728x90 AdSpace

Pos Terbaru

Jalan Keluar dari Fitnah

Jalan Keluar dari Fitnah, Fitnah syahwat dan syubhat

Peringatan dalam Al-Qur’an dan Sunnah Terhadap Fitnah


Allah berfirman,
وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan takutlah kalian terhadap fitnah (siksaan) yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zhalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah, bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.” (QS. Al-Anfal: 25).

Syaikh Abdurrahman As-Sa’di berkata dalam tafsirnya (I/318), “Akan tetapi fitnah tersebut menimpa pelaku kezhaliman dan selainnya. Hal ini terjadi ketika melihat kezhaliman, namun tidak ada usaha untuk mengubahnya, maka akan meratalah hukumannya, baik si pelaku kezhaliman, maupun selainnya. Fitnah tersebut dapat diatasi dengan pelarangan terhadap kemungkaran, penyelewengan atas pelaku kejelekan dan kerusakan, serta sebisa mungkin tidak mengokohkan posisi kemaksiatan dan kezhaliman tersebut.

Dan Firman Allah,
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
“Dan ketahuilah, sesungguhnya harta dan anak-anakmu adalah fitnah (cobaan) dan sesungguhnya di sisi Allah pahala yang besar.” (QS. Al-Anfal: 28).

Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wa sallam) bersabda, “Bersegeralah untuk mengerjakan amalan-amalan shaleh sebelum datang berbagai fitnah seperti potongan-potongan kegelapan malam, di mana seseorang beriman di waktu pagi hari, kemudian menjadi kafir di sore hari, ataupun beriman di sore hari, kemudian menjadi kafir di pagi hari. Dia menjual agamanya demi kepentingan dunia.” (HR. Muslim).

Dari Abu Musa Al-Asy’ari, dia berkata, Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wa sallam) bersabda, “Sesungguhnya menjelang terjadinya hari kiamat, akan terjadi berbagai macam fitnah seperti potongan-potongan kegelapan malam, di mana seseorang beriman di waktu pagi hari kemudian menjadi kafir di sore hari, ataupun beriman di sore hari kemudian menjadi kafir di pagi hari. Ketika itu, orang yang duduk lebih baik daripada orang yang berdiri, orang yang berdiri lebih baik dari orang yang berjalan, dan orang yang berjalan lebih baik daripada orang yang berlari, maka hancurkanlah busur-busur kalian, putuskanlah tali-tali busur kalian, serta pukulkanlah pedang-pedang kalian kepada bebatuan, dan jika fitnah tersebut memasuki kediamannya, hendaklah dia menjadi sebaik-baik anak Adam.” (HR. Abu Dawud, berkata Syaikh Al-Albani, “Shahih”).

Dalam lafadz lain diriwayatkan dari Abu Kabsyah, Aku mendengar Abu Musa Al-Asy’ari berkata, Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wa sallam) bersabda, “Sesungguhnya di hadapan kalian terdapat berbagai macam fitnah seperti potongan-potongan kegelapan malam, di mana seseorang beriman di waktu pagi hari kemudian menjadi kafir di sore hari, ataupun beriman di sore hari kemudian menjadi kafir di pagi hari. Ketika itu orang yang duduk lebih baik daripada orang yang berdiri, orang yang berdiri lebih baik dari orang yang berjalan, dan orang yang berjalan lebih baik daripada orang yang berlari,” para sahabat bertanya, “Apa yang engkau perintahkan kepada kami?” Beliau bersabda, “Tetapkah tinggal di rumah-rumah kalian.” (Berkata Syaikh Al-Albani, “Shahih”).

Dalam hadits-hadits tersebut terdapat perintah agar segera mengerjakan amal shaleh sebelum disibukkan oleh fitnah, yang beraneka ragam dan gelap gulita seperti kegelapan malam tanpa diterangi bulan.

كقطع bentuk jamak dari قطعة ( bagian ). Yaitu setiap bagian dari fitnah itu seperti bagian dari malam yang gelap dan kelam. Yang dimaksud adalah fitnah yang gelap dan kelam.

Maksud dari ungkapan [Di pagi hari seseorang masih mukmin, tapi sore harinya menjadi kafir] yaitu, pagi harinya mengharamkan dirinya dari menumpahkan darah saudaranya, kehormatan dan hartanya. Dan pada sore harinya dia menghalalkannya.

Maksud dari ungkapan [Ketika itu orang yang duduk lebih baik daripada orang yang berdiri] Imam Nawawi berkata, “Makna hadits ini menjelaskan betapa besarnya bahaya fitnah, dan motivasi untuk menjauhi dan menghindarkan diri sejauh-jauhnya dari fitnah tersebut, serta dari sebab-sebabnya. Sesungguhnya, besarnya keburukan dan fitnah tersebut tergantung pada seberapa dekatnya dia dengan fitnah itu. Semakin dia jauh dari fitnah, maka semakin baik bagiya.”

Abu Hurairah meriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

[Tidak akan terjadi hari kiamat sampai ada seseorang melewati kuburan lalu berkata, “Seandainya aku berada di tempatnya.”] (HR. Bukhari dan Muslim). Hudzaifah berkata, “Saya mendengar Rasulullah shallalluhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Fitnah dibentangkan di atas hati-hati seperti tikar, berulang-ulang. Hati yang menyerap fitnah tersebut disematkan di dalamnya titik hitam, sedangkan hati yang menolak fitnah tersebut disematkan titik putih, sampai memenuhi dua hati itu. Hati yang pertama putih bersih, tidak akan terganggu oleh fitnah sedikitpun selama langit dan bumi masih tegak. Sedangkan hati yang kedua hitam pekat, seperti cangkir terbalik, tidak mengenal yang ma’ruf dan tidak mampu mengingkari kemungkaran, hanya mengikuti hawa nafsunya.” ( HR. Muslim).

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-Ash berkata, “Sesungguhnya seluruh nabi sebelumku pasti telah menunjukkan semua kebaikan yang ia ketahui kepada umatnya, dan memperingatkan mereka dari semua keburukan yang ia ketahui. Dan sesungguhnya, kebaikan umat ini terletak pada generasi pertama, adapun generasi belakangan, mereka akan tertimpa cobaan dan perkara-perkara yang kalian ingkari, fitnah datang silih berganti, ketika fitnah itu menimpa, orang yang beriman berkata, ‘Kebinasaanku telah tiba!’ Kemudian fitnah itu berlalu. Lalu muncul fitnah  lagi, orang yang beriman berkata, ‘Inilah saatnya, inilah saatnya!’ Barangsiapa yang ingin dijauhkan dari neraka dan masuk surga, maka hendaknya dia berusaha mati dalam keadaan beriman kepada Allah dan hari akhir, dan hendaklah dia bergaul dengan manusia dengan baik, sebagaimana dia senang jika manusia bersikap baik kepadanya. dan barangsiapa yang berbaiat untuk menaati seorang pemimpin, dia mengikrarkan perjanjian dengan sepenuh hatinya, maka hendaklah dia menaatinya semaksimal mungkin. Jika ada orang yang berusaha menyelisihinya, maka penggallah leher orang tersebut.” (HR. Muslim).

Jalan Keluar dari Fitnah 


1. Menyibukkan diri dengan Ibadah dan Istiqamah

Selain bersegera dalam mengerjakan amal kebaikan maka hendaknya kita juga berusaha istiqomah diatasnya. Amalan yang sedikit tetapi istiqomah itu lebih baik daripada banyak tetapi hanya sesaat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إنَّ أَحَبَّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ أَدْوَمُهُ وَإِنْ قَلَّ
“Amal yang paling dicintai Allah Subhanahu wa ta’ala adalah amal yang paling terus-menerus dikerjakan meskipun sedikit.” (HR Bukhari dan Muslim)

Orang yang bersegera dalam amal kebaikan (baik ibadah atau yang lainnya), kemudian dia istiqomah diatasnya maka ia akan sibuk dengan amalnya tersebut. Hal ini akan meminimalisir pengaruh fitnah terhadap dirinya. Sebaliknya orang yang jauh dari amal kebaikan maka akan mudah terpengaruh dengan fitnah bahkan ia akan sibuk dengan fitnah tersebut dan akhirnya terjerumus di dalamnya. Dikatakan dalam sebuah perkataan hikmah,

من لم يشغل نفسه بالطاعة شغلته بالمعصية
“Barangsiapa tidak menyibukkan jiwanya dengan ketaatan maka jiwanya akan menyibukkan dengan kemaksiatan”

Dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam disebutkan, “Beribadah di tengah-tengah fitnah adalah seperti berhijrah kepadaku.” (HR. Muslim).

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata, “Sebab besarnya keutamaan suatu ibadah di zaman fitnah, karena manusia pada saat itu lupa dan lalai dari beribadah karena disibukan oleh fitnah tersebut dari melakukan ibadah. Tiada yang melakukan ibadah kecuali gelintir orang saja.”

Diriwayatkan dari Ummu Salamah, dia berkata, “Suatu malam, Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam terjaga dari tidurnya. Seraya mengucapkan, ‘(Maha Suci Allah, fitnah apakah yang telah turun di malam hari ini dan yang dibuka dari pintu-pintu rahmat? Bangunlah wahai istri-istriku! Betapa banyak orang yang berpakaian di dunia akan tetapi telanjang di akhirat.’” (HR. Bukhari).

Penjelasan: Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam seketika bangun dari tidurnya seraya berkata, Apakah yang diberitahukan kepada para malaikat tentang fitnah yang ditakdirkan pada malam ini? Dan apa yang dibuka dari pintu-pintu rahmat! Adalah betapa banyak, saya tidak mengerti dengannya, dari fitnah-fitnah yang telah di takdirkan di malam hari ini. Hal ini agar kita berlindung kepada Allah dari fitnah-fitnah tersebut dengan jalan melakukan ibadah pada malam hari tersebut.

Disebutkan dalam kitab Fathul Baari, adalah selayaknya bagi mereka (para Istri Nabi) agar tidak lalai dari beribadah, dan tidak hanya bersandar di sebabkan mereka adalah istri-istri Nabi salallahu ‘alaihi wa sallam.
Dalam hadits di atas, terdapat peringatan terhadap wanita yang memakai pakain tipis atau pendek, berpakaian tapi telanjang. 

2. Menuntut Ilmu Syar’i

Syubhat atau kerancuan pemikiran akan mudah menyerang orang-orang yang minim ilmu. Sedang syahwat akan mudah menyerang orang-orang yang minim keimanan dan rasa takut kepada Allah.  Orang yang memiliki ilmu dan pemahaman yang mendalam akan dengan mudah menyaring syubhat-syubhat yang ada.  Sedang orang yang mimiliki ketaqwaan maka akan membentengi dirinya dari syahwat.  Untuk itu dua bekal ini, yaitu ilmu dan ketaqwaan, sangat penting untuk membentengi diri dari fitnah syubhat dan syahwat. [*]

Syaikh Shaleh As-Sadhan telah menyebutkan beberapa contoh dalam kisah wafatnya Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam. Bebagai persoalan dapat diselesaikan oleh Abu Bakar Ash-Shidiq dengan berdasarkan ilmunya yang dalam. Seperti, perkara apakah beliau sallallahu ‘alaihi wa sallam wafat ataukah beliau sallallahu ‘alaihi wa sallam diangkat sebagaimana diangkatnya Isa ‘alaihissalam, mengenai tempat di mana beliau akan dikuburkan, dan perkara umat setelah wafatnya sallallahu ‘alaihi wa sallam. 

3. Menjauhi Tempat dan Sebab Munculnya Fitnah

Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu berkata, Rasululah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan terjadi berbagai macam fitnah, yang duduk lebih baik daripada yang berdiri, yang berdiri lebih baik daripada yang berjalan, yang berjalan lebih baik daripada yang berlari-lari kecil, dan barangsiapa yang mengikuti fitnah tersebut, maka dirinya akan teraniaya karenanya, barangsiapa yang mendapatkan naungan tempat berlindung, maka berlindunglah padanya.” (Muttafaq ‘alaihi).

Aku mendengar Abu Bakrah membaca hadits, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya akan terjadi banyak fitnah, ketahuilah! Kemudian akan muncul suatu fitnah, yang duduk pada waktu itu lebih baik dari yang berjalan, yang berjalan lebih baik daripada yang berlari-lari kecil. Ketahuilah, apabila fitnah terjadi, maka barangsiapa yang memiliki unta maka tetaplah pada untanya dan barangsiapa yang memiliki kambing tetaplah pada kambingnya, barangsiapa yang memiliki tanah maka tetaplah padanya. Abu Bakrah berkata, ada seorang yang bertanya, ‘Wahai Rasulullah bagaimana dengan seseorang yang tidak memiliki unta, kambing, ataupun tanah?’ Beliau bersabda, ‘Pukulkanlah pedangnya ke batu sampai tumpul kemudian menyelamatkan diri apabila dia mampu, Ya Allah, sudahkah aku menyampaikannya?’ 

Beliau mengucapkannya tiga kali.
Berkata Abu Bakrah: Pemuda itu bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah apabila aku dipaksa, sehingga aku masuk salah satu di antara dua barisan, atau salah satu dari dua fitnah, dan seseorang memukulku dengan pedangnya, atau dengan anak panah, sehingga membunuhku.’ Beliau bersabda, ‘Maka dia mengakui dosanya dan dosamu, maka dia termasuk penduduk Neraka.’”

Dari Abu Sa’id Al-Khudri beliau berkata, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Nyaris kambing menjadi harta terbaik orang muslim hingga diikutinya sampai ke puncak gunung atau ujung dunia sekalipun, lari dengan agamanya menghindari fitnah.”

Diantaranya juga, jauhi teman yang buruk [*]

Jauhi teman yang buruk akhaq atau aqidahnya. Teman memiliki pengaruh yang sangat kuat pada diri seseorang. Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
Seseorang itu tergantung pada agama temannya. Oleh karena itu, salah satu di antara kalian hendaknya memperhatikan siapa yang dia jadikan teman. (HR Abu Dawud dan Tirmidzy)

Betapa banyak yang terseret pada kubangan nafsu dan syahwat karena bergaul teman yang rusak. Betapa banyak juga yang jatuh pada pemikiran atau aliran yang menyimpang karena bergaul dengan teman yang menyimpang. Jauhi bergaul dengan teman-teman yang buruk atau menyimpang. Solusinya adalah hendaknya bergaul dengan teman-teman yang shalih dan berilmu. Mereka akan membuat kita termotivasi melakukan kebaikan dan akan mengingatkan kita jika kita lalai.

4. Mengembalikan Persoalan kepada Pemerintah dan Ulama

Allah berfirman,
وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لَاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلَّا قَلِيلًا
“Dan apabila sampai kepada mereka suatu berita tentang keamanan atau ketakutan mereka langsung menyiarkannya, padahal apabila mereka menyerahkannya kepada rasul dan ulil amri, sekiranya bukan karunia dan rahmat Allah kepadamu, tentulah kamu mengikuti setan, kecuali sebagian kecil saja di antara kamu.” (QS. An-Nisa: 83).

Syaikh Abdurrahman As-Sa’di berkata, “Ini adalah pelajaran dari Allah untuk hambanya atas perbuatan mereka yang tidak layak. Seharusnya ketika sampai kepada mereka suatu perkara dari perkara-perkara yang penting dan berkaitan dengan kemaslahatan umum. Baik yang berhubungan dengan keamanan ataupun dengan musibah, agar mereka tetap teguh dan tidak tergesa-gesa dengan isu-isu yang tersebar. Akan tetapi mengembalikannya kepada rasul dan ulil amri (ulama-ulama dan pemerintah). Yaitu orang-orang yang berilmu yang mengetahui berbagai urusan dan kemashlahatan. Sebab jika mereka melihat adanya kemaslahatan dan kebahagiaan serta terhindar dari musuh-musuh bagi orang-orang mukmin, maka mereka akan menyebarkan kabar-kabar tersebut. Akan tetapi apabila mereka melihat di dalamnya tidak ada kemaslahatan atau kejelekannya (mudharat) lebih besar daripada kemashlahatan, maka mereka tidak menyebarkan kabar-kabar tersebut. Oleh karena itu Allah berfirman, “Tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya akan dapat mengetahuinya.” Artinya mereka mengeluarkan pendapat-pendapat dan pengetahuan-pengetahuan yang lurus. Dalam hal ini terdapat dalil tentang norma kesopanan, yaitu jika mendapatkan suatu perkara apa saja, maka selayaknya urusan atau perkara tersebut di kembalikan kepada ahlinya, dan tidak mendahului mereka, karena hal itu lebih dekat kepada kebenaran dan lebih terjaga dari kesalahan. Di dalamnya juga terdapat larangan ceroboh dan tergesa-gesa dalam menyebarkan berita tentang sesuatu saat pertama kali mendengakannya. Maka, Allah katakan, “Kalau bukan karena karunia Alah dan rahmat-Nya atas kalian,” artinya memberikan taufik dan tuntunan, serta memberikan pengajaran terhadap kalian. “Tentulah kalian akan mengikuti setan kecuali sebagian saja di antara kalian.”

Karena manusia pada tabiatnya adalah seorang yang zalim dan bodoh. Hawa nafsu itu tidak memerintahkan kecuali kepada kejelekan. Jika kembali kepada Allah, berpegang teguh dengan-Nya dan bersungguh-sungguh di dalam hal tersebut, niscaya Allah akan memberikannya taufik menuju kebaikan dan menjaganya dari godaan setan yang terkutuk. 

5. Tetap Bersatu dalam Barisan Kaum Muslimin dan Imam Mereka

Sahabat Hudzaifah bin Al-Yaman berkata, “Orang-orang bertanya tentang kebaikan kepada Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam, adapun aku bertanya tentang keburukan, karena takut terjerumus ke dalamnya. Aku berkata, “Wahai Rasulullah, dahulu kami hidup pada zaman kejahiliyahan dan keburukan, kemudian Allah menganugerahkan zaman kebaikan ini, apakah setelah zaman kebaikan ini akan datang lagi zaman keburukan?” Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya.” Lalu aku bertanya lagi, “Setelah zaman keburukan itu apakah akan datang lagi zaman kebaikan?” Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya tapi ada kekacauan pada zaman itu.” Aku bertanya lagi, “Apa kekacauannya?” Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Segolongan orang yang memberi petunjuk bukan dengan petunjukku, kamu mengenali mereka, lalu kamu ingkari.” Aku bertanya, “Apakah setelah zaman kebaikan itu ada zaman keburukan lagi?” Beliau menjawab, “Ya, yaitu munculnya para da’i yang membujuk manusia menuju pintu neraka, orang yang mengikuti panggilan mereka, di jerumuskan ke Neraka.” Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana ciri-ciri mereka?” Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Mereka adalah orang-orang dari bangsa kita, mereka berbicara dengan bahasa kita.” Aku bertanya, “Apa yang engkau wasiatkan apabila aku hidup pada zaman itu?” Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tetaplah kamu bersatu dalam barisan kaum muslimin dan imam mereka.” Aku bertanya, “Bagaimana seandainya tidak ada barisan kaum muslimin dan tidak pula imam?” Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Menyingkirlah kamu dari semua kelompok yang ada, walaupun harus menggigt urat urat pohon, sampai ajal datang menemuimu.” (HR. Al-Bukhari).

Diriwayatkan dari ‘Ubaidillah bin ‘Adiy bin Khayyar, beliau berkata, “Aku menemui khalifah ‘Utsman ketika beliau sedang sakit, sedangkan sahabat ‘Ali sedang shalat mengimami kaum muslimin. Lalu aku berkata, “Wahai Amirul Mukminin, saya merasa keberatan shalat bersama mereka, karena engkaulah imam kaum muslimin, maka ‘Utsman menjawab, “Sesungguhnya shalat adalah amalan yang paling bagus…”

Berkata ‘Utsman, “Shalat adalah amalan yang paling bagus, maka apabila mereka bersikap baik, bersikaplah kepada mereka dengan baik pula, tapi kalau mereka bersikap buruk, menghindarlah dari keburukan mereka.”

Imam Ibnu Baththal berkata “Dari hadits ini dapat diambil pelajaran: anjuran untuk konsisten dalam melaksanakan shalat lima waktu, anjuran untuk tetap menghadiri shalat berjamaah walaupun saat terjadi fitnah (kekacauan), agar perkaranya tidak bertambah runyam, dan tidak menambah silang pendapat, dan agar tidak memperbesar perselisihan dan pernusuhan. Pendapat ini berlawanan dengan sebagian pendapat ulama Kuffah yang menyatakan bahwa: pelaksanaan shalat Jumat tanpa seorang khalifah adalah tidak sah.” 

6. Menahan diri dari berbicara dan tidak menerima isu-isu yang berkembang, serta berusaha mengikutinya.

Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash berkata, “Ketika kami berada di sisi Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam di tanyakan kepadanya mengenai (sikap) yang tepat dalam menghadapi suatu fitnah, maka beliau bersabda, ‘Jika kalian melihat manusia telah mengabaikan perjanjian-perjanjiannya serta menyepelekan amanat-amanatnya dan mereka menjadi seperti ini, kemudian beliau menyela antara jari-jemarinya,’ maka aku berdiri (mendekati) beliau, aku katakan padanya, ‘Apa yang semestinya aku lakukan ketika itu (semoga Allah menjadikanku sebagai tebusanmu)?’ Beliau bersabda, ‘(Tetaplah kamu berada di rumah dan jagalah lisanmu dan ambillah apa- apa yang kamu ketahui, serta tinggalkanlah apa-apa yang kamu ingkari. Berpeganglah kamu terhadap urusanmu saja dan tinggalkanlah olehmu urusan khalayak umum.’” (HR.Abu Daud, berkata Syaikh Al-Albani: Hasan Shahih). 

7. Memohon Perlindungan Kepada Allah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِلْقَوْمِ الظَّالِمِينَ [يونس/85]
“Ya Tuhan kami, janganlah engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi kaum yang zalim.” (QS.Yunus: 85).

Syaikh Abdurrahman As-Sa’diy menjelaskan maksud ayat di atas, “Janganlah engkau jadikan mereka berkuasa atas kami, sehingga terfitnahlah kami dan kalahlah kami karenanya. Mereka (orang-orang zalim) berkata, ‘Seandainya mereka (kaum Musa) berada dalam kebenaran, maka tidaklah mereka terkalahkan.’”


Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam ayat lain,
رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِلَّذِينَ كَفَرُوا وَاغْفِرْ لَنَا رَبَّنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ [الممتحنة/5]
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir. Dan ampunilah kami, ya Tuhan kami. Sesungguhnya Engkau Mahaperkasa lagi Maha Bijaksana.”

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan solusi tepat bagi kaum muslimin agar terhindar dari bentuk-bentuk fitnah dan kejelekan yaitu dengan senantiasa berlindung kepada Allah dari fitnah dan kejelekan tersebut kemudian meninggalkannya, serta bersegera untuk melakukan amal kebajikan, dengan (mengoreksi kembali) keimanan yang benar kepada Allah dan hari akhir, serta berkomitmen untuk selalu berada dalam barisan kaum muslimin.

Di antara sabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau menyebutkan, “Berlindunglah kepada Allah dari segala bentuk fitnah yang nampak maupun yang tersembunyi”.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, “Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan sahabat-sahabatnya do’a ini sebagaimana beliau mengajari mereka sebuah surat dalam Al-Qur’an, “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa neraka jahannam, siksa kubur, fitnah Al-Masih Dajjal, serta fitnah kehidupan dan kematian.”

Dari Zaid bin Tsabit radhiallahu ‘anhu, ia berkata, ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di kebun Bani Najjar, di atas Bighal (seperi Himar) miliknya, dan kami bersama beliau, tiba-tiba kuda tersebur beputar dan hampir saja membuat nabi terlempar. Di sana terdapat enam, atau lima, atau empat kuburan. Lalu beliau berkata, “Siapa yang tahu kuburan siapa ini? Salah seorang sahabat menjawab, ‘Saya.’ Beliaupun bersabda, ‘Kapan mereka meninggal?’ Sahabat tersebut menjawab, ‘Mereka meninggal ketika masih dalam kesyirikan’’. Lalu beliau berkata lagi, ‘Sesungguhnya umat ini akan diuji di dalam kuburnya. Sekiranya kalian tidak akan dikubur niscaya aku minta pada Allah agar Dia memperdengarkan kepada kalian azab kubur.’ Lalu mereka para sahabat berkata, ‘Kami berlindung kepada Allah dari api neraka.’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Berlindunglah kepada Allah dari azab kubur!’ Mereka berkata, ‘Kami berlindung kepada Allah dari azab kubur.’’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda lagi, ‘Berlindunglah kepada Allah dari segala fitnah baik yang tampak maupun yang tersembunyi!’ Mereka berkata, ‘Kami berlindung kepada Allah dari segala fitnah baik yang tampak maupun yang tersembunyi.’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda lagi, ‘Berlindunglah kepada Allah dari fitnah Masih Dajjal!’ Mereka berkata, ‘Kami berlindung kepada Allah dari fitnah Masih Dajjal.’”

Berkata Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu, “Janganlah salah seorang kalian berkata, ‘Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari fitnah.’ Sesungguhnya tidak seorangpun di antara kalian kecuali ia menyimpan fitnah. Karena Allah berfirman, ‘Sesungguhnya harta dan anak-anak kalian adalah fitnah.” Maka, siapa di antara kalian yang memohon perlindungan hendaklah ia berlindung kepada Allah dari kesesatan-kesesatan fitnah.”

Penulis: Ustadz Dr. Ali Musri Semjan Putra, M.A.
____________

[*] Tambahan dari penyusun dari: Assunnahsurabaya.wordpress.com

Faisal Choir Blog :

Blog ini merupakan kumpulan Artikel dan Ebook Islami dari berbagai sumber. Silahkan jika ingin menyalin atau menyebarkan isi dari Blog ini dengan mencantumkan sumbernya, semoga bermanfaat. “Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk, maka baginya ada pahala yang sama dengan pahala orang yang mengikutinya dan tidak dikurangi sedikitpun juga dari pahala-pahala mereka.” (HR. Muslim). Twitter | Facebook | Google Plus

  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Item Reviewed: Jalan Keluar dari Fitnah Description: Rating: 5 Reviewed By: samudera ilmu
Scroll to Top