Ketahuilah, sesungguhnya termasuk hikmah dan kesempurnaan Alloh, Dia mengkhususkan sebagian makhluknya dengan beberapa keutamaan dan keistimewaan. Melebihkan sebagian waktu dan tempat dengan ganjaran dan pahala yang besar. Diantaranya adalah Alloh mengkhususkan sebagian bulan dan hari dengan keistimewaan yang tidak dimiliki oleh bulan dan hari yang lain. Agar menjadi ladang bagi seorang muslim untuk menambah amalan dan kecintaannya terhadap ketaatan. Menuai pahala dan meraih ridhoNya. Menggugah semangat baru dalam beramal, sebagai bekal untuk kampung nan abadi.[217]
Di antara bulan-bulan yang penuh dengan keistimewaan adalah bulan Dzulhijjah, lebih khusus lagi sepuluh hari pertama dan hari tasyriqnya. Bagaimana tugas seorang muslim di bulan ini? amalan ketaatan apa saja yang dianjurkan? Ikutilah kajian berikut ini dengan seksama. Semoga bermanfaat.[218]
KEUTAMAAN 10 HARI PERTAMA BULAN DZULHIJJAH
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ﴿٩٩﴾
Oleh karena itu wajib bagi seorang muslim untuk memanfaatkan umur dan waktunya sebaik mungkin. Memperbanyak dan memperbagusi ibadah serta amalan hingga maut menjemput, lebih-lebih pada bulan dan hari yang penuh dengan keutamaan. Diantara bulan yang Alloh telah beri banyak keutamaan adalah bulan Dzulhijjah. Alloh Subhanahu wa ta'ala berfirman:
Imam Ibnu Rajab berkata: “Malam-malam yang sepuluh adalah sepuluh hari Dzulhijjah. Inilah penafsiran yang benar dari mayoritas ahli tafsir dari kalangan salaf dan selain mereka. Dan penafsiran ini telah sahih pula dari Ibnu Abbas”.[220]
Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ أَياَّمٍ العَمَلُ الصَّالِحُ فِيْهِنَّ أَحَبُّ إِلىَ اللهِ مِنْ هَذِهِ اْلأَيَّامِ العَشْرِ فَقَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ: وَلاَ الْجِهَادُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ
Dalam riwayat yang lain Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ عَمَلٍ أَزْكَى عِنْدَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَلاَ أَعْظَمُ أَجْرًا مِنْ خَيْرٍ يَعْمَلُهُ فِيْ عَشْرِ اْلأَضْحَى
Ibnu Rojab mengatakan: “Hadits ini menunjukkan bahwa beramal pada sepuluh hari bulan Dzulhijjah lebih dicintai disisi Alloh daripada beramal pada hari-hari yang lain tanpa pengecualian. Apabila beramal pada hari-hari itu lebih dicintai oleh Alloh, maka hal itu lebih utama disisiNya”.[223]
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Yang jelas, bahwa sebab keistimewaan sepuluh hari bulan Dzulhijjah, karena pada bulan ini terkumpul ibadah-ibadah inti, seperti shalat, puasa, shadaqoh, haji, yang mana hal itu tidak didapati pada bulan yang lainnya”.[224]
AMALAN SUNNAH DI BULAN DZULHIJJAH
Abu Utsman an-Nahdi[225] mengatakan: “Adalah para salaf mengagungkan tiga waktu dari sepuluh hari yang utama: Sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah dan sepuluh hari pertama bulan Muharram”.[226]
Berikut ini amalan-amalan sunnah yang dianjurkan pada bulan ini:
1. Puasa
أَنَّ النَّبِيَّ كَانَ يَصُوْمُ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ وَتِسْعًا مِنْ ذِيْ الْحِجَّةِ وَثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنَ الشَّهْرِ
Lebih ditekankan lagi puasa pada hari Arafah sebagaimana akan datang penjelasannya sebentar lagi insya Alloh.
2. Takbir
فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلَاةَ فَاذْكُرُوا اللَّـهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِكُمْ ۚ فَإِذَا اطْمَأْنَنتُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ ۚ إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَّوْقُوتًا ﴿١٠٣﴾
العُمْرَةُ إِلىَ العُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا وَالْحَجُّ الْمَبْرُوْرُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةَ
Haji mabrur adalah haji yang sesuai dengan tuntunan syar’I, menyempurnakan hukum-hukumnya, mengerjakan dengan penuh kesempurnaan dan lepas dari dosa serta terhiasi dengan amalan solih dan kebaikan.[231]
Bila ada yang bertanya, bagaimanakah kriteria haji mabrur?
Pertama: Ikhlas, seorang hanya mengharap pahala Allah, bukan untuk pamer, kebanggan, atau agar dipanggil oleh masyarakatnya “pak haji” atau “bu haji”
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّـهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ ﴿٥﴾
Kedua: Ittiba’ kepada Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam, dia berhaji sesuai tata cara haji yang diperaktekkan oleh Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam dan menjauhi perkara-perkara bid’ah haji. Beliau sendiri bersabda:
خُذُوْا عَنِّيْ مَنَاسِكَكُمْ
Ketiga: Harta untuk berangkat hajinya adalah harta yang halal. Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda
إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ, لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا
Keempat: Menjauhi segala kemaksiatan, kebid’ahan dan penyimpangan
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُومَاتٌ ۚ فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّـهُ ۗوَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ ۚ وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ ﴿١٩٧﴾
Kelima: Berakhlak baik antar sesama, tawadhu dalam bergaul, dan suka membantu kebutuhan saudara lainnya.
Alangkah bagusnya ucapan Ibnu Abdil Barr dalam at-Tamhid 22/39: “Adapun haji mabrur, yaitu haji yang tiada riya’ dan sum’ah di dalamnya, tiada kefasikan, dan dari harta yang halal”.[234]
4. Memperbanyak amalan shalih
مَنْ صَلىَّ الغَدَاةَ فِيْ جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلىَّ رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ [ قَالَ ] قَالَ رَسُوْلُ اللهِ: تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ
5. Berkurban
Alloh Subhanahu wa ta'ala berfirman:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ ﴿٢﴾
Alloh memerintahkan Nabinya untuk meggabungkan dua ibadah yang agung ini; yaitu shalat dan kurban. Keduanya termasuk ketaatan yang paling agung dan mulia. Tidak ragu lagi, shalat ied masuk dalam keumuman ayat Dirikanlah shalat Karena Rabbmu dan kurban masuk dalam kandungan ayat berkorbanlah.[236]
Abdullah bin Umar mengatakan: “Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam tinggal di Madinah sepuluh tahun dan beliau selalu berkurban”.[237]
Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ ذَبَحَ بَعْدَ الصَّلاَةِ تَمَّ نُسُكُهُ وَأَصَابَ سُنَّةَ الْمُسْلِمِينَ
Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkan Udhiyyah (kurban)”.[239]
Adapun kesepakatan ulama sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ibnu Qudamah; “Kaum muslimin telah sepakat disyariatkannya kurban”.[240]
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Tidak ada perselisihan bahwa berkurban termasuk syiar agama Islam”.[241]
Apa yang harus dijauhi oleh orang yang akan berkurban?
فَإِذَا أُهِلَّ هِلاَلُ ذِي الْحِجَّةِ فَلاَ يَأْخُذَنَّ مِنْ شَعْرِهِ وَلاَ مِنْ أَظْفَارِهِ شَيْئًا حَتَّى يُضَحِّيَ
Perintah ini menunjukkan wajib, larangannya bersifat pengharaman menurut pendapat terkuat.[243]
Hikmah larangan hadits diatas karena orang yang berkurban mirip seperti orang yang menjalani ibadah haji dalam sebagian amalannya, yaitu mendekatkan diri kepada Alloh dengan kurban, hingga diapun terkena sebagian hukum dan larangan seperti orang yang sedang ibadah haji.[244]
Agar berkurban membawa berkah
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَـٰهُكُمْ إِلَـٰهٌ وَاحِدٌ ۖ فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا ﴿١١٠﴾
Al-Hafizh Ibnu Katsir mengatakan, “Firmannya hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh yaitu apa yang sesuai dengan syari’at Alloh. Dan firmannya janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada rabbnya yaitu orang yang beribadah hanya mengharapkan wajah Alloh semata tidak mempersekutukanNya. Inilah dua rukun amalan yang diterima, harus ikhlas karena Alloh dan sesuai dengan syariat rasululah.[245]
Jika demikian, syarat-syarat apa saja yang harus diperhatikan ketika berkurban?
Pertama: Sesuai dengan syariat dalam jenis hewan dan usianya. Adapun jenis hewan kurban terbatas pada unta, sapi dan kambing. Alloh Subhanahu wa ta'ala berfirman:
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنسَكًا لِّيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّـهِ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُم مِّن بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ ۗ فَإِلَـٰهُكُمْ إِلَـٰهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا ۗوَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ ﴿٣٤﴾
Unta dan sapi mencukupi tujuh orang yang kurban, sedangkan kambing hanya untuk satu orang saja.[246]
Sedangkan usia hewan kurban, apabila berkurban dengan unta hendaklah memilih yang sudah genap limatahun, apabila sapi maka yang sudah genap dua tahun, dan apabila kambing yang sudah genap setahun.[247]
Kedua: Berkurban dengan hewan yang tidak ada cacatnya. Yaitu cacat berupa; buta yang sangat jelas, sakit yang sangat jelas, pincang yang sangat jelas dan yang sudah terlalu tua.
أَرْبَعٌ لاَ يَجُزْنَ: الْعَوْرَاءُ الْبَيِّنُ عَوَرُهَا وَالْمَرِيضَةُ الْبَيِّنُ مَرَضُهَا وَالْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ ظَلْعُهَا وَالْكَسِيرَةُ الَّتِي لَا تُنْقِي
Empat jenis cacat ini tidak boleh ada pada hewan kurban. Ibnu Qudamah berkata dalam al-Mughni (13/369): “Kami tidak mengetahui ada perselisihan dalam masalah ini”.[249]
Imam al-Khotthobi mengatakan: “Di dalam hadits diatas terdapat keterangan bahwa cacat dan aib yang ringan pada hewan kurban di maafkan. Karen nabi berkata: Yang jelas butanya, yang jelas sakitnya…, maka cacat sedikit yang tidak jelas di maafkan”.[250]
Disana ada beberapa cacat yang dibenci akan tetapi tidak menghalangi sahnya hewan kurban, seperti; telinganya putus, tanduknya patah, ekornya hilang, kemaluannya hilang, giginya tanggal dan lain sebagainya.[251]
Kapan waktunya?
مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيَذْبَحْ أُخْرَى مَكَانَهَا
Barangsiapa yang menyembelih hewan kurbannya sebelum selesai shalat Iedul Adha, maka daging sembelihannya hanya daging biasa bukan daging kurban. Diriwayatkan bahwa sahabat mulia Abu Burdah meyembelih kambingnya sebelum shalat Iedul Adha, mengetahui hal itu maka Rasululloh Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
شَاتُكَ شَاةُ لَحْمٍ
Sedangkan batas waktu terakhir penyembelihan kurban adalah sampai akhir hari tasyrik.[254]
Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّ أَيَّامِ التَّشْرِيْقِ ذَبْحٌ
1. Orang yang menyembelih[256]
Pertama: Berakal. Sama saja dia laki-laki atau wanita. Sudah baligh ataupun belum baligh dengan catatan sudah mencapai usia tamyiz.[257] Maka tidak sah sembelihannya orang yang gila, anak kecil yang belum berakal atau orang yang sedang mabuk. Karena orang yang tidak berakal tidak punya niat dan kehendak dalam menyembelih. Sedangkan niat dan kehendak adalah syarat sebelum menyembelih. Alloh Subhanahu wa ta'ala berfirman:
إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ
Kedua: Agama. Orang yang menyembelih hendaklah seorang muslim atau ahli kitab (yahudi dan nashoro). Maka tidak halal sembelihannya penyembah berhala, orang majusi atau orang musyrik tanpa ada perselisihan.[258] Alloh Subhanahu wa ta'ala berfirman:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّـهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَن تَسْتَقْسِمُوا بِالْأَزْلَامِ
Adapun ahli kitab, sembelihan mereka halal karena Alloh Subhanahu wa ta'ala berfirman:
الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ ۖ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَّكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَّهُمْ
Ibnu Abbas berkata: “Makanan orang-orang yang diberikan al-Kitab maksudnya adalah sembelihannya”.[259]
Ibnu Hubairah berkata: “Para ulama sepakat bahwa sembelihan ahli kitab yang berakal adalah boleh (halal). Dan mereka juga sepakat bahwa sembelihan orang kafir selain ahli kitab tidak halal”.[260]
Perhatian:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّـهِ
Imam az-Zuhri berkata: “Sembelihan nashoro halal. Apabila engkau mendengarnya menyebut atas nama selain Alloh ketika menyembelih, maka janganlah engkau makan”.[261]
Ketiga: Membaca bismillah
وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّـهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ ۗ وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ إِلَىٰ أَوْلِيَائِهِمْ لِيُجَادِلُوكُمْ ۖ وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ ﴿١٢١﴾
Rosululloh Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
مَا أَنْهَرَ الدَّمَ وَ ذُكِرَ اسْمُ اللهِ عَلَيْهِ فَكُلْ
Barangsiapa yang sengaja tidak menyebut nama Alloh atau lupa, maka sembelihannya tidak halal, haram dimakan. Karena menyebut nama Alloh adalah syarat sahnya penyembelihan.[263]
Keempat: Tidak boleh menyembelih atas nama selain Alloh
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّـهِ
Firman Alloh Subhanahu wa ta'ala pula:
وَأَن تَسْتَقْسِمُوا بِالْأَزْلَامِ
Rosululloh Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
لَعَنَ اللهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللهِ
Pertama: Yang tajam dan dapat memotong dengan cepat. Baik berupa besi, kayu, batu, atau lainnya, yang penting bisa memotong dengan cepat bukan karena beratnya.
Dua syarat ini terangkum dalam hadis Rofi bin Hudaij, bahwasanya Rosululloh Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
مَا أَنْهَرَ الدَّمَ وَذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ فَكُلْ, لَيْسَ السِّنَّ وَالظُّفُرَ, وَسَأُحَدِّثُكَ, أَمَّا السِّنُّ فَعَظْمٌ وَأَمَّا الظُّفُرُ فَمُدَى الْحَبَشَةِ
Imam Ibnu Abdil Barr berkata: “Di dalam hadits ini terdapat fiqh bahwa segala yang dapat mengalirkan darah, yang dapat memutus urat leher maka dia alat penyembelihan, boleh digunakan, selain gigi dan tulang. Dalil-dalinya sangat banyak dan inilah yang dikatakan oleh para ulama”.[267]
3. Hewan sembelihannya
Pertama: Hewan yang akan disembelih masih dalam keadaan hidup, tidak boleh menyembelih hewan yang sudah mati.
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّـهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ
Ketiga: Jenis hewan yang disembelih adalah hewan darat-udara yang halal dimakan. Seperti kambing, unta, sapi, ayam, burung dan lain-lain, bukan hewan yang haram dimakan. Sedangkan hewan laut, semuanya halal, baik masih hidup atau sudah mati, tidak disyaratkan penyembelihan.[269]
Alloh Subhanahu wa ta'ala berfirman:
أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعًا لَّكُمْ وَلِلسَّيَّارَةِ ۖ وَحُرِّمَ عَلَيْكُمْ صَيْدُ الْبَرِّ مَا دُمْتُمْ حُرُمًا ۗ وَاتَّقُوا اللَّـهَ الَّذِي إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ ﴿٩٦﴾
4. Bagian yang disembelih
Ibnu Abbas berkata, “Sembelihan itu pada bagian kerongkongan, dan leher”.[270]
Imam Ibnu Qudamah berkata, “Adapun tempat yang disembelih adalah tenggorokan/kerongkongan dan leher, tidak boleh pada selainnya berdasarkan ijma”.[271]
Kedua: Apabila hewan yang akan disembelih tidak bisa dijinakkan, dalam artian dia malah lari dan tidak mungkin disembelih pada lehernya. Atau malah jatuh masuk ke sumur dan belum mati, maka boleh menyembelih pada bagian tubuh mana saja yang mungkin untuk disembelih dan mematikan.[272]
Dasarnya adalah hadits Rofi’ bin Hudaij, dia berkata: Kami pernah mendapat kambing dan onta. Kemudian ontanya lari, ada seorang dari kami yang melempar dengan anak panahnya hingga onta itu diam, melihat hal itu Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ لِهَذِهِ الإِبِلِ أَوَابِدَ كَأَوَابِدِ الْوَحْشِ فَإِذَا غَلَبَكُمْ مِنْهَا شَيْءٌ فَاصْنَعُوا بِهِ هَكَذَا
Ibnu Abbas berkata: “Apa saja yang kamu tidak mampu untuk menyembelihnya dari binatang, maka hukumnya seperti buruan. Onta yang lari dan jatuh dalam sumur dan engkau mampu menyembelih pada bagian mana saja maka sembelihlah. Inilah pendapat Ali, Ibnu Umar dan Aisyah”.[274]
B. Adab lainnya ketika menyembelih
عَنْ قُرَّةَ بْنِ إِيَّاسٍ الْمُزَنِيْ أَنَّ رَجُلاً قَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ, إِنِّيْ َلأَرْحَمُ الشَّاةَ أَنْ أَذْبَحَهَا, فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ: إِنْ رَحِمْتَهَا رَحِمَكَ اللهُ
Al-Hafizh Ibnu Rajab berkata: “Imam Ibnu Hazm menegaskan adanya ijma ulama akan wajibnya berbuat baik kepada sembelihan”.[276]
2. Menajamkan alat sembelihan
إِنَّ اللهَ كَتَبَ اْلإِحْسَانَ عَلىَ كُلِّ شَيْءٍ, فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوْا الْقِتْلَةَ, وَ إِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوْا الذَّبْحَ, وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ, وَ لْيُرِحْ ذَبِيْحَتَهُ
3. Jangan menajamkan pisau di depan hewan yang akan disembelih!
أَتُرِيْدُ أَنْ تُمِيْتَهَا مَوْتَاتٍ, هَلاَّ حَدَدْتَ شَفْرَتَكَ قَبْلَ أَنْ تَضْجَعَهَا؟
4. Membawa binatang dengan baik
5. Membaringkan hewan sembelihan
Imam Nawawi berkata, “Didalam hadits ini terdapat anjuran untuk membaringkan kambing ketika akan disembelih. Jangan disembelih dalam keadaan berdiri atau ketika menderum, akan tetapi baringkanlah karena hal itu lebih lembut baginya”.[281]
Paraulama dan praktek kaum muslimin telah sepakat bahwa membaringkan binatang itu dengan membaringkannya ke sisi badannya yang sebelah kiri, karena akan memudahkan bagi yang menyembelih untuk mengambil pisau dengan tangan kanan dan memegang kepalanya dengan tangan kiri.[282]
Akan tetapi hal ini dikecualikan apabila menyembelih onta. Hendaklah onta disembelih dalam keadaan posisi berdiri, kaki kirinya terikat.[283]
6. Menghadap ke arah kiblat?
Nafi’ berkata: “Adalah Ibnu Umar menyembelih unta dan menghadapkannya ke arah kiblat. Kemudian dia makan dan membagikan kepada orang lain”.[285]
7. Meletakkan kaki di badan sembelihan
عَنْ أَنَسٍ قَالَ: ضَحَّى النَّبِيُّ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ, ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ وَ سَمَّى وَ كَبَّرَ, وَ وَضَعَ رِجْلَهُ عَلىَ صِفَاحِهِمَا
Inilah seputar hukum-hukum yang berkaitan tentang ibadah kurban. Semoga kurban yang kita sembelih sesuai sunnah dan diterima oleh Alloh Subhanahu wa ta'ala.
6. Taubat
Taubat adalah kembali kepada Alloh dari perkara yang Dia benci secara lahir dan batin menuju kepada perkara yang Dia senangi. Menyesali atas dosa yang telah lalu, meninggalkan seketika itu juga dan bertekad untuk tidak mengulanginya kembali.[287]
Maka kewajiban bagi seorang muslim apabila terjatuh dalam dosa dan maksiat untuk segera bertaubat, tidak menunda-nundanya, karena dia tidak tahu kapan kematian akan menjemput. Dan juga perbuatan jelek biasanya akan mendorong untuk mengerjakan perbuatan jelek yang lain. Apabila berbuat maksiat pada hari dan waktu yang penuh keutamaan, maka dosanya akan besar, sesuai dengan keutamaan waktu dan tempatnya.[288]
BILA HARI ARAFAH TIBA
Dari Umar bin Khattab bahwasanya ada seorang yahudi[289] yang berkata kepadanya: “Wahai amirul mukminin, sebuah ayat dalam kitab kalian yang kalian membacanya, andaikan ayat itu turun kepada kami, niscaya hari turunnya ayat itu akan kami jadikan hari raya. Umar bertanya: ayat apa itu? Dia menajwab: Firman Alloh yang berbunyi:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّإِثْمٍ ۙ فَإِنَّ اللَّـهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ ﴿٣﴾
Umar kembali berkata: “Sungguh kami mengetahui hari dan tempat turunnya ayat itu, ayat itu turun kepada nabi kita dan dia sedang berdiri di Arafah pada hari jum’at”.[290]
Keutamaan hari Arafah yang lain sebagaimana dituturkan oleh ummul mukminin Aisyah bahwasanya Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللهُ فِيْهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ وَإِنَّهُ لَيَدْنُوْ ثُمَّ يُبَاهِيْ بِهِمْ الْمَلاَئِكَةَ فَيَقُوْلُ: مَا أَرَادَ هَؤُلاَءِ ؟
Imam an-Nawawi berkata: “Hadits ini jelas sekali menunjukkan keutamaan hari Arafah”.[292]
Demikian pula Alloh Subhanahu wa ta'ala memuji para jamaah haji yang wukuf di Arafah. Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللهَ لَيُبَاهِيْ الْمَلاَئِكَةَ بِأَهْلِ عَرَفَاتٍ يَقُوْلُ: اُنْظُرُوْا إِلىَ عِبَادِيْ شَعْثًا غَبْرًا
Lantas amalan apa saja yang dianjurkan untuk dikerjakan pada hari ini?
1. Puasa
يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ
Puasa ini dianjurkan bagi yang tidak melaksanakan ibadah haji, adapun bagi jama’ah haji maka tidak disunnahkan puasa, karena Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam yang tidak puasa ketika hari Arafah.[295]
Faedah: Bila Arafah jatuh pada hari jumat atau sabtu
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan: “Adapun bagi orang yang tidak menyengaja untuk puasa karena hari jum’at atau sabtu, seperti orang yang puasa sehari sebelum dan sesudahnya atau kebiasaannya adalah puasa sehari dan berbuka sehari, maka boleh baginya puasa jum’at walaupun sebelum dan sesudahnya tidak puasa, atau dia ingin puasa Arafah atau asyuraa’ yang jatuh pada hari jum’at, maka tidaklah dilarang, karena larangan itu hanya bagi orang yang sengaja ingin mengkhususkan (hari jum’at dan sabtu tanpa sebab-pen).[296]
Kesimpulannya, bahwa puasa pada hari selasa dan rabu adalah boleh, tidak disunnahkan untuk mengkhususkan puasa dan tidak dilarang. Hari jum’at, sabtu dan ahad, dilarang untuk mengkhususkan puasa. Dan larangan pengkhususan puasa jum’at lebih tegas karena ada hadits-hadits yang melarang tanpa ada perselisihan, adapun apabila puasa dengan hari sesudahnya tidak mengapa. Sedangkan hari senin dan kamis maka puasa pada hari itu adalah sunnah.[297]
2. Takbir
Imam Ahmad ditanya: “Dengan hadits apa engkau berpendapat bahwa takbir itu dimulai sejak shalat fajar hari arafah hingga akhir hari tasyriq? Imam Ahmad menjawab: “Dengan ijma’: Umar, Ali, Ibnu Abbas, dan Ibnu Mas’ud -semoga Alloh meridhai mereka semua-”.[298]
SAATNYA BERHARI RAYA KURBAN
يَوْمُ الْحَجِّ اْلأَكْبَرِ يَوْمُ النَّحْرِ
Dan juga merupakan hari yang paling utama dalam setahun. Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ أَعْظَمَ اْلأَيَّامِ عِنْدَ اللهِ يَوْمُ النَّحْرِ ثُمَّ يَوْمُ اْلقَرِّ “
Hari raya kurban lebih utama daripada hari raya iedul fitri, karena hari raya kurban ada pelaksanaan shalat dan menyembelih.[302]
Amalan apa saja yang dianjurkan pada hari ini?
وَاذْكُرُوا اللَّـهَ فِي أَيَّامٍ مَّعْدُودَاتٍ
Imam al-Qurtubi mengatakan: “Tidak ada perselisihan dikalangan ulama bahwa hari yang berbilang pada ayat ini adalah hari-hari mina yaitu hari tasyriq”.[305]
Mengenai hari tasyriq Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
أَيَّامُ التَّشْرِيْقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَ ذِكْرِ اللهِ
Hadits ini memberikan penjelasan kepada kita dua perkara:
Pertama: Hari tasyriq adalah hari untuk makan dan minum serta menampakkan kegembiraan. Tidak mengapa mengadakan perkumpulan yang bermanfaat, menghidangkan makanan terutama daging, selama tidak berlebihan dan menghamburkan harta.
Kedua: Bahwa hari ini juga merupakan hari untuk memperbanyak dzikir kepada Alloh. Dzikir secara mutlak pada hari-hari tasyriq.
Adalah Ibnu Umar bertakbir di mina pada hari-hari tasyriq setiap selesai shalat, di tempat tidurnya, tempat duduk dan di jalan.[307]
Demikian pula dzikir dan bertakbir ketika menyembelih kurban, dzikir dan berdoa ketika makan dan minum, karena hari tasyriq adalah hari makan dan minum. Dzikir ketika melempar jumrah pada setiap kali lemparan bagi para jamaah haji.
Imam Ibnu Rajab berkata: “Sabda Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam sesungguhnya hari tasyriq adalah hari makan, minum dan dzikrullah terdapat isyarat bahwa makan dan minum pada hari raya hanyalah untuk membantu berdzikir kepada Alloh, dan hal itu merupakan kesempurnaan dalam mensyukuri nikmat, yaitu mensyukuri dengan ketaatan. Barangsiapa yang memohon pertolongan dengan nikmat Alloh untuk mengerjakan maksiat, maka berarti dia telah inkar atas nikmatNya”.[308]
Demikianlah yang dapat kami kumpulkan seputar pembahasan sepuluh hari Dzulhijjah dan hari tasyriq. Semoga pembahasan ini bermanfaat dan kita diberi kekuatan untuk mengamalkannya. Alloh A’lam.
Artikel: Ustadz Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar bin Munthohir as-Sidawi
[217] Para ulama sangat perhatian dalam menulis masalah ini. Diantara mereka ada yang mempunyai karya khusus seperti Fadhoilul Auqot oleh Imam Baihaqi, Lathoiful Ma’arif oleh al-Hafizh Ibnu Rajab-keduanya telah tercetak- dan selainnya.
0 komentar:
Posting Komentar