Para ulama sangat perhatian dalam menulis masalah ini. Diantara mereka ada yang mempunyai karya khusus seperti Fadhoilul Auqot oleh Imam Baihaqi, Lathoiful Ma’arif oleh al-Hafizh Ibnu Rajab-keduanya telah tercetak- dan selainnya.
[218] Penulis banyak mengambil manfaat dari kitab Lathoiful Ma’arif karya Ibnu Rojab al-Hanbali, Tahqiq Yasin Muhammad as-Sawas. Cet.Dar.Ibnu Katsir dan kitab Majalis Asyr Dzilhijjah karya Abdullah al-Fauzan. Cet.Dar.al-Muslim.
[219] Demikian penafsiran Salim bin Abdillah bin Umar, Mujahid, Hasan, Qotadah, Abdurrahman bin Zaid dan selain mereka. Lihat Tafsir Ibnu Katsir 4/553.
[220] Lathoiful Ma’arif hal.470
[221] HR.Bukhari 969 dll dan lafazh diatas oleh Tirmidzi 757
[222] HR.Darimi 1/358 dengan sanad yang hasan, sebagaimana dijelaskan dalam al-Irwaa 3/398 oleh al-Albani
[223] Lathoiful Ma’arif hal.458
[224] Fathul Bari 2/593
[225] Lihat biografinya dalam Tahdzibut Tahdzib 6/249 oleh Ibnu Hajar.
[226]Lathoiful Ma’arif hal.80,
Bahkan Said bin Jubair apabila telah masuk sepuluh hari pertama bulan
Dzulhijjah beliau sangat bersungguh-sungguh dalam beramal, sampai tidak
ada yang dapat menandinginya. (al-Irwaa 3/398)
[227]HR. Nasai 2372, Ahmad 5/271, Baihaqi 4/284. Dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih Abu Dawud 2106
[228] Lihat risalah sederhana penulis Sifat Dzikir Nabi yang diterbitkan oleh Media Tarbiah-Bogor.
[229] Tafsir Ibnu Katsir 1/521
[230] HR.Bukhari: 1683, Muslim: 1349
[231] Fathul Bari 3/382, Syarhus Sunnah 7/6
[232] Muslim 1297
[233] Muslim 1015
[234] Lathaif Ma’arif Ibnu Rajab hal. 410-419, Masail Yaktsuru Sual Anha Abdullah bin Shalih al-Fauzan 12-13
[235] HR.Tirmidzi: 586. Hadits hasan, lihat al-Misykah: 971.
[236] Adhwaaul Bayan, as-Sinqithi 5/609
[237] Dikeluarkan oleh Tirmidzi 5/96, Ahmad 13/65 dengan sanad yang hasan.
[238] HR.Bukhari: 5560, Muslim: 1961
[239] Zaadul Ma’ad 2/317
[240] al-Mughni 13/360
[241] Fathul Bari 10/3
[242] HR.Muslim:1977
[243] Adhwaaul Bayan 5/640
[244] Tahdzibus Sunan, Ibnul Qoyim 4/99, Ahkam al-Udhiyyah wa adz-Dzakat, Ibnu Utsaimin hal.60
[245] Tafsir al-Qur’an al-Azhim 5/205 Tahqiq Sami bin Muhammad as-Salamah
[246] HR.Muslim: 1318
[247] HR.Muslim: 1963. Lihat pula al-Mughni 9/348
[248] HR.Abu Dawud: 2802, Tirmidzi: 1541, Nasai: 7/214, Ibnu Majah: 3144. Dishohihkan oleh al-Albani dalam al-Misykah: 1465.
[249] Hal senada dikatakan pula oleh Imam Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim 13/128
[250] Ma’alim as-Sunan 4/106
[251] Ahkam al-Udhiyyah Ibnu Utsaimin hal.41-46
[252] HR.Bukhari: 5562, Muslim: 1976
[253] HR.Bukhari: 5557, Muslim: 1961
[254] as-Syarah al-Mumti’ 7/295-296
[255] HR.Ahmad 4/82, Ibnu Hibban 1008, Baihaqi 9/295. Dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih al-Jami’:4537.
[256] al-Mughni 13/301, al-Muhalla 7/456, al-Uddah Fi Syarhil Umdah 2/154
[257] al-Ijma’ Ibnul Mundzir hal.61, Tahqiq: DR.Fuad Abdul Mun’im Ahmad.
[258] Syarh Fathul Qodir Ibnu Humam 8/407.
[259] Disebutkan oleh Imam Bukhari secara Muallaq dalam Shohihnya bab Sembelihan Ahli Kitab hal.981
[260] al-Ifshoh 2/309, al-Ijma’ hal.61
[261] Disebutkan oleh Imam Bukhari secara Muallaq dalam
Shohihnya hal.981. Pendapat ini pula yang dikatakan oleh Aisyah, Ibnu
Umar, Thowus bin Kaisan, Hasan al-Bashri, asy-Syafi’I, dan Syaikhul
Islam. (Lihat Iqtidho as-Siroth al-Mustaqim Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah 2/60, al-Ath’imah Shalih al-Fauzan hal.109, Qowaid wa Fawaid Nazhim Sulthon hal.157, al-Jami’ Fi Syarh al-Arbain an-Nawawiyyah Muhammad Yusri 1/662).
[262] HR.Bukhari: 5498, Muslim: 1968
[263] Ini adalah pendapat yang paling kuat. Dikuatkan oleh sekelompok ahli ilmu dari kalangan sahabat dan tabi’in. Lihat Tafsir Ibnu Katsir 3/324. Pendapat ini pula yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Majmu Fatawa 35/239, Ibnu Utsaimin dalam Syarh al-Arbain hal.190, DR.Sholih al-Fauzan dalam al-Ath’imah hal.132
[264] HR.Muslim: 1978
[265] al-Mughni 13/301, al-Majmu’ an-Nawawi 9/92
[266] HR.Bukhari: 5498, Muslim: 1968
[267] at-Tamhid 5/151
[268] al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah 21/179, Shahih Fiqhis Sunnah 2/359, al-Jami’ Fi Syarhil Arbain an-Nawawiyyah 1/656
[269] Ahkam Udhiyyah wa Dzakat Ibnu Utsaimin hal.91
[270] HR.Abdurrazzaq: 8615
[271] al-Mughni 13/303
[272] Tafsir al-Qurthubi 6/55, Fathul Qodir as-Syaukani 2/10, al-Muhalla 6/133
[273] HR.Bukhari: 5509
[274] Disebutkan oleh Imam Bukhari dalam Shahihnya Bab Ma Nadda Minal Bahaim Fahuwa Bi Manzilatil Wahsy hal.981
[275] HR.Ahmad 3/436, Hakim 3/586, Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad 373, Thabrani dalam al-Kabir 19/23, Abu Nuaim dalam al-Hilyah 2/302. Imam al-Haitsami berkata dalam al-Majma’ (4/41), “Para perawinya terpecaya”. Lihat as-Shahihah: 26
[276] Jamiul Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab 1/382
[277] HR.Muslim: 1955
[278] HR.Baihaqi 9/280, Hakim 4/233, Thabrani 3/140, Abdurrazaq 8608. Disahihkan oleh al-Albani dalam as-Shahihah: 24
[279] HR.Baihaqi 9/281, Abdurrazaq 8605. Lihat as-Shahihah 1/68
[280] Muslim: 1967
[281] Syarh Shahih Muslim 13/106
[282] Subulus Salam as-Shon’ani 4/162
[283] al-Mughni 13/304
[284] al-Umm as-Syafi’I 2/262, al-Mughni 13/305, al-Majmu’ 3/383
[285] HR.Malik: 854
[286] HR.Bukhari: 5565, Muslim: 1966
[287] Lihat risalah penulis Kiat Istimewa Meraih Taubat Sempurna penerbit Media Tarbiah-Bogor
[288] Lihat Majmu Fatawa 34/180 oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
[289] Dia adalah Ka’ab al-Akhbar sebagaimana riwayat imam at-Thobari 9/526.
[290] HR.Bukhari 45, Muslim 3017
[291] HR.Muslim 1348
[292] Syarah Shahih Muslim 9/125
[293] HR.Ahmad 2/305, Ibnu Khuzaimah 2839, al-Albani berkata: Sanadnya sohih
[294] HR.Muslim: 1662
[295] HR.Bukhari 1575, Muslim 1123
[296] Kitabus Shiyam Min Syarhil Umdah 2/652. Lihat pembahasan masalah ini secara luas dalam Zaadul Ma’ad 2/79, Tahdzibus Sunan 3/297, Kasyful Qona’ al-Buhuti Juz 2 Bab Puasa Tathowu’
[297] Syarhul Mumti’ 6/464 oleh Ibnu Utsaimin
[298] al-Mughni 3/289, al-Irwaa 3/125. Hal ini dikuatkan pula oleh Syaikhul Islam dalam Majmu Fatawa 24/220, Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 2/462. Imam Ibnu Katsir berkata: Ini adalah pendapat yang masyhur dan selayaknya diamalkan. (Tafsir Ibnu Katsir 1/358).
[299] HR.Abu Dawud 1945, Ibnu Majah 2/1016, Sanadnya sohih. Lihat al-Irwaa 4/300
[300] Imam
Ibnu Atsir berkata: Hari Qorr adalah besoknya hari Nahr yaitu sebelas
Dzulhijjah, dinamakan demikian karena manusia pada tanggal tersebut
menetap di Mina. (an-Nihayah 4/37).
[301] HR.Abu Dawud 1765, sanadnya bagus sebagaimana dikatakan oleh syaikh al-albani dalam al-Misykah 2/810
[302] Lathoiful Ma’arif hal.318, Majmu’ Fatawa 24/222
[303] Lihat masalah ini secara luas dalam Ahkam al-Iedain, Ali Hasan Ali Abdil Hamid.
[304] Lihat kembali seputar hukum berkurban pada halaman sebelumnya.
[305] Tafsir al-Qurtubi 3/3
[306] HR.Muslim 1141
[307] Fathul Bari 2/461
0 komentar:
Posting Komentar