“Dan Aku tidaklah menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56)
Karena demikian pentingnya masalah ini maka dakwah semua rasul adalah dakwah kepada tauhid uluhiyah menyeru manusia untuk beribadah hanya kepada Allah ‘azza wa jalla dan mengingkari sesembahan yang lain. Allah ‘azza wa jalla berfirman:
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah thaghut.” (An-Nahl: 36)
Allah ‘azza wa jalla berfirman:
Asy-Syaikh Sulaiman berkata: “Tauhid uluhiyah adalah kewajiban yang pertama dan terakhir dalam agama ini, batin dan lahirnya. Tauhid uluhiyah[1] adalah awal dakwah para rasul.” (lihat Taisirul ‘Azizil Hamid, hal. 22)
Karena masalah uluhiyah ini adalah permasalahan yang paling penting maka para ulama Ahlus Sunnah banyak membahas permasalahan ini. Bahkan merupakan satu ciri dakwah Ahlus Sunnah adalah dakwah kepada tauhid uluhiyah.
Di antara sekian ulama Ahlus Sunnah yang banyak membahas permasalahan ini adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah. Dalam tulisan ini kami akan sebutkan sebagian kecil pandangan-pandangan Beliau rahimahullahu ta’aala tentang masalah uluhiyah.
Ibadah adalah Hak Allah ‘azza wajalla atas Hamba-Nya
“Apakah engkau tahu apa hak Allah atas hamba-Nya dan apa hak hamba atas Allah?” Aku berkata: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Beliau berkata: “Hak Allah atas hamba-Nya adalah beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun. Apakah kau tahu apa hak hamba atas Allah jika mengamalkannya?” Aku katakan: “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Beliau berkata: “Hak mereka tidak akan disiksa.” (Majmu’ Fatawa, 1/23)
Pengertian Ibadah
Beliau rahimahullahu juga berkata: “Ibadah adalah taat kepada Allah ‘azza wa jalla dengan melaksanakan perintah-Nya yang disampaikan melalui para Rasul-Nya.”
Syarat Diterimanya Ibadah
- Kita beribadah kepada Allah ‘azza wa jalla saja tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun.
- Kita beribadah kepada-Nya dengan syariat yang disyariatkan melalui lisan Rasulullah Shallallzhu’alaihi wa sallam, bukan dengan hawa nafsu dan kebid’ahan.
Allah ‘azza wa jalla berfirman:
Tidak boleh seorangpun beribadah kepada Allah ‘azza wa jalla kecuali dengan apa yang disyariatkan Rasul-Nya, baik perkara yang wajib atau sunnah. Tidak boleh kita beribadah kepada-Nya dengan perkara-perkara bid’ah.” (Majmu’ Fatawa, 1/80)
Beliau rahimahullahu berkata: “Agama Islam dibangun di atas dua ushul (pokok): Beribadah kepada Allah ‘azza wa jalla saja tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun; dan beribadah kepada-Nya dengan apa yang telah disyariatkan melalui lisan Nabi-Nya.” (Majmu’ Fatawa, 1/365)
Ibadah Badan yang Paling Afdhal adalah Shalat
Siapakah Muwahhid?
Karena, walaupun seseorang telah meyakini apa yang merupakan hak Allah ‘azza wa jalla berupa sifat-sifat-Nya dan menyucikannya dari yang disucikan dari-Nya serta meyakini bahwa Allah ‘azza wa jalla pencipta segala sesuatu, dia belumlah dianggap sebagai muwahhid hingga bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah, meyakini bahwa Allah ‘azzan wa jalla satu-satunya yang berhak diibadahi, serta senantiasa beribadah hanya kepada Allah ‘azza wa jalla. (Lihat Fathul Majid hal. 15-16)
Kewajiban Pertama
Macam-Macam Syirik
Tidak Boleh Meminta Pertolongan kepada Selain Allah ‘azza wa jalla
Bahaya Sikap Ghuluw (Berlebihan dalam Mengagungkan)
Hukum Membangun Masjid di atas Kuburan
Kemudian beliau berkata: “Masjid-masjid yang dibangun di atas kuburan para nabi dan orang shalih atau para raja dan selainnya harus dibersihkan dengan merobohkannya atau dengan cara lainnya. Ini, yang saya tahu, termasuk perkara yang tidak diperselisihkan kalangan para ulama yang terkenal.” (Iqtidha Ash-Shirathil Mustaqim)
Mazhab Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu dalam masalah ini: “Aku lebih cenderung kuburan tidak dibangun dan tidak dikapur (dicat).” Kemudian beliau membawakan hadits: “Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam melarang kuburan dibangun atau dicat.”
Beliau rahimahullahu berkata: “Aku telah menyaksikan pemerintah menghancurkan bangunan yang dibangun di atas kuburan dan perbuatan tersebut tidak dicela para fuqaha ketika itu.” (Lihat Al-Umm)
Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata: “Wajib merobohkan kubah-kubah yang dibangun di atas kuburan, karena telah dibangun di atas maksiat kepada Allah ‘azza wa jalla.” (Lihat Fathul Majid hal. 214)
Hukum Sembelihan untuk Selain Allah ‘azzawajalla
Syaikhul Islam rahimahullahu berkata: “Yang tampak dari ayat di atas, apa yang disembelih untuk selain Allah ‘azza wa jalla seperti dikatakan: sembelihan ini untuk ini. Jika ini yang dimaksudkan maka hukumnya sama saja baik dia lafadzkan atau tidak. Haramnya sembelihan seperti ini lebih jelas dari keharaman sembelihan untuk dimakan dan diucapkan ketika menyembelihnya dengan nama Al-Masih atau lainnya.” (Fathul Majid, hal. 127-128)
Doa Ada Dua Macam: Doa Ibadah dan Doa Mas’alah (Permohonan)
Asy-Syaikh Sulaiman Alu Syaikh menerangkan: “Doa permohonan adalah meminta sesuatu yang bermanfaat bagi yang berdoa, baik untuk mendapatkan satu manfaat yang diinginkan atau untuk dihilangkan darinya kesusahan. Adapun doa ibadah adalah beribadah kepada Allah ‘azza wa jalla dengan berbagai macam ibadah seperti shalat, sembelihan, nadzar, puasa, haji, dan lainnya dengan rasa takut dan harap, mengharap rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya, walaupun tidak ada bentuk permintaan di dalamnya. Namun seseorang yang beribadah (tentunya) menginginkan surga dan dijauhkan dari neraka, sehingga hakikatnya dia seorang yang menginginkan sesuatu dan menjauhkan diri dari sesuatu. Jika telah jelas hal tersebut, maka ketahuilah para ulama telah ijma’ bahwa barangsiapa memalingkan sesuatu dari dua macam doa ini kepada selain Allah ‘azza wa jalla, maka dia adalah seorang yang musyrik.” (Taisir Al-’Azizil Hamid dengan ringkas, hal. 170 dan 181)
Hukum Menetapkan Perantara dengan Bertaqarub kepada-Nya
Asy-Syaikh Sulaiman berkata: “Itu adalah ijma’ yang shahih dan diketahui dalam syariat dengan pasti. Para ulama mazhab yang empat menegaskan dalam hukum murtad bahwa barangsiapa yang berbuat syirik berarti dia telah kafir.” (Taisir Al-’Azizil Hamid hal. 183)
Mencium Tanah dan Membungkuk
Beliau berkata juga: “Membungkuk ketika memberi penghormatan kepada orang lain termasuk hal yang dilarang. Sebagaimana dalam riwayat At-Tirmidzi dari Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam, mereka berkata kepada beliau Shallallahu’alaihi wa sallam: “Seseorang bertemu dengan temannya, apakah (perlu) membungkuk kepadanya?” Beliau berkata: “Jangan.”
Juga karena ruku’ dan sujud tidak boleh dilakukan kecuali untuk Allah ‘azza wa jalla, walaupun dalam syariat selain kita adalah bentuk penghormatan, sebagaimana dalam kisah Yusuf ‘alaihissallam:
“Merekapun merebahkan diri seraya sujud kepadanya dan berkata: ‘Wahai bapakku, ini adalah takwil mimpiku dulu’.” (Yusuf: 100)
Akan tetapi dalam syariat kita tidak dibolehkan sujud kecuali kepada Allah ‘azza wa jalla….” (Majmu’ Fatawa, 1/377)
Demikianlah sekelumit pandangan-pandangan seorang alim Ahlus Sunnah, yang kemudian ucapan-ucapan beliau ini dijabarkan oleh para ulama Ahlus Sunnah setelah Beliau rahimahullahu ta’ala. Semoga apa yang kami paparkan ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
[1] Tauhid uluhiyah adalah menujukan segala macam ibadah hanya untuk Allah ‘azza wa jalla.
Sumber: Majalah As-syariah Edisi 45
0 komentar:
Posting Komentar