728x90 AdSpace

Pos Terbaru

Bab Syafa’at: Syafaat Hanya untuk Ahli Tauhid

Bab Syafa’at: Syafaat Hanya untuk Ahli Tauhid


Dalam Qurrah al-Uyun al-Muwahhidin dikatakan, “Syafaat terbagi menjadi dua.”

Syafaat Pertama: Syafaat yang dinafikan didalam al-Qur’an. Yaitu syafaat untuk orang kafir dan musyrik.

Allah Ta’ala berfirman artinya, “ Sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli, tidak ada pertemanan dan tidak ada lagi syafaat.” (Al-Baqarah: 254)

“Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafaat dari orang-orang yang memberikan syafaat.” (Al-Muddtstsir: 48)

“Dan jagalah dirimu dari (azab) hari kiamat, yang pada hari itu seseorang tidak dapat membela orang lain sedikitpun dan (begitu pula) tidak diterima syafaat dan tebusan dari padanya dan tidaklah mereka akan ditolong.” (Al-Baqarah: 48)

“Dan mereka menyembah selain Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudaratan kepada mereka dan tidak (pula) menfaatan, dan mereka berkata, ‘Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahuiNya baik dilangit dan tidak (pula)dibumi?’.” (Yunus: 18)

Dan ayat-ayat yang semakna dengannya, Allah ‘Azza wa jalla mengabarkan bahwa siapa yang mengangkat orang-orang itu sebagai pemberi syafaat disisi Allah, tidak mengetahui bahwa mereka memberi syfaat kepadanya, dan apa yang tidak dia ketahui berarti tidak ada wujudnya. Maka Allah menafikan keberadaan syafaat tersebut dan menyatakan bahwa ia adalah syirik, yaitu dengan firmanNya artinya, “Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (itu).” (Yunus: 18)

Dan Allah berfirman, “Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata), ‘Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan seekat-dekatnya.’ Sesungguhnya Allah akan memutuskan diantara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.” (Az-Zumar: 3)

Allah ta’ala membatalkan syafaat orang yang mengangkat pemberi syafaat dengan anggapan bahwa dia mendekatkannya kepada Allah, dari rahmat dan ampunannya, karena dia menjadikan sekutu bagi Allah, kepadanya dia berharap, bergantung, bertawakal, dan mencintainya seperti mencintai Allah ta’ala bahkan lebih dari itu.

Syafaat kedua: Syafaat yang ditetapkan oleh al-Qur’an, ia khusus untuk ahli tauhid. Allah ta’ala membatasinya dengan dua syarat.
  • Syarat pertama, adanya izin dari Allah kepada pemberi syafaat untuk memberi syafaat. Sebagaimana Allah ta’ala berfirman, “Tiada yang dapat memberi syafaat disisi Allah tanpa izinNya.” (Al-Baqarah: 255) Dan izinNya tidak keluar kecuali Dia merahmati hambaNya yang bertauhid namun melakukan dosa, jika Allah menyayanginya maka Dia mengizinkan pemberi syafaat untuk memberi syafaat.
  • Syarat kedua, ridhaNya kepada penerima syafaat.  Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman, “Dan mereka tiada memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridhai Allah.” (Al-Anbiya’: 28). Izin untuk memberi syafaat ini terwujud setelah Allah meridhai sebagaimana didalam ayat ini. Dan Allah Subhanahu wa ta’ala tidak meridhai selain ahli tauhid.  Selesai.

Firman Allah ‘Azza wa jalla, “Katakanlah, ‘Hanya kepunyaan Allah syafaat itu semuanya’.” (Az-Zumar: 43)

Yakni, Allah adalah pemiliknya, orang yang diharapkan memberi syafaat tidak memiliinya, maka semestinya syafaat diminta kepada yang memilikinya bukan kepada selainnya, sebab hal itu merupakan ibadah dan penghambaan yang hanya layak diberikan kepada Allah semata.

Ayat ini menunjukkan bahwa syafaat adalah hak milik Allah ‘Azza wa jalla, karena ia tidak terwujud kecuali untuk ahli tauhid dengan izinNya. Maka renungkanlah ayat-ayat agung dalam maslaah mengangkat para pemberi syafaat.

Al-Baidhawi berkata: “Bisa jadi ini merupakan bantahan apa yang diharapkan mereka yang akan menjawabnya, yaitu bahwa para pemberi syafaat merupakan orang-orang shalih yang dekat kepada Allah ta’ala.”

Firman Allah ta’ala, “Dan berapa banyak malaikat dilangit, syafaat mereka sedikitpun tidak berguna kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai (Nya).” (An-Najm: 26)

Jika hal ini berlaku untuk para malaikat yang mempunyai kedudukan yang dekat kepada Allah, maka bagaimana kalian wahai orang-orang jahil berharap syafat dari sekutu-sekutu tersebut disisi Allah? Padahal Allah tidak memerintahkan menyembahnya dan tidak pula mengizinkannya, justru Dia telah melarangnya melalui lisan para RasulNya, dan larangan ini juga Dia turunkan didalam kitab-kitabNya.

Firman Allah Subhanahu wa ta’ala, “Katakanlah, ‘Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai tuhan) selain Allah, mereka tidak memiliki (kekuasaan) seberat zarrahpun dilangit dan dibumi, dan mereka tidak mempunyai suatu sham pun dalam (penciptaan) langit dan bumi dan sekali-kali tidak ada diantara mereka yang menjadi pembantu bagiNya. Dan tiadalah berguna syafaat disisi Allah melainkan bagi orang yang telah diizinkanNya memperoleh syafaat itu.” (Saba’: 22-23)

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata menjelaskan ayat diatas:
“Allah ta’ala telah memangkas sebab-sebab yang dijadikan pegangan oleh orang-orang musyrikin seluruhnya. Orang musyrik menyembah sesembahannya karena manfaat yang dia peroleh, padahal manfaat tidak terwujud kecuali dari siapa yang memiliki satu dari empat perkara ini: dia memiliki apa yang diinginkan oleh penyembahnya darinya, jika dia tidak memiliki, maka dia adalah sekutu bagi pemilik, jika dia bukan sekutu maka dia adalah pembantu atau penolongnya, jika bukan pembantu, bukan pula penolong, maka dia adalah pemberi syafaat disisinya. Allah ta’ala menafikkan empat fase ini dengan penafian yang berurutan, berpindah dari yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah. Dia menafikan kepemilikan, perserikatan, pertolongan dan syafaat yang dicari oleh orang musyrik dan Dia menteapkan sebuah syafaat dimana orang musyrik tidak memiliki bagian apapun darinya, yaitu syafaat dngan izinNya. Cukuplah ayat ini sebagai cahaya, bukti dan pemurnian tauhid serta pemberantasan terhadap akar-akar syirik dan sumber-sumbernya bagi orang yangmemahaminya. Al-Qur’an sarat dengan kandungan yang semisal dan semakna dengannya, hanya saja manusia banyak tidak menyadari masuknya kenyataan yang sebenarnya dibawah partik (yang mereka lakukan) dan cangkupan terhadapnya. Mereka mengira bahwa ia hanya ada pada satu bentuk dan satu kaum yang telah berlalu sebelumnya tanpa meninggalkan penerus. Inilah yang menghalangi hati untuk memahami al-Qur’an. Demi Allah, sekalipun mereka telah berlalu (punah), namun setelah mereka, hadir pewaris yang sama atau bahkan lebih buruk atau lebih rendah dari mereka. Dan al-Qur’an meliputi orang-orang tersebut, sebagaimana ia mencakup mereka dahulu.”

Kemudian beliau berkata, “Diantara syirik adalah meminta hajat hajat-hajat kepada orang-orang mati dan beristighatsah kepada mereka. Ini adalah asal usul syirik manusia. Amal perbuatan orang mati telah terputus, dia tidak memiliki manfaat dan mudarat untuk dirinya, apalagi untuk orang yang beristighatsah kepadanya dan memintanya agar memberikan syafaat disisi Allah. Ini termasuk kejahilannya tentang pemberi syafaat dan kepada siapa syafaat itu disodorkan.  Pemberi syafaat tidak kuasa memberi syafaat untuknya disisi Allah kecuali dengan izinNya dan Allah sendiri tidak menjadikan istighatsah dan permintaannya sebagai sebab diperolehnya izin, akan tetapi sebab yang shahih adalah tauhid yang sempurna. Lalu orang-orang musyrik ini hadir membawa suatu sebab yang justru menutup turunnya izin, ia seperti orang yang meminta tolong untuk memenuhi hajatnya dengan sesuatu yang justru mrnghalanginya untuk terwujud.

Ini adalah keadaan orang-orang musyrik. Mereka menggabungkan syirik kepada yang disembah, merubah agamaNya, memusuhi ahli tauhid, menisbatkan ahli tauhid kepada pelecehan orang-orang mati, padahal mereka sendiri telah melecehkan Sang Pencipta dengan syirik yang mereka lalukan, melecehkan ahli tauhid dengan celaan, hinaan dan permusuhan mereka. Mereka juga melecehkan orang-orang yang merek jadikan sekutu bagi Allah dengan pelecehan yang berat, karenamereka mengira bahwa orang-orang itu rela terhadap apa yang mereka kerjakan, bahwa orang-orang itu memerintahkan mereka dengan yang demikian, bahwa orang-orang itu loyal kepada mereka atas dasar itu. Padahal orang-orang itu adalah musuh para Rasul distiap zaman dan setiap tempat. Betapa banyak orang yang menjawab seruan mereka, tidak ada yang selamat dari jerat syirik akbar ini kecuali orang yang memurnikan tauhidnya hanya untuk Allah, memusuhi orang-orang musyrik karena Allah, mendekatkan diri kepada Allah dengan membenci mereka, menjadikan Allah semata sebagai walinya, Tuhannya, sesembahannya, dia memurnikan cintanya karena Allah, takut karena Allah, harapannya hanya pada Allah, ketundukannya karena Allah, tawakalnya kepada Allah, permohonan bantuan hanya kepada Allah, permohonan perlindungan hanya kepada Allah, beristighatsah hanya kepada Allah, tujuannya adalah Allah semata, mengikuti perintahNya, mencari ridhaNya, jika dia meminta maka dia meminta hanya kepada Allah, jika dia memohon bantuan maka dia memohonya kepada Allah, jika dia beramal maka dia beramal karena Allah. Dia berbuat karena Allah, dengan (Nama) Allah dan bersama (pertolongan) Allah.” [Demikan ucapan beliau rahimahullah.]

Syafa’at Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam

Abu Hurairah radhiyallahu’anhu pernah berkata kepada Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam, “Siapa yang paling berbahagia mendapatkan syafa’atmu?” Beliau menjawab, ‘Orang yang mengucapkan La illaha illallah dengan ikhlas dari dalam hatinya.” (HR. Bukhari)

Dalam riwayat lain disebutkan, “Syafa’atku adalah untuk orang yang mengucapkan La illaha illallah dengan ikhlas; yang mana hatinya membenarkan lisannya dan lisannya membenarkan hatinya.”

Syahidnya terdapat dalam Shahih Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Setiap Nabi mempunyai do’a mustajab, dan setiap Nabi telah menggunakan doanya, dan sesungguhnya aku telah menyimpan doaku sebagai syafa’at bagi umatku dihari kimatan, ia didapatkan dengan kehendak Allah oleh siapa yang mati dalam keadaan tidak menyekutukan sesuatu dengan Allah.”

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata tentang hadits Abu Hurairah diatas, “Perhatikan hadits ini, bagaimana Nabi shallallahu’alaihi wa sallam menjadikan sebab terbesar yang dengannya syafaat diperoleh, yaitu memurnikan tauhid, menyelisihi apa yang diyakini oleh orang-orang musyrikin bahwa syafaat bisa diraih dengan menganggkat para pemberi syafaat, menyembah mereka, dan berwala’ kepada mereka. Maka Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam membalik apa yang ada didalam klaim dusta mereka. Beliau mengabarkan bahwa sebab meraih syafaat adalah memurnikan tauhid. Dalam konsisi tersebut Allah ‘Azza wa jalla memberi izin kepada pemberi syafaat untuk memberi syafaat.

Diantara kebodohan orang-orang msyrik bahwa keyakinannya bahwa siapa yang mengangkat seseorang sebagai penolong atau pemberi syafaat, maka dia akan bisa memberinya syafaat kepadanya atau manfaat kepadanya disisi Allah Ta’ala, sebagaimana orang-orang yang dekat kepada para raja dan para pemimpin bisa memberi manfaat kepada orang-orang yang loyal kepada mereka. Mereka tidak mengetahui bahwa tidak seorangpun yang memberi syafaat disisi Allah kecuali jika Allah memberi izin untuk memberi syafaat, dan Allah tidak memberi izin syafaat kecuali bagi orang yang Dia ridhai perkataan dan perbuatannya.
  • Sebagaimana Dia berfirman dalam kaitan pertama, “Tiada yang dapat memberi syafaat disisi Allah tanpa izinNya”
  • Dan dalam kaitan kedua, “Dan Dan tidaklah mereka dapat memberi syafaat kecuali bagi orang yang telah Allah ridhai.”
  • Tinggal kaitan ketiga, yaitu bahwa Allah tidak rela kepada perkataan dan perbuatan kecuali dengan bertauhid kepadaNya dan ittiba’ (mengikuti) RasulNya. Ini adalah tiga point yang memotong pohon syirik dari hati siapa yang mengerti dan memahaminya.” Demikian Ibnul Qayyim.

Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan bahwa syafaat Nabi shallallahu’alaihi wa sallam terdiri dari enam macam:
  • Pertama: Syafaat ‘Uzhma (syafaat agung)[1],  yaitu syafaat yang beliau berikan kepada ummat manusia di Mauqif (saat kritis), ketika manusia seluruhnya dikumpulkan Allah dipadang mahsyar. Matahari didekatkan kepada mereka (dengan jarak satu mil), sehinga mereka berada dalam keadaan susah dan sedih yang luar biasa. Pada saat seperti itu, mereka mendatangi Nabi Adam, Kemudian Nuh, Ibrahim, Musa, lalu ‘Isa bin Maryam untuk meminta syafaat, namun mereka semua menolak. Dan terakhir kalinya mereka datang kepada Nabi shallallahu’alaihi wa sallam untuk meminta syafaat darinya, maka Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam –dengan izin Allah ‘Azza wa jalla- memberikan syafaat kepada ummat manusia, agar mereka diberi keputusan.[2]
  • Kedua: Syafaat Nabi shallallahu’alaihi wa sallam untuk penduduk surga agar bisa memasukinya. Abu hurairah radhiyallahu’anhu menyebutkannya dalam hadits yang panjang yang Muttafaq’alaihi.  
  • Ketiga: Syafaat Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bagi para pendosa dari umatnya yang berhak masuk neraka karena dosa-dosa mereka, maka Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam memberi syafaat kepada mereka sehingga mereka tidak masuk neraka.
  • Keempat: Syafat Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam kepada para pendosa dari kalangan ahli tauhid yang telah masuk neraka karena dosa-dosa mereka. Hadits-hadits yang menetapkan syafaat ini mencapai derajat mutawatir. Para Sahabat dan Ahlu Sunnah seluruhnya telah menyepakatinya, mereka membid’ahkan pihak yang mengingkarinya, meneriakinya dari segala penjuru dan mencapnya sebagai kesesatan.
  • Kelima: Syafaat Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam kepada suatu kaum dari penduduk surga agar pahala mereka ditambah dan derajat mereka ditinggikan. Syafaat ini tidak diperselisihkan. Semuanya khusus untuk ahli ikhlas yang tidak mengangkat penolong dan pemberi syafaat selain Allah, sebagaimana firman Allah ta’ala artinya, “Dan berilah peringatan dengan apa yang diwahyukan itu kepada orang-orang yang takut akan dihimpun kepada Tuhannya (pada hari kiamat), sedang mereka tidak memiliki seorang pelindung dan pemberi syafaat pun selain Allah.” (Al-An’am: 51)
  • Keenam: Syafaat Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam kepada sebagian keluarganya yang kafir agar azabnya diringankan. Ini khusus untuk Abu Thalib paman Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam.[3]

Semoga kita termasuk dalam golongan yang mendapatkan syafaat Nabi shallallahu’alaihi wa sallam serta dihindarkan, dipelihara, dijauhkan dari Neraka. Amin..  Semoga ada manfaatnya.

Penyusun Faisal Choir

Referensi:
  • Fathul Majid oleh Syaikh Abdurrahman bin Hasan. Pustaka Sahifa.
  • Syarah Aqidah Wasithiyah oleh Syaikh Muhammad bin shalih al-Utsaimin. Pustaka Sahifa
  • Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah oleh al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir jawas hafidzahullah. Pustaka Imam Asy-Syafi’i.
_________
[1]. Penyesuaian dari penyusun yang disarikan dari Syarah Aqidah Wasithiyah oleh Syaikh Muhammad bin shaleh al-Utsaimin, dan Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah oleh al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir jawas hafidzahullah.
[2]. HR. Bukhari no. 4712 dan Muslim no. 194 dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu’anhu
[3] HR. Bukhari kitab at-tafsir dan Muslim no.24.

Faisal Choir Blog :

Blog ini merupakan kumpulan Artikel dan Ebook Islami dari berbagai sumber. Silahkan jika ingin menyalin atau menyebarkan isi dari Blog ini dengan mencantumkan sumbernya, semoga bermanfaat. “Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk, maka baginya ada pahala yang sama dengan pahala orang yang mengikutinya dan tidak dikurangi sedikitpun juga dari pahala-pahala mereka.” (HR. Muslim). Twitter | Facebook | Google Plus

  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Item Reviewed: Bab Syafa’at: Syafaat Hanya untuk Ahli Tauhid Description: Rating: 5 Reviewed By: samudera ilmu
Scroll to Top