728x90 AdSpace

Pos Terbaru

Berlebih-lebihan Terhadap Kuburan Akan Menjadikannya Sebagai Berhala yang di Sembah Selain Allah

Berlebih-lebihan Terhadap Kuburan Akan Menjadikannya Sebagai Berhala yang di Sembah Selain Allah

Ghuluw (Berlebih-lebihan) Kepada Kuburan

Bab Keterangan bahwa: Sikap Berlebih-lebihan (Ghuluw) Terhadap Kuburan Orang Shalih Akan Menjadikannya Sebagai Berhala yang di Sembah Selain Allah.

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Ya Allah janganlah Engkau jadikan kuburku sebagai berhala yang disembah. Allah sangat murka atas suatu kaum yang menjadikan kubur nabi-nabi mereka sebagai tempat-tempat peribadatan.” (HR. Malik no. 414 dan Ahmad no. 7311)

Dalam riwayat Ibnu Jarir dengan sanadnya dari Sufyan dari Manshur dari Mujahid tentang firman Allah ta’ala, “Maka apakah patut wahai kamu orang-orang musyrik menganggap Lata dan Uzza?” Dia berkata, “Dia mengaduk sawiq (adonan gandum), ketika dia mati mereka mendatangi kuburannya.” Hal yang sama dikatakan oleh Abul-Jauza’ dari Ibnu Abbas, “Dia mengaduk sawiq bagi jamaah haji.” (HR. Bukhari. No.4859)

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu berkata, “Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam melaknat wanita-wanita penziarah kubur dan orang-orang yang membangun tempat-tempat peribadatan dan menyalakan lampu diatasnya.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Kandungan Bab:
  • 1.       Penafsiran tentang berhala
  • 2.       Penafsiran tentang ibadah.
  • 3.       Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam tidak berta’awwudz selain dari sesuatu yang beliau kawatirkan terjadi.
  • 4.       Nabi shallallahu’alaihi wa sallam mengaitkan hal ini dengan menjadikan kuburan para Nabi sebagai tempat-tempat peribadatan.
  • 5.       Menyinggung kerasnya murka Allah Subhanahu wa ta’ala.
  • 6.       Yaitu yang terpenting darinya, sifat mengenal penyembahan terhadap Lata, yang merupakan berhala besar.
  • 7.       Menganli bahwa ia adalah kubur seorang laki-laki yang shalih.
  • 8.       Bahwa ia adalah nama penghuni kubur, dan menyinggung tentang makna penamaan itu.
  • 9.       Laknat terhadap wanita-wanita yang gemar berziarah kubur.
  • 10.   Laknat terhadap orang yang menyalakan lentera padanya.

(Ya Allah, janganlah Engkau jadikan kuburku sebagai berhala yang disembah)
Allah ta’ala menjawab doa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam  sebagaimana Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, 
Rabb alam semesta menjawab doanya
Dan Dia mengelilinginya dengan tiga tembok
Sehingga berkat doanya, penjurunya berada
Demikian kemuliaan, perlindungan dan keterjagaan.

Hadits ini menunjukkan bahwa seandainya kubur Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam disembah maka ia menjadi berhala. Namun Allah melindunginya dengan sesuatu yang menghalangi manusia darinya sehingga mereka tidak bisa sampai kepadanya. Hadits ini juga menunjukkan bahwa berhala adalah apa yang disembah oleh penyembah, bisa berupa kuburan dan bangunan diatasnya. Fitnah karena kubur ini sedemikian besar akibat dari pengagungan dan enyembahan kepadanya. Sebagaimana Abdullah bin Mas’ud berkata, “Bagaimana dengan kalian, jika dikelilingi oleh fitnah dimana orang dewasa menjadi tua didalamnya dan anak kecil tumbuh diatasnya. Fitnah itu bergulir ditengah manusia  dengan menjadikannya sebagai sunnah. Jika ia dirubah, maka ada yang berkata, ‘Sunnah telah dirubah’.”

Karena takut fitnah maka Umar melarang kaum Muslimin menelusuri jejak (peninggalan) Nabi shallallahu’alaihi wa sallam.

Ibnu Wadhdhah berkata, aku mendengar Isa bin Yunus berkata, “Umar bin al-Khththab radhiyallahu’anhu memerintahkan agar memotong pohon dimana Nabi shallallahu’alaihi wa sallam dibaiat dibawahnya.” Umar memotongnya karena orang-orang pergi kesana dan shalat dibawahnya, maka Umar takut fitnah menimpa mereka.

Yakni pada saat perjanjian Hudaibiyah. Ia adalah pohon yang disebutkan Allah ta’ala dalam surat al-Fath: 18, “Sungguh Allah telah meridhai perempuan-perempuan Mukni manakala mereka membaiatmu dibawah pohon.”

Al-Ma’rur bin Suwaid berkata, “Aku shalat subuh bersama Umar bin al-Khaththab disebuah jalan di Makkah, kemudian dia melihat orang-orang pergi berpencar, dia bertanya, ‘Kemana mereka pergi?’ ada yang menjawab, ‘Ya Amirul Mukminin, kesebuah masjid yang pernah dipakai Nabi shallallahu’alaihi wa sallam untuk shalat, mereka pergi kesana.’ Umar berkata, ‘Orang-orang sebelum kalian binasa karena perkara seperti ini, mereka menelusuri jejak nabi-nabi mereka dan menjadikannya sebagai gereja dan tempat-tempat peribadatan. Barangsiapa mendapatkan shalat dimasjid-masjid ini maka hendaknya dia shalat. Jika tidak, maka hendaknya dia berlalu dan tidak perlu sengaja mendatanginya’.”

Dalam Maghazi Ibnu Ishaq terdapat tambahan dari Yunus bin Bukair dari Abu Khaldah Khalid bin Dinar, Abu al-Aliyah menyampaikan kepada kami, dia berkata, “Ketia kami menakhlukkan kota Tustar (kota ditimur jauh, asia tengah), kami menemukan sesosok mayit laki-laki berbaring diatas ranjang di baitul mal milik al-Hurmuzan, disisi kepala mayit tersebut terdapat mushaf, lalu kami mengambil mushaf dan mengirimkannya kepada Umar. Umar memanggil Ka’ab untuk menerjemahkannya kedalam bahasa arab, dan aku adalah orang arab pertama yang membacanya. Aku membacanya seperti aku membaca al-Qur’an. Lalu aku bertanya kepada Abu al-Aliyah, ‘Apa isinya?’ dia menjawab, ‘Tentang perjalanan hidup kalian dan apa yang akan terjadi nanti.’ Saya berkata, ‘lalu apa yang kalian lakukan terhadap mayit tersebut?’ dia menjawab, ‘Kami menggali tiga belas kubur secara terpisah disiang hari. Ketika malam tiba, kami menguburkannya dan menimbun seluruh kuburan untuk mengelabui orang-orang sehingga tidak membongkarnya,’ Saya bertanya, ‘Apa yang mereka harapkan darinya?’ Dia menjawab, ‘Jika hujan tidak turun kepada mereka, maka mereka membawa ranjangnya keluar sehingga hujanpun turun kepada mereka.’ Saya bertanya, ‘Menurut kalian siapa mayit tersebut?’ Dia menjawab, ‘Seorang laki-laki bernama Danial.’ Saya berkata, ‘Sejak kapan kalian mendapatinya sudah mati?’ Dia menjawab, ‘Tiga ratus tahun yang lalu.’ Saya berkata, ‘Adakah sesuatu darinya yang berubah?’ Dia menjawab, ‘Tidak ada, hana beberapa helai rambut dari belakang kepalanya. Sesungguhnya bumi tidak memakan jasad nabi’.”

Ath-Thabari menyembutkan IV/220 dalam peristiwa tahun 17H. Dia berkata, diakatakan kepada Abu Sabrah, “Ini adalah jasad Danial dikota ini.” Dia berkata, “Darimana kita mengetahuinya?” Maka dia memperlhatkannya dihadapan mereka. Kemudian menebutkan berita Danial dan penawanannya oleh Nebuchadnezzar dari Baitul Maqdis dan kematiannya di as-Sus, disana jasadnya dijadikan perantara meminta hujan. Manakala kaum muslimin menaklukan kota tersebut, mereka membawanya dan memperlihatkannya didepan mereka, sampai ketika Abu Sabrah meninggalkan mereka ke pasukan Sabur, Abu Musa tinggal di as-Sus dan dia mengirim surat kepada Umar, didalamnya....sampai akhir kisah

Kisah ini disebutkan oleh Abu Ubaidah didalam kitab al-Amwal hal.343 no.876 dari Qatadah yang berkata, “ketika kota as-Sus  ditaklukan dibawah kepemimpinan Abu Musa al-Asy’ari, kamu Muslimin menemukan menemukan jasad Dania di Abran, disampingnya terdapat harta yang diletakkan sedemikian rupa dan sebuah kiab yang tertuliskan, ‘Siapa yang ingin datang lalu dia berhutang sampai tempo tertentu, jika tempo telah jatuh maka dia harus membayar, jika tidak maka dia akan terkena penyakit sopak.’ Dia berkata, Maka Abu Musa merangkulnya dan menciumnya, dia berkata, ‘Demi Tuhan Ka’bah ini Danial.’ Selanjutnya Abu Musa menulis kepada Umar, Umar membalas, isinya, ‘Kafanilah dia, beri dia wewangian kemudian kuburkanlah sebagaimana layaknya nabi-nabi. Perhatikanlah hartanya dan masukkanlah ia kedalam baitul mal milik kaum Muslimin.’ Dia berkata, lalu Abu Musa mengafaninya dengan kain putih, meyolatkannya dan menguburkannya.”

Al-Baladzari berkata hal.371, “Abu Musa melihat kearah kiblat mereka sebuah rumah yang berkelambu, dia bertanya tentangnya, maka seorang menjawab, ‘Disana terdapat jasad Danial seorang Nabi. Mereka ditimpa kekeringan, maka mereka meminta kepada orang-orang Babilonia agar mnyerahkan jasadnya kepada mereka untuk dijadikan sebagai sarana meminta hujan, maka mereka melakukannya.’ Nebuchadnezzar menawan Danial dan membawa nya kebabilonia dan disana dia mati. Maka Abu Musa menulis surat kepada Umar tentang hal ini, Umar menjawab agar mengaafaninya dan menguburkannya. Mka Abu Musa membendung seuag sungai, ketika airnya surut dia memnguburkannya dan membuka bendungan sehingga air sungai kembali mengalir.”

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Didalam kisah ini orang–orang Muhajirin dan Anshar menghilangkan jejak kuburnya agar orang-orang tidak terfitnah karenanya, tidak menampakannya untuk berdoa disisinya dan berharap berkah darinya. Seandainya orang-orang yang hadir belakangan menemukannya niscaya mereka akan mengangkat pedang untuk mendapatkannya, untuk selanjutnya menyembahnya selain Allah.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Ini merupakan pengingkaran dari mereka terhadap hal itu. Barangsiapa yang mendatangi suatu tempat dengan maksud menginginkan kebaikan dengan kedatangannya padahal peletak syariat tidak menganjurkan untuk mendatanginya, maka perbuatannya itu termasuk kemungkaran, sebagian darinya lebih berat daripada sebagian yang lain, baik dia mendatanginya untuk shalat disisinya, berdoa disisinya, membaca disisinya, berdzikir kepada Allah disisinya atau beribadah disisinya, dimana dia mengkhususkan tempat tersebut  dengan suatu ibadah yang pengkhususannya ditempat tersebut tidak pernah disyariatkan. Baik pengkhususan itu dari sisi bentuk maupun dari sisi ibadah itu sendiri. Hanya saja hal itu mungkin dibolehkan jika terjadi secara kebetulan bukan sengaja  berdoa padanya, seperti orang yang mengunjunginya, memberi salam kepadanya, dan mohon keselamatan bagi Allah untuknya dan untuk mayit-mayit lainnya, sebagaimana sunnah menetapkan hal ersebut. Adapun sengaja memilih tempat itu untuk berdoa disana lebih mustajab daripada tempat lain, maka hal ini termasuk yang dilarang.” (selesai dengan ringkas).

(Allah sangat murka atas suatu kaum yang menjadikan kubur nabi-nabi mereka sebagai tempat-tempat peribadatan)

Hadits ini berisi diharamkannya membangun diatas kuburan dan shalat diatasnya, diaman ia termasuk doa besar. Dalam kitab al-Qira ath-Thabari dari sahabat-sahabat Malik dari Malik bahwa ia tidak menyukai seseorang berkata, “Aku mengunjungi kuburan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam.” Dan dia beralasan dengan hadits Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, “Ya Allah, janganlah Engkau menjadikan kuburku sebagai berhala yang disembah.” (Al-Hadits)

Dia tidak meyukai lafazh ini dinisbatkan kepada kuburan, agar tidak terjadi tasyabuh dengan perbuatan-perbuatan orng-orang yahuni dan nasrani dan demi menutup sarana yang menyeret kesana.

Syaikhul Islam rahimahullah berkata, “Malik bertemu dengan para tabi’in, dia adalah orang yang paling mengetahui hal ini. Hal itu menunjukkan lafazh-lafazh seperti, ‘Berziarah kekubur Nabi shallallahu’alaihi wa sallam tidak dienal dikalangan mereka...” hingga perkataan beliau rahimahula, “Mereka telah menyebutkan sebab mengapa Malik tidak menykai ungkapan, ‘Saya menziarahi kubur Nabi shallallahu’alaihi wa sallam’ karena makna dari ungkapan ini dikalangan kebanyakan orang, telah berubah menjadi ziarah yang bid’ah, yaitu mendatangi kubur mayit untuk meminta dan berdoa kepadanya, berharap kepadanya dalam terwujudnya keinginan dan hal-hal lain sepertinya yang dilakukan oleh banyak orang. Jadi maksud mereka dengan kata ziarah adalah seperti ini. Hal ini tidak disyariatkan menurut  kesepakatan para imam. Malik tidak menyukai seseorang berkata dengan kalimat global yang mengarah kepada makna yang rusak, berbeda dengan shalawat dan salam kepada Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, hal ini termasuk perkara yang diperintahkan. Adapun kata ziarah untuk kuburan pada umumnya maka tidak dipahami darinya makna seperti makna ini. Perhatikan sabda Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam, “Berziarahlah kekubur karena ia mengingatkan kalian terhadap hari akhirat.”

Disamping nabi shallallahu’alaihi wa sallam sendiri berziarah kekubur ibunya. Ini mencakup kuburan orang-orang kafir. Maka hal itu tidak dipahami ziarah kepada mayit untuk berdoa kepadanya, meminta sesuatu darinya, beristighatsah dengannya dan hal-hal lainnya yang dilakukan oleh ahli syirik dan ahli bid’ah. Lain perkara jika penghuni kubur yang diziarahi itu adalah orang-orang shalih, karena yang sering adalah bahwa yang dimaksud dengan ziarah disini adalah ziarah bid’ah lagi syirik. Oleh karena itu Malik membenci itu dalam erkara ini walaupun ditempat lain yang tidak mengandung kerusakan ini dia tidak membencinya.”

“Maka apakah patut wahai kamu orang-orang musyrik menganggap Lata dan Uzza?” Dia berkata, “Dia mengaduk sawiq (adonan gandum), ketika dia mati mereka mendatangi kuburannya.” Hal yang sama dikatakan oleh Abul-Jauza’ dari Ibnu Abbas, “Dia mengaduk sawiq bagi jamaah haji.” (HR. Bukhari. No.4859)

Dalam riwayat lain disebutkan, “Lalu dia memberi makan orang-orang yang lewat. Ketika dia mati, mereka menyembahnya, mereka berkata, ‘Dia adalah al-Lata’ .” (Diriwayatkan oleh Sa’id bin Manshur)

Al-Bukhari berkata, “Muslim, yakni bin Ibrahim menyampaikan kepada kami, Abu al-Asyhab menyampaikan kepada kami, abul-Jauz’ menyampaikan kepada kami dari Ibnu Abbas berkata, “Dia pembuat adonan sawiq bagi jamaah haji.”

Ibnu Khuzaimah berkata, “Demikian pula dengan Uzza, ia adalah sebuah ohon, diatasnya tererdapat bangunan dan kain penutup di Nakhlah, yang terletak diantara Makkah dan Thaif. Orang-orang Quraisy mengagungkannya, sebagaimana apa yang dikatakan oleh Abu Sufyan pada perang Uhud, “Kami mempunyai Uzza sementara kalian tidak.” 

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu berkata, “Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam melaknat wanita-wanita penziarah kubur dan orang-orang yang membangun tempat-tempat peribadatan dan menyalakan lampu diatasnya.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Muhammad bin Ismail ash-Shan’ani rahimahullah dalam kitabnya Tathhirul I’tiqad berkata,
“Altar-altar persembahan dan bangunan-bangunan ini yang telah menjadi sarana syirik dan ilhad terbesar  dan perantara terbesar  kepada penghancuran Islam dan runtuhnya bangunannya, mayoritas –bahkan semua- yang meramaikannya adalah para raja, para sultan, para pemimpin dan para penguasa. Bisa jadi penghuni kubur disitu adalah kerabatnya atau orang yang diduga baik seperti seorang yang mulia, seorang alim, seorang sufi, seorang fakir atau seorang syaikh besar. Orang-orang yang mengenalnya berziarah kepadanya layaknya berziarah kepada orang-orang mati tanpa tujuan bertawasul dengannya atau meneriakkan namanya, bahkan mereka mendoakan dan memohonkan ampunan untuknya hingga kemudian orang-orang mengenalnya itu wafat, lalu datanglah orang sesudah mereka mendapati kuburan telah dimegahkan bangunannya, lilin-lilin dinyalakan  disekelilingnya, permadani yang mewah dihamparkan ditanahnya, tirai-tirai dibuka dan bunga-bunga ditabur diatasnya. Maka timbul keyakinan pada diri orang tersebut bahwa hal itu karena ia dapat mendatangkan manfaat atau mudarat. Selanjutnya, para juru kunci datang kepadanya dengan mengarang kebohongan bahwa mayit telah melakukan ini dan itu, demikian juga telah menimpakan mudarat kepada fulan dan memberikan manfaat kepada fulan, sampai akhirnya mereka bisa menanamkan setiap kebatilan kedalam tabiatnya. Dan perkara yang benar dalam hal ini adalah yang diriwayatkan dalam hadits-hadits shahih bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam melaknat orang-orang yang menyalakan lentera diatas kubur, menulis dan membangun diatasnya. Hadits-hadits tentang hal ini sangat dikenal luas. Hal tersebut pada dasarnya dilarang, disamping ia merupakan sarana kepada kerusakan yang besar.”

Abu Muhammad al-Maqdisi berkata, “Jika menyalakan lentera diatasnya dibolehkan niscaya orang yang melakukannya tidak dilaknat, karena hal itu termasuk menghambur-hamburkan harta tanpa faidah dan berlebih-lebihan dalam memuliakan kubur seperti memuliakan berhala.”

Ibnul Qayyim berkata, “Mendirikan tempat-tempat peribadatan diatas kuburan dan menyalakan lentera diatasnya termasuk dosa besar.” Dan Ibnu Hajar al-Haitsami telah menganggapnya demikian.

[Dikutip dari Fathul Majid bab Ghuluw Kepada Kuburan. Pustaka Sahifa]

Faisal Choir Blog :

Blog ini merupakan kumpulan Artikel dan Ebook Islami dari berbagai sumber. Silahkan jika ingin menyalin atau menyebarkan isi dari Blog ini dengan mencantumkan sumbernya, semoga bermanfaat. “Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk, maka baginya ada pahala yang sama dengan pahala orang yang mengikutinya dan tidak dikurangi sedikitpun juga dari pahala-pahala mereka.” (HR. Muslim). Twitter | Facebook | Google Plus

  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Item Reviewed: Berlebih-lebihan Terhadap Kuburan Akan Menjadikannya Sebagai Berhala yang di Sembah Selain Allah Description: Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Ya Allah janganlah Engkau jadikan kuburku sebagai berhala yang disembah. Allah sangat murka atas suatu kaum yang menjadikan kubur nabi-nabi mereka sebagai tempat-tempat peribadatan.” (HR. Malik no. 414 dan Ahmad no. 7311) Rating: 5 Reviewed By: samudera ilmu
Scroll to Top